by A. Rafianti
Serie Kedua : BIANCA
Catatan : Cerita ini cuma fiksi, jika ada kesamaan nama dan peristiwa itu cuma kebetulan saja. Dan karena sifatnya fiksi fantasi, jadi yang namanya Kerajaan Fillmore Green itu cuma karangan saja, tidak ada di peta. 😊😄
Catatan lain :
Be With You (The Series) merupakan cerita berupa novel fiksi online yang berdiri sendiri sendiri, tidak ada kaitannya antara satu dengan yang lainnya, hanya judulnya yang sama. Be With You seri pertama tokoh utama ceritanya adalah Katherine, dan Be With You seri kedua tokoh utamanya Bianca. Selamat Membaca. 💜😉💻📱👀
BAB SATU
Bianca memperhatikan foto Daniella di instagramnya dengan perasaan bahagia.
Daniella cantik sekali saat berfoto di pinggir pantai seperti itu. Daniella
selalu cantik saat difoto dimana saja. Dan kelak, jika Daniella sudah menikah
dengan Putra Mahkota kerajaan Filmore
Green, yaitu Prince Lawrance Albert
Normand IV atau biasa dipanggil Prince Larry, dia akan menjadi putri tercantik di seluruh dunia.
Daniella Stevenson adalah kakak sepupu Bianca. Mereka cukup dekat ketika mereka
kecil, ketika mereka sama sama tinggal di mansion kakek mereka di Giltown City. Kakek dan nenek (dari
pihak ibu Bianca) punya empat anak perempuan, anak pertama adalah bibi Clara,
yang merupakan ibu dari Daniella. Bibi Clara menikah dengan paman Robby
Stevenson dan punya dua anak perempuan yaitu Daniella dan Adora.
Anak kedua kakek dan nenek adalah bibi Melanie. Bibi melanie menikah dengan
seorang pengusaha yang bernama Nicholas McKenzie, dan punya satu orang anak
perempuan yaitu Claudia McKenzie dan satu anak laki laki yang diberi nama
Cristopher McKenzie.
Anak ketiga kakek dan nenek adalah bibi Elen. Bibi Elen menikah dengan
seorang pilot yang bernama Brandon Brown dan punya satu anak perempuan yang
bernama Andrea Brown.
Anak bungsu kakek dan nenek adalah Yvonne, yang merupakan ibu dari Bianca.
Ibu bianca menikah dengan seorang pengusaha tekstil yang cukup sukses yang
bernama David O’Brien. Mereka punya tiga anak perempuan dan satu anak laki
laki. Anak pertama mereka, Gillian, sudah menikah dengan seorang pengusaha.
Anak kedua mereka, Emily, sudah bertunangan dan akan menikah kurang lebih setahun lagi
dengan seorang dokter. Anak ketiga mereka, Bianca, sudah lulus kuliah dua tahun lalu dan
sekarang bekerja di ibukota kerajaan Fillmore
Green, yaitu Hall of City di sebuah
perusahaan jasa pengiriman paket barang sebagai Customer Service. Anak keempat mereka, James, masih sekolah.
Giltown city, tempat
mansion kakek mereka berada terletak di salah satu district city setingkat provinsi di kerajaan Fillmore Green yang dikepalai oleh seorang gubernur yang bertitel
kebangsawanan. Kerajaan Filmore Green
paling tidak punya sepuluh district city
semacam Giltown city. Di bawah kota
semacam Giltown City masih terbagi
lagi lagi dalam beberapa kota kecil.
Fillmore Green adalah sebuah kerajaan kecil yang
terletak di benua eropa. Jumlah penduduk dari Fillmore Green kurang lebih 40 juta jiwa.
Saat ini, Filmore Green dipimpin oleh seorang Raja yang merupakan generasi
keempat dari dinasti Normand yaitu King
Theodore Stephanus Normand IV. King Theodore hanya punya satu anak yaitu Prince Lawrence Albert Normand IV yang
kelak akan menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin Fillmore Green jika ayahnya mengundurkan diri dari kepemimpinannya
saat ini.
Awal mula kenapa Prince Larry bisa sampai bertunangan dengan Daniella, kakak
sepupu Bianca, cukup panjang ceritanya.
Konon, jaman dulu, di awal awal kerajaan Fillmore Green terbentuk, Raja
pertama Fillmore Green, yaitu King Edward
Argien Normand I, punya hutang yang sangat banyak pada kakek buyut Bianca
yang saat itu merupakan orang terkaya di Fillmore Green.
Hutang itu untuk membuat keadaan ekonomi kerajaan Fillmore Green yang
dilanda krisis berkepanjangan kembali stabil, sehingga penduduk Fillmore Green
tidak terus terusan didera masalah ekonomi yang pelik, sehingga ekonomi kembali
bangkit, harga harga stabil, dan angka pengangguran bisa ditekan.
Tapi karena saat itu Raja pertama Fillmore Green tidak tahu kapan bisa
membayar hutangnya pada kakek buyut Bianca, maka diadakanlah suatu perjanjian,
bahwa kelak keturunan kakek buyut Bianca (laki laki atau perempuan) akan
diambil sebagai menantu oleh dinasti Kerajaan Fillmore Green, sehingga mereka jadi
besan.
Keturunan pertama Raja Fillmore Green adalah laki laki, dan keturunan kakek
buyut Bianca saat itu juga laki laki walau kakek buyut Bianca punya tiga anak,
tapi semuanya laki laki, sehingga perjodohan itu tidak bisa dilakukan. Begitu
seterusnya sampai keturunan Raja Fillmore Green yang sekarang adalah seorang laki laki (raja yang sekarang yaitu King Theodore) dan seorang perempuan (bibi Prince Larry). Tapi karena
saat itu rajanya sudah punya kekasih dan menikah dengan kekasihnya, maka
keempat puteri kakek (diantaranya ibu Bianca) tidak bisa menikah dengan raja
generasi keempat, sehingga perjodohan itu jatuh pada puteranya Prince Larry.
Dan dari keempat anak perempuan kakek, ada enam cucu perempuan kakek yang
berpotensi dijodohkan dengan Prince Larry.
Cucu perempuan terbesar pertama, Gillian (kakak Bianca) sudah menikah
sehingga dicoret dari daftar.
Cucu perempuan terbesar kedua, Andrea Brown, belum menikah.
Cucu perempuan selanjutnya adalah Daniella, belum menikah.
Lalu Adora (adik kandung Daniella).
Lalu Claudia.
Lalu Emily.
Dan terakhir Bianca.
Secara umur (yang berbeda dua tahun lebih tua), seharusnya Andrea yang
dijodohkan dengan Prince Larry. Tapi kakek ternyata punya pertimbangan lain. Ia
sangat menghormati puteri pertamanya yaitu Clara (ibu dari Daniella dan Adora)
sehingga kakek memutuskan Daniella- yang dijodohkan dengan Prince Larry. Dan
keputusan kakek itu dilakukan kurang lebih lima tahun lalu, sehingga dalam
waktu lima tahun itu pula Daniella – oleh orangtuanya - benar benar
dipersiapkan untuk menjadi seorang Princess.
Ia dididik di sekolah tersendiri, yaitu sekolah yang hanya dikhususkan untuk
para puteri bangsawan.
Tapi keputusan kakek itu kemudian menimbulkan amarah yang hebat pada diri
bibi Elen (ibu dari Andrea), karena menurut bibi Elen keputusan kakek tidak
adil, karena cucu tertua kakek yang seharusnya menikah dengan Prince Larry dan
itu adalah Andrea, puteri semata wayangnya.
Karena hal itu pula maka bibi Clara dan bibi Elen jadi tidak akur. Bibi
Elen akhirnya pindah ke Amerika, ikut suaminya yang seorang pilot, yaitu
Brandon Brown dan tinggal di New York bersama anak dan suaminya. Ia jarang
pulang ke mansion kakek kecuali ada acara yang sangat penting yang harus ia
hadiri.
Bibi Elen sangat berambisi menjadi besan dari Raja Fillmore Green sekarang,
karena siapa juga yang tidak berambisi mengingat harta kekayaan keluarga kerajaan yang sangat banyak. Belum lagi gelar kebangsawanan yang
kelak akan ia peroleh. Sayang ambisi bibi Elen kandas, karena keputusan kakek
adalah Daniella yang akan menjadi menantu dinasti Normand IV, bukan Andrea.
Keadaan kerajaan Fillmore Green dulu dan sekarang sangat jauh berbeda.
Kalau dulu pernah mengalami krisis ekonomi yang sangat parah, sekarang
perkembangan ekonominya sudah sangat maju. Rata rata penduduknya sudah
tergolong mampu. Dan konon kabarnya, hutang raja dulu pada kakek buyut Bianca
sudah dibayar lunas walaupun dilakukan secara bertahap. Anak dan cucu kakek
buyut Bianca yang menerima pembayaran hutang itu.
Tapi walau begitu, perjanjian antara raja pertama dengan kakek buyut Bianca
tentang perjodohan anak anak mereka tetap harus dilaksanakan walau hutang sudah
terbayar lunas. Karena perjanjian itu semacam ikrar atau sumpah diantara
keduanya.
Kakek Bianca adalah seorang pengusaha yang cukup handal di bidang Otomotif. Perusahaan kakek memproduksi beberapa jenis mobil eksklusif yang dijual dengan harga sangat mahal. Mobil mobil itu kakek pasarkan ke seluruh dunia. Kakek merupakan anak tunggal dan mewarisi seluruh harta kekayaan dari orangtuanya. Sama seperti kakek, paman atau bibi kakek juga mengembangkan usaha mereka di bidang otomotif.
Tapi sekarang kakek memutuskan untuk pensiun dari pekerjaannya dan hidup tenang di mansionnya. Ia memutuskan untuk membagi bagikan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya pada keempat puterinya walau kakek dan nenek masih hidup.
Selain memiliki sebuah perusahaan besar di bidang otomotif, kakek juga punya sebuah hotel yang eksklusif,
punya beberapa saham di beberapa perusahaan, punya beberapa rumah pertanian, punya
sebuah resort di pinggir pantai dan puluhan mobil antik yang ia koleksi.
Ibu Daniella dan Adora mendapatkan perusahaan kakek. Menantu kakek yaitu Robby Stevenson yang sekarang mengambil alih kepemimpinan perusahaan mobil yang dulunya milik kakek.
Bibi
Melanie mendapatkan sebuah hotel eksklusif dan kini mengelola hotel
tersebut.
Bibi Elen mendapatkan dua rumah pertanian. Bibi Elen sebelum
pindah ke New York memutuskan menjual kedua rumah pertanian yang ia miliki,
termasuk mobil dan lain lain, sehingga ia sepertinya benar benar ingin putus
hubungan dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan keluarga besar kakek.
Ibu Bianca mendapatkan satu rumah
pertanian yang terletak di Leefsmall,
sebuah kota kecil yang merupakan bagian dari Giltown City¸ dan sebuah resort yang terletak di pinggir pantai di Parklane, sebuah district yang sama besarnya dengan Giltown City. Rumah pertanian ibu Bianca
ia sewakan pada penduduk di Leefsmall
yang butuh tempat untuk berlibur, sementara resort yang ada dipinggir pantai
kini dikelola oleh salah satu orang kepercayaan ibu Bianca yang merupakan
sahabatnya sejak ia masih kecil.
Ibu bianca, ayah Bianca dan adik Bianca, James, kini tinggal di sebuah rumah yang letaknya tidak jauh dari
mansion kakek.
Mobil antik kakek juga sudah kakek bagikan secara rata. Kakek hanya mempertahankan satu buah mobil dan itupun untuk keperluannya kalau mau pergi kemana mana. Saham saham kakek di beberapa perusahaan juga sudah kakek jual dan uangnya kakek bagikan secara rata pada keempat puterinya.
Setelah membagi semua warisannya, kakek hanya mempertahankan mansion yang
ditinggalinya sekarang. Kakek tidak mungkin menjual mansion itu karena itu
merupakan warisan turun temurun yang harus dipertahankan. Anak laki laki
pertama atau cucu laki laki pertama yang kelak boleh tinggal di mansion
tersebut. Ia tidak mewarisi mansion itu tapi hanya boleh menempatinya, karena
mansion itu memang tidak boleh dijual.
Dan karena kakek hanya punya dua orang cucu laki laki, yaitu Christopher McKenzie dan James O’Brien, maka kelak Christopher yang boleh tinggal di mansion kakek.
Berbeda dengan saudara saudara perempuannya yang lain yang menularkan gaya
hidup mewah pada anak anak mereka, ibu Bianca tidak seperti itu. Walau ia kaya,
ia tetap mengajari anak anaknya untuk hidup hemat dan sederhana. Bahkan ketika
anak anaknya sudah mencapai usia 18 tahun ia tak lagi menyokong anak anaknya
secara finansial sehingga mereka harus cari uang sendiri. Kecuali untuk biaya
kuliah, ia masih menanggung biaya kuliah anak anaknya.
Itulah kenapa sekarang Bianca bekerja di sebuah perusahaan jasa pengiriman
paket barang sebagai customer service,
karena ia terbiasa bekerja sejak ia berusia 18 tahun. Apa saja ia lakukan. Ia
pernah bekerja sebagai kasir di toko swalayan, juga sebagai sales promotion girl di sebuah butik
terkenal.
Dan dari semua pekerjaannya, ia merasa nyaman dengan pekerjaannya sekarang.
Gillian, kakak Bianca yang paling tua, yang dulu kuliah di jurusan arsitek, menikah dengan teman kuliahnya,
dan mereka berdua punya perusahaan sendiri di bidang property. Emily yang dulu kuliah
di fakultas kedokteran juga berpacaran dengan teman kuliahnya dan mereka berdua
kini bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah.
James, adik Bianca yang paling kecil masih duduk di Junior High School dan masih jadi tanggungan kedua orangtua mereka.
Hanya James yang tinggal dengan ibu dan ayah mereka.
Gillian tinggal di sebuah apartemen dengan suaminya, Emily tinggal di
sebuah rumah yang disediakan oleh rumah sakit khusus untuk karyawan rumah sakit tersebut, sementara Bianca mengontrak
sebuah rumah di Hall of City, dan
tinggal dengan empat orang temannya di rumah kontrakan tersebut. Mereka
patungan untuk membayar biaya sewa kontrak rumah selama setahun.
Awal mula yang mengontrak rumah itu adalah Sassy, ia bekerja di sebuah
media online. Ia lalu memasang iklan mencari teman agar bisa tinggal bareng
dengan biaya patungan. Dan ia menginginkan teman wanita. Dan karena rumah itu
memiliki empat kamar, maka ia perlu tiga teman lagi.
Banyak tawaran yang masuk untuk menjadi teman satu rumah Sassy, tapi Sassy
menyeleksi mereka dengan ketat sampai menginterview mereka segala, tentang apa
pekerjaan mereka, apa kebiasaan mereka dan lain lain.
Hingga akhirnya terpilihlah tiga teman yang Sassy inginkan. Yang pertama,
Sandra, ia bekerja sebagai seorang pramugari, yang kedua Ivanka, ia bekerja di
sebuah perusahaan Public Relations,
dan yang ketiga adalah Bianca.
Bianca termasuk beruntung, karena saat itu Sassy hampir memilih teman lain
dan bukan dirinya.
Harga kontrak rumah atau apartemen di ibukota kerajaan Fillmore Green, Hall of City
sangat mahal. Kalau tidak mau patungan seperti itu, mereka harus benar benar
punya uang yang banyak untuk menyewa apartemen, sesederhana apapun apartemen itu.
Maka tidak usah heran ketika ada rumah atau apartemen dikontrakkan maka
peminatnya akan berebut, saking susahnya mendapatkan tempat untuk disewa.
Hall of City sepertinya menjadi magnet
tersendiri bagi siapapun yang ingin mengembangkan karir di ibukota. Kota itu
sangat eksotik dan indah. Dan yang paling terkenal dari kota itu tentu saja
Istana kerajaan dinasti Normand yang sangat cantik dan elegan.
“Kau sedang apa? Asik bener?” Sandra memperhatikan handphone Bianca. Saat ini Bianca duduk di balkon rumah. Rumah yang
mereka tempati terdiri dari dua lantai. Kamar Sandra dan Bianca ada di lantai
atas sementara kamar Sassy dan Ivanka ada di lantai bawah.
“Oh, ini, Daniella,” sahut Bianca sambil tersenyum. Bianca hampir
keceplosan menyebut “kakak sepupuku”, sejauh ini tak ada yang tahu kalau calon
mempelai Prince Larry adalah kakak sepupu Bianca.
“Oh,” Sandra tersenyum. Ia duduk di samping Bianca sambil membuka laptop
yang ditentengnya. “Wanita itu beruntung sekali. Ia dijodohkan dengan Prince
Larry. Padahal Prince Larry sudah punya pacar. Kasihan sekali pacarnya.”
“Serius?” tanya Bianca kaget. “Prince Larry sudah punya pacar?”
“Iya. Kau tidak tahu tentang hal ini?” Sandra menatap Bianca heran, “mereka
pacaran sudah lama sekali. Lebih lama dari perkenalan wanita itu dengan sang
Pangeran.” Sandra lalu mencari sesuatu di laptopnya. “Lihat ini, namanya Sara.
Cantik kan? Ia teman sekolah Prince Larry. Seorang bangsawan juga.”
Bianca memperhatikan foto yang ditunjukkan Sandra padanya. Dan ia setuju
sekali dengan Sandra. Sara cantik sekali. Rambutnya pirang gelap sementara
matanya hijau gelap. Tapi menurut Bianca dibanding Daniella, Daniella masih
lebih cantik dari Sara.
“Aku tak mengerti kenapa kalau Prince Larry punya pacar, ia tak menikah
dengan pacarnya saja.” Gumam Bianca pelan.
“Ya, mana aku tahu. Itulah kenapa aku bilang, wanita itu, si Daniella itu
beruntung sekali. Seharusnya Prince Larry menolak perjodohan itu, tapi herannya
ia mau menerimanya.”
Bianca terdiam. Ia menyangka bahwa semuanya baik baik saja. Tidak ada orang
ketiga, keempat atau kelima di antara hubungan Daniella dan Prince Larry. Tapi
ternyata ada?
“Menurutmu Daniella tahu tentang hal ini?” tanya Bianca cemas.
“Ya pasti tahulah. Daniella pasti mencari tahu. Tapi pastinya dia acuh
saja. Toh nanti ia juga yang akan menikah dengan Prince Larry, bukan Lady Sara
atau yang lainnya.”
“Kau benar,” gumam Bianca lagi. Tiba tiba Bianca merasa beruntung tidak
harus berada dalam posisi Daniella. Kalau semisalnya Bianca yang berada di
posisi Daniella, ia tak akan bisa menerima kalau calon suaminya punya kekasih
lain.
Lebih baik aku menikah
dengan orang biasa asal tidak makan hati seperti itu, bisik Bianca dalam hati.
Sementara Sandra terus asing browsing
sesuatu di internet. Bianca akhirnya menyeruput kopinya lambat lambat
sambil memperhatikan bintang yang bertaburan di langit Hall of City.
Sampai tengah malam, Bianca tak bisa tidur juga. Untung besok hari Sabtu
dan ia tak harus bekerja. Bianca memikirkan tentang Daniella. Dulu, waktu
mereka kecil dan mereka masih tinggal di Mansion kakek, mereka cukup akrab. Mereka selalu bercerita tentang apa saja. Sekarang mereka tidak seakrab dulu lagi. Mereka saling menelepon jika ada perlu
saja.
Bianca tiba tiba ingin ketemu Daniella lagi dan ngobrol banyak dengannya
seperti dulu. Tapi apakah Daniella sibuk
dan sempat menemuiku? Keluh Bianca dalam hati.
Dengan sepupunya yang lain Bianca juga tidak terlalu akrab. Sama dengan
Bianca yang sudah bekerja, Claudia juga sekarang sibuk membantu ibunya bekerja
di hotel mereka.
Adora, adik Daniella, lebih sombong kemana mana dibanding Daniella. Yang
akan menikah dengan Prince Larry adalah Daniella, tapi yang sombong adalah
Adora karena ia akan jadi ipar dari Putera Mahkota Fillmore Green. Adora hampir tidak akan mengangkat telepon dari Bianca,
atau tidak akan menjawab pesan Bianca kalau Bianca mengiriminya pesan.
Dan yang Bianca dengar, gaya hidup Adora sekarang bikin Bianca geleng
geleng kepala. Ia hanya mau bergaul dengan orang orang dari high sosialita atau kalangan atas. Teman
temannya dibatasi hanya yang selevel dengannya.
Dari dulu juga anak anak bibi Clara sombong sombong seperti itu. Ibu mereka
mendidik mereka dengan gaya hidup eksklusif. Mereka sekolah di sekolah asrama terbaik
di Fillmore Green yang diperuntukkan untuk kalangan bangsawan.
Dan ketika akhirnya kelak mereka akan berbesan dengan keluarga kerajaan,
ke-eksklusifan mereka semakin bertambah.
Bianca tersenyum kecil saat ingat Andrea. Kalau Adora tidak mau membalas
telepon atau pesan dari Bianca, maka Andrea akan langsung mematikan telepon
kalau tahu Bianca meneleponnya. Andrea benar benar ingin memutuskan hubungan
dengan keluarga besar kakek, siapapun itu. Ia sama marah dengan ibunya, karena
bukan ia yang dijodohkan dengan Prince Larry oleh kakek.
Jadi Bianca tak punya harapan dengan sepupu yang mana ia akan ngobrol tentang Daniella. Dengan kakaknya Gillian, ia juga tak punya harapan. Gillian terlalu
sibuk bekerja, begitupun Emily. Apalagi tengah malam begini, mereka pasti sudah
pada tidur dengan pulas dan tidak akan menjawab panggilan Bianca.
Satu satunya teman yang dekat dengan Bianca adalah teman Bianca dari Elementary School sampai kuliah yaitu
Lily. Tapi apakah Lily mau ngobrol dengannya kalau Bianca meneleponnya?
Lily sekarang bekerja sebagai seorang marketing eksekutif di sebuah
perusahaan telekomunikasi. Berbeda dengan Bianca yang biasa saja, karir Lily
sangat cemerlang. Dari hasil bekerja selama dua tahun ini, Lily sudah punya
rumah dan mobil sendiri walaupun masih kredit. Rumah Lily terletak di Giltown City, tempat dimana mereka
kuliah dulu.
Ly, bisa ketemuan besok atau
lusa? Akhirnya Bianca
mengirim pesan pada Lily. Sepuluh menit kemudian Lily menjawab.
Lily :
Lusa saja, besok aku ada
acara. Ketemu dimana? Kau datang kerumahku ya? Sudah lama kau tidak kesini
sejak aku menunjukkannya padamu dulu. Sekarang rumahku tambah keren. Sudah
direnovasi disana sini.
Bianca :
Tidak bisa. Senin pagi aku
harus kerja lagi. Nanti deh kalau long week end aku mampir. Kau ke Hall of City
ya? Di Mall Milenium di Mrs. Bradwon Kitchen? Jam dua belas siang?
Lily :
Jangan siang. Sore aja ya,
jam empat. Oke aku ke sana. Sampai ketemu. Kenapa sih kau harus pindah segala
ke kota lain. Udah enak enak di sini. Apa yang kau cari di sana Bianca?
Bianca :
Hehe. Petualangan.
Bianca tersenyum. Ia senang akhirnya punya teman curhat lagi.
“Kau itu, dari dulu masih saja sama. Sederhana, tidak pengen ini itu,
sementara orang lain udah jalan jalan ke bulan.” Lily memperhatikan Bianca
sambil mulutnya penuh dengan kentang goreng.
Bianca merekomendasikan kentang goreng dan burger Mrs. Bradwon pada Lily
yang menurutnya paling enak sedunia. Dan menurut Lily kentang goreng Mrs.
Bradwon benar benar renyah.
“Bagiku keadaan seperti ini sudah cukup membuatku bahagia.” Komentar Bianca
seperti biasanya.
“Berapa sih gajimu?” Lily kini menyeruput lemon sodanya.
“Ya, cukup untuk membayar kontrakan dan biaya makan untuk sebulan.”
“Bisa menabung?” tanya Lily lagi.
“Sedikit.”
“Ya ampun Bianca. Mending kau kerja di tempatku. Kami masih menerima banyak
lowongan. Asal kau punya semangat dan target dalam bekerja, segala hal bisa kau
usahakan. Sungguh deh.”
“Tidak Ly, aku tak suka marketing. Kalau dari dulu aku suka aku sudah
bekerja di tempatmu. Aku suka pekerjaanku sekarang.”
“Melayani orang orang yang ingin mengirimkan paket gitu? Disana bahkan
tidak ada jenjang karir Bianca.”
“Tidak masalah buatku,” Bianca tersenyum, “sudahlah, jangan bahas tentang
pekerjaanku lagi, tiap ketemu selalu itu yang kau tanyakan, aku ingin bicara
tentang Daniella.”
“Calon Princess yang sombong itu?” desis Lily sebal. Lily pernah kenal dengan
Daniella karena Bianca pernah mengenalkannya saat mereka bertemu di mansion
kakek Bianca saat Lily dan Bianca menginap di mansion kakek Bianca. Dan komentar
Lily saat itu ia sama sekali tak suka Daniella.
“Ia tak sesombong yang kau kira.”
“Huh, terus saja bela dia. Aku hanya tak bisa membayangkan bagaimana nanti
kalau ia jadi anggota keluarga kerajaan. Dagunya pasti tambah tinggi saking
angkuhnya.”
Bianca tertawa, “jangan menghakimi orang seperti itu Ly. Ayolah.”
“Yeah, terserah padamu saja. Apa yang ingin kau bicarakan tentang dia?”
“Aku dengar, Prince Larry punya kekasih lain. Aku khawatir pada Daniella,
kasihan dia.”
Hening sejenak, kemudian Lily tertawa terbahak bahak. “Astaga Bianca, kau
lugu amat sih. Orang biasa aja yang tidak punya apa apa banyak yang selingkuh
dari isterinya atau punya dua orang atau tiga orang kekasih. Dia, Putra Mahkota
kerajaan, Hello. Kenapa kau harus
ribut soal ini sih?”
“Ya, karena menurutku, idealnya mereka, Daniella dan Prince Larry harusnya
saling mencintai agar kehidupan mereka bahagia.”
“Itu hanya ada di dongeng dongeng, Bianca. Happy ever after. Bullshit
banget. Syukurin Prince Larry punya pacar lain, emang enak.”
“Kok kamu malah gitu sih Ly? Yang aku kenal Lily orangnya baik hati dan
nggak pernah nyumpahin orang seperti ini. Memang Daniella pernah punya salah
padamu?”
“Ya tidak sih, hanya saja...” Lily terdiam sejenak. “Oke, maafkan aku. Aku
bisa mengerti kau sayang pada sepupumu itu. Tapi please deh Bianca. Itu urusan mereka, yang menjalani kehidupan itu
mereka, kau tak perlu terlalu mencemaskan keadaan Daniella, ia akan baik baik
saja. Menurutku, bagi Daniella sepertinya tak masalah calon suaminya punya pacar
lain, yang penting bagi dia, dia punya titel kebangsawanan, orang orang
menghormatinya, ia punya banyak fasilitas yang mempermudah hidupnya, dilimpahi
kemewahan.”
“Tapi tidak bahagia?” sahut Bianca, “kalau aku sih tidak mau hidup seperti
itu.”
“Yah, hidup memang pilihan. Kau tak mau tapi Daniella mau, kenapa harus
dipusingkan hal seperti ini sih? Come on Bianca. Ini hal sepele.”
“Hal sepele menurutmu?” Bianca bertanya dengan nada tinggi.
“Oke, terserah kalau kau menganggapnya bukan hal sepele. Tapi kenapa kau
harus memikirkan Daniella sementara Daniella belum tentu memikirkanmu?”
“Ya, kau benar.” Gumam Bianca.
“Nah gitu dong. Lupakan permasalahan mereka. Semangat.” Lily tertawa senang
memperhatikan Bianca, “bagaimana denganmu? Masih tak punya pacar juga?”
“Kok jadi aku sih?” Protes Bianca. “Aku baik baik saja dengan hidupku.”
“Kau tidak baik baik saja dengan hidupmu. Sejak cinta monyetmu di playgroup
dulu, kau sampai saat ini tak punya pacar.”
“Karena aku belum dapat menemukan cowok seperti cinta monyetku dulu,”
Bianca lalu tertawa sambil membayangkan Edward, cinta monyetnya dulu yang
sering membawakan minuman limun untuknya kalau ia sedang merasa kehausan.
“Lupakan Edward. Ia sudah jadi dosen sekarang, sudah punya dua anak yang
lucu dan hidup bahagia dengan isterinya yang cantik.”
“Terimakasih sudah membuat hatiku terluka.” Bianca manyun, “sayang sekali,
padahal Edward dulu baik sekali padaku.”
“Masih banyak Edward Edward lainnya.”
“Ya tentu saja.”
“Mau aku jodohkan? Aku punya teman, ia sedang mencari pacar, ia.. “
“Tidak Lily, jangan mulai, ok? Aku ingin bertemu denganmu tidak meminta
untuk dicarikan pacar.”
“Padahal temanku itu asik sekali orangnya.” Lily cemberut.
“Kau sendiri, bagaimana hubunganmu dengan Patrick? Kapan kabar bahagia itu
akan sampai padaku?”
“No way, aku tidak akan menikah
paling tidak sampai tiga tahun ke depan. Aku dan Patrick sedang sama sama asik
meniti karir.”
“Halah, karir mulu yang dipikirkan. Nanti Patrick digaet cewek lain loh.”
“Aku balik nge-gaet cowok lain.” Lily tertawa.
Bianca ikut tertawa. Yang Bianca suka dari Lily ia orangnya easy going banget. Asik banget. Masalah
apapun, di matanya selalu terlihat sepele. Ia tak pernah memperbesar masalah.
Semua masalah selalu bisa ia handle
dengan baik.
“Habis ini aku harus pulang naik kereta lagi.” Keluh Lily kemudian. “Hanya
untuk bertemu denganmu, pulang pergi aku harus naik kereta dan menempuh
perjalanan selama empat jam lebih. Pulang lagi kenapa sih Bianca ke kampung
halaman kita. Kau tidak punya siapa siapa di sini. Kau sendirian. Keluargamu
semuanya ada di Giltown city. Aku ada di Giltown City.”
“Aku betah di sini.” Bianca tersenyum. “Terimakasih sudah mau menemuiku
hari ini.”
“Sama – sama.”
“Nanti aku akan mengantarmu ke stasiun dengan naik taksi, sebelum itu, kita
shopping dulu.”
“Oke.” Lily tersenyum dan mulai melahap burgernya lagi.
Bianca akhirnya bernafas lega ketika jam kerjanya sudah usai. Sekarang
sudah pukul lima sore dan ia bersiap siap untuk pulang. Di tempat kerjanya, jam
kerja dibagi menjadi dua shift. Shift pagi dari jam delapan pagi sampai jam lima
sore dan shift malam dari jam lima sore sampai jam delapan pagi. Ia punya waktu
istirahat selama satu jam.
Tempat Bianca bekerja buka selama dua puluh empat jam dan kebijaksanaan di perusahaan itu cukup menguntungkan bagi Bianca karena ia tak harus bekerja pas shift malam, karena
karyawan laki laki yang bekerja di shift malam.
“Bianca, kau ada waktu hari Sabtu besok?” Casey, teman Bianca, memperhatikan
Bianca yang sedang membereskan tasnya.
Bianca merasa waktu cepat sekali berlalu. Baru hari minggu kemarin ia
bertemu Lily, sekarang sudah mau akhir pekan lagi.
“Aku tak tahu, memang kenapa?” tanya Bianca.
“Bibiku, ia kan seorang penata rias istana, aku suka membantu dia
bekerja kalau pas akhir pekan. Nah, malam minggu besok akan ada jamuan makan
malam di istana. Seperti biasa, aku kerja lagi membantu bibiku, kau mau ikut
denganku atau tidak?”
“Ikut denganmu untuk bekerja?” tanya Bianca bingung, “aku tak punya
keahlian apa apa di bidang kecantikan.”
“Tidak, kau ikut denganku untuk masuk istana saja dan melihat lihat keadaan
di sana. Kau tidak harus bekerja. Ini kesempatan emas loh, tidak sembarang
orang bisa masuk ke sana.”
“Wah, kau benar.” Renung Bianca kemudian, “oke, aku ikut. Jam berapa aku
harus kerumahmu?”
“Siang saja. Kami mulai bekerja sore hari, tapi biasanya siang sudah
bersiap siap pergi ke sana.”
“Oke, aku akan ke rumahmu besok siang.”
Istana Normand adalah sebuah istana cantik yang terbagi dalam tiga bangunan
inti.
Bangunan inti pertama adalah tempat dimana Raja melaksanakan semua
kegiatannya, seperti melakukan rapat rapat penting dengan para Menterinya atau
menerima tamu tamu kenegaraan. Di tempat itu pula kegiatan kegiatan kenegaraan
dan jamuan makan malam biasa dilakukan.
Nama bangunan inti pertama adalah Green
Palace karena bangunannya yang dicat hijau muda. Letak dari Green Palace kurang lebih lima kilometer
dari pintu gerbang istana. Selain Raja yang berkantor di sana, Putra Mahkota
juga berkantor di sana. Sementara Perdana Menteri dan para bawahannya berkantor tidak jauh dari Green Palace, di sebuah bangunan yang
disebut Prime Hall.
Bangunan inti kedua adalah tempat Raja dan permaisuri tinggal. Letaknya
berada di belakang Green Palace dan
terkenal dengan nama King Palace.
Di sebelah kiri tempat tinggal Raja dan Permaisuri adalah tempat tinggal
Putra Mahkota. Nama bangunannya terkenal dengan nama Crown Palace. Kelak bila Prince Larry sudah menikah dengan
Daniella, Daniella juga akan tinggal di sana dengan suaminya. Saat ini Prince Larry tinggal di Crown Palace dengan puluhan pelayan.
Karena Dinasty Normand IV hanya mempunyai satu keturunan, maka bangunan intinya
hanya terdiri dari tiga bangunan inti saja. Tapi bila Raja yang memerintah
mempunyai lebih dari satu keturunan, maka bangunan intinya terus bertambah
sesuai dengan jumlah anggota keluarga kerajaan.
Ketiga bangunan inti tersebut sangat indah dan artistik. Dari satu bangunan
ke bangunan yang lainnya dipisahkan oleh taman yang begitu indah dan asri.
Bentuk ketiga bangunan inti tersebut berbeda satu dengan yang lainnya.
Bentuk dari Green Palace tetap
asli seperti pertama kali didirikan pada masa Pemerintahan Normand I, karena
tidak ada satu orangpun generasi Normand yang berani mengubah ubah bentuk atau
gayanya untuk melestarikan warisan leluhur dinasti Normand I. Sementara untuk King Palace, Crown Palace, bentuk atau gayanya
biasanya disesuaikan dengan
selera masing masing penghuninya.
Prince Larry lebih suka menata tempat tinggalnya dengan gaya Yunani kuno.
Warna krem hampir mendominasi semua ruangan di tempat tinggalnya, sementara
patung patung Yunani berjejer mengelilingi taman di rumahnya atau di
sekeliling kolam renangnya.
Di samping ketiga bangunan inti tersebut, di sekeliling komplek istana masih terdapat
banyak bangunan indah lainnya yang jadi tempat tinggal para anggota keluarga
kerajaan lainnya, seperti ayah dan ibu Raja, adik raja, sepupu raja, dan yang
lainnya. Rumah Perdana Menteri terletak di luar komplek istana, berada di
perbatasan Hall of City dan Redwood, kota besar kedua setelah Hall of City.
Jamuan makan malam keluarga kerajaan akan diadakan di bangunan inti
pertama. Tapi bibinya Casey, yang
bekerja sebagai penata rias istana yaitu yang biasa dipanggil nyonya Irine
bertugas di bangunan tempat para sepupu raja dan anak cucu mereka tinggal,
karena klien nyonya Irine kebanyakan ada disana. Walau bertugas sebagai tata
rias istana, tapi nyonya Irine hanya melayani para sepupu raja dan
keturunannya. Untuk permaisuri dan adik raja yang perempuan, punya tata rias
sendiri yang keahliannya atau pengalaman kerjanya jauh melebihi nyonya Irine.
Sementara Nyonya Irine dan Casey bekerja merias wajah dan rambut para
keponakan raja, Bianca jalan jalan di taman bangunan tempat sepupu raja
tinggal. Taman itu sangat indah.
Bianca diperingatkan ketika masuk tadi untuk tidak mengunggah apapun yang
ada di dalam istana ke akun media sosialnya, karena peraturan di sana memang
seperti itu, kalaupun mereka berfoto, mereka harus menyimpan foto foto tersebut
untuk koleksi pribadi mereka, tidak boleh untuk jadi konsumsi umum.
Maka tidak heran banyak sekali orang yang penasaran dengan keindahan istana
Kerajaan Normand beserta bangunan bangunan indah di sekelilingnya. Bukan saja
warga Fillmore Green yang penasaran,
tapi juga masyarakat yang berasal dari luar negeri juga penasaran. Karena hal
itu pula setiap dua minggu sekali istana Normand terbuka untuk umum, tapi hanya
bangunan inti dan museum yang terbuka untuk umum. Untuk kediaman Raja dan putra
Mahkota sangat tertutup. Tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana kecuali
ijin dari Raja, Permaisuri atau Putera Mahkota sendiri.
Karena merasa takjub dengan keindahan di sekelilingnya, Bianca lalu memoto
keindahan taman yang ada di hadapannya. Taman di kediaman kerabat Raja saja
sudah sedemikian indahnya, apalagi di kediaman Raja sendiri atau di kediaman
Putra Mahkota, renung Bianca dalam hati. Ia berharap bahwa suatu saat nanti ia
punya kesempatan untuk bisa mengunjungi kedua istana tersebut.
Untuk sesaat Bianca
merasa iri dengan keberuntungan Daniella. Daniella adalah salah satu orang yang
beruntung diberi akses untuk masuk ke kediaman Raja dan Putera Mahkota.
Dan sejauh ini, Daniella belum pernah mengundang dirinya atau keluarga
Bianca masuk ke sana. Hanya ayah Daniella, ibu Daniella dan Adora yang sering keluar
masuk istana. Sejak bertunangan, Daniella masih tinggal bersama orangtuanya,
namun ia bebas kapan saja keluar masuk istana sesuai dengan keinginannya.
Ketika sudah menikah nanti, baru Daniella tinggal di Crown Palace.
Sedang memikirkan Daniella, Bianca terkejut saat melihat sosok Daniella
yang sedang dipikirkannya. Daniella baru turun dari sebuah mobil mewah diiringi
beberapa pelayan dibelakangnya yang membawakan tas dan baju yang akan
dikenakannya.
Nyonya Sharon, teman Nyonya Irine tampak tergopoh gopoh menghampiri
Daniella.
“Miss. Stevenson, seharusnya Anda tidak usah ke sini, biar saya yang ke
tempat Anda.”
“Sudah tidak sempat waktunya.” Komentar Daniella.
“Kalau tahu anda ingin kami rias, kami pasti mempersiapkan semuanya untuk
Anda.”
“Sudahlah, tidak apa apa. Tadinya aku juga tidak akan menghadiri acara ini
karena sedang di luar kota, tapi ternyata aku bisa tiba di sini tepat waktu. Di
mana aku harus duduk?”
“Di dalam Nona, mari.”
Bianca ragu ragu ingin menghampiri Daniella. Ia takut tindakannya salah. Tapi
akhirnya Bianca berlari juga menghampiri Daniella. Ia sudah sangat rindu pada
Daniella.
“Daniella,” seru Bianca di depan pintu.
Daniella berpaling padanya dan nampak terkejut menatap Bianca. “Apa yang
kau lakukan disini?” tanya Daniella kaget.
“Aku...” Bianca bingung mau menjawab apa. “Aku sedang menemani temanku yang
bekerja sebagai penata rias di sini.”
“Oh,” Daniella bergumam pelan. “Senang bertemu denganmu Bianca, tapi aku
sibuk sekarang, nanti aku meneleponmu.”
“O.. oke,” Bianca tersenyum dan segera berlalu dari hadapan Daniella.
Oh brengsek. Daniella bahkan
tidak mau ngobrol denganku? Teriak hati Bianca kesal. Ia kan bisa
ngobrol sambil di rias?
~ ~
Prince Larry termenung setelah pembicaraan dengan ibunya selesai. Ia memaklumi keberatan Bianca karena menjadi isterinya atau menjadi bagian dari anggota keluarga kerajaan itu
sungguh bukan sesuatu yang mudah. Kau tidak akan punya banyak privacy lagi
dalam hidupmu karena semua gerak gerikmu akan jadi konsumsi publik.
BAB DUA
Bianca memperhatikan orang orang yang berlalu lalang di hadapannya dengan
kepala pusing. Sebenarnya ia tidak ingin datang ke mansion kakek, tapi ibunya
meneleponnya dan memaksanya datang karena seluruh anggota keluarga besar kakek akan datang termasuk
keluarga bibi Elen dari New York.
Malam ini, kakek mengundang anggota keluarga kerajaan untuk menghadiri
jamuan makan malam yang diadakannya. Kakek ingin memperkenalkan semua anak dan
cucunya pada anggota keluarga kerajaan agar hubungan kekeluargaan di antara
mereka jadi semakin akrab.
Semua persiapanpun dilakukan dengan heboh. Pelayan kakek dan nenek wara
wiri mempersiapkan ini itu. Biasanya Bianca suka membantu mereka, tapi entah
kenapa malam ini ia merasa malas sekali.
Ia akhirnya pergi ke perpustakaan yang sepi dan duduk di sana. Ia kurang
suka keramaian sehingga memilih untuk menyepi. Semua keluarga sudah datang
kecuali tamu kehormatan mereka yaitu anggota keluarga kerajaan dan juga
Daniella yang pergi ke tempat kakek bareng dengan Prince Larry.
Tidak lama Bianca duduk di perpustakaan kakek yang sepi, Claudia tiba tiba
juga masuk ke sana.
“Lama tak jumpa Bianca, kau masih betah kerja di perusahaan kecil itu?”
tanya Claudia langsung saat duduk disamping Bianca.
Demi Tuhan, keluh Bianca dalam hati. Tidak adakah hal menarik lainnya yang
ditanyakan Claudia kecuali pekerjaannya? Kenapa sih semua orang ribut dengan
pekerjaannya dan tidak mengurus diri mereka sendiri saja?
“Ya, betah,” jawab Bianca malas.
“Gimana kalau kau kerja denganku saja di hotel Ibu?”
“Claudy, aku pernah menolakmu dan jawabanku tetap sama.”
“Gajinya lebih besar loh Bianca dibanding tempatmu.”
“Aku tetap tidak berminat.”
“Ya sudah.” Akhirnya Claudia menyesap champagne
dari gelas kristal yang dari tadi dibawanya.
“Makan malam belum mulai, menurutmu tidak terlalu pagi minum itu?” tunjuk
Bianca pada minuman yang dipegang Claudia.
“Tidak, aku akan meminumnya kapanpun aku mau.”
“Baiklah, terserah.” Bianca ingin bangkit dan pergi ke kamarnya ketika
Adora tiba tiba masuk juga ke ruang perpustakaan.
“Oh, ya Tuhan, kalian di sini juga? Tidak adakah tempat tenang di rumah
ini?” keluh Adora langsung.
“Warna cat rambutmu bagus Adora. Kau tampak cantik dengan cat rambut berwarna hijau itu.”
Claudia tertawa memperhatikan Adora.
“Terimakasih,” jawab Adora, “ini mahal sekali, penata rambutku biasanya menata
rambut para selebrity dan para bangsawan di istana.”
“Tentu saja,” sahut Claudia cepat, “apa
nanti kau akan mengundang kami ke Crown
Palace, Adora?” lanjut Claudia sambil mengerling ke arah Bianca.
“Kakakku yang akan tinggal di sana, bukan aku.”
“Tentu saja, tapi kau pasti punya kamar sendiri di sana. Kakakmu kan sangat
memanjakanmu.”
“Iya sih. Tapi lihat nanti aja deh. Kau harus bertanya hal itu pada kakakku
kalau bertemu dengannya.”
“Kakakmu sekarang sibuk sekali, aku hampir tak punya kesempatan bisa
bertemu dengannya.” Keluh Claudia.
“Tapi malam ini kau akan bertemu dengannya. Ia dan Prince Larry sedang
dalam perjalanan ke sini.”
“Itu kalau ia punya waktu untuk menyapa kami, iya ga Bianca?”
Bianca hanya mengangguk mengiyakan. Bianca lalu berdiri dengan malas.
“Berapa lama lagi sih acaranya dimulai?” tanya Bianca sambil menguap. “Aku
ngantuk sekali.”
“Astaga, sekarang masih sore! Mungkin dua jam lagi dari sekarang.” Claudia
tersenyum menatap Bianca. “Tidak mungkin kau ngantuk sesore ini.”
“Hari ini aku merasa lelah sekali." Bianca menguap lagi. "Masih dua jam. Itu berita bagus, kukira waktu dua jam cukup untuk dipakai
tidur,” Bianca akhirnya melangkah ke pintu.
“Kau mau kemana?” teriak Claudia heran.
“Kamarku. Sampai ketemu lagi nanti.” Bianca keluar dari ruang perpustakaan
dengan langkah tergesa. Tangannya menenteng tas kecilnya yang berisi handphone dan dompetnya. Bianca terbiasa
membawa dompet tentengnya kemana mana walau di rumah kakek sekalipun. Bianca baru akan naik
tangga menuju kamarnya di lantai atas ketika sebuah ide tiba tiba muncul di kepalanya. Bianca tidak jadi naik tangga, ia langsung berlari ke arah dapur.
“Adolf, aku perlu bantuanmu,” ujar Bianca ketika berhasil menemukan salah
satu pegawai Kakek yang bertugas sebagai tukang kebun.
“Aku sedang sibuk Miss. O’Brien. Apa yang harus kulakukan?”
“Bawa aku dengan motormu ke jalan raya sampai aku menemukan taksi. Aku akan
pergi kerumah temanku.”
“Kau akan pergi saat acara jamuan makan malam akan dimulai?”
“Justru itu, aku mau menjemput temanku,” ujar Bianca berbohong. Ia akan
datang ke rumah Lily dan menginap di
rumahnya. Lily sama sekali tidak diundang ke acara jamuan makan malam karena
hanya anggota keluarga besar kakek yang boleh hadir.
“Aku takut Lily lupa dengan acara malam ini, makanya aku akan
menjemputnya.”
“Tapi..”
“Ayolah Adolf, sebentar saja ya, ayo, kita pergi lewat pintu belakang
saja.”
Adolf akhirnya menyerah, ia meletakkan baki yang dibawanya dan mengikuti
langkah Bianca.
Bianca tertawa senang ketika akhirnya berada di dalam taksi dan berhasil
kabur dari acara jamuan makan malam yang diadakan kakek.
Ia tidak merasa menyesal tidak bisa berkenalan dengan Raja, Permaisuri atau
Putra Mahkota dari dinasti Normand IV. Ia, entah kenapa, kurang suka dengan
segala sesuatu yang bersifat formal seperti itu.
Lily sangat terkejut ketika Bianca muncul di hadapannya.
“Apa yang kau lakukan malam malam begini di rumahku?” teriak Lily kaget.
“Sambutanmu ramah sekali,” komentar Bianca sambil melirik ke dalam, “boleh
aku masuk?”
“Ti.. tidak,”
“Tidak?” Bianca kaget.
“Kau harusnya meneleponku kalau mau datang.”
“Kalau meneleponmu bukan kejutan namanya.” Bianca lalu terdiam sejenak,
lalu ia tersadar akan sesuatu, “Patrick ada di dalam?” tanyanya kaget.
Lily tampak serba salah.
“Ya ampun, maafkan aku, kau benar, seharusnya aku meneleponmu dulu.”
“Lily, siapa tamunya? Kau ngobrol apa saja sih?” Seorang pria menghampiri
Lily dan memperhatikan Bianca.
Bianca langsung kaget. Pria itu bukan Patrick. Ia lalu melirik Lily, dan
Lily kelihatan gelisah... Ya tuhan, tidak mungkin Lily sudah selingkuh dari
Patrick.
“A.. aku pulang sekarang.” Bianca akhirnya pergi dari hadapan Lily.
“Bianca, tunggu!” Lily mengejarnya, “jangan bilang Patrick kumohon,”
“Tidak, aku tidak akan bilang dia, tapi aku harap ia tahu dengan
sendirinya. Aku tidak percaya ini. Patrick baik sekali padamu, bagaimana mungkin
kau tega melakukan ini padanya Lily?”
“Pria tadi bosku. Ceritanya panjang. Tapi aku tidak akan membenarkan
tindakanku.”
“Sudahlah, aku tak ingin mendengar apa apa.”
“Bianca!”
Tapi Bianca sudah berlari meninggalkan Lily. Bianca langsung naik taksi lagi menuju stasiun
kereta. Ia bersyukur masih kebagian tiket untuk
kereta malam menuju Hall of City.
Bianca sedang asik asik tidur ketika ibunya meneleponnya. Bianca menjawab
telepon dari ibunya dengan setengah sadar.
“Hallo,”
“Aku tidak mendidik anak tidak sopan begini Bianca,” komentar ibunya langsung,
“Apa susahnya sih tinggal sebentar. Kakek kecewa sekali saat kau tidak ada saat
mau diperkenalkan pada keluarga kerajaan.”
“Ibu, aku sudah minta maaf. Lagian itu cuma jamuan makan malam.”
“Cuma jamuan makan malam katamu? Tidak setiap hari anggota keluarga
kerajaan datang ke rumah kakek. Demi Tuhan Bianca.”
“Ibu, aku sudah minta maaf, aku mau tidur lagi sekarang, besok aku kerja,
bolehkah aku melanjutkan tidurku?”
“Tidak boleh, ibu belum selesai.”
Bianca menguap lagi dan terus mendengarkan ocehan ibunya.
“Bagaimana kalau kau berhenti kerja di tempatmu sekarang dan mengelola resort ibu di Parklane?”
kata kata ibunya yang samar samar Bianca dengar membuat Bianca terbangun dari
tidurnya. Ia benar benar tak menyangka ibu akan menawarkan itu pada dirinya.
Sejak dulu Bianca selalu suka resort di Parklane. Ia selalu berharap ibu
tidak menjualnya dan harapan Bianca terkabul.
“Bagaimana dengan tante Sharon? Ia yang mengelola resort itu sekarang.”
“Ya, kau bisa mengelola berdua dengannya. Pikirkan itu Bianca. Ibu akan
bilang pada tante Sharon kalau kau bersedia. Ibu lebih suka kau berada dalam
pengawasan tante Sharon daripada keluyuran di Hall of City seperti ini sendirian.”
“Ibu, aku tidak keluyuran. Aku bekerja.”
“Terserah kau saja. Kau mau tawaran dari ibu tidak?”
“Gajiku besar tidak bu?”
“Tergantung pekerjaanmu bagus atau tidak.”
“Baiklah, akan aku pikirkan.”
“Ibu tunggu jawabanmu secepatnya.”
“Oke.”
Ketika baru mengakhiri pembicaraan dengan ibunya, Bianca langsung
menghadapi dilemma. Bianca suka kehidupannya sekarang. Ia tak mau diatur atur
atau diawasi oleh tante Sharon. Tante Sharon akan melaporkan semua tingkah laku
Bianca pada ibunya dan itu yang Bianca hindari. Bianca suka hidup mandiri
seperti sekarang. Tidak tergantung pada siapapun. Dan tidak diawasi siapapun.
Bianca baru mau meraih teleponnya dan bilang pada ibunya bahwa ia menolak
bekerja dengan tante Sharon ketika handphonenya
bunyi. Ternyata Claudia yang
meneleponnya.
“Kukira tadi sore kau benar benar tidur, tapi ternyata kau kabur dari rumah
kakek? Itu keren sekali.” Claudia tertawa.
“Aku ngantuk Claud, kau cuma mau mengatakan itu padaku tengah malam begini?”
“Tidak. Aku cuma mau melaporkan kejadian menarik tadi di acara perjamuan
makan malam. Seharusnya kau ada di sana Bianca.”
“Apa yang terjadi?”
“Bibi Elen ketika diperkenalkan oleh kakek pada Raja, Permaisuri, putera
mahkota dan anggota keluarga raja yang lain langsung nyerocos bahwa anaknya,
Andrea yang seharusnya menikah dengan Prince Larry, bukan Daniella.”
“Lalu?”
“Ya, permaisuri hanya tersenyum mendengar itu. Permaisuri bilang dia hanya menerima calon yang
disodorkan kakek, dia tak tahu dengan perdebatan dibalik calon yang disodorkan
itu.”
“Lalu?”
“Ya, lalu bibi Elen menyalahkan kakek di hadapan semua orang karena sudah
berlaku tidak adil padanya.”
“Aku tak percaya bibi melakukan itu pada kakek. Bibi Elen benar benar keterlaluan."
“Tapi memang itu yang terjadi.”
“Kakek marah?”
"Tidak, kakek malah tertawa tawa,
kakek bilang setiap manusia tidak luput dari kesalahan. Dan ia minta maaf kalau
sudah berlaku tidak adil.”
“Lalu letak serunya dimana?” tanya Bianca bingung.
“Letak serunya adalah Andrea mengajak Prince Larry berdansa, dan tidak mau
benar benar melepaskan Prince Larry. Ia selalu berada di sekeliling Prince
Larry.”
“Daniella marah?”
“Tentu saja. Daniella marah sekali. Ia bahkan seperti kehilangan kata kata.
Kalau tidak ingat sopan santun sepertinya Daniella ingin sekali menjambak
rambut Andrea.”
“Ya Tuhan, Andrea keterlaluan sekali. Dan Prince Larry diam saja
diperlakukan begitu oleh Andrea? Maksudnya ia diam saja saat Andrea berusaha
dekat pada dirinya?”
“Kukira Prince Larry hanya berusaha untuk bersikap sopan.”
“Well, terimakasih untuk informasinya, tapi aku benar benar perlu tidur
lagi sekarang.”
“Oke, baiklah,” Claudia tertawa. “Selamat tidur lagi kalau begitu. Mimpi
indah.”
“Terimakasih.” Sahut Bianca sambil menguap dan melanjutkan tidur.
Hari ini Bianca sibuk sekali. Dan ia merasa lelah sekali. Setelah semalam
kurang tidur, pagi tadi ia tak sempat sarapan, jadi rasanya dirinya seperti
melayang.
“Berikutnya,” ujar Bianca saat ia selesai melayani seorang customer.
Seorang pria bertopi duduk di hadapan Bianca dengan wajah sedih.
“Ada yang bisa kubantu?” Bianca memperhatikan wajah pria tersebut dan
terkejut saat melihat Patrick yang duduk di hadapannya. “Patrick, ya Tuhan, apa
yang kau lakukan di sini?”
“Aku perlu bicara denganmu.” Ujar Patrick pelan.
“Jam istirahatku masih satu jam lagi.”
“Tidak apa apa, aku akan menunggu.”
Bianca makan dengan lahapnya sementara Patrick memperhatikan Bianca makan
tanpa menyentuh makanannya.
“Kalau kau tidak makan juga, akan kuhabiskan makananmu,” tunjuk Bianca pada
daging sapi panggang lada hitam pesanan Patrick.
“Habiskan saja,” Patrick menyodorkan makanannya pada Bianca. “Aku tidak
selera makan.”
“Kau jangan memesan makanan kalau tidak selera memakannya. Buang buang uang
saja.”
“Yeah, kupikir tadi aku lapar, tapi aku sedang tidak mau makan apa apa sekarang.” Ujar
Patrick lagi.
“Maaf, aku belum bisa ngobrol kalau perutku kosong.” Ujar Bianca sambil
tertawa. “Setelah ini habis, baru kita ngobrol.”
“Oke, aku tunggu.” Patrick kembali memperhatikan Bianca makan. Setelah lima
belas menit berlalu, baru Bianca menyingkirkan piring piring kosong yang ada di
hadapannya, ke meja di sebelahnya. Ia lalu menyeruput es vanilla blue-nya.
“Apa yang terjadi?” tanya Bianca kemudian. “Kau ingin membicarakan tentang
apa?”
Patrick diam.
“Tentang Lily?” tebak Bianca kemudian.
“Tidak, bukan tentang Lily, tapi tentang kenapa nilai tukar mata uang kita
sedikit melemah terhadap dollar Amerika hari ini.”
“Oh, begitu?” Bianca heran, “aku tidak memperhatikan. Selama aku bisa
membeli makanan favoritku, hal itu tidak jadi masalah buatku.”
“Tentu saja aku ingin bicara tentang Lily, Bianca. Tidak mungkin aku bicara
soal perekonomian negara kita denganmu,”
“Kenapa tidak mungkin? Aku tampak bodoh di hadapanmu? Seolah olah aku tidak
menguasai hal hal dibidang ekonomi begitu?”
“Tidak terlihat bodoh, tapi terlihat tidak tertarik. Sudahlah. Aku cuma mau
bilang aku sudah putus dengan Lily.”
“Kau tahu Lily sudah selingkuh?” tanya Bianca kaget.
“Kau tahu Lily sudah selingkuh dariku dan kau tidak memberitahuku?” Patrick
balik bertanya.
“Aku baru tahu semalam. Lily melarangku untuk memberitahumu. Tapi aku
berharap kau tahu dengan sendirinya, dan sekarang kau benar benar sudah tahu.
Lily memberitahumu?”
“Ya tentu saja. Masak ibunya yang memberitahuku.”
“Siapa tahu Lily minta tolong ibunya untuk memberitahu dirimu.”
“Kau ini benar benar ya Bianca. Ngobrol denganmu itu selalu kemana mana,
nggak pernah fokus.”
“Yang bikin tidak fokus itu siapa. Terus gimana? Aku menyesal kalian putus,
terus aku harus gimana?”
“Ya nggak gimana gimana, aku hanya ingin ngobrol denganmu. Aku tak
menyangka kalau Lily merasa tidak nyaman dengan hubungan ini. Seharusnya ia
bilang dari dulu.”
“Kalau Lily bilang, kau akan tetap putus dengannya?” tanya Bianca kaget.
“Ya tentu saja.”
“Kau tidak mencintainya lagi Patrick?”
“Ini bukan masalah mencintai atau tidak Bianca, jika dalam suatu hubungan
salah satunya merasa tidak nyaman atau tidak bahagia dengan hubungan itu, untuk
apa diteruskan. Lebih baik berpisah dan mencari kebahagiaan sendiri sendiri.”
“Jadi kau masih mencintai Lily?”
“Tentu saja aku mencintainya, aku tidak akan melamarnya kalau tidak mencintainya.”
“Kau melamar Lily? Kapan?” Bianca terkejut.
“Setahun yang lalu. Tapi Lily belum mau menikah, ia masih terus asik
bekerja.”
“Lily tidak pernah cerita tentang hal ini padaku.”
“Yah,” Patrick memainkan gelas minumannya tanpa berminat meminumnya,
“pekerjaan bagi Lily ternyata lebih menarik daripada diriku.”
“Jangan begitu Patrick, kurasa mungkin Lily belum siap saja.”
“Tidak, bukan belum siap. Tapi ia memang tidak mau menikah denganku.
Buktinya sekarang, ia punya hubungan dengan bosnya.”
“Aku menyesal ini semua terjadi padamu, tapi kau harus tetap semangat. Kau
tampan. Pasti akan banyak gadis lain yang antri ingin jadi pacarmu.”
“Tentu saja,” gerutu Patrick, “gadis lain, kecuali dirimu.”
Bianca terdiam sejenak. Lalu ia menghela nafas, “kau sudah seperti saudara
bagiku Patrick. Kau dan Lily adalah teman masa kecilku, kita selalu bersama
sama. Kau sudah seperti kakak bagi James.”
“Ya, baiklah, terserah kau mau bilang apa. Tapi aku berharap suatu saat
nanti kau mau menemaniku jalan jalan keliling dunia.”
“Aku tidak punya tabungan cukup untuk jalan jalan keliling dunia Patrick.
Jangankan keliling dunia, keliling Fillmore
Green aja aku tak sanggup.”
“Doakan saja aku punya banyak uang sehingga aku bisa mengajakmu jalan
jalan.”
“Amin, akan aku doakan. Tapi sebelum keliling dunia, keliling Fillmore Green dulu, oke?”
“Oke.”
Bianca tak menyangka keinginannya untuk jalan jalan keliling Fillmore Green benar benar bisa
dipenuhi. Walau tidak seluruh Fillmore Green berhasil ia datangi, paling tidak beberapa kota besar diantaranya sudah berhasil Bianca datangi.
Tiap jumat malam di akhir pekan, Patrick akan selalu muncul di rumah
kontrakannya sambil membawa mobilnya. Mereka lalu beli bahan makanan yang
banyak untuk bekal di perjalanan. Roti, snack, minuma bersoda atau semacam itu.
Bianca biasanya akan tidur saat Patrick mengemudi. Ketika sampai di kota
tujuan, mereka akan menginap di hotel kecil yang sudah mereka booking sebelumnya. Dan
untuk menghemat biaya mereka menyewa satu kamar dengan tempat tidur double.
Setelah beristirahat. Mereka akan sarapan di restoran yang menjadi favorit di kota yang mereka singgahi, lalu mereka jalan jalan untuk melihat lihat tempat tempat wisata yang
ada di kota tersebut.
Malamnya mereka akan menyempatkan diri nonton pertunjukan
pertunjukan lokal baik itu pertunjukan teater, musik atau karnaval. Mereka akan
tidur semalam lagi di hotel tempat mereka menginap, lalu pagi pagi sekali setelah
sarapan mereka kembali pulang ke Hall of City. Begitu seterusnya, setiap satu
kota di Fillmore Green mereka singgahi tiap akhir pekan.
Dan sejauh ini sudah lima kota yang mereka
kunjungi; Redwood, Cape Field, Leefsmall, Big Metropol,
dan the villagers.
Setiap mengunjungi kota kota itu, Patrick selalu mengabadikan keadaan atau suasana kota tersebut dalam
bentuk foto dan video, ia lalu bikin catatan perjalanan di blognya. Patrick
selalu membawa laptop, kamera video kemanapun mereka pergi.
“Seharusnya kau mengikuti apa yang kulakukan, Bianca. Mungkin tidak bikin blog tapi
cukup di instagram saja.” Komentar Patrick saat is sibuk mengetik sesuatu di
laptopnya. “Kau cantik Bianca, orang akan banyak tertarik dengan kisah
perjalananmu. Kau bisa jadi selebrity instagram, kau bisa jadi endorse bagi
berbagai macam produk, kau bisa menghasilkan uang tambahan dari sana.”
“Menurutmu begitu?” tanya Bianca sambil menguap.
“Ya.”
“Tapi aku tidak mau jadi pusat perhatian.”
“Kau memang tidak mau apa apa dari dulu. Makanya hidupmu begini begini
saja.” Komentar Patrick sebal. “Tidak inginkah kau terkenal seperti Daniella?
Dia dikejar kejar Paparazzi kemanapun ia melangkah. Bikin gebrakan dong
Bianca.”
“Tidak, terimakasih.”
“Ya terserah kau kalau tidak mau maju.”
“Nanti kalau aku terkenal kau juga yang repot, aku tidak bisa menemanimu
mengambil berbagai objek foto yang menarik seperti sekarang karena aku sibuk
dengan fansku.” Bianca tertawa memperhatikan Patrick.
“Ya, kau benar. Aku masih memerlukan dirimu untuk menemaniku.”
“Lily dulu tidak mau menemanimu seperti ini?” tanya Bianca kemudian.
“Dia tak tertarik. Menurutnya hal ini buang buang waktu saja. Ia tak pernah
melihat keindahan apapun dari suatu kota.”
“Sayang sekali, padahal banyak sekali keindahan yang sudah aku saksikan.”
“Itulah bedanya kau dengan Lily.”
“Ya, tiap tiap orang punya kesenangan sendiri sendiri, seharusnya kelak
kalau kau mencari isteri, kau harus mencari orang yang punya hobi yang sama
denganmu sehingga isterimu bisa menemanimu dan menikmati perjalanan yang kalian
lakukan.”
“Bagaimana kalau kau jadi isteriku?”
Bianca langsung tersedak. Patrick mengatakan itu sambil mengupload foto
foto di laptop. Ia serius atau bercanda
sih dengan omongannya?
“Seperti Lily kaupun pasti tak mau menikah denganku.” Gumam Patrick pelan.
“Ya Tuhan Patrick, aku sudah bilang berapa kali kalau kau sudah seperti...”
“Kakak bagimu.” Patrick meneruskan kata kata Bianca sambil nyengir.
“Selesai.” Patrick akhirnya menutup laptopnya. “Sekarang saatnya tidur. Selamat
tidur Bianca, mimpi indah.”
“Selamat tidur Patrick,” Bianca membalas sambil kembali menguap.
Bianca baru melangkahkan kaki ke lantai atas rumah kontrakannya saat Sandra
menghampirinya. Bianca dan Patrick baru mengunjungi The Villagers, dan Patrick
baru mengantar Bianca ke rumah kontrakannya lalu kembali ke Giltown City karena seperti Bianca juga, besok Patrick harus
bekerja.
“Handphonemu Bianca, apa yang
terjadi dengan handphonemu?” teriak
Sandra panik.
“Apa yang terjadi dengan handphoneku?” Bianca balik bertanya sambil
mengeluarkan handphonenya dari tasnya. “Baterainya habis, aku lupa ngecharger.”
“Pantesan,” gerutu Sandra, “aku meneleponmu dari tadi tapi selalu berada di
luar area.”
“Memang ada apa sih Sandra?”
“Ada berita heboh. Lady Sara dan Daniella berantam. Mereka saling jambak
rambut segala.”
“Ya Tuhan, serius?”
“Iya, kau cari tahu saja di internet beritanya. Gosip di tivi belum muncul, mungkin besok pagi beritanya baru keluar.”
“Oke, terimakasih informasinya. Ini benar benar berita besar.”
“Sangat besar.” Sandra mengangguk setuju.
Bianca langsung masuk ke kamarnya, mencharger
handphonenya dan langsung menelepon
Claudia karena Claudia lebih cepat dari internet. Informasi dari Claudia biasanya
akan lebih komplit terutama bila berkenaan dengan Daniella.
“Apa yang terjadi Claudia? Aku baru tahu dari temanku kalau Dani berantem
dengan Lady Sara?”
“Ya, itu benar benar mengerikan. Mereka bertemu secara tidak sengaja di
suatu diskotik. Lady Sara mengejeknya. Aku tahu ini semua dari Adora karena
saat itu Daniella sedang pergi dengan Adora. Lady Sara bilang bahwa walau
Daniella akan menikah dengan Prince Larry, tapi cinta Prince Larry hanya untuk
dirinya.”
“Lalu?”
“Lalu Daniella tidak bisa menahan diri. Dari dulu ia cemburu sekali pada
Lady Sara. Lalu ia menyerang Lady Sara, menamparnya dan menjambak rambutnya.”
“Ya Tuhan.”
“Lady Sara tidak menerima perlakuan itu, ia balas menyerang Daniella.
Mereka lalu berkelahi.”
“Ya Tuhan, tidak ada yang memisahkan mereka berkelahi?”
“Tidak, semua orang terlalu terkejut, tapi kemudian Adora dan salah satu
temannya menarik Daniella dan membawa Daniella pergi dari tempat itu.”
“Ya Tuhan.”
“Sekarang, bibi Clara lagi menangis di pelukan ibuku. Bibi Clara bilang ia
sudah menelepon permaisuri dan meminta maaf dengan insiden yang terjadi.
Permaisuri belum memberi jawaban apa apa. Tapi Permaisuri besok akan memanggil
Daniella ke istana untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Beritanya
sudah tersebar kemana mana. Bahkan adegan Daniella dan Lady Sara berkelahi
sempat ada yang mengupload videonya ke internet dan sempat menjadi viral, tapi
kemudian videonya hilang, kurasa pihak istana melarang penayangan video itu.
Tapi kurasa ada juga yang berhasil mendownloadnya,
jadi kurasa suatu hari nanti video itu pasti akan muncul lagi.”
“Ya Tuhan.”
“Iya, Ya Tuhan. Tidak adakah kata kata lain selain Ya Tuhan, Bianca?”
“Tidak ada. Aku terlalu kaget. Ya Tuhan ini sungguh berita memalukan, kakek
pasti ikut merasa malu.”
“Ya, sebaiknya kita menunggu komentar dari pihak istana apa atas insiden
ini.”
“Aku akan meneleponmu lagi besok pagi.”
“Oke.”
Bianca termenung. Ia sungguh kaget dengan apa yang terjadi. Ia berharap
kejadian buruk tidak menimpa Daniella dan keluarga besar kakek.
Patrick baru turun dari mobilnya ketika dilihatnya Lily berdiri di teras
rumahnya. Seperti Lily, Patrick sudah berhasil membeli rumah sendiri, dan ia
tinggal di rumahnya dengan pembantunya. Ibu dan ayahnya bercerai ketika Patrick
kecil. Mereka berdua sudah menikah lagi dan tinggal dengan keluarga mereka
masing masing.
“Kurasa, sejak dulu kau menyukai Bianca sehingga kau menikmati kebersamaan
kalian. Aku membaca blogmu. Aku melihat catatan perjalananmu dan foto fotomu
dengan Bianca.”
Patrick menghela nafas kesal, “Apa kita masih punya urusan? Itu tadi
tuduhan yang sangat tidak adil. Bagaimana mungkin kau menimpakan kesalahanmu
padaku? Kau yang berselingkuh dan kau menuduhku yang tidak tidak?”
“Kau suka Bianca sejak dulu kan?”
“Kalau iya kenapa?”
“Kukira masalahnya ada di dirimu, bukan di diriku. Aku mengerti sekarang
kenapa aku selalu merasa ada yang kurang dengan hubungan kita.” Lily mengatakan itu dengan mata berkaca kaca,
“kau tidak pernah segembira itu kalau pergi denganku.”
“Karena tiap kali kita pergi kau tak pernah menikmati perjalanan kita. Kau
selalu sibuk memikirkan tentang pekerjaanmu.”
“Kau bisa memberitahuku.”
“Sebaiknya kau pulang sekarang, Lily, tidak ada yang bisa kita bicarakan
lagi. Aku sadar sekarang kalau kita benar benar berbeda. Aku suka apa kau suka
apa, dan tidak ada titik temu diantaranya. Kupikir hubunganku denganmu akan
berhasil, tapi ternyata tidak. Aku menyesal semuanya berakhir seperti ini.”
“Aku tidak akan terima kalau kau dan Bianca benar benar menjadi sepasang
kekasih dan..” Lily kemudian menangis. “Ini terlalu menyakitkan bagiku Patrick.
Aku sayang padamu.”
“Kalau kau sayang padaku, kau tidak akan menyakitiku seperti ini. Dan kau
jangan khawatir, seperti dirimu, Bianca juga tidak tertarik padaku.”
“Patrick, tunggu, aku..”
Tapi Patrick sudah masuk ke dalam rumahnya dan tidak memperdulikan Lily
lagi.
Prince Larry memperhatikan video perkelahian Daniella dan Lady Sara dengan
perasaan kesal. Ia tak mengerti kenapa Daniella bisa lepas kendali seperti itu
dan terpancing dengan omongan Lady Sara lalu menyerangnya.
“Dua wanita tercantik di Fillmore
Green berkelahi memperebutkan dirimu itu benar benar sesuatu,” Lord Egar,
sahabat Prince Larry yang merupakan seorang Governur
di districk Hall of City tersenyum
memperhatikan Prince Larry.
“Kata katamu itu benar benar tidak lucu,” komentar Prince Larry kesal.
“Loh yang bilang lucu itu siapa. Itu sangat menarik. Bukan sangat lucu.”
“Hahaha.”
“Apa komentar ibumu tentang hal ini?” tanya Lord Egar penasaran.
“Dia tidak suka skandal ini. Dia memaafkan apa yang sudah dilakukan
Daniella, tapi tidak mau menerima Daniella jadi menantunya.”
“Ya Tuhan, itu tidak mungkin.”
“Ya, itu yang terjadi. Ibu tidak mau menerima Daniella jadi menantunya. Ini
berita hebat bukan?”
“Dan kau tidak membujuk ibumu untuk berubah pikiran?”
“Sudah, aku bilang, ibu tolong maafkan Daniella, ia sedang emosi, ia tidak
tahu dengan apa yang dilakukannya, dan ibu bilang, seorang calon puteri yang
kelak akan jadi permaisuri di kerajaan ini harus bisa menjaga sikapnya dengan
baik di depan umum, tidak terpancing oleh apapun, tidak bertindak brutal dengan menyerang
orang lain begitu saja seperti itu. Aku harus bilang apa Egar, dari dulu,
seingatku, kalau ibu punya keputusan akan sesuatu, susah untuk mengubahnya.”
“Tapi dalam kasus ini, kau akan menikah Larry. Pernikahan itu bukan suatu
lelucon, yang dengan mudahnya bisa dibatalkan begitu saja.”
“Bilang itu pada ibuku.”
Lord Egar terdiam sejenak. “Lalu bagaimana?”
“Apanya yang bagaimana?”
“Ya pernikahanmu. Jadi kau betul betul batal menikah dengan Daniella?”
“Kan aku sudah bilang dari tadi ibuku tidak menginginkan Daniella jadi
menantunya lagi. Masak aku harus mengulang ulang kata itu?”
“Tidak bukan begitu, maksudku itu tidak masuk akal. Lalu kau akan menikah
dengan siapa?”
“Apa maksudmu aku akan menikah dengan siapa?”
“Maksudku semua persiapan pernikahan ini sia sia?”
“Sudahlah Egar, omonganmu dari tadi membuat aku bingung. Aku mau istirahat
dulu. Nanti kita bicara lagi.” Prince Larry lalu meninggalkan ruangan kerjanya
di Crown Palace.
“Kau sedih pernikahanmu dengan Daniella tidak jadi dilakukan?” Lord Egar
mengejar langkah Prince Larry.
“Tentu saja aku sedih.”
“Tapi kau tidak mencintai Daniella.”
“Sejak awal mula perjodohan itu dilakukan, aku sudah siap dengan semuanya.
Walau aku tidak mencintai calon isteriku, aku ingin pernikahanku berhasil. Aku
ingin memiliki anak banyak agar generasi Normand tidak punah. Aku melakukan ini
lebih sebagai tugas dan kewajibanku. Jadi perasaanku ada di urutan paling
belakang. Semuanya demi kerajaan ini. Demi wasiat kakek buyutku, demi ayah
ibuku. Kau tahu aku anak tunggal, dan aku punya beban yang berat untuk memberi
kerajaan ini seorang atau dua orang ahli waris atau bahkan lebih.”
“Aku benar benar salut padamu Larry, sungguh. Kau nanti akan menjadi Raja
yang baik dan bijak.”
“Kalau kau menginginkan Starhorse
kuda kesayanganku, kau tak akan mendapatkannya. Jadi sekarang lebih baik kau
pulang dan jangan ngoceh tidak karuan seperti itu lagi.”
“Tidak, aku tidak menginginkan apa apa. Aku tulus memujimu karena tidak
semua orang bisa sepertimu. Maksudku, kau lebih mementingkan kepentingan lain
dalam hal ini kepentingan kerajaan ini dari kepentingan dirimu sendiri. Dari
perasaanmu sendiri.”
“Menurutmu begitu? Menurutmu aku bijak? Wow aku sendiri tidak
menyadarinya.”
“Selain bijak kau juga lucu. Lalu kau akan menikah dengan Lady Sara kalau
begitu?”
“Ibuku juga tidak menginginkan Sara jadi menantunya. Karena seingat
ibuku, Sara juga menjambak rambut Daniella. Jadi dua orang wanita cantik
yang sudah saling menjambak itu dicoret dari daftar orang yang berpotensi
menjadi menantu ibu. Ada pertanyaan lain?”
“Tidak, kurasa cukup. Tapi aku akan mengusulkan pada perdana menteri untuk
mengadakan semacam acara dansa begitu, seperti di dongeng cinderella gitu.
Seluruh wanita cantik di negeri Fillmore Green ini datang ke acara dansa tersebut lalu kau
jatuh hati pada salah seorang dari mereka, lalu kau menikahinya dan hidup
bahagia dengannya selamanya.”
“Egar, masalahnya bukan di diriku. TAPI IBUKU. Ibu yang harus jatuh hati
pada seseorang wanita, siapapun itu, bukan aku. Kalau ibu sudah menginginkan
seseorang jadi menantunya, lalu ia menyodorkan wanita itu padaku, aku akan
menikahinya suka tidak suka aku padanya, cinta atau tidak cinta aku padanya.
Sekarang sudah dapat pencerahan?”
“Ya, sudah. Kesimpulannya, aku harus lebih banyak mempengaruhi ibumu dalam
memilah milah calon menantu untuknya.”
“Lakukan apa yang menurutmu terbaik. Semoga kau berhasil, Egar.”
“Kau benar benar tidak mau menikah karena cinta Larry?”
“Aku pesimis dengan hal itu. Tapi aku akan belajar mencintai siapapun
wanita yang kelak dipilih ibu untukku.”
BAB TIGA
Bianca menggenggam bunganya dengan erat. Ia pergi ke pusat rehabilitasi
dengan ditemani Patrick.
Ia datang ke pusat rehabilitasi itu untuk mengunjungi Daniella. Sejak
kejadian perkelahian Daniella dengan Lady Sara beberapa bulan lalu, Daniella
langsung dicoret jadi calon menantu dinasti Normand IV karena permaisuri sangat
marah dengan kelakuan Daniella.
Dan sejak Daniella batal menjadi calon mempelai Prince
Larry, ia langsung depresi dan perlu direhabilitasi.
Harapan Daniella untuk menjadi anggota keluarga kerajaan terlalu tinggi.
Tapi tak ada yang mampu mengubah keputusan permaisuri, bahka Prince Larry sekalipun. Prince Larry
sudah beberapa kali datang ke pusat rehabilitasi ini untuk menengok Daniella,
tapi tiap bertemu dengannya Daniella malah histeris. Dokter akhirnya menyarankan
agar Prince Larry tidak menengok Daniella lagi.
Bibi Clara yang lebih sering menemani Daniella di tempat rehabilitasi ini karena Adora langsung pergi
ke paris dan tinggal di sana sejak tahu kakaknya batal menikah dengan Putra
Mahkota kerajaan Fillmore Green.
Bianca baru sempat menjenguk Daniella sekarang. Itupun setelah ibunya
meneleponnya dan memaksanya untuk menjenguknya. Bianca bukan tak perduli pada
Daniella, tapi ia hanya merasa tak tega melihat keadaan Daniella sekarang.
Di depan pintu kamar Daniella, Bianca termenung. Ia menimbang nimbang perlu
masuk atau tidak.
“Patrick, kau saja yang masuk. Bawa bunga ini dan berikan bunga ini
pada Daniella.”
“Aku?” Patrick kaget. “Daniella tidak mengenalku. Dia nanti bertanya aku
siapa, lalu aku bilang aku temanmu begitu? Kau yang mengutusku untuk datang
menemuinya begitu?”
“Oh sial,” Bianca akhirnya membuka pintu dan masuk.
Bibi Clara menyambut kehadiran Bianca dan Patrick sambil tersenyum. “Aku
akan meninggalkan kalian untuk ngobrol. Aku keluar sebentar.” Ujarnya.
“Ya bibi.” Sahut Bianca sambil duduk di samping Daniella.
Daniella tampak tiduran, tapi tatapan matanya kosong.
“Aku membawa bunga ini, semoga kau suka.” Bianca meletakkan bunga yang ia bawa di atas meja di samping tempat tidur.
Daniella diam saja. Dan ia diam seperti itu selama dua puluh menit berikutnya.
Patrick sudah memberi kode pada Bianca agar cepat cepat pulang karena ia mulai
jenuh, tapi Bianca bilang sebentar lagi. Tapi ketika tidak ada reaksi juga dari
Daniella, akhirnya Bianca bangkit juga dari duduknya dan berjalan ke arah pintu sambil menarik tangan Patrick.
“Aku nanti akan datang lagi menemuimu,” ujar Bianca sambil melambaikan
tangan ke arah Daniella.
“Kau senang dengan apa yang menimpaku kan?” desis Daniella pelan.
Bianca langsung menghentikan langkahnya. “Tidak, aku tidak
senang, aku sedih dengan semuanya.”
“Tentu saja kau senang. Seperti Andrea atau Claudia, kalian pasti merasa
senang.”
“Tidak Daniella, kau jangan berpikiran tidak tidak seperti itu tentangku.
Aku sedih dengan semuanya. Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Aku berharap kau
cepat pulih seperti biasanya. Merasa hidup lagi.”
“Aku ingin mati. Pernikahaan itu segalanya bagiku.”
“Tidak, kau tidak ingin mati. Pernikahan itu bukan segalanya bagimu.
Bayangkan kalau pernikahanmu tidak bahagia. Kau mau tersiksa dengan perasaan
tidak bahagia seumur hidupmu? Karena menurutku kebahagiaan itu bisa kau
dapatkan dari orang yang sangat
mencintai dirimu.”
“Aku mau tidur, pergilah.”
“Prince Larry tidak pernah mencintaimu Daniella, sadarlah. Ia ingin
menikahimu karena tanggung jawabnya pada negara ini. Kau akan jauh merasa
bahagia dan merasa hidup bila menikah dengan orang orang yang benar benar
sayang padamu dan menginginkan dirimu lebih dari apapun juga di dunia ini. Kau
cantik Daniella, banyak pria tergila gila padamu.”
“Aku bilang aku ingin tidur, pergilah.”
Bianca akhirnya menyerah, ia akhirnya pergi lagi ke pintu, “Patrick,
menurutmu Daniella cantik kan?”
Patrick terkejut mendapat pertanyaan itu dari Bianca.
“Ya tentu saja, ia cantik sekali.”
“Kau harus melihat Daniella kalau sedang di foto dipinggir pantai. Pipinya
akan memerah seperti buah tomat, ia cantik sekali.”
“Ya.. ya tentu,” jawab Patrick bingung karena tidak tahu harus menjawab
apa.
“Temanku ini seorang photography, kau bisa difoto olehnya kalau kau mau.
Dan aku juga punya teman seorang penata rias, kau bisa dirias olehnya, lalu
kita bikin foto yang banyak dan..” Bianca terdiam sejenak. “Paparazi masih memburumu Daniella, walau kau batal menikah dengan Prince
Larry kau masih terkenal dan disukai banyak orang. Ayolah, kita berbuat sesuatu
dengan hal itu. Kita manfaatkan ketenaranmu untuk mencari uang.”
“Aku sudah punya banyak uang.”
“Baiklah, kita manfaatkan ketenaranmu untuk mencari uang dan uang itu kita
sumbangkan pada orang orang yang membutuhkan, rumah panti sosial, misalnya. Kita beli boneka boneka yang lucu,
atau mainan mainan yang lucu. Kita beli boneka dan mainan itu banyak lalu kita berikan pada anak anak yang ada di sana. Mereka pasti gembira menerima pemberianmu. Itu
sangat bermanfaat untuk mereka. Hidupmu juga jadi sangat bermanfaat. Daripada
di sini terus tidak melakukan apa apa. Ya? Kau mau?”
“Pergilah, aku ingin tidur sekarang.”
Patrick tertawa memperhatikan Bianca yang duduk disampingnya. Mereka baru
pulang dari tempat Daniella dirawat dan mereka pergi ke tempat rehabilitasi itu dengan menggunakan mobil
Patrick.
“Aku tidak menyangka kau pintar membujuk seperti itu,” seru Patrick diantara tawanya, “tapi aku akui idemu cukup brilyan.”
“Kau yang memberiku ide. Kau dulu pernah bilang aku bisa menjadi selebriti instragram kalau aku mau. Aku tidak berminat, tapi Daniella berbeda, ia memang sudah terkenal. Jadi segala sesuatunya lebih mudah bagi Daniella. Ehm Patrick, maukah kau menolongku?” harap Bianca kemudian.
“Menolong apa?”
“Tolong kunjungi Daniella sesering mungkin. Rumahmu tidak begitu jauh
dengan tempat ini, sementara aku kalau harus datang ke sini perlu enam jam
perjalanan. Lakukan seperti apa yang kulakukan tadi. Ajak Daniella bicara, apa
saja kau ceritakan, tentang perjalananmu, tentang hobimu atau apa saja. Walau
Daniella tidak menyahut aku yakin ceritamu akan membuat ia tertarik.”
“Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.”
“Bikin Daniella tertarik dengan ceritamu lalu ajak Daniella mengunjungi
tempat tempat yang kau ceritakan. Itu akan membuatnya bersemangat lagi, oke?”
“Iya, akan kuusahakan, tapi aku tak bisa berjanji.”
“Tidak apa apa. Aku akan sangat menghargainya kalau kau mau menolongku.”
“Kenapa kau begitu perduli padanya Bianca?”
“Karena aku sayang padanya.”
“Baiklah, aku melakukan ini karena dirimu. Karena aku juga sayang padamu.”
“Terimakasih,”
“Sama sama.”
BAB EMPAT
Bianca memperhatikan tart coklat
bikinannya yang baru ia keluarkan dari dalam oven dengan antusias. Pada mulanya tartnya menggelembung memenuhi loyang,
tapi lama lama menjadi kempes dan tinggal separuhnya. Bianca langsung merasa kecewa.
“Aku menyerah, aku benar benar tidak punya bakat masak.” Komentar Bianca kesal.
“Mungkin kurang terigu,” Ivanka memperhatikan tart cokelat Bianca yang gagal.
“Coba aku cicip,” Sassy mengambil sendok dan menyendok kue Bianca, lalu memasukan kue itu ke mulutnya dan mengunyahnya, “tapi
rasanya enak kok.”
Handphone Bianca tiba tiba bunyi saat ia menyendok
kuenya ke dalam piring kecil, karena Bianca ingin menyicipi kuenya juga. Bianca langsung menerima panggilan telepon untuknya, ternyata Sandra yang melakukan Video Call. Sandra sekarang sedang berada ke
Turki. Rute penerbangan yang harus ia lakukan akhir akhir ini adalah ke wilayah Turki dan negara negara tetangga di sekitarnya.
“Hai, kalian mau oleh oleh apa?” Sandra tersenyum lebar. Ia tampak sedang
berada di sebuah pasar tradisional.
“Aku mau syal.” Ujar Sassy langsung.
“Aku juga.” Teriak Ivanka.
“Kalau aku ingin makanan terenak yang ada di sana.” Senyum Bianca.
“Baiklah, akan kucatat pesanan kalian. Kalian sedang apa?”
“Bikin tart cokelat, tapi
sepertinya kurang berhasil,” komentar Bianca sambil cemberut.
“Jangan menyerah, kau bikin lagi dengan resep yang baru.”
“Oke.”
“Aku belanja dulu sekarang. Sampai bertemu lagi ya.”
“Ok, see you Sandra. Take care ya.” Ujar Bianca sambil
mematikan handphonenya. Tapi tiba
tiba handphonenya bunyi lagi, Bianca
menjerit senang saat tahu Daniella yang meneleponnya. Seperti Sandra barusan,
Daniella juga melakukan video call
dengan Bianca.
“Tebak, aku ada di mana?” Daniella tersenyum menatap kamera.
“Beri aku petunjuk.”
“Udaranya cukup hangat. Ada wol. Apel merah segar. Sudah itu saja
petunjuknya.”
“Ada di Sydney?”
“No. Canberra. Aku sedang
melakukan pemotretan di sini.”
“Wah aku senang mendengarnya. Patrick bersamamu?”
“Yup.”
“Titip salam untuknya.”
“Kau bisa sampaikan itu padanya secara langsung.”
“Tidak, nanti saja, aku sedang bikin kue. Aku nanti baca blog Patrick. Aku
ingin tahu catatan perjalanan kalian yang terbaru.”
“Oke. See you Bianca.”
“See You Daniella. Take Care.”
“I will.”
Bianca tersenyum senang saat membayangkan perjalanan Patrick dan Daniella
di benua Australia. Seharusnya aku yang
menemani Patrick jalan jalan keliling dunia, ujar Bianca sedih. Tapi ia
bersyukur Daniella bisa pulih lagi dan bersemangat lagi seperti sekarang.
Patrick telah membantu Daniella untuk kembali bersemangat menjalani hidup.
Patrick benar benar membantu Bianca dengan sering menjenguk Daniella dan bercerita tentang
segala hal pada Daniella sehingga Daniella merasa tertarik untuk mengunjungi
tempat tempat yang pernah diceritakan Patrick padanya.
Setelah mengelilingi seluruh wilayah Fillmore Green, mereka berdua akhirnya
memulai petualangan mereka di luar negeri dan memulainya dengan benua
Australia.
Daniella selalu mengunggah foto foto perjalanannya di instagramnya. Ia jadi
semakin terkenal. Banyak produk yang ingin memakai jasanya. Uang yang Daniella
dapat selain untuk membiayai perjalanannya keliling dunia berdua Patrick,
karena Patrick bertugas menjadi photographer Daniella, ia juga melakukan apa
yang disarankan Bianca dulu untuk mau berbagi uangnya dengan mereka yang membutuhkan. Daniella selalu menyempatkan diri mampir ke rumah sosial di setiap perjalanan yang disinggahinya dan menyisihkan uangnya untuk mereka. Daniella merasa hidupnya sekarang lebih bermanfaat dan lebih bermakna.
“Tadi Bianca?” tanya Patrick sambil menaruh cameranya di atas meja disamping dirinya.
Patrick duduk di sebuah kursi yang nyaman lalu minum sebotol coke dingin.
“Ya.”
“Bianca tidak mau menyapaku?”
“Dia sedang sibuk bikin kue.”
“Bianca tidak bisa masak. Dia tidak bisa bikin kue atau apapun. Keahliannya
cuma makan.”
“Kau begitu mengenal Bianca dengan baik. Aku cemburu pada Bianca. Ia
beruntung punya seseorang yang sangat sayang padanya seperti dirimu.”
Patrick hanya memperhatikan Daniella tanpa mengatakan apa apa. Setelah
beberapa lama terdiam akhirnya ia berkomentar lagi, “sepertinya kau cemburu
pada semua orang, dulu kau cemburu sekali pada Lady Sara hingga insiden itu
terjadi. Dan sekarang kau cemburu pada Bianca.”
“Aku heran bagaimana mungkin Bianca menyia nyiakan orang sebaik dirimu." Daniella tak memperdulikan kata kata Patrick, "maksudku, Bianca tahu kau mencintainya, tapi Bianca seperti membuat batasan
sendiri agar hubungan kalian tidak lebih dari sekedar sahabat.”
“Bianca itu orangnya penyayang. Ia menyayangi orang orang di sekelilingnya
dengan tulus,” gumam Patrick, “ia tidak mau menerima cintaku dan
berpacaran denganku karena tidak mau menyakiti perasaan Lily karena Lily adalah
sahabatnya, orang yang ia sayangi sama seperti ia menyayangi dirimu."
“Lily?” Daniella terhenyak. “Lily juga mencintaimu?”
“Dulu, sekarang tidak lagi.”
“Ya Tuhan, aku ternyata punya banyak saingan.”
“Kau bicara apa sih Daniella?”
“Aku jatuh cinta padamu Patrick.”
“Tidak. Kau tidak jatuh cinta padaku, kau mencintai Prince Larry sampai kau
depresi karena tidak jadi menikah dengannya.”
“Setelah kupikir pikir, aku depresi bukan karena aku mencintai Prince Larry tapi karena aku batal menjadi Princess dan menjadi anggota keluarga
kerajaan. Jadi posisi yang prestisius itu yang membuat aku depresi. Sama sepertiku, Prince Larry
menerima perjodohan ini dengan baik. Kami berdua belajar untuk saling mencintai, tapi hal itu ternyata susah untuk dilakukan karena ternyata jatuh
cinta itu tidak bisa dipaksakan tapi mengalir begitu saja secara alami. Seperti
perasaanku padamu sekarang, mengalir secara alami.”
“Kukira, kita perlu istirahat sebentar.” Patrick akhirnya bangkit, “aku akan
menyiapkan makan siang kita.”
“Patrick, aku serius dengan kata kataku.”
“Kau kecapekan Daniella. Dan kepanasan. Udara di sini memang lebih panas
dari Fillmore Green.”
“Patrick, tunggu, Patrick,” Daniella berlari mengejar langkah Patrick, “Patrick,
maukah kau menikah denganku?”
“Ini tidak adil, ini sungguh sungguh tidak adil.” Lily menangis histeris
saat melihat undangan pernikahan Daniella dan Patrick. “Kukira, Patrick akan
menikah denganmu Bianca, tapi dengan Daniella? Yang benar saja.”
“Yang patah hati di sini bukan kau saja, Lily, sungguh, aku juga patah
hati.” Bianca juga menghapus air matanya. “Patrick sangat baik padaku, ia
selalu memperhatikanku, seharusnya aku yang keliling dunia dengannya, bukan
dengan Daniella.”
“Kau yang menyuruh Patrick memberi semangat pada Daniella untuk pulih
seperti sedia kala. Kau pikir kebersamaa mereka tidak membuat mereka jatuh
cinta? Kau bodoh sekali.”
“Tapi aku suka dengan kebodohanku.” Bianca tersenyum sambil menghapus air
matanya. “Kau tak akan percaya dengan keadaan Daniella enam bulan lalu. Tatapan
matanya kosong. Tidak ada gairah dalam hidupnya. Kupikir ini yang terbaik
untuknya. Patrick sudah memberi semangat baru dalam hidup Daniella.”
“Tapi yang jadi korbannya aku, kau bodoh sekali. Aku jadinya tidak jadi
menikah dengan Patrick.”
“Patrick bilang ia pernah melamarmu dan kau menolaknya?”
“Aku tidak menolaknya, tapi meminta ia menunggu, karena aku punya banyak
hutang yang harus aku bereskan.”
“Hutang itu bisa kalian bereskan berdua setelah kalian menikah Lily.”
Lily diam, ia masih sibuk menghapus air matanya.
"Dan kalau saja kau tidak main gila dengan bosmu, kau tak mungkin putus dengan Patrick."
“Aku tidak mau mengingat itu lagi.”
“Sekarang kau menyesal?”
“Ya.”
“Baguslah. Itu sepadan buatmu. Karena sikap cerobohmu kau kehilangan orang
yang paling berharga dalam hidupmu.”
“Ya, berkat dirimu.”
“Hey, kau pikir jika aku tidak mempertemukan Patrick dan Daniella, Patrick
tetap akan menikah denganmu? Tidak juga Lily. Ia tetap akan menikah dengan
orang lain yang bukan kita dan kita berdua akan tetap patah hati seperti ini.”
“Ya, kau benar. Mari kita rayakan moment patah hati ini. Karena tidak
setiap hari aku patah hati.”
“Kau gila.”
“Kau yang membuatku jadi gila.”
“Lily, bisa berhenti menyalahkan diriku?”
“Tidak. Aku benci dirimu Bianca. Aku sangat benci dirimu.”
“Luar biasa, baru enam bulan yang lalu batal menikah denganmu dan sekarang Daniella mengirimkan undangan
pernikahan padamu?” Prince Leonard, adik sepupu Prince Larry, memperhatikan
undangan Daniella di tangannya.
“Saranku, sebaiknya kau diam Leo. Larry sedang patah hati sekarang, kau
harus menghormati perasaannya.” Komentar Lord Egar sambil mengedipkan matanya ke
arah Prince Leonard yang dibalas dengan tawa oleh Prince Leonard.
“Terus saja menggodaku,” komentar Prince Larry sambil tersenyum, “ya, aku
patah hati, ya, aku merasa sedih, tapi aku bahagia Daniella bisa keluar dari
masalahnya dan bisa menemukan kebahagiannya seperti ini.”
“Kau akan hadir pada pernikahannya?”
“Tentu saja. Kenapa tidak?”
“Kau yakin? Itu akan menjadi berita besar loh.”
“Sangat yakin. Kalian akan ikut denganku?”
“Tentu, kami siap mendampingimu.” Jawab Lord Egar.
“Berapa lama lagi pernikahannya memang?” Leonard memperhatikan lagi
undangan di tangannya. “Oh, masih bulan depan. Baiklah Larry, kau ingatkan aku
saja bulan depan, agar aku bisa ikut denganmu ke pernikahan Daniella.”
“Oke.”
Permaisuri tiba tiba masuk ke dalam ruang santai di Crown Palace , dimana Prince Larry, Lord Egar dan Prince Leonard berada. “Aku sudah menemukannya.” Ujar
Permaisuri dengan suara ceria.
“Menemukan apa ibu?” tanya Prince Larry heran.
“Calon isteri buatmu.”
BAB LIMA
Bianca selalu mengagumi kecantikan Adora. Kecantikannya berbeda dengan
kakaknya. Tanpa dimake up pun Adora sudah kelihatan cantik sekali. Apalagi
sedang dirias seperti sekarang.
Adora akan menjadi pendamping pengantin perempuan pada pernikahan kakaknya
yang sebentar lagi akan dilakukan. Daniella juga meminta Bianca untuk jadi
pendamping pengantin perempuan. Tapi Bianca menolaknya. Entah kenapa Bianca
merasa lebih nyaman menjadi tamu saja. Tiga sahabat Daniella di bangku kuliah
akhirnya menemani Adora jadi pendamping perempuan.
Bibi Clara dan paman Robby, ayah dan ibu Daniella sangat senang dengan pernikahan
ini. Pernikahan Daniella dan Patrick dilakukan di resort milik ibu Bianca di Parklane.
Untuk jangka waktu satu minggu resort
yang terletak di pinggir pantai itu ditutup untuk umum dan tidak menerima tamu
yang menginap lagi karena dipakai untuk acara pernikahan Daniella dan Patrick.
Setelah memperhatikan Adora di make up, Bianca akhirnya pergi ke lantai
tiga ke kamar Patrick berada. Ia mengetuk pintu tapi tak ada yang menyahut.
Bianca akhirnya masuk karena pintu itu sedikit terbuka. Ia menemukan sahabat sahabat Patrick yang akan
menjadi pendamping pengantin laki laki sedang duduk di balkon sambil berbincang
bincang.
“Bianca, demi Tuhan, ini kamar cowok, apa yang kau lakukan dikamarku?”
Patrick berteriak kaget sambil memakai kemejanya.
“Astaga, kau belum siap? Kau serius atau tidak sih mau menikah? Tamu tamu
sudah mulai berdatangan.” Komentar Bianca langsung tanpa memperdulikan
kekagetan Patrick.
Baru saja Bianca ngomong begitu, suara sirene di bawah balkon, yang
berhadapan dengan jalan raya tiba tiba
berbunyi dengan nyaring, semakin lama semakin keras bunyinya.
“Ada apa Luke?” tanya Patrick ke salah satu temannya yang bernama Luke.
“Anggota keluarga kerajaan baru datang.”
“Astaga, Daniella benar benar mengundang mantan tunangannya?” teriak
Patrick kaget, “kukira ia cuma bercanda.”
“Sudah sih, santai saja, belum tentu Prince Larry juga mau datang.” Bianca
lalu membantu Patrick mengenakan jas hitamnya.
“Dia datang Bianca,” teriak Luke sambil mengintip ke bawah. “Prince Larry
baru turun dari mobil, ia dikawal dua bodyguard
sekaligus.”
Bianca langsung berlari ke arah balkon dan melihat apa yang dibilang Luke.
Ia mendesakkan dirinya diantara enam teman pria Patrick yang duduk di balkon
tersebut yang sudah rapi dengan jas mereka yang berwarna hitam, sama dengan jas
yang dikenakan Patrick.
“Kau benar, ia ternyata datang,” gumam Bianca.
Bertepatan dengan Bianca yang memperhatikan Prince Larry, Prince Larry
secara tiba tiba mendongakkan kepalanya ke atas dan memperhatikan Bianca dan
teman teman pria Patrick yang sedang duduk di teras Balkon. Untuk sejenak
kening Prince Larry berkerut memperhatikan Bianca. Mungkin ia merasa heran ada
segerombolan pemuda dan seorang perempuan sedang memperhatikan dirinya seperti
itu dari atas balkon. Prince Larry cukup lama memperhatikan mereka, tapi kemudian
ia masuk ke dalam gedung.
“Patrick, kau harus cepat cepat. Kau gila. Apa saja yang kau lakukan.
Anggota kerajaan sudah datang dan kau belum siap? Demi Tuhan.” Bianca cepat cepat berlari lagi ke dalam kamar.
“Aku tinggal memakai sepatu. Selesai. Ayo semuanya kita turun.”
“Tutup dulu pintu balkonnya. Nanti ada orang masuk.” Seru Bianca tapi teman
teman Patrick sibuk berjalan ke arah pintu.
Bianca akhirnya kembali ke pintu balkon dan menguncinya. Ia mengambil kartu
kamar Patrick dan menutup pintu kamar Patrick lalu ikut turun bersama mereka.
Semua tamu sudah duduk di deretan kursi yang disusun rapi di depan altar. Pernikahan itu dilakukan di dalam gedung karena bila dilakukan di luar gedung yaitu di pinggir pantai, cuacanya sedang tidak bersahabat. Angin sedang bertiup kencang diselingi hujan gerimis.
Patrick
berjalan di depan diikuti teman temannya. Bianca terpaksa berjalan di belakang
mereka karena tempat duduknya ada di deretan kursi depan. Ia tak mungkin jalan memutar atau
ke pinggir ruangan karena banyak wartawan di sana.
Mereka berdelapan akhirnya menjadi pusat perhatian semua orang. Tujuh pria
memakai baju hitam dan satu wanita yaitu Bianca memakai gaun berwarna baju putih.
Patrick akhirnya berdiri di samping Altar dengan teman temannya berdiri di
belakangnya. Sementara Bianca langsung berbelok ke deretan bangku sebelah kiri
dan duduk di samping Lily.
“Kau sengaja kan,” protes Lily ketika Bianca duduk disampingnya.
“Sengaja apa?”
“Sengaja datang telat bersama mereka untuk jadi pusat perhatian seperti
tadi?”
“Astaga Lily, itu benar benar tidak disengaja. Aku datang mencari Patrick
untuk mengingatkan dia agar cepat cepat turun. Aku tak menyangka tamu sudah
datang semuanya dan duduk rapi seperti ini.”
“Kau tadi keren sekali. Seperti bos mafia kecil yang datang dengan
segerombolan pria ganteng, siap menguasai dunia.”
“Diamlah, kau terlalu banyak nonton film mafia.”
“Pokoknya tadi kau keren sekali.”
“Permaisuri datang?” Bisik Bianca tanpa memperdulikan keluhan Lily.
“Tidak, hanya Raja dan Prince Larry dan anggota keluarga kerajaan lainnya
yang datang.”
Bianca langsung menengok ke arah tempat duduk keluarga kerajaan berada yaitu
di deretan paling depan di samping kanan Altar. Dan entah kebetulan atau tidak,
Prince Larry juga secara reflek melihat ke arah Bianca.
Ya Tuhan, kenapa aku selalu kepergok sedang memperhatikan dirinya terus seperti ini, keluh Bianca kesal. Seolah olah aku terkagum kagum padanya, padahal aku hanya mengecek
keadaan.
Tidak lama kemudian Daniella muncul dengan didampingi ayahnya. Daniella
tersenyum lebar. Ia cantik sekali. Bianca tak menyangka akan melihat Daniella
tersenyum lebar lagi seperti itu.
Bianca minum cocktail yang ada di hadapannya dalam sekali tegukan.
Sejak acara dansa dimulai setidaknya sudah sepuluh pria mengajaknya berdansa
dan Bianca sama sekali belum beristirahat.
Pria pria itu adalah Patrick dengan keenam temannya yang menjadi pendamping
Patrick barusan, lalu kakek Bianca, lalu ayah Bianca, dan tadi terakhir James,
adik Bianca yang paling kecil.
“Kukira, aku punya kesempatan berdansa denganmu juga?” seorang pria tiba
tiba datang ke hadapan Bianca membuat Bianca nyaris tersedak. Pria itu, yang
Bianca ingat adalah putera kedua dari Princess Marryane, adik dari King
Theodore yang bernama Prince Leonard. Princess Marryane punya dua orang anak,
Princess Magdalena dan Prince Leonard.
Bianca merasa kakinya sakit, tapi ia tak mungkin mengatakan hal itu pada
Prince Leonard, dan demi Tuhan, apa yang
sesungguhnya terjadi hari ini, Prince Leonard mau berdansa denganku juga?
“Te.. tentu Yang Mulia.” Bianca bangkit dengan gugup dan menerima uluran
tangan Prince Leonard.
“Apa yang kau lakukan tadi?” Prince Larry menatap adik sepupunya kesal saat
mereka sudah berada di limousine mereka untuk kembali ke Hall of City.
“Apa? Aku melakukan apa?” Prince Leonard pura pura bego.
“Mengajak Bianca dansa. Apa maksudmu? Kau ingin bikin sensasi? Aku tidak
akan heran kalau dalam waktu singkat foto kalian berdua akan tersebar di media
massa.”
“Sudahlah, itu masalah kecil, jangan kesal seperti ini.”
“Masalah kecil menurutmu? Aku tak habis pikir dengan tindakanmu yang selalu
dilakukan tanpa berpikir panjang lebih dulu.”
“Hey, aku hanya ingin mengenal calon mempelai kakak sepupuku dengan baik.
Sejak ibumu menunjukkan foto Bianca pada kita dan memutuskan dia yang kelak
akan jadi isterimu, aku ingin mengenalnya lebih dekat.”
“Tapi tidak dengan cara seperti itu juga. Tunggu sampai ada acara
perkenalan resmi kenapa sih.”
“Kau cemburu?” Prince Leonard tertawa.
“Ini bukan masalah cemburu atau tidak. Aku bahkan tak mengenalnya. Seperti
aku bilang tadi, pers akan berspekulasi sendiri, dan berita kalian akan muncul
dengan cerita yang macam macam.”
“Baiklah, aku minta maaf.”
“Lagipula, ini semua sifatnya masih rahasia. Ibu bahkan belum memberitahu
kakek Bianca dan keluarga besarnya tentang keputusannya ini.”
“Aku heran pada ibumu, setelah kejadian yang menimpa Daniella, ia masih
ingin meneruskan wasiat kakek buyutmu untuk menjodohkan kau dengan salah satu
cucu perempuan dari Mr. Sullivan?”
“Ya, itu keputusan ibu, aku tidak bisa protes atau apa.”
“Dan kenapa Bianca?”
“Lewat detektif yang disewanya, ibu menyelidiki kehidupan cucu cucu
perempuan Mr. Sullivan selama beberapa bulan ini. Dan kesimpulan ibu, pertama, kata ibu, aku tidak mungkin
menikah dengan Adora, karena hubungan ibu dengan keluarga Stevenseon sudah tidak
sebaik sebelumnya. Kedua, ibu tidak
suka dengan seseorang yang bernama Andrea, cucu perempuan Mr. Sullivan yang
lain yang tinggal di New York karena menurut ibu baik Andrea ataupun ibunya
adalah tipe orang yang ambisius. Ketiga,
cucu perempuan Mr. Sullivan lainnya yang bernama Claudia, punya hobi minum. Ia
sering pergi ke bar dan mabuk bersama teman temannya di sana. Keempat, cucu
perempuan Mr. Sullivan yang belum menikah lainnya yang bernama Emily ternyata
sudah bertunangan dengan seorang dokter dan sebentar lagi akan menikah. Hanya
Bianca yang tersisa.”
“Ya Tuhan, hidupmu menyedihkan sekali. Kau bahkan tidak bisa memilih calon
isterimu sendiri.”
“Tidak, hidupku hebat. Kenapa kau berkata seperti itu?”
“Well, maafkan aku, maksudku...”
“Ada yang salah dengan Bianca?”
“Tidak. Dia cantik. Hanya saja kukira dia tidak sehebat Daniella atau gadis gadis
lainnya.”
“Aku tidak mengerti dengan konotasi hebat yang kau maksud. Tapi menurutku
tiap tiap orang punya kelebihan dan kekurangan sendiri sendiri. Kau tidak bisa
menghakimi seseorang itu tidak hebat atau tidak oke sebelum kau mengenal orang
itu dengan sungguh sungguh.”
Prince Leonard kembali tertawa.
“Ada yang lucu?” tanya Prince Larry kesal.
“Egar benar, kau bijaksana sekali. Kau nanti akan menjadi Raja yang bijaksana.”
“Oh, diamlah.”
BAB ENAM
Sandra memperhatikan jalan raya di depannya dengan mata menyipit. Ia kelihatan agak gelisah.
“Ada apa Sandra? Ada yang aneh?” Bianca yang sedang asik browsing di internet dan duduk di balkon
teras memperhatikan Sandra yang berdiri di pinggir balkon yang terus terusan
memperhatikan keadaan di jalan raya di depan rumah kontrakan mereka. Minggu sore ini mereka sedang duduk santai di teras balkon dan sedang tidak pergi kemana mana.
“Bianca sini deh,” ujar Sandra.
Bianca akhirnya berdiri dan mendekati Sandra.
“Ada apa sih?”
“Kau lihat mobil land cruiser hijau
di depan sana?”
Bianca memperhatikan arah yang ditunjuk Sandra.
“Ya, ada apa dengan mobil itu?”
“Dari kemarin malam mobil itu parkir disana.”
“Ya, biarin aja kalau parkir, memang ada yang salah? Selama tidak
mengganggu keadaan disekitarnya.”
“Tapi, ada empat orang pria di mobil itu, dan mereka turun bergantian,
kadang beli minuman, kadang beli makanan.”
“Serius?” Bianca kaget. “Kau tahu dari mana?”
“Aku memperhatikannya. Bianca, kurasa, kita sedang diintai oleh mereka.”
“Hah, yang bener?”
“Iya.”
“Sandra, kukira cukup temanku Lily saja yang suka berhalunisasi tentang
mafia dan detektif dan semacamnya, kau jangan ikut ikutan.”
“Tidak, aku serius, lihat, salah seorang turun dari mobil, kau lihat orang
itu kan, dan orang itu melihat ke arah sini.”
Bianca kembali memperhatikan arah yang ditunjuk Sandra. “Kau benar, dan ya
Tuhan, ia memakai teropong.” Bianca langsung kembali ke tempat duduknya dan
membereskan laptopnya. “Kita harus masuk Sandra, apa kita dalam masalah? Kau
sudah melakukan tindakan kriminal apa?”
“Aku tidak melakukan tindakan kriminal apapun!” jerit Sandra panik.
“Kau yakin? Kau tidak terlibat penyelendupan narkoba atau semacamnya?”
“Ya, Tuhan, ibuku akan membunuhku kalau aku terlibat dengan hal hal semacam
itu. Kau benar. Ayo kita masuk dan diam di kamar saja.”
“Ibu, apa menurut ibu tindakan ibu mengirimkan beberapa detektif untuk
mengawasi dan menjaga Bianca tidak berlebihan?” Prince Larry memperhatikan
ibunya. Mereka berdua sedang makan siang di King Palace. King Theodore sedang
pergi keluar kota karena suatu pekerjaan.
“Ibu ingin calon menantu ibu aman, tidak terjadi sesuatu padanya. Itulah
kenapa ibu menugaskan mereka untuk selalu menjaga Bianca.”
“Bagaimana kalau Bianca menyadari keberadaan mereka dan merasa ketakutan?”
“Ah, itu tidak mungkin. Ibu sudah berpesan pada mereka agar bertindak hati
hati.”
“Dan kapan ibu akan memberitahu Mr. Sullivan tentang semua ini? Tentang
keputusan ibu memilih Bianca sebagai calon menantu ibu?”
“Besok lusa ibu akan mengunjungi suatu acara di Giltown City. Ibu akan
menyempatkan diri mampir kerumah Mr. Sullivan dan memberitahukan ini semua
padanya.”
“Aku merasa bahwa akhir akhir ini
kita diawasi,” Casey mengeluh sambil menyeruput sup jagung di hadapannya. Ia dan
Bianca sedang makan siang di suatu kantin, tidak jauh dari tempat mereka kerja.
“Menurutmu begitu?” Bianca tidak menganggap kata kata Casey lucu karena ia
merasa mengalami hal yang sama.
“Ya, rasanya selalu ada orang berseliweran di sekelilingku, maksudku di
sekeliling kantor kita dengan memakai baju hitam hitam sambil membawa bawa
walkie talkie atau alat komunikasi lainnya.”
“Mereka mungkin security baru di
kantor tetangga,” tebak Bianca.
“Ya, mungkin.”
“Sudahlah, jangan terlalu cemas. Cepat habiskan makananmu, waktu kita
sepuluh menit lagi.”
“Oke.”
“Bianca O’Brien apa kabar?” Seorang pria tiba tiba menghampiri Bianca.
Bianca langsung memperhatikan wajah pria tersebut dan tersenyum lebar.
“Luke, apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku sedang mengantar ibuku. Ia sedang bertemu dengan teman kuliahnya dan
sedang ngobrol heboh di restoran sebelah sana.”
Bianca memperhatikan arah yang ditunjuk Luke. “Wah itu restoran eksklusif
sekali, makanan di sana mahal sekali,” komentar Bianca.
“Ya, aku jenuh dengan obrolan mereka, lalu jalan jalan ke sini dan cukup terkejut
menemukan kau sedang makan siang di sini.”
“Kantorku berada tidak jauh dari sini. O, ya kenalkan ini temanku Casey.”
“Hai,” Casey tersenyum ke arah Luke.
“Hai juga,” Luke ikut tersenyum.
“Dia Luke, sahabat Patrick. Patrick sahabatku, Luke sahabat Patrick, ya
begitulah.” Ujar Bianca menjelaskan.
“Aku juga bisa jadi sahabatmu kalau kau mau.” Luke tertawa.
“Kau sudah makan? Mau kupesankan sesuatu?” tanya Bianca kemudian.
”Tidak, tidak usah. Aku sudah kenyang.”
“Aku menyesal kita tidak bisa ngobrol lama, Luke, aku harus kembali ke
kantor sekarang.” Bianca bangkit dari duduknya.
“Tidak apa apa. Sampai bertemu lagi Bianca.”
“Sampai bertemu lagi Luke.”
“Ehm Bianca,”
“Ya?”
“Bisakah kapan kapan kau menemaniku jalan jalan seperti yang pernah kau lakukan
pada Patrick dulu?”
“Menemanimu?”
“Ya. Aku tertarik dengan blog Patrick. Ia sangat menikmati karir barunya
sebagai blogging traveller. Ia dan
Daniella masih terus keliling dunia. Tapi aku tidak tertarik sebagai penulis.
Aku cuma suka foto saja. Kau tahu, mengambil foto foto indah di beberapa
tempat.”
“Ya, tentu saja.”
“Kukira aku akan memulai karir baru sebagai fotography freelance.”
“Itu bagus.”
“Dan aku juga tertarik menjadikan kau sebagai objek dari fotoku.”
“Aku?” teriak Bianca kaget. “Oh, ayolah Luke, aku tidak secantik Daniella.
Wajahku biasa saja.”
“Menurutku wajahmu menarik.”
“Apa kau perlu penata rias juga Luke?” komentar Casey sambil tertawa.
“Karena aku juga bisa mengubah wajah Bianca yang katanya biasa saja itu menjadi
menakjubkan.”
“Boleh, kau bisa jadi penata riasnya.”
“Hey, aku bukan model.” Protes Bianca.
“Kau akan menjadi modelku Bianca. Kau akan menjadi objek foto pertamaku
yang akan tampil di halaman depan websiteku.
Itu sebagai pemancing saja. Setelah orang orang tertarik melihat hasil karyaku,
klien pasti akan banyak berdatangan, minta difoto seperti yang sudah kulakukan
padamu.”
“Aku pastinya dapat honor dong?”
“Pasti. Kau dan Casey akan mendapat honor. Jadi kita sepakat ya? Hari Sabtu
besok aku akan menjemput kalian dan kita akan pergi ke The Villages karena pemandangan gunung dan kebun bunganya di sana
sangat indah.”
Luke menjemput Bianca dan Casey di restoran tempat mereka pertama kali
bertemu tiga hari lalu. Sebelum pergi ke The Villages yang terletak kurang
lebih tigapuluh kilometer di sebelah selatan Hall of City, Luke mengajak Bianca berbelanja baju dulu. Ia
yang memilih semua baju yang harus dikenakan Bianca beserta semua aksesorisnya,
termasuk tas, sepatu dan lain lain. Ia perlu membawa Bianca dan mencoba baju baju
dan sepatu itu karena tidak tahu ukuran Bianca.
Semua jenis baju Luke beli, dari mulai baju santai seperti jeans, jaket
kulit, gaun dan lain lain Luke beli dengan menggunakan kartu kreditnya. Kelak
baju baju itu akan ia berikan pada Bianca sementara aksesoris dan lain lain
akan ia jadikan sebagai semacam properti.
The Villages, banyak dipenuhi oleh taman bunga.
Penduduk di The Villages pada umumnya mencari nafkah dengan menjual bunga
segar. Dimana mana bunga terhampar dengan indahnya, terutama saat musim semi
tiba.
Ada satu objek wisata yang khusus menampilkan keindahan aneka macam bunga,
dan Luke membawa Bianca dan Casey ke sana.
Casey merias Bianca dulu sebelum Bianca melakukan pemotretan. Selain merias
wajah Bianca, Casey juga menata rambut Bianca dengan berbagai macam gaya.
“Kau tahu kenapa aku memilih tempat ini untuk pemotretan?” tanya Luke
sambil meminum minuman soda kaleng yang dingin. Luke, Bianca dan Casey sedang
beristirahat di sebuah gazebo setelah setengah harian melakukan pemotretan di
berbagai lokasi.
“Tidak,” Bianca menggeleng, “apa alasanmu?”
“Karena tempat ini biasanya sangat sepi. Tidak seramai ini.”
“Ini kan hari Sabtu, banyak orang yang jalan jalan di akhir pekan.”
Komentar Casey.
“Hari Sabtu pun biasanya sepi. Dan sekarang tiba tiba orang berlalu lalang
di sekitarku seperti lebah.”
“Yah, ini kan tempat umum, kita harus mau berbagi tempat ini dengan mereka.”
“Kurasa,” gumam Luke pelan, “mereka tidak tertarik dengan tempat ini,
mereka tertarik dengan kita.”
“Apa maksudmu?” teriak Casey kaget, ketakutannya muncul lagi karena ia juga
sering menyaksikan orang orang berpakaian hitam hitam berseliweran di kantornya
saat ia bekerja. “Maksudmu mereka mengikuti kita dan memperhatikan semua
kegiatan yang kita lakukan?”
“Ya, itu maksudku.” Luke menghela nafas kesal. “Kalian yakin kalian tidak
melakukan sesuatu yang membahayakan yang menjurus ke arah tindakan kriminal?”
“O, ya Tuhan, aku bisa gila,” Bianca bangkit dari duduknya dan
memperhatikan orang orang yang dimaksud Luke. Setidaknya ada enam pria
berpakaian hitam hitam berseliweran di sekitar mereka. “Mereka bahkan selfie
segala di antara bunga bunga itu,” Bianca nyaris menjerit histeris. “Ya Tuhan,
apa yang sudah kulakukan? Mereka ada di mana mana.”
“Sudah acuhkan saja, selama mereka tidak melakukan tindakan berbahaya pada
diri kita, acuhkan saja.” Luke bangkit dari duduknya. “Kita mulai pemotretan
lagi Bianca. Kita nanti ambil foto di pinggir danau sana. O, ya, habis itu kita
ke daerah pegunungan. Dan aku perlu fotomu juga di pinggir pantai, minggu depan
kita ke Parklane.”
“Aku tidak mau difoto dengan memakai bikini.” Teriak Bianca kaget.
“Bukan bikini, hanya celana pendek dan kaos saja.”
“Tidak, aku juga tidak mau memakai celana pendek.”
“Ya, sudah, celana selutut. Gimana, setuju?”
“Oke, kalau itu tidak masalah.”
Luke lalu tersenyum dan melambai ke salah seorang pria yang sedang
memperhatikan mereka.
“Luke, apa yang kau lakukan?”
“Hanya melambaikan tangan. Mungkin sebaiknya kita bersahabat saja dengan
mereka dan jangan bermusuhan.”
Prince Larry memperhatikan foto foto Bianca di sebuah situs yang bernama
Luke Lucas. Prince Larry mendapatkan informasi tentang diri Luke dari detektif
yang disewa ibunya. Ia lalu browsing
di internet tentang diri Luke dan mendapati situs Luke dengan foto foto Bianca
di dalamnya.
Luke sepertinya seorang photographer. Ia mencantumkan nomor handphonenya di situs miliknya. Ia
menerima panggilan dari siapapun yang ingin difoto olehnya. Ia bahkan
mencantumkan harga jasa dirinya, lengkap dengan beberapa paket foto yang ia
tawarkan.
Prince Larry lalu menyimpan nomor telepon Luke di handphonenya. Ia merasa suatu hari
nanti, ia pasti akan memerlukan nomor handphone
Luke.
Setidaknya ada duapuluh foto Bianca di situs Luke dengan berbagai lokasi
yang berbeda di latar belakang fotonya. Lokasi yang berbeda, baju yang berbeda,
gaya yang berbeda, tatanan rambut yang berbeda, pencahayaan yang berbeda. Semua
foto itu terlihat sangat menarik.
Semua baju yang Bianca kenakan sopan sopan semuanya. Bianca terlihat
seperti seorang model yang profesional. Matanya sangat ekspresif.
Di setiap foto Bianca yang diunggah di situs tersebut dibubuhi tanda tangan
Luke. Disana juga Luke memberitahu bahwa semua foto Bianca sudah didaftarkan
hak ciptanya. Dan ia akan menuntut secara hukum siapapun orang yang berani
mengedarkan foto Bianca tanpa ijin darinya.
“Sudah, kau nanti jatuh cinta padanya.” Lord Egar tiba tiba menutup laptop
Prince Larry. Ia masuk ke ruang kerja Prince Larry di Green Palace tanpa sepengetahuan Prince Larry karena Prince Larry sedang asik dengan laptopnya. Lord Egar punya kebiasaan makan siang bersama dengan Prince Larry. Selama makan siang, mereka biasanya akan ngobrol tentang pekerjaan mereka masing masing.
“Aku memang sedang belajar mencintainya.” Komentar Prince Larry
kesal, “dan tidak adakah kegiatan lain yang bisa kau lakukan selain mengganggu
kesenangan orang lain?”
“Tidak ada. Salah satu hobiku adalah mengganggumu.” Lord Egar lalu duduk di
hadapan Prince Larry sambil tersenyum. “Jadi kapan aku bisa berkenalan dengan
Bianca?”
“Entahlah, ibu belum melakukan tindakan apapun. Ia masih membiarkan semua
berjalan seperti ini. Ibu belum mau mengundang keluarga O’Brien ke istana. Tapi
ia sudah memberitahu kakek Bianca tentang rencananya ini.”
“Kenapa kau harus menunggu tindakan ibumu terus sih? Kau dong yang bergerak
duluan, mencari cara bagaimana agar bisa berkenalan dengan Bianca.”
“Aku takut tindakanku salah. Aku bukan dirimu, yang bebas melakukan ini itu
tanpa harus risau dengan akibat dari tindakan yang kau lakukan. Tindakanku,
sekecil apapun itu, pasti akan jadi perhatian orang orang.”
“Ya, kau benar.” Lord Egar mengangguk setuju, “jadi kita sepertinya harus
terus menunggu sampai ibumu melakukan langkah selanjutnya.”
“Ya, sepertinya begitu.”
“Kau seperti model profesional,” komentar Sandra sambil memperhatikan foto
foto Bianca di situs Luke.
“Menurutmu begitu?”
“Tentu saja.” Sandra tertawa.
“Seharusnya kau mempertimbangkan untuk jadi model sungguhan.”
“Tidak, aku tidak tertarik.”
“Uangnya besar Bianca.”
“Tidak, aku tidak mau. Aku melakukan ini karena untuk membantu temanku.
Kalau nanti ada yang meminta bantuanku lagi seperti ini, aku harus tahu alasan
mereka untuk apa.”
“Alasan temanmu jelas jelas untuk mencari uang.”
“Ya, itu berbeda. Luke temanku. Dan aku juga mendapat honor darinya.”
Bianca mengambil lagi popcorn yang tadi ia bikin sebelum ia duduk duduk di balkon teras seperti ini lagi dengan Sandra. Bianca memutuskan untuk tak memperdulikan
orang orang yang selalu mengawasi rumah kontrakan mereka dan duduk lagi di
teras balkon seperti dulu yang biasa ia lakukan. “Mendapat honor dan baju yang
banyak. Lumayan, aku tidak harus berbelanja baju untuk jangka waktu yang lama
sehingga bisa menghemat uangku.” Bianca langsung tertawa setelah mengatakan itu.
“Kau cukup beruntung,” Sandra ikut tertawa, ia lalu memperhatikan mobil yang biasa mengawasi rumah kontrakan mereka dan melambai ke arah mobil itu.
“Apa yang kau lakukan Sandra?”
“Melambai ke arah mereka, kita harus bersahabat dengan mereka Bianca.
Karena setelah kupikir pikir, mereka cukup berjasa menjaga kita.”
“Kau sama gilanya dengan temanku Luke.”
“Mungkin aku lebih gila dari temanmu.” Sandra tertawa. “Aku naksir salah
seorang dari mereka. Dia tampan sekali. Kau tahu, kemarin sore aku membeli
pizza dan memberikannya pada mereka.”
“Kau apa?” Bianca kaget.
“Ya, dan aku mengajak salah satu dari mereka kencan. Aku bilang kalau ia
sedang tidak bertugas, lebih baik ia nonton film di bioskop denganku.”
“Kau mengajak salah seorang pengintai kita kencan?” untuk kedua kalinya
Bianca merasa kaget.
“Tenang, aku hanya mau mengorek informasi. Aku ingin tahu siapa yang
mengirim mereka sehingga terus terusan mengintai kita seperti ini.”
“Aku tidak ingin kau terlibat sesuatu yang membahayakan Sandra.”
“Tidak kok, aku yakin mereka baik semua.”
“Itu menurutmu, bagaimana kalau mereka benar benar anggota mafia seperti
yang kita khawatirkan?”
‘Ah, itu tidak mungkin.”
“Tidak mungkin gimana sih?”
“Ssst.. sudahlah, tak usah dibahas lagi. Handphonemu bunyi. Angkat cepat.” Seru Sandra sambil memperhatikan Handphone Bianca yang menyala. Bianca
sedang men-silent handphonenya.
“Bianca sayang, apa kabar, kau tidak rindu pada kakek?” seru kakek ketika
Bianca menjawab panggilan darinya.
“Kabar baik kakek. Tentu saja aku rindu pada kakek.”
“Terakhir kita bertemu seingatku saat kau melarikan diri pas acara jamuan
makan malam yang kakek adakan.”
“Aku minta maaf kakek. Aku tidak akan mengulangi hal itu lagi. Kakek jangan
memarahiku, aku sudah cukup banyak mendapat omelan dari ibu.”
Kakek tertawa, “tidak, kakek tidak marah. Jadi kapan kau akan mengunjungi
kakek lagi? Kakek kangen jalan jalan di taman lagi denganmu.”
“Mungkin minggu depan?”
“Baik, minggu depan kakek tunggu.”
Bianca memperhatikan suasana di dalam restoran tempatnya berada dengan
perasaan tak karuan. Restoran sea food yang ia kunjungi adalah salah satu
restoran termahal di Hall of City.
Tapi Luke bersikeras akan mentraktir Bianca dan Casey makan di restoran mahal
ini.
Mereka bertiga sekarang sudah duduk di sofa empuk yang elegan dengan meja
bundar di hadapan mereka yang terbuat dari kayu jati dan ukiran yang indah.
“Luke, apa yang kita lakukan di sini?” bisik Bianca heran.
“Makan Bianca. Kita tidak mungkin berada di sini untuk nonton bola.”
“Aku tahu kita mau makan, tapi ini restoran mahal.”
“Sudahlah, kau tak usah khawatir, aku yang mentraktir kalian.”
“Kau tidak bisa menghambur hamburkan uangmu begitu saja di tempat mahal
seperti ini, Luke.”
“Aku kebanjiran klien Bianca, mereka ingin difoto seperti dirimu. Usaha
kita berhasil. Dan Casey, aku tetap memerlukan jasamu, siapa tahu diantara para
klien itu ingin dirias juga olehmu seperti yang kau lakukan pada Bianca.”
“Tidak masalah,” Casey tersenyum senang.
“Aku senang mendengar kau kebanjiran klien Luke, tapi restoran ini mahal.”
Bianca masih berbisik ke arah Luke.
“Kau mau ditraktir olehku atau tidak sih?”
“Mau, tapi tidak ditempat semahal ini. Kau tahu harga satu piring udang
disini berapa? Lima buah udang dengan irisan buncis dan bawang bombay setara
dengan sekilo harga udang di restoran favoritku di Parklane.”
“Di Parklane? Sungguh? Malam ini
kita akan makan di Parklane? Aku
lapar sekali Bianca. Aku harus makan tiga jam lagi dari sekarang gitu?”
“Kau bisa makan burger dulu untuk mengganjal perutmu.” Bianca akhirnya
bangkit dari kursinya. “Ayo Casey.”
“Apa yang kau lakukan?” seru Luke kaget.
“Maaf, agak terlambat, ini menu kalian.” Seorang waitress datang tergopoh gopoh menghampiri mereka saat melihat
Bianca bangun dari duduknya.
“Tidak usah. Kami tidak jadi makan di sini.” Sahut Bianca sambil tersenyum
manis.
“Tapi tempat ini sudah dibooking.
Ada biaya tersendiri untuk membooking
meja ini kalau membatalkan booking
tersebut.”
“Tidak masalah. Ayo Luke, bayar biaya booking-nya,
aku dan Casey akan menunggu di luar.”
Bianca lalu berjalan keluar diikuti Casey. Luke hanya bisa memperhatikan
diri Bianca sambil bengong.
“Kau benar benar gila,” komentar Luke saat mereka bertiga berjalan ke arah
mobilnya yang diparkir di samping kiri restoran. “Apa yang sudah kau lakukan?”
“Sudahlah, kau tak akan menyesal kalau nanti kuajak ke tempat restoran yang
kumaksud. Kita bisa makan sepuasnya di sana. Kita bisa memilih ikan dan udang
segar. Kita bisa masak sendiri atau minta kokinya untuk memasakan ikan ikan itu
untuk kita. Mana kunci mobilmu, aku yang menyetir.”
“Kau yakin kau bisa menyetir?” Luke ragu ragu memberikan kunci mobilnya
pada Bianca.
“Ha, kau bercanda, kau tidak tahu saja kalau dulu aku hampir jadi
pembalap.”
“Jangan ngebut Bianca.” Komentar Luke.
“Tidak, aku tidak akan ngebut.” Ujar Bianca sambil membuka pintu mobil.
“Casey, kau duduk di depan denganku, aku akan menjemput temanku dulu, kasihan
Sandra, ia sedang sendirian di rumah. Nanti Sandra duduk di belakang dengan
Luke. Mereka pasangan serasi. Mereka sama gilanya.”
“Jadi aku sekarang harus mentraktir tiga orang gitu?” keluh Luke sambil
masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang.
“Biayanya tetap jauh lebih murah daripada makan ditempat tadi walau kita
makan berempat. Percaya padaku.” Ujar Bianca sambil menelepon Sandra.
“Hallo,” Sandra menjawab panggilan Bianca dengan suara mengantuk.
“Pakai jaket dan celana jeansmu. Ada yang akan mentraktir kita malam ini.
Tunggu di teras rumah sepuluh menit lagi, ok? Jangan lupa kunci pintu
rumahnya.”
“Kau akan menculikku kemana?” protes Sandra, “aku ngantuk sekali. Aku baru terbang
dari Abudabi. Aku jetlag. Kepalaku
sakit sekali.”
“Kau bisa melanjutkan tidurmu di mobil. Ayolah Sandra, jangan rewel. Aku
berangkat sekarang.”
Sepuluh menit kemudian, Sandra sudah duduk dibangku belakang dengan Luke,
dan ia sama sekali tidak tidur. Ia malah asik nyanyi nyanyi dengan Luke dengan
suara sumbang mereka, mengikuti lagu yang Bianca nyalakan di mobil Luke.
Restoran seafood milik Mr. Lorenzo adalah salah satu restoran favorit
Bianca sejak kecil. Restoran itu terletak di pinggir pantai tidak jauh dari
resort ibu Bianca. Ikan, udang, kerang, kepiting atau makanan laut lainnya yang
disajikan disana selalu segar segar, karena didapat langsung dari nelayan.
Mr. Lorenzo menghargai menu makanannya dengan harga yang cukup murah. Para
pengunjung boleh memilih ikannya sendiri lalu Mr. Lorenzo dan kokinya yang lain
memasakkan ikan ikan itu sesuai dengan keinginan pelanggannya. Ada yang minta
dibakar, ada yang minta direbus, ditumis, dan lain lain.
Bagi mereka yang ingin barbequan juga
disediakan tempat. Selain disediakan alat barbeque disana juga disediakan semua sayur dan bumbu untuk
melengkapi masakan seafood mereka.
“Kau mau masak sendiri atau dimasakkan oleh kokinya?” Bianca tersenyum
menatap Luke saat mereka duduk di kursi yang ditata rapi di pinggir pantai. Suara
debur ombak terdengar sesekali sementara langit malam sedang cerah sehingga
bintang bintang yang berkilauan terlihat jelas.
“Aku ke sini untuk makan bukan untuk masak.” Luke melirik jam tangannya,
“dan oh tuhan, jam makan malamku terlambat hampir empat jam.”
“Ini baru jam sebelas Luke.”
“Ini tengah malam Bianca, aku tidak biasa makan tengah malam begini.”
“Ya sudahlah, aku akan memilih ikannya dan meminta koki untuk memasakkan
ikan ikan itu untuk kita. Kau mau memilih ikannya tidak?”
“Tidak, aku akan memakan apa saja yang ada di hadapanku.” Komentar Luke
malas.
“Baik. Casey, Sandra, kalian ikut?”
“Bintang bintang di angkasa sana sangat indah. Aku ingin menikmati bintang
bintang itu saja.” Sandra menguap sambil
memperhatikan langit.
“Aku juga.” Casey nyengir memandang Bianca, “sorry.”
“It’s oke, seleraku pedas loh,
aku akan bikin kalian kepedasan.”
“Tidak masalah,” mereka menjawab hampir bersamaan.
Sejam kemudian, semua masakan yang Bianca pesan yang berada di meja mereka langsung
ludes mereka serbu. Mereka makan dengan lahapnya. Mereka sangat kelaparan.
“Kenapa waktu kita ke Parklane
dulu saat aku memotretmu di pinggir pantai kau tidak mengajakku ke restoran ini?”
tanya Luke.
“Restoran ini mulai buka jam enam sore sampai pagi. Restoran ini khusus
restoran untuk malam hari. Waktu kita datang waktu itu, restoran ini belum
buka.” Ujar Bianca.
“Kau benar Bianca, masakannya enak sekali,” komentar Casey.
“Benar kan kataku,” Bianca tertawa senang. “Dan tagihan yang harus Luke
bayar juga tidak terlalu besar.”
“Kau benar.” Luke tersenyum ke arah Bianca. “Kapan kapan kita akan ke sini
lagi.”
“Asiik.” Bianca dan Casey berseru hampir berbarengan.
“Apakah aku punya kesempatan bisa difoto seperti Bianca?” tanya Sandra ke
arah Luke setelah beberapa saat mereka terdiam untuk menikmati keindahan suasana malam di pinggir pantai.
“Aku lebih tinggi dari Bianca, aku lebih cocok jadi model dibanding Bianca.”
“Mungkin,” gumam Luke.
“Ayolah Luke, beri aku kesempatan.”
“Kita lihat nanti, ok? Sejak kemarin kemarin aku mulai sibuk dengan
pekerjaanku. Terimakasih Bianca untuk bantuannya. Terimakasih Casey untuk
bantuannya, dan aku tetap membutuhkan bantuanmu, terimakasih Sandra untuk...”
Luke diam sejenak.
“Untuk apa?” Sandra tersenyum.
“Untuk nyanyiannya yang menyakitkan telingaku.”
Mereka semua tertawa.
“Sebaiknya dibawah taburan bintang bintang yang indah ini kita we-fie bareng.” Luke tiba tiba
mengeluarkan handphonenya. “Ayo
semuanya sama sama bilang Chesse.”
“Cheese.” Mereka teriak
berbarengan sambil tersenyum ke arah kamera.
"Aku seperti raja minyak, dikelilingi tiga gadis cantik," Luke terbahak memperhatikan foto yang baru ia ambil. "Foto ini akan aku masukkan ke situsku."
Pulang ke Hall of City, Bianca
tidak menyetir lagi. Ia tidur pulas di bangku belakang bersama Sandra. Luke yang mengemudi ditemani Casey. Sesekali mereka ngobrol tentang
sesuatu.
BAB TUJUH
Nenek tersenyum memperhatikan Bianca yang makan tart cokelat bikinannya
dengan lahap. Sejak kecil Bianca selalu suka tart cokelat bikinan nenek. Ia
bahkan lebih suka tart cokelat bikinan nenek daripada bikinan ibunya.
“Makan pelan pelan, nanti kau tersedak.”
“Ini enak sekali nek.”
“Kau seperti tidak pernah ketemu tart cokelat selama setahun.”
“Memang tidak. Dan ini adalah tart cokelat terenak sedunia.”
“Masih ada sisa kalau kau nanti mau membawa pulang.”
“Sungguh?”
“Ya.”
“Asiik.”
Bianca baru berkesempatan datang ke mansion Kakek di Giltown City hari
Minggu pagi. Ia datang dengan menggunakan kereta paling pagi. Ia selalu suka
pergi pagi hari. Setelah menyaksikan matahari terbit di pagi hari dari dalam
kereta, ia biasanya akan tidur dengan pulasnya selama dua jam perjalanan yang
ia tempuh.
Dan ketika Bianca datang tadi, nenek langsung menyuguhkan kopi hangat dan
tart cokelat bikinannya untuk Bianca.
“Apa kabar cucu cantikku pagi ini?” Kakek tiba tiba datang menghampiri
Bianca dan nenek yang sedang duduk di ruang tamu yang luas.
“Kabar baik kakek, aku merindukanmu,” Bianca bangun dari duduknya dan
memeluk kakek erat.
“Sudah bisakah kita jalan jalan di taman pagi ini? Udara sedang hangat
loh.”
“Bianca mungkin masih lelah, biarkan ia istirahat dulu di kamarnya,” seru
nenek ke arah kakek.
“Tidak apa apa kok Nek. Ayo kakek, kita jalan jalan ke taman.”
Taman di Mansion kakek sangat indah. Setidaknya ada tiga taman yang
terdapat di mansion kakek. Di depan mansion, di samping kiri mansion dan di samping
kanan mansion. Di depan mansion rumput rumput ditata rapi menyerupai labirin. Disamping
kiri mansion adalah taman yang lebih banyak berisi bunga bunga favorit nenek,
sementara di sebelah kanan mansion ada air mancur dan tempat duduk di beberapa
tempat di sekitar air mancur tersebut. Kakek membawa Bianca ke salah satu tempat
duduk di sana.
“Sebenarnya, ada hal serius yang ingin kakek sampaikan padamu.” Ujar kakek
setelah mereka duduk agak lama. Mereka duduk sambil bermandikan sinar matahari pagi yang hangat. “Itulah kenapa kakek memanggilmu kesini.”
“Hal apa kakek?”
Kakek diam sejenak. “Hal serius ini hanya baru diketahui oleh kakek.
Orangtuamu atau bahkan nenek juga tidak tahu.”
“Ada apa sih?” Bianca jadi penasaran, “bukan sesuatu yang membahayakan kan?
Apa ada seseorang yang sakit?” Suara Bianca berubah khawatir.
Kakek langsung tertawa, “tidak, bukan itu.” Kakek lalu menghentikan
tawanya, “aduh, kakek harus mulai dari mana ya?’
“Tidak apa apa kok Kek, aku akan mendengarkan semuanya dengan tenang.”
“Janji?”
Bianca mengangguk sambil tersenyum, “iya, janji.”
“Begini, kurang lebih sebulan yang lalu, permaisuri datang ke sini untuk
menemui kakek. Walau pernah terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan mengenai
Daniella, tapi ternyata permaisuri tetap ingin melanjutkan perjodohan yang
diwasiatkan oleh kakek buyut kami.”
“Tapi Daniella sudah menikah.”
“Bukan dengan Daniella lagi perjodohan ini akan dilakukan, tapi dengan cucu perempuan kakek yang lain yang
belum menikah.”
Bianca termenung. Satu satunya cucu kakek yang paling berpotensi
menggantikan posisi Daniella hanya Andrea.
“Apakah dia Andrea?” tanya Bianca langsung.
“Bukan, bukan Andrea.”
“Kalau begitu Claudia?”
“Bukan Claudia juga.”
“Emily?”
“Emily sudah bertunangan Bianca.”
“Bisa saja pertunangan Emily dibatalkan.”
“Yang benar saja. Bukan Emily.”
“Kalau begitu Adora?” suara Bianca tambah panik.
“Permaisuri kurang suka berurusan dengan keluarga Stevenson lagi.”
“Jadi AKU?” Bianca nyaris menjerit mengatakan itu.
“Ya, permaisuri ingin kau jadi menantunya.”
“Tidak kakek, itu tidak mungkin.”
“Apanya yang tidak mungkin? Permaisuri mengatakan itu semua pada kakek sebulan
yang lalu.”
“Tapi kenapa harus aku kakek?”
“Mana kakek tahu, kau harus bertanya tentang hal itu pada permaisuri.”
“Apakah bisa kakek? Bisa aku bertemu dengan Permaisuri dan ngobrol
dengannya?”
“Tentu saja, kakek akan meneleponnya dan menanyakan kapan ia punya waktu
untuk menerimamu.”
“Terimakasih kakek.”
“Sepertinya kau tidak senang dengan berita ini Bianca.”
“Ini terlalu mengejutkan bagiku.”
“Pada mulanya juga hal ini bikin kakek terkejut, tapi kalau keputusan
permaisuri sudah seperti itu, ya mau bagaimana lagi.”
“Kabari aku kalau kakek sudah mendapat kabar dari Permaisuri ya.”
“Iya. Dan tolong Bianca, karena ini sifatnya masih sangat rahasia, jangan
cerita mengenai hal ini dulu pada siapapun juga terhadap pada ibumu. Kakek
takut terjadi kehebohan.”
King Palace penataannya ternyata sangat elegan sekali. Semua ruangan ditata
dengan indah. Apa yang Bianca bayangkan tentang King Palace ternyata lebih
indah aslinya dari apa yang Bianca perkirakan sebelumnya. Permaisuri ternyata tidak
menunggu lama untuk ngobrol dengan Bianca. Dua hari sejak bertemu kakek, Bianca
langsung diundang ke King Palace untuk bertemu Permaisuri.
Untuk pertemuan ini, Bianca terpaksa bolos kerja karena Permaisuri
mengundang Bianca ke King Palace pada hari Rabu siang.
Bianca tadi pergi ke komplek istana kerajaan Normand Palace dengan menggunakan taksi. Tapi taksi
yang Bianca gunakan hanya boleh mengantar Bianca sampai pintu gerbang istana
saja. Selanjutnya sebuah mobil mewah lengkap dengan supirnya yang kemudian
mengantar Bianca ke King Palace.
Bianca kini menunggu Permaisuri di sebuah ruangan yang menurut Bianca
adalah ruangan santai, karena hanya ada seperangkat sofa empuk di ruangan itu.
Sebuah tivi besar, sebuah piano, dan lemari yang dipenuhi foto foto keluarga
kerajaan.
Bianca hanya menunggu selama sepuluh menit ketika permaisuri akhirnya
datang menghampirinya.
Bianca langsung berdiri dan menekukkan lututnya memberi hormat. “Selamat siang Yang Mulia,
senang bertemu dengan Anda.”
“Selamat siang Bianca, aku betul betul tidak sabar untuk bisa bertemu
denganmu.”
Bianca hanya tersenyum memperhatikan permaisuri.
“Silahkan duduk, kau sudah disuguhi minum?”
“Sudah, terimakasih.” Bianca akhirnya duduk lagi.
“Kau lebih cantik dari yang kulihat difoto,” komentar permaisuri sambil
tersenyum.
“Terimakasih.”
“Aku sebenarnya ingin ngobrol hal hal lain dulu denganmu, tentang keadaan
cuaca misalnya, atau tentang hobimu atau pekerjaanmu, tapi aku yakin kau pasti
merasa penasaran dengan keinginanku untuk menjadikan kau sebagai menantuku.”
“Aku sungguh merasa tersanjung dengan hal ini Yang Mulia, tapi ini sungguh
sungguh membuat aku terkejut.”
“Tidak apa apa kau terkejut. Itu wajar.”
“Kenapa aku yang mulia? Aku punya banyak saudara sepupu yang lain.”
“Tadinya aku ingin mengemukakan alasannya padamu, tapi sekarang tidak lagi,
karena itu tidak penting. Aku menyukaimu, itu yang penting, dan aku menaruh
harapan besar padamu Bianca, bisakah kita bekerjasama?”
Bianca terdiam.
“Bianca, bisa kita bekerjasama?” ulang Permaisuri.
“Hal ini terlalu besar untukku Yang Mulia. Tidak bisakah ide ini dibatalkan
saja?” Bianca mengeluh pelan. Walau ia merasa tak enak mengatakan hal itu pada Permaisuri tapi ia tetap harus mengatakannya karena hal itu sangat mengganjal hatinya.
“Bisa, tentu bisa. Tapi kami hanya menghormati wasiat dari leluhur kami
saja. Kau menghormatinya juga kan Bianca?”
Bianca kembali terdiam.
“Ini tidak seburuk yang kau bayangkan. Ayolah, puteraku tidak jelek jelek
amat kan?”
“Putera Anda tampan Yang Mulia, tapi dia tidak mencintaiku.”
“Dia akan belajar mencintaimu.”
“Tapi aku juga bahkan tidak punya persiapan apa apa. Daniella mempersiapkan
posisi ini selama lebih dari lima tahun, dan aku tidak punya persiapan apa apa
sama sekali.”
“Lama tidaknya persiapan seseorang toh tidak menjamin ia akan berhasil
melewati ujian demi ujian yang ada di hadapannya. Daniella tidak bisa menahan
diri sehingga bertindak brutal di depan publik. Itu ujian yang sesungguhnya
Bianca. Mampu menahan diri. Kuharap, kalau kau benar benar mau bekerjasama
denganku, apa yang sudah terjadi pada Daniella jadi pelajaran
berharga untukmu.”
“Kalau semisalnya aku tidak mau bekerjasama?” tanya Bianca lambat lambat.
“Itu terserah dirimu. Aku tidak bisa memaksamu. Tapi terus terang aku
merasa kecewa sekali. Seperti aku bilang tadi, aku hanya mencoba mencari jalan
keluar dari wasiat yang sudah diberikan kakek leluhur suamiku dan kakek leluhur
keluarga kalian, itu saja. Dan aku memilihmu karena aku punya alasan
tersendiri. Kalau kau tidak bersedia, aku tidak tahu kapan wasiat dari para
leluhur kita bisa dilaksanakan karena aku tidak tertarik menjadikan saudara
sepupu perempuanmu yang lain jadi menantuku. Sekarang semua kukembalikan
padamu. Menurutku kalau kau bijak, kau bisa mendahulukan kepentingan keluarga
kita diatas kepentinganmu sendiri. Puteraku juga begitu. Ia mendahulukan
kepentingan wasiat itu dari kepentingan dirinya sendiri. Aku menyesal kalau
kalian katakanlah jadi korban untuk urusan ini, tapi kalian bisa belajar untuk
saling mencintai.”
“Boleh aku memikirkan hal ini dulu?’ tanya Bianca.
“Boleh, tapi jangan lama lama. Waktu terus berlalu. Minggu depan aku tunggu
jawabanmu.”
“Baiklah Yang Mulia, terimakasih. Dan apakah proses pernikahan ini, kalau
semisalnya aku setuju, akan dilaksanakan dengan cepat?”
Permaisuri tersenyum, “Ya. Mungkin aku akan memberi waktu pada kau dan puteraku untuk saling mengenal terlebih dahulu, mungkin selama sebulan atau dua bulan. Setelah itu aku akan
memperkenalkan kau pada publik. Lalu sebulan setelah kalian bertunangan,
pernikahan itu dilaksanakan.”
“Secepat itu?” Bianca kaget.
“Aku tidak mau berlama lama seperti kemarin. Kupikir waktu enam bulan
pertunangan antara Puteraku dan Daniella cukup untuk mempersiapkan segalanya,
tapi kemudian kejadian tidak mengenakkan itu terjadi, dan aku menyesal
pernikahan di antara mereka batal dilaksanakan.”
“Daniella sedang emosi saat itu,” gumam Bianca.
“Ya, dan ia tak bisa menahan emosinya lalu bertindak bodoh seperti itu,
tapi dia sudah menikah sekarang. Jadi lebih baik kita tidak usah membicarakan
dirinya lagi.”
“Sayang, kau sudah tidur?” Permaisuri menelepon puteranya hampir mendekati
tengah malam. Permaisuri tidak bisa tidur karena memikirkan pembicaraan dirinya
dengan Bianca. Ia tak menyangka Bianca merasa keberatan dengan keputusannya
itu. Bianca ternyata tidak sesederhana yang ia duga. Bianca tidak sesederhana
Daniellla yang mau menerima perjodohan itu dengan senang hati. Bianca ternyata
cukup rumit.
“Belum ibu, ada apa?”
“Aku tadi siang ngobrol dengan Bianca,”
“O, ya?”
“Ya, dan Bianca keberatan dengan keputusanku untuk menjodohkan kalian.”
“Bianca menolak menikah denganku?”
“Ya. Kau bisa bayangkan kesalnya ibu. Orang setampan dirimu ia tolak, benar
benar terlalu.”
Prince Larry tertawa, “aku tidak tahu harus bicara apa.”
“Ya, kau berdoa saja semoga terjadi keajaiban. Bianca masih ingin
memikirkan hal ini dan aku memberi waktu padanya selama seminggu untuk memberikan jawaban.”
“Ibu, kalau nanti dia tidak mau jangan memaksanya, Bu.”
“Tidak, ibu tidak akan memaksanya. Tapi ia bertindak bodoh kalau benar
benar menolak perjodohan ini.”
“Ia pasti punya alasan tersendiri."
“Ya, kau benar."
Akhir pekan ini Bianca memutuskan untuk pergi ke resort ibunya di Parklane.
Tapi kamar disana ternyata penuh semua. Bianca tahu resort ibunya selalu menjadi favorit siapapun untuk berakhir pekan.
Tante Sharon menyayangkan kenapa Bianca datang dadakan seperti itu sehingga
ia tak bisa menyiapkan kamar untuk Bianca. Menurut Tante Sharon Bianca
seharusnya memberitahu dirinya jauh jauh hari agar ia bisa menyediakan kamar
buat Bianca. Tapi Bianca bilang pada Tante Sharon jangan terlalu khawatir karena ia
akan mencari penginapan lainnya. Tante Sharon akhirnya menawarkan agar Bianca
tidur di kamarnya saja berdua dengannya tapi Bianca tidak mau karena ia sedang
butuh privacy.
Dua hari lagi Bianca harus memberikan jawaban pada Permaisuri tentang
keputusannya. Dan Bianca belum punya keputusan apapun. Ia terus menimbang
nimbang apakah ia siap menjadi anggota keluarga kerajaan atau tidak, tapi ia belum
menemukan jawabannya juga.
Itulah kenapa ia perlu tempat untuk menyendiri sekaligus refreshing. Karena Bianca sedang merasa
jenuh berada di rumah kontrakannya terus terusan.
Bianca akhirnya browsing lagi
mencari penginapan lain, tapi seperti resort ibunya, penginapan lainnya juga
penuh.
Bianca hampir putus asa ketika akhirnya ia menemukan juga sebuah kamar yang
disewakan. Letaknya tidak benar benar dekat dengan pantai, tapi bagi Bianca hal
itu tidak menjadi masalah.
Bianca langsung membayar penginapan itu secara online. Ia lalu mengemudikan
mobil yang disewanya ke alamat penginapan tersebut. Menyewa mobil seperti ini
juga dilakukan dadakan oleh Bianca saat ia turun dari kereta pagi tadi. Ide
untuk pergi ke Parklane dan berakhir pekan di sana serba dadakan.
Ketika akhirnya Bianca tiba di kamar yang disewanya, ia merasa lega. Tempat
penginapan Bianca adalah tempat penginapan yang lumayan kecil, sehingga
suasananya cukup sepi seperti yang Bianca harapkan.
Bianca lalu istirahat di kamar yang disewanya. Makan siang nanti ia akan
makan di restoran di sekitar penginapannya saja sehingga tidak perlu pergi
menggunakan mobil.
Sinar matahari sore nampak menerebos masuk ke dalam kamar Bianca melalui jendela yang
sengaja Bianca buka lebar.
Bianca sedang duduk di depan laptopnya ditemani secangkir kopi dan beberapa
irisan pie lemon.
Tadi siang Bianca tidur dengan nyenyaknya. Setelah tidur, ia mandi dan
sekarang badannya terasa sangat segar.
Bianca sedang mencari informasi tentang Prince Larry di internet sebanyak
banyaknya. Apa hobinya, apa tugas tugas utamanya, siapa saja sahabat
sahabatnya. Bisnis apa yang ia lakukan diluar tugas kenegaraan sebagai seorang
Putera Mahkota, siapa siapa saja yang pernah jadi pacarnya.
Dan membaca informasi tentang diri Prince Larry membuat Bianca asik
sehingga tanpa terasa malam mulai menjelang.
Dimasa masa sebelum Prince Larry bertunangan dengan Daniella. Ia setidaknya
sudah punya empat kekasih yang dikenal oleh publik dimana berita tentang Prince
Larry dan mantan mantan kekasihnya itu dengan mudah bisa didapatkan di
internet.
Prince Larry pernah berpacaran dua kali semasa ia kuliah. Setelah
lulus kuliah ia terlibat percintaan dengan seorang aktris sebelum akhirnya
berpacaran dengan Lady Sara.
Dan sejak kejadian pertengkaran antara Daniella
dan Lady Sara, Prince Larry tidak terlihat bepergian lagi dengan Lady Sara
kemanapun. Pers akhirnya berspekulasi bahwa hubungan mereka sudah berakhir.
Prince Larry sangat suka berkuda. Ia selalu menyempatkan diri berkuda di ranch-nya yang cukup luas di Cape Field.
Ia juga suka olahraga otomotif. Sesekali ia dan sahabat sahabatnya balapan di
sebuah sirkuit di Redwood. Hanya untuk menyalurkan hobi saja dan bukan balapan
yang serius.
Prince Larry bisa berbahasa Perancis, Italia dan Spanyol. Ia suka membaca
hal hal yang berbau astronomi dan filsafat.
Makanan favorit Prince Larry adalah steak (well done) dengan saus jamur truffle,
udang bakar dengan saus yang terbuat dari madu dan jeruk lemon, lalu spaghetti
dengan taburan keju yang banyak yang terbuat dari susu rusa. Keju keju mahal
yang selalu memenuhi stok dapur Crown
Palace itu didapat dari sebuah peternakan Rusa di salah satu lembah di The
Villages dan diproduksi secara terbatas.
Untuk sarapan, Prince Larry biasanya makan roti atau pie yang khusus dibuat
di dapur Crown Palace untuknya. Pie
yang jadi favorit Prince Larry adalah pie buah dengan campuran buah nanas dan
buah anggur merah di atasnya. Sementara untuk selai rotinya, juga dibikin sendiri di dapur Crown Palace, buah buahannya
seperti bluberry, strawberry atau raspberry dipetik langsung dari kebun istana
yang ada di belakang Crown Palace.
Untuk minuman Prince Larry suka wine dan coctail dan kopi tanpa gula.
Prince Larry juga suka musik khususnya musik klasik. Tapi beberapa penyanyi
dari luar negeri juga ia suka. Ia bisa bermain piano dan biola. Ia sering
menyempatkan diri untuk menonton acara konser musik yang diselenggarakan di kota
kota besar di Fillmore Green.
Bisnis dan investasi yang Prince Larry lakukan diantaranya di bidang properti. Ia punya beberapa gedung pertemuan di beberapa kota di Fillmore Green untuk disewakan untuk acara pertemuan, seminar atau sejenisnya. Ia punya kebun anggur di Country Line, sebuah kota yang terletak tidak jauh dari Leefsmall. Tiga ranch masing masing di Cape Field dan Giltown City dan The Villages. Punya beberapa saham di industri olah raga dan hiburan. Dan punya dua perusahaan besar masing masing di bidang telekomunikasi dan transportasi yang dijalankan pengelolaannya oleh para sahabatnya. Rumah peristirahatan Prince Larry ada di Lotus Village dan The Metropolis. Ia juga punya beberapa koleksi mobil mewah.
Bianca akhirnya menguap dan tiduran lagi di kasurnya. Waktu tiga jam yang
ia habiskan untuk mencari tahu tentang diri Prince Larry ternyata cukup baginya
untuk mengenal sosok Prince Larry lebih dekat.
Bianca tiba tiba merasa perutnya lapar. Pie lemon dan secangkir kopi yang
menemaninya browsing tadi sore tidak cukup untuk mengganjal perutnya. Ia
memutuskan akan makan malam sebentar lagi di restoran Mr. Lorenzo.
Tidak seperti biasanya yang selalu memilih makan di luar restoran atau tepatnya di pinggir pantai, kali ini Bianca memilih duduk di dalam restoran Mr. Lorenzo karena cuaca di luar sedang
dingin. Angin sedang berhembus sangat kencang.
Bianca duduk di salah satu pojok ruangan. Agak berdekatan dengan kursi
kursi lainnya. Bianca sebenarnya kurang nyaman duduk di sana tapi hanya kursi
itu yang tersisa karena restoran itu sedang ramai malam ini.
Di meja di samping Bianca sekumpulan perempuan muda sedang asik ngobrol
sambil makan. Mereka tertawa cekikikan membicarakan teman teman mereka di
sekolah.
Bianca hanya tersenyum memperhatikan mereka. Tiba tiba ia merasa kangen
dengan sahabat sahabatnya. Selain Lily, saat kuliah dulu Bianca juga punya sahabat
yang bernama Nicole, tapi Nicole sekarang tinggal di Roma dengan tantenya.
Dulu, Bianca, Nicole dan Lily juga pernah makan di restoran Mr. Lorenzo ini dan ngobrol
dengan serunya seperti gadis gadis yang ada di dekat Bianca sekarang.
Sambil menunggu pesanannya datang, Bianca akhirnya nonton tivi yang berada
tidak jauh darinya. Suara tivi itu cukup kencang sehingga Bianca bisa mendengar berita yang ditayangkan dengan baik. Saat ini, acara di tivi sedang menyiarkan
berita tentang pembangunan sebuah taman bunga di Redwood yang mirip dengan
taman bunga yang ada di Parklane tapi lebih besar dan lebih banyak memuat aneka
jenis tanaman bunga. Rencananya taman bunga di Redwood itu akan diresmikan
bulan depan oleh Permaisuri.
Setelah berita tentang pembanguna taman bunga di Redwood berita berikutnya
adalah tentang persiapan tim sepak bola Hall of City dengan tim sepok bola dari
The Metropolis yang akan berhadapan di final dua minggu lagi. Persiapan di
antara kedua tim tersebut sedang dilakukan. Mereka diberitakan akan
memperebutkan piala Putera Mahkota.
Putera Mahkota? Bianca tiba tiba merasa gugup ketika berita itu menayangkan sebuah wawancara yang menayangkan Prince Larry. Di wawancara itu, Prince Larry ditanya tentang tim mana yang ia jagokan untuk menang.
“Karena aku tinggalnya di Hall of City, tim favoritku pastinya tim Hall of
City, tapi walau begitu kita tidak bisa meremehkan kekuatan tim The Metropolis
karena yang aku perhatikan selama setahun belakangan ini kemajuan tim
persebakbolaan mereka sangat pesat.” Prince Larry tersenyum, “tapi siapapun
yang menang nanti, aku harap kemenangan itu tidak membuat mereka lengah. Mereka
harus tetap giat berlatih dan mampu mempertahankan kemenangan mereka di musim
selanjutnya.”
“O Ya Tuhan, ia tampan sekali,” celutuk seseorang di samping meja Bianca.
Gadis gadis yang tadi asik ngobrol tiba tiba berhenti ngobrol dan memperhatikan
Prince Larry di televisi.
“Aku senang Prince Larry tidak jadi menikah dengan Daniella. Siapa tahu aku
punya kesempatan menikah dengannya.” Teman gadis yang nyelutuk tadi tertawa.
“Kau? Menikah dengannya? Langkahi dulu mayatku,” celutuk teman lainnya.
“Hey, wake up. Berhentilah
bermimpi. Sang pangeran bukan untuk kita.”
“Ya, siapa tahu, boleh dong berharap.”
Bianca tersenyum mendengarkan perbincangan mereka. Menikah dengan Prince
Larry memang jadi impian gadis gadis di Fillmore Green bahkan mungkin di
seluruh dunia.
Bianca tiba tiba merasa sudah bertindak tidak adil bila langsung menolak
permintaan Permaisuri tentang perjodohan dirinya dengan Prince Larry. Ia bahkan belum mengenal Prince Larry sama sekali. Ia
seharusnya memberi kesempatan pada mereka berdua untuk saling mengenal lebih
dekat, untuk tahu sifat dan kebiasaan masing masing. Dan sama seperti dirinya,
Prince Larry juga terjebak dalam wasiat kakek buyut mereka. Bukan berarti
Prince Larry juga senang dijodohkan dengannya, tapi ia tak punya pilihan.
Baiklah, putus Bianca kemudian, aku akan memberi diriku dan diri Prince
Larry kesempatan. Siapa tahu Permaisuri benar bahwa Prince Larry tidak seburuk
yang aku duga, siapa tahu ia baik dan mau mengerti diriku. Kelak setelah
mengenalnya lebih dekat dan aku tetap tidak berminat menjadi anggota keluarga
kerajaan, aku toh tetap bisa berteman atau bahkan mungkin bersahabat dengannya.
Bianca akhirnya bangkit dari duduknya. Ia akan meminta Mr. Lorenzo
membungkus makanannya saja dan ia akan
makan di penginapannya.
Saat berjalan ke arah seorang waiter,
Bianca tiba tiba melihat seorang pria berbaju hitam hitam di pintu masuk sedang
mengawasi dirinya. Bianca lalu tersenyum. Ia kini mengerti kenapa dirinya
selalu diawasi. Dan entah kenapa, Bianca tiba tiba merasa nyaman dengan hal
ini. Ia merasa aman dan tidak sendirian.
“Aku tadi sudah memesan makananku, aku tidak jadi makan disini tapi minta
dibungkus saja.” Ujar Bianca pada waiter
di hadapannya. “O, ya, dan tolong bungkus juga empat porsi makanan lainnya, dan
berikan pada pria berbaju hitam hitam yang sekarang berdiri di pintu.”
Waiter tersebut melihat ke arah yang dimaksud Bianca. “Baik.” Ujarnya.
“Tapi diberikannya setelah aku pergi dari restoran ini ya? Kau kejar saja
ia dan berikan makanan itu padanya karena ia pasti akan langsung pergi
mengikutiku kalau aku pergi dari sini.”
“Anda dalam masalah nona?” Waiter itu nampak khawatir.
“Tidak, mereka teman temanku. Aku baik baik saja.”
“Ooh,” waiter itu bergumam lalu memperhatikan Bianca, “apa mereka bodyguard Anda?” tanyanya kurang yakin.
Bianca tidak terlihat seperti selebritis manapun dan tidak seperti orang kaya karena penampilannya sederhana. Ia hanya mengenakan kaos, jeans, sepatu kets
dan jaket kulit panjang.
“Ya, semacam itu.” Bianca tertawa, “mereka bodyguardku. Ini uangnya. Aku bayar cash saja.”
Waiter itu menerima uang dari Bianca, “baik, nanti kembaliannya aku antar
ke meja Anda.”
“Oke.” Sahut Bianca sambil kembali ke kursinya.
“Bianca sedang sendirian di Parklane?” tanya Permaisuri kaget. Permaisuri
baru menelepon detektifnya dan menanyakan apakah Bianca ada di rumah
kontrakannya saat ini atau tidak. Entah kenapa, ia penasaran sekali dengan
jawaban Bianca dan ingin cepat cepat bertemu Bianca, sehingga ia benar benar
memastikan bahwa Bianca ada di Hall of City untuk bertemu dengannya lusa dan
tidak kabur kemana mana.
Saat ini Permaisuri sedang makan malam di King Palace dengan suami dan
puteranya. “Apa yang Bianca lakukan di Parklane?” tanya Permaisuri lagi pada
detektifnya.
“Dia menginap di suatu penginapan. Ia menyewa mobil di Parklane ini dan
pergi dengan mobil itu ke sebuah restoran di pinggir pantai. Sekarang ia sedang
berada di restoran itu untuk makan malam.”
“Dan sendirian?”
“Iya, sendirian.”
“Tolong jaga terus dia, John. Pastikan dia tidak kenapa kenapa.”
“Baik Yang Mulia, akan kami lakukan.”
Prince Larry yang sedang menyendok makanannya langsung meletakkan
sendoknya, “ada apa Ibu?’
“Bianca sendirian di Parklane. Ia menginap di suatu penginapan dan sekarang
sedang makan sendirian di suatu restoran.”
Prince Larry tiba tiba kehilangan selera makannya. Ia bahkan belum kenal
dengan Bianca tapi ia sudah merasa sangat khawatir terhadap diri Bianca.
“Aku benar benar tidak mengerti dengan tindakan Bianca ini.” Komentar
Permaisuri sambil melanjutkan makannya. “Bagaimana mungkin ia keluyuran malam
malam begini, sendirian di pinggir pantai dengan cuaca sedingin ini?”
“Mungkin hal seperti ini sudah biasa ia lakukan Bu.”
“Ya, mungkin.”
“Aku yakin dia baik baik saja,” Prince Larry akhirnya tersenyum pada
ibunya. Ia tidak yakin dengan yang ia katakan karena ia benar benar merasa
khawatir dengan keadaan Bianca.
“Ia harus baik baik saja. Aku tidak akan memberi pekerjaan apapun lagi pada
John dan timnya kalau terjadi sesuatu pada diri Bianca.”
Bianca menyelesaikan suapan terakhirnya dengan perasaan lega. Ia sudah
kenyang sekarang. Ia lalu menyeruput cappucinno panas yang tadi juga
dipesannya.
Bianca tidak jadi pulang ke penginapan untuk makan malam. Ia akhirnya makan
malam di dalam mobil yang disewanya sambil menghidupkan pemanas mobil karena
diluar benar benar dingin.
Ia memarkir mobilnya di pinggir pantai, tidak jauh dari restoran Mr.
Lorenzo. Suasana di sekeliling Bianca saat ini sedang sepi karena cuaca sedang
dingin. Kalau cuaca sedang hangat, orang orang biasanya banyak yang wara wiri
di pinggir pantai untuk menikmati suasana malam di pinggir pantai.
Tapi walau suasana di sekelilingnya sepi, Bianca tidak merasa takut karena
ia tahu ia selalu diawasi dan dijaga.
Bianca akhirnya mengambil handphonenya.
Ia akan menelepon kakek untuk menanyakan nomor telepon Permaisuri.
Prince Larry langsung mengeluarkan handphonenya saat tiba di ruang tamu
Crown Palace yang luas. Ia tadi tidak menyelesaikan makan malamnya dan langsung
pamit pada ayah dan ibunya untuk pulang ke Crown Palace.
Setelah duduk di sofa yang empuk, Prince Larry langsung menelepon
John. Ia meminta nomor handphone John pada ibunya saat tahu ibunya mulai
menugasi John untuk mengawasi Bianca. Tapi sekalipun ia tak pernah menelepon
John, baru sekarang ia melakukannya.
“Bianca sudah pulang ke penginapannya?” tanya Prince Larry langsung saat John
menjawab panggilannya.
“Maaf, dengan siapa saya bicara?” tanya John bingung karena ia tak mengenal
nomor telepon yang masuk. Hanya sedikit orang yang tahu nomor handphone John. Selain Permaisuri dan
timnya. Beberapa kliennya yang penting yang tahu nomor teleponnya.
“Prince Lawrence.”
“Prince Lawrence?” John langsung terkejut saat mengetahui Putera Mahkota
Kerajaan Fillmore Green meneleponnya.
“Ya, ibuku menugaskan dirimu untuk mengawasi Miss. Bianca O’Brien. Apakah
ia sudah kembali ke penginapannya?”
“Belum Yang Mulia.”
“Jadi masih makan di restoran di pinggir pantai itu?”
“Tidak, dia tidak makan di sana.”
“Dia tidak jadi makan disana? Jadi makan dimana?”
“Kurasa di dalam mobil yang disewanya. Ia membungkus makanan di restoran
itu lalu membawanya ke mobilnya. Jadi kurasa ia makan di dalam mobil. Beberapa
saat yang lalu ia baru keluar dari mobilnya untuk membuang bekas makanannya ke
tempat sampah.”
“Dan dimana mobilnya sekarang berada?”
“Di pinggir pantai.”
“Jadi dia masih berada di area di pinggir pantai sana?”
“Iya. Dan Yang Mulia, dia juga membelikan kami makan.”
“Dia apa?!” Prince Larry terkejut. “Dia mengenal kalian?”
“Tidak. Tapi ia sepertinya menyadari keberadaan kami. Ia memesan makanan
untuk kami di restoran tempat ia juga memesan makanan. Seorang pelayan restoran
yang tadi memberikan pesanan makanan itu pada kami.”
Prince Larry lalu tersenyum, menurutnya tindakan Bianca lucu sekali. Ia
akhirnya merasa lega. Bianca sudah tahu dirinya diawasi dan ia sepertinya tidak
keberatan dengan hal itu.
“Ya, sudah, laporkan padaku kalau ia sudah kembali ke penginapannya.”
“Kurasa, ia mau pulang ke penginapan sekarang Yang Mulia, mobilnya mulai
meninggalkan pantai.”
“Baiklah, awasi dia terus.”
“Baik Yang Mulia.”
Bianca langsung mandi air hangat setelah ia kembali ke penginapannya. Ia
tidak akan menunggu sampai lusa untuk memberitahu Permaisuri mengenai
keputusannya. Besok pagi ia akan menelepon Permaisuri dan ngobrol dengannya di
telepon.
Selesai mandi, Bianca tiduran di tempat tidurnya yang nyaman, ia lalu
menelepon Lily.
“Lily apa kabar?” serunya dengan suara ceria.
“Kabar baik. Aku sudah tidur Bianca. Kenapa kau meneleponku saat aku sudah
tidur?”
“Kau tidak pernah tidur dibawah jam dua malam kalau malam minggu seperti
ini.”
“Aku tidak punya pacar sekarang, berkat dirimu. Pacarku jadi suami orang
sekarang, berkat dirimu. Jadi aku tidak keluyuran kemana mana malam minggu
begini karena aku tak punya pacar.”
“Li, setahuku kau sudah putus dengan Patrick waktu itu, kenapa kau seolah
olah menganggap hubungan kau dan Patrick saat itu baik baik saja. DAN KENAPA
KAU TERUS TERUSAN MENYALAHKANKU?”
“Aku memang sedang putus saat itu. Tapi aku yakin aku bisa kembali pada
Patrick dan menjalin hubungan lagi dengannya. Tapi kau mengacaukan segalanya.”
“Li, bisakah kau Move on? Patrick sudah berbahagia dengan Daniella
sekarang.”
“Tidak bisa, aku terlalu mencintai Patrick.”
“Omong kosong, sudahlah, kau ke sini besok ya? Kita berenang dan selfie
gila gilaan di pinggir pantai.”
“Di pinggir pantai? Kau sedang berada di mana memangnya?”
“Parklane.”
“Bersama siapa?”
“Sendiri.”
“Aku malas Bianca. Aku ingin tiduran saja di rumah hari Minggu besok.”
“Ayolah, Parklane cuma dua jam
perjalanan dari Giltown City. Aku
tunggu besok ya. Nanti aku kirim pesan ke handphonemu
di penginapan mana aku menginap.”
“Tapi,”
“Sampai besok Lily.”
Bianca terus terusan melirik jam tangannya. Ia tak tahu jam berapa tepatnya
ia harus menelepon Permaisuri. Sekarang masih jam delapan pagi, ia takut
Permaisuri masih tidur, tapi ia sudah tak sabar ingin ngobrol dengan Permaisuri.
Akhirnya Bianca mengambil handphonenya
dan menelepon Permaisuri dengan hati deg degan.
“Hallo,” sahut Permaisuri.
“Ini Bianca Yang Mulia.”
“Aku tahu,” ujar Permaisuri.
“Yang Mulia tahu nomor teleponku?” Bianca heran.
“Ya, aku memintanya pada kakekmu dan menyimpannya di handphoneku. Ada apa Bianca?”
“Mengenai jawabanku,” ujar Bianca langsung.
“Ya, kita akan bertemu lusa, karena kau akan memberikan jawabanmu lusa, aku menunggumu di King Palace.”
“Kurasa, aku siap memberikan jawabannya sekarang Yang Mulia.”
“Sekarang?” Permaisuri kaget.
“Ya.”
Hening sejenak. Permaisuri nampak menghela nafas. “Baiklah, apa jawabanmu?”
“Ehm, aku belum bisa memutuskan untuk menerima perjodohan ini atau tidak.”
“Bianca, kami tidak punya banyak waktu. Aku tidak mungkin memberi waktu
padamu untuk berpikir lagi.”
“A.. aku perlu mengenal putera Anda lebih dekat Yang Mulia. Aku harus
berkenalan dengannya, mengenal dirinya dengan lebih baik, mungkin aku berteman
saja dulu dengannya katakanlah dalam waktu tiga bulan ke depan, setelah itu,
setelah aku mengenalnya dan sedikit banyak tahu tentang dirinya, aku akan
memberikan jawabanku apakah aku mau meneruskan perjodohan ini atau tidak.”
“Begitu?”
“Ya.”
“Baiklah kalau begitu, aku akan memikirkan usulanmu.”
“Yang Mulia,” ujar Bianca lagi, “kalau semisalnya Anda setuju dengan usulanku, aku mohon rencana perjodohan
ini masih tetap dirahasiakan karena belum tentu pernikahan antara aku dan Putera
Anda benar benar terlaksana.”
“Baiklah, semuanya masih bersifat rahasia. Hanya aku, suamiku, puteraku, kakekmu,
kau, sahabat puteraku dan keponakanku yang tahu.”
“Sahabat putera Anda tahu?” Bianca kaget.
“Ya, aku keceplosan bicara saat itu. Tapi ia bisa menjaga rahasia ini
dengan baik. Bagaimana dengan sahabatmu, apa ada yang tahu tentang rencana ini
juga?”
“Tidak, aku belum bercerita pada siapapun, termasuk pada ibuku. Aku takut
harapan semua orang terlalu tinggi padaku kalau mereka tahu.”
“Ya, aku mengerti.” Ujar Permaisuri, “baiklah, nanti aku akan menghubungimu
lagi.”
“Baik Yang Mulia, terimakasih atas semua pengertiannya.”
“Tidak masalah.”
Bianca merasa senang Lily ternyata benar benar datang menemuinya. Lily
datang ke Parklane dengan
mobilnya. Bianca akhirnya mengembalikan
mobil yang disewanya dan pergi ke pantai dengan menggunakan mobil Lily.
Dari semua cucu perempuan kakek, hanya Bianca yang tak punya mobil.
Daniella dan Adora pastinya punya mobil karena perusahaan peninggalan kakek
untuk keluarga mereka memproduksi mobil. Claudia juga dibekali mobil oleh ibunya
untuk tugasnya sehari hari mengelola hotel mereka. Andrea lagi, dia anak
tunggal dan sangat dimanja oleh ayah dan ibunya. Apapun yang Andrea inginkan
pasti dikabulkan oleh kedua orangtuanya. Andrea beberapa kali ganti mobil
mahal. Ia selalu ingin membeli mobil keluaran terbaru. Gillian berhasil membeli
mobil sendiri, ia dan suaminya masing masing punya satu mobil. Emily dibelikan
mobil oleh calon suaminya untuk menemani tugas Emily sehari hari di rumah
sakit.
Bianca sebenarnya bisa mengkredit mobil seperti Lily, tapi ia merasa itu
bukan kebutuhan utamanya. Ibunya juga pernah mau meminjamkan mobilnya pada
Bianca, tapi Bianca tak mau. Mobil ibu sekarang malah lebih sering dipakai
James pergi ke sekolah. Ayah dan ibu Bianca menggunakan mobil ayah Bianca secara
bergantian. Ibu Bianca tidak bekerja sehingga ia tak terlalu membutuhkan mobil.
Tiga mobil antik warisan kakek yang kakek wariskan pada ibu Bianca masih
ada di garasi Mansion kakek. Tidak ada yang berani memakai mobil mobil itu,
karena kalau mobil itu sampai rusak, onderdil atau suku cadang untuk
memperbaiki mobil itu sudah tidak ada lagi, sudah tidak diproduksi lagi. Atau
kalaupun ada, harganya mahal sekali.
Jadi ibu tetap membiarkan mobil mobil antik itu di sana. Sementara mobil
antik untuk saudara saudara perempuan ibu yang lain sudah dibawa oleh mereka ke
rumah mereka masing masing. Hanya bibi Elen yang menjual mobil mobil antik itu
ketika ia pindah ke New York dulu.
“Kau yakin kau akan memakai itu?” Bianca kaget saat Lily akan berenang
dengan menggunakan bikini.
“Dari dulu aku kalau berenang memang begini,” ujar Lily heran, “apa yang
aneh?”
Bianca garuk garuk kepalanya yang tidak gatal. Lily tidak tahu tentang
detektif detektif yang mengawasi mereka. Penampilan Lily yang seksi dengan
bikininya akan menjadi tontonan segar bagi mereka. Bianca tersadar kalau
ajakannya mengajak Lily untuk berenanghari ini salah.
“Ly, gimana kalau kita foto foto saja dan tidak jadi berenang? Kau kenakan
lagi bajumu. Ayo kita foto foto saja.”
“Tidak mau. Aku sudah di sini dan suasana siang ini cukup hangat. Aku
berenang duluan, bye bye Bianca.”
Bianca hanya duduk di pinggir pantai di bawah sebuah payung yang besar
sambil cemberut. Ia merasa privacynya
mulai terganggu. Dulu, tanpa ada yang mengawasi dirinya seperti sekarang ia
bebas melakukan apa saja.
“Kau tidak berenang?” Lily kembali sepuluh menit kemudian dengan tubuh
basah. “Ayo buka bajumu. Kau yang mengajakku berenang ke sini, bagaimana
mungkin kau tidak membuka bajumu.”
“Aku berubah pikiran, aku main air saja.”
“Tidak bisa, kau harus berenang denganku,” Lily menghampiri Bianca dan
menarik bajunya.
“Lily, aku tidak mau, apa yang kau lakukan,” Bianca terus menolak saat Lily
menarik kemejanya. Mereka lalu berguling guling di atas pasir.
Lily tertawa senang ketika akhirnya berhasil membuka baju Bianca sehingga
Bianca hanya memakai bikini seperti dirinya.
“Demi Tuhan Lily, aku tidak membawa baju ganti.”
“Tidak masalah, kita pulang ke penginapan dengan basah basahan. Lagipula
kita kan ke sini dengan memakai mobilku. Kita nanti bisa langsung ke mobil.”
Bianca masih duduk di pinggir pantai dan berusaha meraih bajunya lagi tapi
Lily langsung menyingkarkan baju Bianca jauh dari jangkauannya. “Ayo,” Lily
akhirnya menarik tangan Bianca ke arah pantai memaksa Bianca untuk berenang.
Berada di posisi yang tidak mengenakkan seperti ini membuat Bianca ingin
bercerita tentang semuanya pada Lily. Agar Lily tahu ada empat pasang mata yang
sedang mengawasi mereka berenang saat ini. Tapi Bianca merasa yakin Lily akan
mempengaruhinya terus terusan kalau tahu kalau Bianca yang dipilih Permaisuri
Kerjaaan Fillmore Green untuk menikah dengan puteranya. Lily akan memaksa
Bianca untuk mau menerima perjodohan itu dan itu yang dihindari Bianca. Bianca
ingin keputusannya nanti benar benar berasal dari dirinya dan tidak dipengaruhi
oleh siapapun.
Terserahlah, akhirnya Bianca mengikuti Lily dengan
pasrah. Aku sepertinya akan jadi tontonan
yang mengasikkan hari ini.
Prince Larry menurunkan teropongnya dengan perasaan kaget. Ia tak percaya
teman Bianca berhasil membuka baju Bianca dan menariknya berenang ke pantai. Ia
tadi melihat pergumulan itu melalui teropongnya. Ia tahu Bianca tak mau membuka
bajunya tapi temannya memaksanya.
Semalam Prince Larry tidak bisa tidur. Entah kenapa dia jadi ingin tahu
dengan kegiatan yang dilakukan John dan teman temannya dalam mengawasi Bianca.
Ia dengan ditemani seorang bodyguardnya
akhirnya pergi ke Parklane dan
menemui John dan timnya di pantai ini. Ia lalu duduk di mobil mereka dan ikut
mengawasi Bianca. Ia hanya akan melakukan itu sebentar saja. Dari Parklane ia akan langsung pergi ke Lotus Village, ke rumah
peristirahatannya.
Tapi kemudian Bianca malah
berenang? Ya Tuhan. Keluh
Prince Larry dalam hati. Bukan hal yang aneh sebenarnya bagi Prince Larry
melihat wanita lalu lalang di hadapannya dengan memakai bikini seperti itu,
apalagi tempat ini memang pantai. Tapi
Bianca? Ya Tuhan.
Prince Larry akhirnya mengambil beberapa lembar uang didompetnya dan
memberikannya pada John.
“Ini untuk makan siang kalian, sekarang kalian beristirahatlah, aku yang
akan mengawasi Miss. O’Brien.”
“Tapi Yang Mulia, pesan Permaisuri kami tidak boleh meninggalkan Miss
O’Brien sebentar saja tanpa pengawasan.”
“Hanya sebentar, lagipula aku yang menggantikan kalian sebentar, kalian tak
perlu khawatir.”
“Tapi Yang Mulia,”
“Turunlah dari mobil,” teriak Prince Larry kesal. “Apa permintaanku
berlebihan?”
“Ti.. tidak,” jawab John bingung. “Baiklah kami pergi,” John akhirnya
menerima uang yang disodorkan Prince Larry.
“Aku akan meneleponmu kapan kalian harus
kembali ke sini.”
“Oke.”
Bianca ternyata hanya sebentar berenangnya. Setelah berenang bersama Lily
ia kembali ke pantai dan mengenakan bajunya lagi. Ia lalu foto foto dengan Lily
dengan menggunakan kemeja dan celana selututnya.
Prince Larry terus mengawasi apa yang dilakukan Bianca. Ketika dilihatnya
Bianca dan temannya pergi ke mobil mereka, Prince Larry akhirnya menelepon John
dan meminta John melanjutkan pekerjaannya. Ia dan bodyguardnya akhirnya pergi ke Lotus
Village.
“Sebenarnya, kenapa sih kita disuruh mengawasi wanita itu?” tanya Erik,
teman John ketika mereka mengikuti mobil Lily dan Bianca yang meninggalkan
pantai. Mereka tak tahu wanita yang mereka awasi akan pergi ke mana, mereka
terus saja mengikuti.
“Mana aku tahu,” komentar Fillan.
“Prince Larry bahkan hari ini ikut ikutan mengawasi. Apa wanita itu
berbahaya? Apa menurutmu hubungan wanita itu dengan keluarga kerajaan?” Erik
bertanya lagi.
“Erik, bisakah kau diam dan terus mengemudi,” seru John kesal.
“Jangan jangan wanita itu anak haram King Theodore.” Gumam Fillan.
“Fillan, berhentilah menebak nebak dan berspekulasi yang tidak tidak.” Kali
ini John memarahi Fillan. “Kita disini dibayar hanya untuk mengawasi, bukan
main tebak tebakan. Kita lakukan saja tugas kita dengan benar. Lagian bayaran
kita mahal sekali.”
“Dan ekstra makan siang yang enak dari Prince Larry hari ini,” Kenny yang dari tadi diam tertawa. “Tidak
setiap hari aku makan enak seperti tadi,” lanjut Kenny.
“Kau perhatikan tidak tadi,” ujar Erik sambil tersenyum ke arah Kenny, “Prince
Larry bahkan tidak melihat berapa jumlah uang yang ia ambil dari dompetnya.”
“Ya, aku perhatikan.” Jawab Kenny, “pasti masih banyak sisanya, iya kan
bos?” tanya Kenny ke arah John.
“Ya, dan aku tidak akan membagi uang sisanya kalau kalian terus berisik
seperti ini.”
Mereka akhirnya terdiam dan mengikuti mobil di hadapan mereka dengan tenang.
Mobil yang mereka ikuti ternyata berhenti di sebuah restoran Pizza.
BAB DELAPAN
Suasana ruang makan di King Palace sangat elegan. King Palace setidaknya
punya tiga ruang makan. Ruang makan yang sangat besar, biasanya diperuntukkan
untuk jamuan makan malam Raja, Permaisuri dan sahabat sahabat mereka,
setidaknya seratus orang muat di ruang makan yang sangat besar
tersebut, lalu ruang makan yang sedang
besarnya, biasanya di peruntukkan untuk jamuan makan keluarga kerajaan termasuk
paman, bibi, keponakan dan sepupu sepupu Raja. Kurang lebih lima puluh orang
bisa tertampung di ruang makan tersebut. Dan terakhir adalah ruang makan yang
kecil, yang biasa digunakan untuk jamuan makan bagi keluarga inti kerajaan
seperti Raja, Permaisuri dan Putera Mahkota. Ruang makan yang kecil ini hanya
menampung kurang lebih sepuluh orang saja. Untuk jamuan makan kenegaraan,
biasanya dilakukan di ruang makan yang super besar yang berada di Green Palace.
Dan hari Jumat siang ini, Bianca mendapat undangan dari Permaisuri untuk
makan siang bersama di King Palace.
Permaisuri mengundang Bianca makan di ruang makan yang paling kecil yang biasa
digunakan sebagai ruang makan Permaisuri sehari hari. Hanya mereka berdua yang
makan di sana. Permaisuri masih belum mau memperkenalkan Bianca pada puteranya
atau suaminya.
“Aku sudah memikirkan tentang usulanmu,” ujar Permaisuri saat mereka mulai
menikmati appetizer mereka berupa
salad buah yang terdiri dari campuran buah plum, apple, anggur, srawberri dan
semangka dengan mayonaise dan taburan keju parmesan. “Dan menurutku usulanmu cukup menarik.”
“Terimakasih,” jawab Bianca.
“Kau benar, kau harus mengenal puteraku dengan baik. Untuk itu selama dua
bulan kedepan aku sudah menyusun acara yang harus kau lakukan berdua dengan
puteraku. Maksudku, walau di acara itu ada orang orang lainnya, kalian berdua
harus terlibat di dalamnya.”
Bianca diam mendengarkan.
“Dan karena kau bekerja, acara itu akan dilaksanakan tiap akhir pekan. Aku
sudah bilang sekretaris pribadi Puteraku agar mengosongkan jadwal untuk diri puteraku setiap akhir pekan selama dua bulan ke depan ini.”
“Kedengarannya menarik,” Bianca tersenyum.
“Tentu saja. Dan aku tidak akan memberitahu kalian apa apa saja yang harus
kalian lakukan. Aku akan memanggil kalian ke King Palace tiap acara itu akan dilakukan dan memberitahunya saat
itu.”
“Anda sudah memberitahu mengenai hal ini pada Putera Anda?” tanya Bianca
penasaran.
“Sudah. Dan dia setuju.” Permaisuri tersenyum, “sebagai langkah awal, besok
malam sekitar jam tujuh malam kalian datang ke sini dan kalian akan kuberitahu
apa yang harus kalian lakukan.”
“Baik Yang Mulia,” Bianca mengangguk setuju. “Besok malam aku akan datang
kesini tepat waktu.”
Bianca tidak tahu harus memakai baju apa ke King
Palace malam ini. Ia tak bisa menduga apa yang akan diperintahkan
Permaisuri pada dirinya dan Prince Larry. Tadinya Bianca mau memakai gaun
malam, tapi hal itu tidak jadi ia lakukan. Akhirnya ia memakai celana palazzo
berwarna biru gelap, kemeja putih lengan panjang yang berenda di sekeliling
leher dan tangannya, juga syal dan corduroy coat. Bianca lalu
memasukkan handphone dan dompet ke salah satu tas terbaiknya. Ia lalu mengunci
pintu kamarnya dan akan menunggu taksi yang sudah dipesannya di teras bawah.
“Wah, kau cantik sekali,” teriak Ivanka yang sedang duduk di ruang tivi di
lantai atas yang terletak diantara kamar Bianca dan kamar Sandra yang letaknya
berhadap hadapan. Di depan mereka terdapat satu teko jus mangga, dua gelas yang
sudah terisi jus mangga separuh dan aneka camilan.
“Kau mau pergi dan tidak mengajakku?” Protes Sandra, “kau mau kencan sama
siapa sih sampe heboh begitu dandannya, kau tidak biasa berdandan seperti ini
sebelumnya. Kau bahkan jarang mengenakan make
up!”
“Aku mau kencan dengan Putera Mahkota Kerajaan Fillmore Green,” sahut
Bianca sambil mengenakan sepatu jenis wedges-nya.
“Ya tentu saja, dan aku akan kencan dengan Justin Bieber besok. Serius
Bianca.”
“Iya, aku serius.”
“Kau pasti pergi dengan Luke ya?”
“Taksinya datang, aku pergi dulu ya.” Bianca langsung berjalan ke arah
tangga.
“Bianca, kau pergi dengan Luke kan?” teriak Sandra saat Bianca menuruni
tangga.
“Tidak, aku akan kencan dengan Prince Larry,” Bianca balas berteriak dibawah tangga.
“Menurutmu dia serius?” tanya Sandra ke arah Ivanka.
“Tentu saja dia cuma bercanda.” Sahut Ivanka sambil mengambil cheese stick. “Berkencan dengan Prince
Larry kan memang impian semua wanita yang masih lajang di Fillmore Green.”
“Kasihan banget Bianca, khayalannya terlalu tinggi.” Sandra mengambil satu cheese stick yang bungkusnya baru
dibuka Ivanka dan mulai mengunyah cheese
stick itu.
“Tidak apa apalah, asal jangan sampai gila saja karena terlalu berharap.”
“Iya, bener, jadi depresi kayak Daniella gitu.” Sandra setuju.
Sandra lalu berlari keluar balkon dan menengok ke bawah ke jalan raya.
“Jangan lupa sampaikan salamku pada Permaisuri ya Bianca.” Teriak Sandra saat
melihat Bianca membuka pintu taksi.
“Aku tidak janji,” sahut Bianca, “mudah mudahan aku tidak lupa
menyampaikannya.”
“Oke, tidak masalah,” Sandra akhirnya melambai sambil tersenyum. Sandra
merasa bahwa hanya ia yang gila di rumah
ini, tapi ternyata Bianca sama gilanya
dengan dirinya.
Prince Larry sudah menunggu Bianca di ruang santai King Palace yang dulu pernah Bianca kunjungi saat Bianca pertama
kalinya bertemu dengan Permaisuri. Prince Larry tersenyum pada Bianca saat
Bianca masuk ke dalam ruangan diantar oleh seorang pelayan istana.
“Hallo,” sapa Prince Larry ramah, “aku Larry, senang berkenalan denganmu.”
“Senang berkenalan dengan Anda juga Yang Mulia.” Bianca menyambut uluran
tangan Prince Larry dan bersalaman dengannya.
“Sebenarnya kalau berdua seperti ini aku lebih suka kau memanggil namaku
saja.” Prince Larry kembali tersenyum.
“Anda tidak keberatan?” Bianca heran.
“Tidak, aku tidak keberatan.”
“Baik kalau begitu.”
“Silahkan duduk.” Prince Larry mempersilahkan Bianca duduk, “Ibu sebentar
lagi akan datang.”
“Terimakasih.” Bianca duduk di hadapan Prince Larry. Bianca tersenyum
menatap Prince Larry. Prince Larry lebih tampan aslinya dibanding yang biasa Bianca
lihat di televisi, surat kabar, internet atau media massa lainnya. Ini adalah
pertemuan pertama langsung antara Bianca dan Prince Larry dimana mereka
berhadap hadapan seperti ini. Bianca pernah bertemu sebelumnya dengan Prince
Larry di pernikahan Daniella, tapi saat itu mereka tidak berkenalan atau
bercakap cakap. Mereka sibuk dengan diri mereka sendiri sendiri. Bianca bahkan
hanya bisa memandang Prince Larry dari kejauhan saja saat itu.
Rambut Prince Larry berwarna cokelat muda sementara matanya berwarna biru hazel. Dari yang sudah bianca browsing, perbedaan usia Bianca dengan
Prince Larry hanya empat tahun. Prince Larry empat tahun lebih tua dari Bianca.
“Kau pasti terkejut dengan rencana ibu.” Prince Larry bicara lagi setelah mereka
terdiam beberapa saat.
“Ya, aku terkejut sekali. Aku bahkan tidak tahu harus bilang apa saking
terkejutnya.” Ujar Bianca.
“Santai saja Bianca, jangan terlalu dipikirkan dengan serius ok? Kita disini
sama sama saling bantu.”
“Ya.” Bianca mengangguk, “tapi tetap
saja ini terlalu besar bagiku.”
“Aku mengerti. Tidak mudah memang menjadi bagian dari anggota keluarga
kerajaan. Privacymu nanti tidak
seperti dulu. Kau dengan sendirinya jadi milik masyarakat. Kehidupanmu akan
selalu dipantau oleh mereka.”
“Ya.” Bianca kembali mengangguk,
“selain itu aku tidak punya persiapan sama sekali untuk semuanya. Berbeda
dengan Daniella dulu.”
Prince Larry tersenyum, “apa kabar Daniella? Kau masih suka bertemu
dengannya?”
“Tidak lagi. Ia sekarang sering jalan jalan keliling dunia dengan
suaminya.”
“Wah asik sekali.”
“Ya. Mereka sangat menikmati perjalanan itu. Terakhir kali aku ketemu
mereka adalah saat mereka menjamu teman dan sahabat sahabat mereka makan malam
di rumah mereka di Giltown City
beberapa saat setelah mereka menikah. Daniella memutuskan pindah ke rumah
suaminya dan tidak tinggal di rumah orangtuanya lagi setelah menikah.”
“Kau kenal baik dengan suaminya? Seingatku kau pernah bersama sahabat
sahabat suami Daniella di teras balkon saat Daniella menikah dulu. Itu kau
kan?”
Bianca cukup terkejut Prince Larry ingat ketika ia dan sahabat sahabat
Patrick memperhatikan diri Prince Larry saat ia datang ke resort ibu Bianca di pernikahan Daniella dulu.
“Iya,” Bianca tertawa. “Itu aku. Saat itu aku ingin memastikan apakah
Patrick sudah siap dengan semuanya atau tidak. Patrick sahabatku, dan sekarang
Luke, sahabat Patrick juga jadi sahabatku.”
“Luke?”
“Ya. Luke seorang photographer, ia sahabat Patrick dari kecil. Sementara
Patrick sahabatku dari kecil. Tapi aku dulu jarang bertemu Luke, hanya sesekali
saja.”
“Sekarang cukup sering?” tanya Prince Larry langsung.
“Lumayan sering. Luke berencana pindah ke Hall of City dan tidak tinggal di Giltown City lagi. Ia ingin membeli sebuah gedung atau rumah untuk
dijadikan studio foto miliknya dan ia meminta bantuanku untuk menata design interiornya.”
“Begitu?”
“Iya, tapi itu masih beberapa bulan lagi.”
“Apakah kau punya keahlian khusus di bidang design interior?”
“Tidak,” Bianca kembali tertawa, “aku tidak punya keahlian apa apa. Tapi
Luke ingin menata studio fotonya bersama denganku, termasuk belanja furniture atau keperluan studio
lainnya.”
“Luke pasti sangat menyukaimu sehingga meminta bantuanmu.”
Bianca terkejut ketika mendengar komentar Prince Larry barusan. Oh Ya Tuhan, aku sudah ngomong terlalu
banyak. Sesal hatinya.
“Ti.. tidak juga,” ujar Bianca langsung. “Luke tidak punya banyak teman di Hall of City, mungkin hanya aku yang dia
kenal dengan baik. Teman temannya kebanyakan di Giltown City semua.”
“Wah kalian sudah di sini rupanya. Dan sudah ngobrol akrab,” Permaisuri
tiba tiba masuk ke ruang santai dan
menyapa Prince Larry dan Bianca. “Jadi kurasa aku tak perlu memperkenalkan
kalian lagi.”
“Ya Ibu, kami sudah berkenalan.” Ujar Prince Larry.
“Profesor Gary, masuklah.” Permaisuri tiba tiba memanggil seseorang.
Orang yang Permaisuri panggil akhirnya masuk ke ruang santai. Ia seorang
pria setengah baya. Orangnya cukup tinggi dan ia berkacamata.
“Ini adalah Profesor Gary. Ia bertanggung jawab atas museum istana yang
terdapat di komplek istana Normand ini. Nah, malam ini, kurang lebih selama dua
jam kalian pergi ke Museum bersama Profesor Gary.”
“Museum?” tanya Prince Larry kaget. “Apa yang harus kami lakukan di
Museum?”
“Kau akan jadi pemandu wisata bagi Bianca. Dan kenapa harus ke museum malam
malam begini karena museum tutup pas malam hari. Jadi kalian jadi punya privacy.”
“Aku jadi Pemandu wisata? Aku tidak mengerti dengan segala hal yang ada di
sana Bu.” Protes Prince Larry.
“Kau kan dulu pernah belajar sejarah Larry, kau jelaskan pada Bianca
sesuatu yang kau ingat atau kau tahu saja. Dan itu juga fungsi Profesor Gary ada di sini malam ini. Ia akan
mendampingi kalian kalau kalau kalian butuh bantuan.”
“Haruskah kami pergi ke museum malam malam begini?” Protes Prince Larry
lagi.
“Harus. Ayo kalian segera berangkat. Selesai jalan jalan di museum, kalian
kembali lagi ke sini untuk makan malam.” Permaisuri tersenyum memperhatikan wajah
Prince Larry dan Bianca, “King Theodore nanti akan ikut makan malam bersama
dengan kita Bianca,” ujar Permaisuri ke arah Bianca, “nanti aku perkenalkan kau
padanya.”
“Baik Yang Mulia.” Ujar Bianca.
“Profesor Gary, tolong bantu mereka ya?” Permaisuri kini berbicara ke arah
Profesor Gary.
“Baik Yang Mulia.”
“Supirku sudah menunggu kalian di depan. Ayo berangkat sekarang. Aku tunggu
kalian dua jam lagi dari sekarang.”
Jalan jalan di museum pada malam hari ternyata asik juga. Prince Larry
menjelaskan apa apa yang ia ketahui pada Bianca. Bianca kadang bertanya tentang
ini itu kadang hanya diam saja mendengarkan dan memperhatikan.
Di museum tersebut diantaranya terdapat berbagai macam alat alat makan yang
terbuat dari perak yang digunakan pada masa dinasti Normand I, II dan III. Lalu
ada juga barang pecah belah dari keramik yang sangat langka yang berasal dari
jaman dinasti Ming yang dipunyai oleh generasi Normand II karena pada saat itu
Raja Normand II sangat tergila gila dengan sesuatu yang berbau Cina sehingga ia
mengoleksi beberapa peninggalan sejarah dari Dinasti Ming yang berasal dari
abad 5 – 7 SM. Raja Normand II saat itu memperoleh beberapa keramik itu dengan
cara menang lelang atau mendapat hadiah dari para kerabatnya. Semua alat makan dan keramik keramik mahal itu
disusun dalam kotak kotak kaca yang tebal yang punya pengamanan khusus sehingga
susah untuk dicuri. Kotak kotak kaca itu bahkan dilengkapi sinar laser. Alarm
akan langsung menyala jika ada seseorang yang mau mencurinya.
Keamanan kotak kotak kaca itu juga diberlakukan pada perhiasan perhiasan
super mahal yang disimpan di ruang khusus tersendiri. Perhiasan seperti kalung,
gelang, cincin, anting yang terbuat dari emas, berlian, intan, zamrud dan batu
ruby yang langka ada di sana. Di samping perhiasan itu ditaruh foto foto
keluarga kerajaan yang sedang menggunakan perhiasan tersebut.
Perhiasan tersebut jadi salah satu warisan dari para leluhur keluarga
kerajaan Normand untuk jadi warisan nasional dan tidak boleh dimiliki secara
pribadi oleh anak cucu mereka, tapi harus jadi aset kerajaan.
Bianca dulu waktu sekolah pernah datang ke Museum istana Normand bersama
teman teman dan gurunya saat mereka melakukan study tour, tapi saat itu ruang perhiasan ini belum ada. Belum lagi
banyak renovasi di sana sini dan penambahan barang barang baru sehingga Bianca
baru tahu tentang itu semua sekarang.
Salah satu yang paling Prince Larry kuasai dari yang ada di museum itu
adalah silsilah keluarga leluhurnya. Ada ruangan khusus di museum itu yang berisi
lukisan lukisan keluarga kerajaan dari mulai kakek buyut Prince Larry yang
mendirikan kerajaan Fillmore Green sampai keturunannya sekarang.
Prince Larry hafal betul dengan silsilah keluarganya karena dia memang
harus mengingatnya.
Setiap lukisan di museum itu satu persatu ia jelaskan pada Bianca.
“Ini Princess Angeline. Ia adalah
salah satu putri raja Normand III yang jadi primadonna saat itu.” Ujar Prince
Larry pada sebuah lukisan seorang perempuan yang sangat cantik. “Banyak laki
laki yang jatuh hati padanya. Tapi Princess
Angeline menjatuhkan pilihannya pada seorang atlit kuda.”
“Atlit kuda?” Bianca heran.
“Ya,” Prince Larry tersenyum, “walau di lukisan ini ia kelihatan feminin,
tapi sebenarnya ia sangat tomboy. Ia suka sekali berkuda.”
“Ooh.”
“Dari pernikahannya Princess Angeline
punya tiga anak laki laki yang tampan.”
Lalu hening.
“Apakah kita sudah menghabiskan waktu sekitar dua jam?” tanya Bianca setelah
mereka terdiam beberapa saat.
Prince Larry melihat jam tangannya. “Hampir.”
Lalu hening lagi.
“Kau sudah merasa bosan?” Prince Larry memperhatikan Bianca.
“Tidak juga. Tapi tiba tiba aku merasa takut. Aku merasa semua mata di
lukisan ini memandang ke arah kita.”
“Jangan macam macam Bianca.”
“Aku tidak macam macam. Dan mana Profesor Gary? Kenapa dia meninggalkan
kita berdua seperti ini. Ayo kita mencarinya.” Bianca lalu berjalan ke arah
pintu keluar.
“Bianca tunggu.”
Tapi langkah Bianca tambah lama tambah cepat. Bianca akhirnya malah berlari
dan Prince Larry langsung berlari juga untuk mengejarnya.
“Kenapa kau berlari seperti itu?” ujar Prince Larry di halaman Museum
karena Bianca ternyata berlari keluar museum. Nafas Prince Larry terengah engah
karena mengejar Bianca.
“Aku tidak tahu,” Bianca tertawa. “Aku ingin berlari saja. Dan kenapa Anda
juga berlari?”
“Aku berlari karena kau berlari.”
Mereka lalu tertawa berbarengan.
“Kau di dalam tadi merasa takut ya?” tanya Prince Larry kemudian.
“Sedikit. Kau tidak takut?”
“Tidak. Mereka semua yang ada di lukisan itu adalah leluhurku, kenapa aku
harus takut.”
“Ya, kau benar.” Ujar Bianca sambil menenangkan nafas.
“Aku pemandu wisata yang buruk ya?”
“Tidak juga. Kau pemandu wisata yang mengasikkan.”
“Sungguh?”
“Ya.”
“Kalian sudah mau pulang?” Profesor Gary tiba tiba muncul diantara mereka.
“Ya.” Ujar Prince Larry, “Ibu menunggu kami untuk makan malam.”
“Baiklah, aku akan meminta anak buahku untuk mengunci pintu Museum lagi.”
“Ya Profesor Gary, terimakasih atas bantuannya.” Ujar Prince Larry.
“Sama sama Yang Mulia.”
“Ayo,” Prince Larry meraih tangan Bianca dan menggenggamnya. “Kita kembali
ke King Palace.”
BAB SEMBILAN
Stadion sepakbola Hall of Fame Stadium
yang terletak d pusat kota Hall of City
malam ini dipenuhi oleh kurang lebih 60.000 penonton. Stadion kebanggaan
penduduk Hall of City ini sebenarnya
hanya mempunyai 50.000 kapasitas tempat duduk. Tapi karena malam ini merupakan
pertandingan final antara tim kesebelasan Hall
of City dan tim kesebelasan The
Metropolis untuk memperebutkan piala Putera Mahkota maka kurang lebih sepuluh
ribu penonton ikut menyaksikan pertandingan ini di dalam stadion walau harus
berdiri.
Di luar stadion, di halaman Hall of
Fame Stadium yang luas, suporter yang tidak kebagian tiket dari dua
kesebelasan nonton pertandingan itu melalui televisi LED layar lebar yang
dipasang di beberapa tempat.
Prince Larry adalah tamu kehormatan di acara itu. Ia sudah hadir di dalam
stadion dengan seluruh tim khusus yang biasa mendampinginya dan duduk di podium
khusus.
Di tiap tiap acara yang dihadirinya, Prince Larry biasanya didampingi sekretaris
pribadinya, wakil sekretaris pribadinya, juru foto istana, tim pers khusus
kerajaan, dua staf public relations,
tim medis, dan tentu saja para pengawal yang masing masing terdiri dari empat
orang bodyguard pribadi dan beberapa
pengawal khusus yang dilengkapi persenjataan yang berasal dari army kerajaan Fillmore Green. Bahkan sniper pun biasanya diturunkan untuk
mengawal Putera Mahkota walau ia mengawalnya dari kejauhan.
Ketatnya pengawalan terhadap Putera Mahkota dinasti Normand IV jika ia
mengunjungi suatu acara dikarenakan ia satu satunya keturunan Raja saat ini sehingga
dijaga betul keamanan dirinya.
Tugas sekretaris pribadi dan wakil sekretaris pribadi Prince Larry adalah
membantu Prince Larry dalam semua hal seperti mengatur jadwal kerja, menyiapkan
semua perlengkapan pribadi Prince Larry yang diperlukan, menyiapkan teks pidato
jika Prince Larry harus melakukan pidato atau semacam itu.
Sekretaris pribadi Prince Larry yang utama adalah seorang pria, namanya Mr.
Richards. Jam kerja Mr. Richards nyaris lebih dari 18 jam, ia punya waktu
istirahat sebentar saja. Ia selalu berada di samping Prince Larry kapanpun dan
dimanapun bahkan termasuk di Crown Palace jika Prince Larry juga perlu
bantuannya di Crown Palace. Tugas Mr.
Richards sesekali digantikan oleh wakil sekretarisnya yang bernama Laura Grey.
Biasanya Mr. Richards atau Miss Grey bergantian mendampingi Prince Larry, tapi
malam ini mereka dua duanya mendampingi Prince Larry.
Tim pers khusus dari kerajaan juga ikut mendampingi Prince Larry jika ada
suatu kegiatan resmi. Tugas tim pers khusus kerajaan adalah membuat laporan
catatan perjalanan yang dilakukan Putera Mahkota, dimana hasil dari tulisan
yang mereka buat akan dijadikan arsip dan jika diperlukan untuk dituangkan ke
dalam bentuk surat kabar, surat kabar tersebut biasanya beredar di kalangan intern istana saja. Selain dalam bentuk
tulisan mereka juga mengabadikannya dalam bentuk foto. Jumlah dari tim pers
khusus kerajaan yang mengikuti kegiatan Putera Mahkota ada dua orang yaitu
penulis dan fotographer.
Jumlah fotographer kerajaan yang biasa meliput kegiatan Prince Larry secara
bergantian ada empat orang. Mereka adalah fotographer profesional terbaik dari
Fillmore Green.
Dan tugas untuk mengabadikan kegiatan Prince Larry dalam bentuk foto di acara
pertandingan sepakbola kali ini jatuh
pada Bianca.
Bianca ditugaskan oleh Permaisuri untuk mengabadikan semua moment atau kegiatan yang dilakukan
Prince Larry.
Sebelum bertugas sebagai fotographer dadakan, Bianca ditraining secara khusus oleh fotographer istana yang paling senior.
Bianca diberi pengarahan tentang teknik dasar pemotretan karena seorang fotographer
harus tahu cara kerja kamera. Ia diberi pelatihan singkat tentang focusing dalam memotret yaitu proses
penajaman imaji pada bidang tertentu
suatu obyek pemotretan. Lalu tentang pengaturan speed dan pengaturan diafragma.
Bianca hanya ditraining selama dua
jam tentang itu semua.
Dan sekarang Bianca duduk di podium khusus yang sama dengan Prince Larry.
Ia dan tim Prince Larry lainnya duduk di deretan kursi di belakang Prince Larry.
Bianca harus mengikuti semua rangkaian kegiatan itu dari mulai Prince Larry
pergi dari istana sampai pulang lagi ke istana.
Sejak berangkat dari istana tadi, Bianca sudah banyak mengabadikan gambar
yang menurutnya menarik. Tapi ada beberapa moment
yang membuat Bianca merasa terganggu. Wakil sekretaris pribadi Prince Larry
yang bernama Laura Grey sepertinya terus terusan mencari kesempatan untuk
selalu dekat dengan Prince Larry. Ia sepertinya mengambil alih semua pekerjaan
Mr. Richards. Ia yang mengambilkan Prince Larry minum, ia langsung memberikan
tisue pada Prince Larry saat Prince Larry berkeringat. Ia juga yang memegang handphone Prince Larry. Ia akan langsung
memberikan handphone itu pada Prince
Larry begitu handphonenya bunyi,
lalu langsung memegang handphone itu
lagi setelah Prince Larry selesai bicara. Mr. Richards nyaris tidak melakukan
apa apa. Ia hanya duduk menemani Prince Larry dalam mengikuti pertandingan bola
itu.
Seharusnya aku diberi tugas
jadi asisten pribadi Prince Larry seperti yang dilakukan Laura biar aku cepat
akrab dengan Prince Larry, Keluh Bianca dalam hati, bukan malah
jadi fotographer dadakan seperti ini. Ini keahlian Luke, bukan aku.
Bianca akhirnya mengambil foto lagi. Ia mengarahkan kameranya ke arah
lapangan sepakbola.
Pertandingan sepakbola babak pertama ternyata berakhir dengan skor masih
satu sama. Tadi kedua tim sepakbola berhasil menjebol gawang masing masing
lawan. Sekarang para pemain sedang beristirahat.
Prince Larry menengok ke arah belakang mencari Bianca. Saat jeda seperti
ini ia ingin sekali ngobrol dengan Bianca. Sejak makan malam di King Palace minggu lalu, Prince Larry tidak
pernah punya kesempatan ngobrol dengan Bianca walau Bianca ikut dengannya malam
ini.
Prince Larry tadi ingin menghampiri Bianca dan ngobrol dengannya, tapi
menteri olahraga yang mendampinginya malam ini selalu mengajak dirinya ngobrol,
belum lagi ketua komite sepakbola Fillmore Green, terus terusan bercerita
betapa bangga dirinya karena stadion utama Fillmore Green Hall of Fame Stadium masuk sebagai daftar stadion paling megah dan
indah di Eropa.
Prince Larry hanya bisa melihat Bianca dari kejauhan. Bianca nampak asik
memotret para penonton dengan baju dan
dandanan mereka yang unik. Berbeda dengan dirinya yang memakai baju resmi,
Bianca mengenakan baju santai. Ia mengenakan kaos, celana jeans, coat panjang dan sepatu boat.
Seperti tahu diperhatikan Bianca tiba tiba menghentikan kegiatan
memotretnya. Ia lalu berpaling ke arah Prince Larry. Bianca lalu tersenyum sambil
melambaikan tangannya. Prince Larry langsung membalas lambaian tangan Bianca.
Memasuki babak kedua Bianca mulai merasa jenuh. Ia kurang suka sepakbola.
Walau ayahnya dan james fans fanatik kesebelasan Giltown City tapi ia kurang tertarik dengan sepakbola.
Kejenuhannya bertambah saat ia melihat Laura duduk disamping Prince Larry
saat Mr. Richards yang tadi duduk di samping Prince Larry berdiri dan melangkah
ke belakang untuk menerima telepon. Laura lalu membisikkan sesuatu pada Prince
Larry sambil tertawa tawa.
Apa yang lucu, gerutu Bianca kesal, Laura benar benar menyebalkan. Ia tak malu malu menunjukkan rasa
ketertarikannya pada Prince Larry di depan umum.
Bianca tiba tiba tersentak. Kenapa
aku kesal? Apa karena aku cemburu? Jangan
jangan aku jatuh cinta pada sang pangeran tanpa aku sadari.
Bianca akhirnya bangkit dari tempat duduknya. Ia memutuskan untuk keluar
podium untuk mencari udara segar.
Di halaman stadion ternyata banyak hal menarik yang bisa Bianca ambil
sebagai objek foto.
Fans disana gila gilaan dandanannya. Baju mereka unik unik mengikuti warna
tim kesebelasan favorit mereka. Mereka bahkan ada yang menari dan loncat loncat
dengan gembira.
Bianca lalu mengabadikan itu semua dan moment
lainnya di sekelilingnya. Setelah cukup lelah berkeliling, ia lalu memesan cappucinno di salah satu car food yang berjejer rapi di pinggir
halaman stadion dan minum cappucinno tersebut di salah satu kursi yang disediakan
oleh car food tersebut.
Prince Larry mengerutkan kening saat melihat bangku yang tadi diduduki
Bianca kosong. Ia lalu mengedarkan pandangannya ke podium tempatnya berada tapi
Bianca tidak ada di sekitarnya.
Prince Larry lalu menelepon John untuk menanyakan keberadaan Bianca karena
John dan timnya masih ditugaskan ibunya untuk terus mengawasi Bianca.
“Oh, Miss O’Brien sedang minum cappucinno
sekarang.”
“Minum cappucinno dimana?”
“Di sebuah car food.”
“Car food?” Prince Larry kaget, “di
luar stadion?”
“Iya. O, ya, dia juga makan kentang goreng dan cumi goreng sekarang. Dan
dia terlihat sangat menikmati makanannya.”
Ya Tuhan. Prince Larry langsung menghela nafas
kesal. Sepertinya Bianca tidak tertarik dengan kegiatan apapun yang dilakukan bersamanya.
Minggu lalu ia berlari meninggalkan museum. Dan sekarang ia memilih makan
kentang goreng dan cumi goreng di sebuah car
food daripada nonton bola bersamanya.
Entah kenapa perasaan kecewa tiba tiba mendera diri Prince Larry. Ia sudah
berharap banyak pada hubungan ini. Ia suka pada Bianca. Sejak ibunya bilang
Bianca yang akan dijodohkan dengan dirinya ia mulai belajar menyukai Bianca
walau mereka berdua saat itu belum berkenalan. Dan usahanya berhasil, ia benar
benar menyukai Bianca. Itu sebabnya ia
sangat antusias dengan semua kegiatan yang dijadwalkan oleh ibunya untuk mereka
berdua. Tapi yang antusias ternyata hanya dirinya saja, karena Bianca tidak
antusias sama sekali.
Pertandingan sepakbola antara kesebelasan Hall of City dan kesebelasan The
Metropolis tinggal lima belas menit lagi. Skor sementara untuk kedua tim
adalah 2 – 1 untuk kemenangan sementara kesebelasan The Metropolis.
Bianca yang dari tadi nonton bola di televisi di car food tempat ia makan merasa kaget pertandingan sebentar lagi
akan selesai. Ia terlalu asik makan. Ia harus cepat cepat kembali ke podium
untuk mengabadikan pemberian piala yang akan dilakukan Prince Larry kepada tim
yang menang nanti.
Bianca segera berlari untuk masuk kembali ke dalam stadion. Ia punya kartu
khusus yang membuat ia dengan mudah bisa keluar masuk stadion. Tapi langkah
Bianca terhenti ketika dilihatnya orang yang berkumpul di sekeliling stadion
tambah banyak. Ia harus menembus orang orang itu untuk bisa sampai ke pintu
stadion yang tadi dilewatinya. Tapi hal itu tidak mungkin ia lakukan karena orang
orang yang ada disekitarnya rata rata lebih besar dari dirinya. Ia nanti malah
akan tersesat diantara mereka.
Ya Tuhan, sepertinya aku
tidak akan berhasil masuk lagi ke sana. Keluh Bianca sedih. Ia menyesal sudah keluar dari
stadion. Di tugas pertamaku aku bahkan
langsung gagal, keluh Bianca dalam hati. Permaisuri pasti akan langsung mencoretku dari daftar menantu idamannya
karena aku tidak bisa dipercaya.
Tu.. tunggu dulu. Kenapa
tiba tiba aku berharap aku tidak dicoret jadi menantu Permaisuri? Aku mulai
mengharapkan pernikahan ini? Aku bahkan baru bertemu Prince Larry dalam dua
akhir pekan saja dan aku sudah mengharapkan dirinya? Masih tersisa enam akhir
pekan lainnya untukku dan Prince Larry untuk lebih saling mengenal lagi. Ujar Bianca dalam hati.
Bianca akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal di car food tadi sampai acara selesai. Ia pasrah kalau nanti ia benar
benar tidak jadi calon menantu favorit permaisuri lagi.
Tapi saat Bianca mau kembali ke car
food, John tiba tiba menghadang langkah Bianca.
“Mari kami bantu,” John tersenyum menatapnya, “Akan kami bukakan jalan
untuk Anda.” John lalu memberi kode pada teman temannya untuk melindungi
Bianca.
Teman teman John yang berjumlah lima orang akhirnya saling berpegang tangan
untuk membukakan jalan untuk Bianca. Bianca tersenyum pada mereka sambil
melangkah. “Terimakasih,” ujarnya lega.
Bianca sampai ke podium tepat waktu. Prince Larry baru akan memberikan
sambutan atas kemenangan tim The
Metropolis karena skor tidak berubah sampai akhir pertandingan yaitu 2 – 1
untuk kemenangan tim The Metropolis.
“Selamat untuk juara baru.” Ujar Prince Larry. “Dan jangan bersedih atau
patah semangat untuk juara bertahan Hall
of City yang dimusim ini harus puas menempati posisi kedua. Semoga tambah
kompak lagi kedepannya.”
Bianca langsung mengambil foto saat Prince Larry berpidato. Prince Larry
masih berpidato beberapa saat lagi. Setelah selesai berpidato ia turun ke area
lapangan untuk mengalungkan medali perak dan medali emas pada para pemain dan
memberikan piala kemenangan kepada tim The
Metropolis.
Bianca langsung mengikuti langkah Prince Larry. Ia terus mengabadikan foto
foto sampai semua proses pertandingan sepakbola itu selesai.
BAB SEPULUH
Suasana di sekitar Bianca sangat ramai. Orang orang berlalu lalang di
sekelilingnya. Ada dokter, perawat, pers dan lain lain.
Saat ini Bianca ada disebuah rumah sakit khusus anak. Ia mendapat tugas
dari Permaisuri untuk mendampingi Prince Larry untuk mengunjungi rumah sakit
itu. Tugasnya adalah mencatat keperluan beberapa pasien yang ada di sana,
sementara Prince Larry yang ngobrol atau melakukan wawancara dengan beberapa
pasien atau orangtua pasien.
Nanti, lewat Yayasan amal milik Permaisuri, Permaisuri akan membantu
kebutuhan beberapa pasien yang sudah Prince Larry dan Bianca datangi. Pasien
yang diberi bantuan dilakukan secara random
dan tergantung urgensi kebutuhan
mereka.
Permaisuri punya Yayasan amal yang berbeda beda, ada Yayasan amal yang
diperuntukkan untuk anak anak, dan ada juga yang diperuntukkan untuk orang yang
sudah tua atau jompo.
Yang diperuntukkan untuk anak anak diantaranya untuk para balita dimana ia
selalu membagikan susu dan popok gratis di beberapa panti sosial anak minimal
sebulan sekali, kegiatan lainnya adalah menjenguk anak anak yang sakit di rumah
sakit anak dan menolong mereka dengan mendata keperluan mereka apa seperti yang
dilakukan Bianca dan Prince Larry lakukan sekarang.
Untuk Yayasan amal yang diperuntukkan untuk orang yang sudah tua atau jompo,
Permaisuri juga rutin memberikan bantuan pada rumah rumah panti jompo berupa susu,
buah buahan segar dan vitamin. Kadang ia menyumbang fasilitas yang diperlukan
disana apa seperti tempat tidur, kursi roda dan lain lain. Sama seperti
kegiatan amal untuk anak anak, kegiatan mengunjungi panti panti jompo ini juga
dilakukan sebulan sekali dengan tempat yang berbeda beda, dipilih secara acak.
Kalau Permaisuri punya Yayasan amal untuk anak anak dan orangtua yang sudah
jompo, Prince Larry punya Yayasan amal khusus di bidang pendidikan, seni,
budaya dan olahraga. Prince Larry, melalui Yayasan amal yang dimilikinya
menyediakan beasiswa pendidikan hingga jenjang S 2 untuk siapa saja warga Fillmore Green yang mempunyai prestasi
di bidang pendidikan, seni, budaya dan olah raga yang mengharumkan nama
pemerintahan Kerajaan Fillmore Green. Pendidikan mereka ditanggung oleh Yayasan
amal Prince Larry bahkan jika mereka memilih kuliah di Luar Negeri.
King Theodore lain lagi, Yayasan amal yang dimilikinya adalah khusus
berkenaan dengan bencana alam. Ia akan membantu warga Fillmore Green yang sedang terkena musibah yang diakibatkan oleh bencana
alam. Tapi tidak menutup kemungkinan bantuan yang ia lakukan hingga keluar
negeri, tergantung urgensi kebutuhan
dari mereka apa.
Mengunjungi rumah sakit anak di hari Minggu siang ini harusnya dilakukan
oleh Permaisuri karena sudah dijadwalkan jauh jauh hari. Tapi Permaisuri
membatalkan rencananya dan menugaskan Prince Larry untuk menggantikan dirinya.
Bianca ikut dilibatkan dalam kegiatan ini. Dan ini adalah kegiatan Prince Larry
dan Bianca yang ketiga yang mereka lakukan secara bersama sama setelah pergi ke
museum dan nonton pertandingan sepak bola.
Prince Larry tampak penuh perhatian mendengarkan keluhan para orangtua dari
para anak anak yang sakit tersebut. Bianca yang ada disamping Prince Larry saat
Prince Larry ngobrol dengan mereka juga tak dapat menahan rasa sedihnya
mendengarkan perjuangan para orangtua itu dalam mendampingi anak mereka yang
sakit. Ia merasa kasihan pada anak anak yang sakit itu. Bahkan ada beberapa
diantaranya menderita sakit leukemia.
Dalam kunjungannya itu pula Prince Larry membagi bagikan boneka pada para
pasien anak perempuan dan mainan mobil mobilan, pesawat pesawatan dan robot
robotan pada para pasien anak laki laki.
Pers ikut meliput kegiatan Prince Larry. Dan Pers yang meliput kegiatan itu
bukan dari pers kerajaan saja tapi pers pada umumnya.
Bianca berusaha menutupi wajahnya. Ia tak mau wajahnya masuk dalam pemberitaan
manapun. Walau orang orang di sekitarnya tidak mengenal dirinya dan
menganggapnya sebagai bagian dari tim khusus Putera Mahkota, tapi ia khawatir
akan ada yang mengenalinya jika wajahnya masuk dalam media massa atau internet.
Ia akhirnya mengenakan syal, topi dan kacamata hitam untuk menyembunyikan
wajahnya.
Dalam kegiatannya kali ini Bianca kembali didera rasa kesal saat dilihatnya
seorang dokter perempuan yang cantik terus terusan mendampingi Prince Larry dan
memberikan keterangan ini itu pada Prince Larry walau Prince Larry tidak
bertanya apa apa. Dan sebagai sikap sopan Prince Larry akhirnya mendengarkan
keterangan sang dokter walau kelihatan sedikit jenuh.
Bahkan ketika akhirnya mereka makan siang di suatu ruangan yang sudah
disiapkan untuk Prince Larry, dokter itu ikut makan siang satu meja dengan
Prince Larry bersama dokter dokter lainnya. Otomatis, Bianca yang tadinya mau
makan siang satu meja dengan Prince Larry jadi tersingkir. Ia harus puas makan siang
bareng tim pers kerajaan.
Kenapa selalu ada wanita
wanita cantik di sekeliling Prince Larry? Keluh Bianca kesal. Minggu kemarin Laura dan sekarang dokter genit itu?!
Ketika akhirnya kegiatan mengunjungi rumah sakit anak itu selesai, Bianca
merasa sangat lelah. Ia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah kontrakannya
walau hari masih sore. Ia ingin beristirahat karena hari Senin besok ia harus bekerja.
Lusa ia akan menemui Permaisuri untuk melaporkan hasil pekerjaannya.
Dari rumah sakit Bianca pulang dengan menggunakan taksi dan tidak ikut salah
satu mobil rombongan Prince Larry untuk kembali ke istana. Ia bahkan tak
pamitan pada Prince Larry karena selalu saja ada orang orang di sekitar Prince
Larry yang mengajak Prince Larry berbicara.
Prince Larry kebingungan mencari Bianca ketika ia dan rombongannya sampai
di Green Palace. Ia menyangka mobil
yang membawa Bianca langsung pergi ke King
Palace sehingga ia meminta supirnya untuk pergi ke King Palace, tapi ternyata di King
Palace Bianca juga tidak ada.
Prince Larry merasa kecewa. Ia ingin mengajak Bianca makan malam bersamanya
di Crown Palace karena seharian ini
ia tak punya kesempatan ngobrol dengan Bianca, tapi saat ia menelepon John
menanyakan Bianca dimana, John bilang Bianca sudah pulang ke rumah
kontrakannya.
“Akhirnya, aku bisa pergi denganmu juga,” Luke tersenyum menatap Bianca. Ia
merasa senang Bianca akhirnya mau pegi dengannya setelah beberapa kali Bianca
menolak ajakannya. Bianca bilang padanya bahwa ia akhir akhir ini selalu sibuk
karena selalu ada acara yang harus ia hadiri, “kau sepertinya lebih sibuk dari
King Theodore,” komentar Luke sambil tertawa.
Bianca hanya tersenyum. Ia sesekali membolak balik udang yang sedang
dibakarnya. Bianca dan Luke sekarang sedang berada di restoran Mr. Lorenzo di Parklane. Dan berbeda dengan kunjungan
mereka pertama dulu, pada kunjungan kedua ini Luke mau masak sendiri makanan
yang akan mereka santap.
Mereka sudah membakar dan merebus udang, ikan dan kerang yang banyak.
“Kukira segini dulu masakannya, ayo kita makan.” Ujar Bianca sambil
meletakkan udang udang yang baru dibakar ke dalam piring dan menghidangkannya
di meja mereka.
“Kelihatannya enak betul,” Luke tak sabar untuk tidak menyendok udang itu
satu dan memasukkannya ke mulutnya.
“Bagaimana rasanya?”
“Lumayan enak.”
“Lumayan? Berarti tidak betul betul enak?” tanya Bianca sambil tertawa.
“Yah, masih enak masakan Mr. Lorenzo sih, tapi tidak masalah,” Luke kembali
mencomot udang satu.
Bianca mulai makan dengan lahapnya. Selama tiga pekan terakhir ini, sejak
Bianca kenal dengan Prince Larry ia selalu makan tidak dalam porsi yang benar. Ia
selalu makan sedikit. Ia selalu gelisah. Entah kenapa.
Dan ketika mendekati akhir pekan ia selalu antusias dengan acara apa yang
dijadwalkan Permaisuri untuk ia dan Prince Larry lakukan. Tapi ketika acara itu
sudah dilakukan, kekecewaan yang didapat Bianca karena ia tak bisa betul betul
dekat dengan Prince Larry, karena selalu saja ada orang di sekitar mereka.
Hanya kegiatan pertama mereka di museum dulu yang membuat ia merasa dekat.
“Akhir pekan besok aku akan mulai mendatangi beberapa lokasi kantor yang
dijual yang aku butuhkan untuk studio fotoku. Aku sudah mendapat beberapa
tempat dengan browsing di internet.
Kau ikut denganku ya mengunjungi tempat tempat itu?” harap Luke sambil makan
kerang.
“Tidak bisa Luke,” keluh Bianca, “kan sudah aku bilang tiap akhir pekan aku
ada acara. Malam ini saja aku menyempatkan diri pergi denganmu. Tapi hari Sabtu
atau Minggu besok aku ada acara.”
“Acara apa sih?”
“Aku tidak bisa mengatakannya. Ini acara khusus wanita.”
“Acara khusus wanita?” Luke heran, “seperti apa?”
“Seperti apa ya,” Bianca bingung karena tadi ia asal bicara. “Ya pokoknya
acara khusus wanita. Kau pergi dengan Casey aja ya? Nanti aku telepon Casey memintanya
untuk menemanimu.”
“Casey tidak ikut dalan acara khusus wanita tadi?” tanya Luke.
“Tidak, Casey tidak ikut. Nanti habis makan aku akan meneleponnya. Ia pasti
senang bisa menemanimu.”
“Baiklah, tidak masalah.”
Prince Larry sedang makan malam di Crown
Palace ketika sebuah pesan dari John masuk ke handphone-nya. Prince Larry langsung membaca pesan itu.
Selamat malam Yang Mulia,
aku hanya ingin memberitahu bahwa Miss. O’Brien saat ini sedang makan malam
dengan seorang teman prianya di pinggir pantai di Parklane. Ini restoran yang
sama yang Miss. O’Brien kunjungi beberapa waktu lalu saat ia membelikan kami
makan malam. Miss. O’Brien dan teman prianya memasak sendiri makanan yang akan
mereka makan.
Prince Larry langsung kehilangan selera makannya setelah membaca pesan dari
John. Ia menghentikan kegiatan makannya dan bangkit dari duduknya. Ia lalu
berjalan ke ruang santai di Crown Palace.
Ia langsung menelepon John ketika sudah duduk di sebuah sofa yang nyaman yang
terletak di depan televisi.
“Aku tidak bertanya apa yang sedang dilakukan Miss. O’Brien sekarang,” ujar
Prince Larry langsung saat John menjawab panggilannya.
“Maaf Yang Mulia, kupikir Anda ingin tahu.”
“Tidak, aku tidak ingin tahu. Dan jangan memberitahu aku sesuatu kalau aku
tidak bertanya padamu.”
“Baik Yang Mulia. Maaf.”
“Ok.”
“Masalahnya,” John diam sejenak.
“Masalahnya apa?”
“Masalahnya Miss O’Brien hampir tidak pernah keluar rumah kecuali ada acara
di akhir pekan bersama Anda. Setiap pulang kerja ia akan langsung pulang ke
rumah kontrakannya dan tidak pergi kemana mana lagi. Sesekali ia beli makanan
untuk makan malam tapi hanya di sekitar rumahnya saja, tidak jauh. Dan baru
malam ini ia pergi jauh dari rumah kontrakannya. Teman prianya menjemputnya
dengan mobilnya.”
“Ya, baiklah. Terimakasih untuk informasinya.”
“Sama sama Yang Mulia.” Ujar John.
“Kau tahu siapa teman prianya itu?”
“Iya Yang Mulia. Namanya Luke Lucas.”
Oh hebat sekali, ujar Prince Larry kesal, Luke dengan mudah bisa makan malam berdua
dengan Bianca dan aku tidak.
“Yang Mulia,” suara John terdengar lagi, “mereka saling menyuapi sekarang
sambil tertawa tawa dan...”
“John,” potong Prince Larry cepat.
“Ya?”
“Aku ingin menonton televisi sekarang.” Prince Larry mematikan hubungan
teleponnya dengan John dan langsung menyalakan televisi.
Tapi ia tak bisa konsentrasi menonton. Informasi dari John membuatnya tersadar dengan apa yang sesungguhnya
terjadi. Bianca dan Luke bukan teman biasa, mereka pasti punya hubungan khusus.
Itu sebabnya Bianca tidak antusias dengan semua kegiatan yang mereka lakukan
secara bersama sama. Tapi Prince Larry sudah jatuh cinta padanya. Kalaupun
nanti Bianca benar benar tidak mau menikah dengannya, ia ingin Bianca tetap
jadi teman baikknya karena ia benar benar menyukai Bianca.
BAB SEBELAS
Redwood adalah sebuah district terbesar kedua setelah Hall
of City. Kota Redwood terkenal
akan bunga tulipnya yang berwarna merah. Banyak penduduk di Redwood yang menanam tulip di halaman
rumah mereka. Karena itu pula maka pemerintahan dinasti Normand IV memutuskan
untuk membangun taman bunga nasional yang dibuka untuk umum yang lebih besar
dari yang ada Parklane.
Peresmian taman bunga nasional di Redwood
dilaksanakan pada hari Sabtu siang dan dilakukan oleh Permaisuri. Permaisuri
datang ke Redwood bersama suami dan
puteranya.
Bianca ikut bersama rombongan mereka. Dan seperti di pertandingan sepakbola
dua pekan lalu, tugas Bianca kali ini juga menjadi seorang fotographer. Ia
dibekali kamera mahal yang dulu digunakannya di pertandingan sepakbola.
Bianca sangat menyukai tugasnya. Ia mulai menikmati pekerjaan sebagai seorang
fotographer. Apalagi objek yang akan ia foto saat ini sangat beragam, selain
bunga bunga yang indah yang ada di National
Park of Redwood ia juga bisa mengabadikan kemeriahan karnaval bunga yang
turut di gelar disana.
Karnaval itu dilakukan sebelum peresmian taman bunga oleh Permaisuri. Iring
iringan Karnaval dimulai dari depan National
Park of Redwood lalu melewati beberapa jalan raya di Redwood untuk akhirnya kembali ke National Park of Redwood.
Karnaval itu terdiri dari pagelaran mobil yang dihiasi bunga, tarian dan
nyanyian dengan pakaian yang dikenakan penyanyi atau penarinya yang dihiasi bunga,
marching band dan juga atraksi akrobat.
Beberapa selebritis sampai ratu kecantikan Fillmore Green ikut meramaikan
karnaval itu.
Tapi dari semua peserta karnaval yang ada, yang paling menyedot perhatian
adalah tampilnya keluarga kerajaan Dinasti Normand IV yang turut dalam karnaval
tersebut. Cukup jarang keluarga kerajaan turun ke jalan raya seperti itu
sehingga kehadiran mereka sangat ditunggu oleh masyarakat.
Keluarga kerajaan berada dalam iring iringan karnaval itu dengan
menggunakan kereta kuda yang dihiasi bunga yang berwarna warni. Selain keluarga
inti kerajaan yang juga hadir dalam karnaval itu adalah para sepupu dan
keponakan Raja.
King Theodore dan permaisuri duduk dalam satu kereta. Princess Marry, adik
King Theodore, suaminya, dan Princess Magdalena, Puteri mereka, berada di
kereta yang lain. Prince Leonard dan tiga sepupu laki lakinya yang lain memilih
naik kuda. Sementara Prince Larry duduk satu kereta dengan sepupu jauhnya yang
bernama Lady Serena.
Lady Serena adalah cucu dari paman tiri King Theodore. Jadi Ayah King
Theodore punya saudara tiri laki laki dari ibu yang berbeda. Paman tiri King
Theodore itu menikah dengan seorang wanita Italia dan punya tiga orang anak
perempuan. Salah satu dari puterinya itu merupakan ibu dari Lady Serena.
Bianca bahkan kali ini tidak merasa kesal lagi saat melihat Prince Larry
dan Lady Serena duduk dalam satu kereta kuda. Ia sangat menyukai Lady Serena
karena kecantikannya begitu khas. Tutur kata Lady Serena juga begitu lembut.
Dan senyumnya menarik sekali.
Dulu, beberapa tahun yang lalu sebelum Prince Larry menjalin hubungan
dengan Lady Sara, Prince Larry pernah digosipkan punya hubungan tertentu dengan
Lady Serena, tapi saat itu Prince Larry membantahnya.
Berbeda dengan Lady Sara yang bekerja sebagai seorang penguasaha karena
Lady Sara punya beberapa butik yang menjual tas branded berlabel namanya,
Lady Serena bekerja sebagai seorang director
dari suatu Yayasan yang menaungi kontes puteri kecantikan di Fillmore Green.
Bianca, dalam tugasnya kali ini ditempatkan dalam suatu mobil hias yang
cukup besar.
Bianca sangat senang naik mobil itu karena mobil itu mobil tingkat dan ia
bisa duduk di tingkat kedua mobil itu untuk mengabadikan semua moment yang ada di sekitarnya.
Selain mobil hias yang Bianca tumpangi, masih banyak lagi mobil mobil hias
lainnya di belakang mereka.
Penduduk Redwood nampak berkumpul
di pinggir jalan untuk menyaksikan karnaval tersebut. Dari berita yang Bianca
baca di internet, yang datang ke karnaval bunga di Redwood kali ini bukan saja penduduk Redwood dan penduduk yang berasal dari kota kota besar di Fillmore
Green lainnya, tapi juga dari mancanegara. Maka tak usah heran kalau semua
hotel yang ada di Redwood habis
dibooking oleh para wisatawan. Mereka datang ke Redwood khusus untuk menghadiri
acara karnaval bunga dan peresmian National
Park of Redwood.
Acara peresmian taman bunga di Redwood
berjalan dengan lancar. Semua rangkaian acara tersebut disiarkan secara
langsung di tv nasional. Semua antusias dengan keindahan bunga bunga di sana.
Hanya anggota keluarga kerajaan dan tamu khusus undangan yang boleh berada
di taman bunga nasional Redwood itu sesaat
setelah peresmian dilakukan. Mereka diberi waktu kurang lebih dua jam untuk
menikmati keindahan taman di sana. Itu dilakukan untuk menghormati privacy mereka.
Setelah nanti keluarga kerajaan meninggalkan arena taman, taman itu baru dibuka
untuk umum. Namun begitu, orang orang yang antusias ingin masuk ke taman
tersebut sudah antri walau masih dibuka dua jam lagi.
Bianca berkeliling ke sana ke mari tanpa mengenal lelah. Dan sama seperti
waktu di rumah sakit akhir pekan kemarin, Bianca mengenakan syal, topi dan
kacamata hitam untuk menutupi identitasnya karena media massa ikut meliput
kegiatan rombongan keluarga kerajaan di dalam taman. Tapi Bianca menggunakan
baju yang lebih feminin dibandingkan saat mengunjungi rumah sakit. Bianca mengenakan
longdress dengan sepatu boot. Ia tak memakai jaket karena cuaca
cukup hangat.
Banyak objek foto yang Bianca foto. Selain aneka macam bunga yang indah, sesekali
ia juga mengambil foto anggota keluarga kerajaan yang nampak asik foto foto
dengan bunga bunga di sekitar mereka. Prince Larry nampak asik berbincang
bincang dengan Lady Serena, Princess Magdalena dan beberapa perempuan lainnya
yang entah siapa.
Bianca lalu mengambil foto Prince Larry dengan wanita wanita itu lalu pergi
lagi ke tempat lain.
Lelah berkeliling akhirnya Bianca duduk di sebuah kursi taman. Ia membuka
kacamata hitamnya dan memejamkan mata untuk mengistirahatkan matanya yang
terasa lelah. Suara burung yang berkicau dan suara air yang mengalir dari air
mancur yang terletak tidak jauh dari bangku taman yang didudukinya membuat
pendengaran Bianca terasa nyaman.
Bianca cukup lama memejamkan mata. Ketika ia membuka mata ia kaget
mendapati Prince Larry sudah duduk disampingnya memperhatikan dirinya.
“Boleh kulihat hasil jepretanmu?” tanya Prince Larry saat Bianca menatap
dirinya kaget.
Bianca ragu ragu menyerahkan kamera yang dipegangnya. Tapi akhirnya ia
menyerahkan juga kameranya.
Prince Larry menerima kamera dari Bianca lalu melihat lihat hasil jepretan
Bianca.
“Ini semua tidak menarik,” komentar Prince Larry sambil terus melihat
lihat.
“Aku memang bukan fotographer profesional. Aku fotographer dadakan.” Sahut
Bianca langsung. Bianca tidak merasa kesal karena fotographer istana memang
profesional semuanya.
“Tidak, bukan hasil fotonya, tapi objek foto yang ada di dalamnya.”
“Objek fotonya?”
“Ya,” Prince Larry tersenyum menatap Bianca, “tidak ada foto dirimu di
dalamnya, padahal kau objek paling menarik dari semua objek yang ada.”
Bianca kehilangan kata kata. Ia tak tahu apa yang harus diucapkannya
mendengar Prince Larry ngomong seperti itu tentang dirinya.
Prince Larry tiba tiba berdiri dari duduknya lalu mengarahkan kameranya
pada Bianca dan memoto Bianca.
“Apa yang Anda lakukan?” tanya Bianca kaget.
“Memoto dirimu.”
“Tidak, jangan.” Ujar Bianca sambil berdiri, “berikan kameranya padaku.”
“Tidak,” Prince Larry menghindar ketika Bianca akan mengambil kameranya.
“Berdirilah di samping air mancur itu, latar belakangnya bagus, aku akan
memotomu disana. Kau pasti cantik difoto dengan latar air mancur itu.”
“Aku tidak mau.”
“Ya sudah, latar belakang pohon bunga matahari ini juga bagus untukmu.”
Prince Larry memoto Bianca lagi dan lagi. Di belakang Bianca berjejer pohon
bunga matahari yang sedang bermekaran.
“Yang Mulia, tolong berikan kameranya padaku, please?”
“Tidak, aku belum selesai. Ayo tersenyum Bianca, kau cantik sekali kalau
sedang tersenyum.”
Bianca tidak melakukan apa yang diminta Prince Larry, ia malah cemberut.
“Hai, kalian sedang apa?” Prince Leonard tiba tiba muncul diantara mereka.
“Miss. O’Brien apa kabar? Masih ingat aku? Kita pernah dansa di acara
pernikahan Daniella.”
“Ya Yang Mulia, aku ingat. Kabarku baik.” Jawab Bianca.
“Apa yang kau lakukan di sini Leo?” tanya Prince Larry kesal. Ia merasa
keasikannya berdua Bianca jadi terganggu dengan kedatangan adik sepupunya.
Padahal untuk bisa berdua Bianca seperti ini susahnya setengah mati.
“Aku yang bertanya seperti itu lebih dulu tadi, kalian sedang apa?”
“Kau tidak lihat aku pegang kamera?” teriak Prince Larry, “aku sedang foto
foto, bukan sedang main badminton.”
“Ya, kau benar,” Prince Leonard tersenyum lebar. “Bagaimana kalau sekarang
kau foto aku berdua Miss. O’Brien. Kami pasangan serasi kan?” Prince Leonard
mendekati Bianca dan merangkul pundak Bianca.
“Menyingkirlah darinya Leo, kau bukan objek yang asik untuk di foto.”
“Menurutmu begitu?”
“Ya.”
“Tapi kenapa tadi banyak gadis cantik berebut minta foto denganku?”
“Mereka mungkin salah makan sesuatu. Pergilah dari sini sekarang juga,
okey?”
Prince Leonard nampak menimbang nimbang, tapi kemudian ia melangkah pergi.
“Baiklah, sampai bertemu lagi Miss. O’Brien.” Serunya ke arah Bianca.
Bianca tersenyum, “ya sampai bertemu lagi.”
Setelah Prince Leonard pergi, Bianca kembali menatap Prince Larry, “kameranya,
please?”
“Tidak, kamera ini akan aku bawa pulang. Kau pasti nanti menghapus foto
foto hasil jepretanku tadi.”
“Tidak, aku tidak akan menghapusnya,”
“Aku tidak percaya.”
“Tapi ..” kata kata Bianca terhenti ketika Lady Serena datang menghampiri
Prince Larry.
“Yang Mulia, aku mencarimu.”
Untuk kedua kalinya Prince Larry merasa kesal karena keasikannya berdua
Bianca terganggu, tapi ia membiarkan Lady Serena berdiri di sampingnya dan
tidak memintanya pergi.
“Kau bebas tugas sekarang ini Miss O’Brien,” ujar Prince Larry pada Bianca.
“Kau tidak harus mengambil foto lagi, nikmati saja pemandangan indah di
sekitarmu, okey?”
“Tapi acara belum selesai Yang Mulia.”
“Sudah, acara sudah selesai, tidak lama dari sekarang, kita semua akan
kembali ke Hall of City. Kamera ini
aman bersamaku. Sampai bertemu lagi.” Prince Larry lalu pergi dengan diikuti
Lady Serena.
Bianca menatap kepergian Prince Larry kesal. Ia lalu mengeluarkan handphone-nya dan mulai memoto air
mancur dengan menggunakan handphone-nya.
Malam harinya Bianca tak bisa tidur. Kata kata Prince Larry bahwa Bianca
objek yang menarik untuk difoto membuat Bianca gelisah.
Prince Larry memuji dirinya.
Apa maksudnya? Apa Prince Larry menyukaiku? Dada Bianca tiba tiba berdebar. Kalau Prince Larry benar benar menyukaiku,
aku akan menjadi orang paling berbahagia di dunia ini karena ketakutan terbesarku
dari rencana perjodohan ini adalah aku tidak disukai atau tidak dicintai oleh
diri Prince Larry. Karena bagaimana aku bisa menikah saat aku tahu calon
suamiku tidak mencintaiku?
Bianca berharap bahwa dugaannya Prince Larry menyukai dirinya benar, karena
itu akan mempermudah semuanya. Semua proses pendekatan ini. Dan semua rencana
Permaisuri untuk menjadikan Bianca sebagai menantunya.
Bianca kini bahkan tidak sabar untuk bertemu dengan Prince Larry lagi
minggu depan. Sejauh ini sudah empat
akhir pekan ia habiskan bersama Prince Larry. Masih tersisa empat akhir pekan
lagi sebelum akhirnya Bianca memutuskan apakah ia akan menolak atau menerima
permintaan Permaisuri jadi menantunya.
Bianca lalu menarik selimutnya, bersiap siap untuk tidur, tapi handphonenya tiba tiba bunyi. Ternyata
Claudia yang meneleponnya.
“Hallo,” Bianca menjawab panggilan Claudia dengan mata ngantuk.
“Kau lihat berita tentang peresmian taman bunga di Redwood hari ini?” tanya Claudia langsung.
“Ya, memang kenapa?”
“Sepertinya Prince Larry dekat lagi dengan Lady Serena. Mereka bahkan duduk
satu kereta.”
“Menurutmu begitu? Mereka dekat lagi?” tanya Bianca.
“Ya. Tentu saja. Mereka dulu pernah dekat. Dan sejak Daniella batal menikah
dengan Prince Larry sepertinya Lady Serena satu satunya calon yang potensial untuk jadi menantu King
Theodore dan permaisuri.”
“Bagaimana dengan Lady Sara?”
“Lady Sara?” Claudia mengulang pertanyaan Bianca, “ia kan sudah putus
dengan Prince Larry.”
“Tahu darimana mereka sudah putus?” Bianca langsung duduk di tempat tidur,
merasa tertarik dengan apa yang dibicarakan Claudia.
“Ya dari pemberitaanlah. Aku dengar Permaisuri tidak suka Lady Sara karena sudah
bertindak brutal seperti Daniella. Jadi pastinya tidak adil kalau Daniella
batal jadi menantu Permaisuri sementara Lady Sara diterima padahal mereka
berdua sudah sama sama bertindak brutal. Jadi biar adil, mereka berdua dicoret
dari daftar menantu idaman sang Permaisuri.”
Bianca terdiam. Pantas pemberitaan tentang Prince Larry dan Lady Sara tidak
ada lagi sejak insiden perkelahian Lady Sara dan Daniella.
“Ehm, jadi menurutmu Claud, Prince Larry tidak kencan dengan siapapun sejak
batal menikah dengan Daniella dan putus dengan Lady Sara?”
“Sepertinya begitu sampai Lady Serena muncul lagi. Sepertinya hari ini momentum yang pas bagi permaisuri untuk
memperkenalkan calon menantunya ke masyarakat umum, itu sebabnya Prince Larry
dan Lady Serena duduk satu kereta seperti itu.”
Bianca tidak tahu harus ngomong apa. Ia tak mungkin bilang pada Claudia
kalau dugaan Claudia salah.
Sebelum pergi meninggalkan komplek istana tadi sore, Permaisuri menghampiri
Bianca dan mengajak Bianca bercakap cakap sebentar. Permaisuri meminta maaf
padanya karena sudah menempatkan Lady Serena satu kereta dengan Prince Larry. Menurut
Permaisuri hal itu terpaksa ia lakukan karena harus ada yang menemani Prince
Larry di kereta itu. Ia tak mungkin menempatkan Bianca di sana karena akan
terjadi kehebohan sementara Bianca sendiri belum tentu mau menerima perjodohan
yang ia usulkan. Bianca bilang pada Permaisuri bahwa ia mengerti akan hal itu
dan Permaisuri tidak usah khawatir.
“Claud, bisakah kita membicarakan mengenai hal ini kapan kapan lagi? Aku
mau tidur.”
“Seingatku, setiap aku meneleponmu kau selalu mau tidur.” Keluh Claudia.
“Dan seingatku kau meneleponku tidak pernah di bawah jam sepuluh malam.”
Protes Bianca.
“Baiklah, kapan kapan aku meneleponmu lagi.”
“Oke. Bye Claud.”
“Bye Bianca. Mimpi Indah.”
BAB DUA BELAS
Pesawat kerajaan yang membawa Putera Mahkota dan rombongannya baru take off dari bandara Internasional Hall of City Airport. Hari Sabtu ini sampai dua hari kedepan Prince
Larry mendapat tugas kenegaraan untuk mengunjungi Italia.
Bianca ikut di dalamnya dan masih diberi tugas sebagai fotographer. Tapi
kali ini Bianca didampingi oleh seorang fotographer profesional.
Bianca terpaksa ijin untuk tidak masuk kerja pada hari Senin lusa. Ia
membawa baju secukupnya saja. Ia pergi ke Italia bukan untuk jalan jalan atau
shopping tapi untuk ‘bekerja’. Dan Bianca antusias dengan ‘pekerjaan’nya itu.
Ia belum bisa menyapa Prince Larry sejak datang ke Green Palace karena kesibukan yang harus dipersiapkan dirinya dan
kru rombongan yang lain. Ia bahkan tidak melihat Prince Larry di Green Palace.
Di dalam pesawat Bianca ditempatkan di tempat duduk khusus kru yang berada
di tengah pesawat. Sementara Prince Larry, sekretaris pribadinya dan pejabat
pejabat lain yang mengiringi perjalannya duduk di kursi yang berada di depan
pesawat, dibelakang flight deck.
Bianca duduk sendirian sementara teman temannya yang lain duduk berdua.
Bianca memang kurang akrab dengan mereka. Mereka juga hanya say hello pada Bianca kalau kebetulan
bertemu. Mereka jarang ngobrol banyak, mereka hanya ngobrol seperlunya.
Tapi Bianca senang bisa duduk sendiri seperti itu karena ia bisa dengan
leluasa bergerak atau tidur.
Bianca sedang memperhatikan komplek Istana Normand dari jendela pesawat
ketika Prince Larry ikut memperhatikan apa yang Bianca perhatikan.
“Aku selalu suka tanah kelahiranku.” Komentarnya, “tanah kelahiran kita
cantik ya?”
“Yang Mulia, apa yang Anda lakukan disini?” Bianca kaget dengan kehadiran
Prince Larry yang tiba tiba.
“Mencarimu. Ayo bangun, kau duduk di depan denganku.”
“Tidak mau.” Sahut Bianca cepat. Ia tidak menolak permintaan Prince Larry
tapi ia menghindari gosip yang nanti akan muncul kalau orang orang di pesawat
melihat keakraban dirinya dengan Prince Larry.
“Tidak mau?” Prince Larry kecewa.
“Nanti kita bicara lagi ok?” Bianca bingung menjelaskan situasinya yang
tidak enak yang dihadapinya karena orang orang disekitarnya pasti sedang mendengarkan
pembicaraan mereka.
“Nanti? Nanti kapan? Setelah turun dari pesawat aku akan sibuk sekali.”
Bianca akhirnya menuliskan sesuatu di sebuah kertas lalu menyerahkan kertas
itu pada Prince Larry, “ini nomor teleponku,” ujar Bianca sambil tersenyum, “Anda
bisa meneleponku jika situasinya memungkinkan, atau mengirim pesan padaku kalau
situasinya tidak memungkinan.”
“Baiklah,” Prince Larry lalu mengambil kertas yang disodorkan Bianca padanya
dan pergi ke tempat duduknya lagi.
Beberapa saat kemudian Bianca mendapat pesan dari Prince Larry.
Setelah lima akhir pekan kau
baru memberikan nomor teleponmu padaku?
Bianca langsung membalasnya.
Anda tidak pernah bertanya.
Prince Larry.
Aku sengaja. Aku memang
tidak mau bertanya. Aku menunggumu memberikannya. Tapi SETELAH LIMA MINGGU?
Bianca.
Sudahlah Yang Mulia, jangan
mengeluh. Kita sedang ngobrol sekarang bukan?
Prince Larry.
Aku pernah bilang panggil
namaku saja kalau kita sedang ngobrol berdua seperti ini.
Bianca.
Aku tidak terbiasa.
Prince Larry.
Sebaiknya mulai membiasakan
diri.
Bianca
Baiklah, akan kucoba.
Prince Larry.
Ngomong ngomong kau cantik dengan
baju merahmu. Aku suka melihatnya.
Bianca tersenyum. Ia merasa yakin bahwa perjalanan dirinya ke Italia tidak
akan terasa membosankan.
Selama berada di Roma, Bianca nyaris tak punya waktu untuk ngobrol dengan
Prince Larry secara langsung karena Prince Larry sibuk mengikuti semua kegiatan
yang diagendakan. Dari mulai pertemuan bilateral antara kedua negara hingga
makan siang dengan para selebritis untuk penggalangan dana untuk membantu anak
anak yang kurang gizi di beberapa belahan dunia lainnya.
Sesekali Prince Larry mengiriminya pesan jika ia sempat dan Bianca langsung
membalas pesannya.
Bianca berharap pada malam hari ia sempat bertemu Prince Larry dan ngobrol
secara langsung tapi ternyata di malam hari pun selalu ada acara yang harus
dihadiri Prince Larry.
Ketika Bianca tiba di hotel ia sudah merasa sangat lelah sehingga jatuh
tertidur dengan pulasnya ketika ia menyentuh kasur.
Dua malam berlalu dan sekarang hari ketiga dimana mereka semua akhirnya
akan kembali lagi ke Fillmore Green sore nanti. Tapi sebelum pulang mereka
harus menghadiri satu acara lagi yaitu makan siang bersama dengan beberapa
mahasiswa yang berprestasi yang berasal dari Fillmore Green yang kuliah di
Italia.
Rata rata Mahasiswa itu mendapat beasiswa dari Yayasan Prince Larry. Mereka
terdiri dari berbagai macam latar belakang pekerjaan yang berbeda. Ada pekerja
seni, atlit dan budayawan. Jumlah Mahasiswa yang mendapat beasiswa dari Yayasan
Prince Larry yang belajar di Italia (tersebar di beberapa kota di Italia)
berjumlah kurang lebih seratus lima puluh orang Mahasiswa.
Ketua Panitia dari acara tersebut adalah seorang wanita yang sangat cantik
yang bernama Keandra. Ia terus terusan wara
wiri di sekitar Prince Larry dengan menggunakan rok yang sangat pendek
tanpa stoking.
Baiklah, ujar Bianca dalam hati. Laura, dokter genit yang entah siapa
namanya, Lady Serena, dan sekarang Keandra. Siapa lagi wanita berikutnya di
pertemuan berikutnya yang akan ada di sekeliling Prince Larry? Tantang
Bianca. Aku sudah kebal.
Bianca merasa heran, apa wanita yang bernama Keandra itu tidak merasa
kedinginan memakai rok pendek tanpa stoking seperti itu.
Wajah Bianca yang kusut sepertinya terlihat oleh Prince Larry karena jarak
meja makan Prince Larry dan meja makan Bianca tidak terlalu jauh.
Prince Larry duduk satu meja dengan Keandra dan sepuluh orang mahasiswa
lainnya sementara Bianca duduk dengan kru pers dan kru Public Relations kerajaan.
Ada sesuatu? Prince Larry mengirimi Bianca pesan lagi.
Wajahmu berkerut kerut.
Bianca.
Tidak ada.
Prince Larry.
Kau bukan pembohong yang
baik. Pasti ada sesuatu.
Bianca
Tidak ada, aku hanya sedikit
ngantuk. Semalam aku tidur larut sekali dan tadi pagi harus bangun pagi pagi sekali
untuk packing.
Prince Larry.
Di pesawat nanti kau bisa
tidur.
Bianca.
Ya, kau benar.
Prince Larry.
Bianca, terimakasih sudah
menemaniku ke sini. Kalau tidak ada kau aku pasti merasa sangat jenuh.
Bianca tersenyum membaca pesan Prince Larry lalu membalasnya.
Iya, sama sama.
Prince Larry.
Kali ini di pesawat kau
harus duduk disampingku dan jangan membantah lagi.
Bianca.
Oke.
Bianca akhirnya makan lagi makanan yang ada di hadapannya dengan semangat.
Lima belas menit kemudian Prince Larry mengiriminya pesan lagi.
Mr. Richards sebentar lagi
akan memberikan sesuatu padamu. Semoga bisa menghiburmu.
Bianca celingukan mencari Mr.
Richards. Mr. Richards terlihat masuk ke ruangan itu lewat pintu depan di sebelah
kanan. Ia lalu menghampiri Bianca sambil membawa sebuah bungkusan yang besarnya
sedang dalam tas kertas yang berwarna pink. Ada tulisan “PELUK AKU” di depan
tas itu.
Bianca membuka tas itu dan mengeluarkan isinya. Ternyata sebuah boneka
beruang yang lucu. Bianca langsung tersenyum dan memeluk boneka beruang itu.
Ketika ia melihat ke arah Prince Larry, Prince Larry juga sedang tersenyum
memperhatikan Bianca.
Luke berhasil membeli sebuah rumah tidak jauh dari rumah Casey. Casey dapat
informasi bahwa tetangganya akan menjual rumahnya dan pindah ke Leefsmall. Casey langsung memberitahu
Luke siapa tahu Luke berminat, dan ternyata Luke suka sekali dengan rumah itu.
Ia lalu melakukan negosiasi soal harga dengan pemilik rumah tersebut.
Luke berasal dari keluarga kaya. Ayahnya seorang pengusaha di bidang
makanan. Adapun makanan yang dihasilkan pabrik ayahnya adalah makanan kemasan
berupa mie instan kemasan. Merk mie instan yang diproduksi keluarga Lucas sudah
sangat terkenal di Fillmore Green dan sangat digemari oleh masyarakat banyak.
Jika ayahnya mempunyai pabrik Mie Instan kemasan, ibu Luke mempunyai bisnis
di bidang kecantikan. Ibunya punya beberapa salon kecantikan eksklusif di
beberapa kota besar di Fillmore Green. Ia juga punya spa khusus untuk terapi menggunakan batu giok.
Luke hanya dua bersaudara. Ia anak tertua. Ia punya seorang adik perempuan
yang kini bersekolah di sekolah asrama elit khusus kalangan bangsawan di Hall of City. Sekolah asrama yang juga
tempat Daniella dan Adora bersekolah dulu.
Karena orangtuanya kaya raya, maka Luke dengan mudah mendapatkan apa saja
yang ia inginkan termasuk sebuah rumah di Hall
of City padahal harga sebuah rumah di Hall
of City mahal sekali. Luke dibekali kartu kredit oleh ayah dan ibunya.
Masing masing memberikan satu kartu kredit untuk Luke sehingga Luke punya dua
kartu kredit. Semua pengeluaran Luke ditanggung oleh mereka. Tapi walau begitu
Luke ingin belajar mandiri dengan usahanya sendiri.
Untuk itu pula ia ingin bikin studio foto seperti sekarang. Dan kini Luke
berencana mau merenovasi rumahnya.
Bianca diundang main ke rumah baru Luke untuk melihat lihat. Dan karena
acara yang dijadwalkan Permaisuri di akhir pekan yang ke enam baru akan
dilakukan hari Minggu besok, maka Bianca menyempatkan diri main ke rumah Luke
di hari Sabtu pagi ini.
Rencananya Bianca hanya mau main dan melihat lihat sebentar saja, tapi ia
malah keasikan berada disana memberi saran ini itu pada Luke untuk merenovasi
tempat tersebut.
Bianca suka bentuk rumahnya yang menurut Bianca sangat artistik. Rumah itu
terdiri dari dua lantai. Bianca menyarankan agar lantai bawah dijadikan kantor
dan studio sementara Luke tinggal di lantai atas sehingga Luke bisa berhemat
soal uang karena tidak harus menyewa apartemen untuk tinggal. Sebenarnya bukan
masalah bagi Luke untuk menyewa sebuah apartemen untuk tempat tinggal, tapi Bianca
paling tidak suka pemborosan sehingga ia menyarankan agar Luke tinggal di
rumahnya saja.
Luke menyetujui saran Bianca karena menurutnya saran Bianca oke juga.
Rumah Luke memiliki halaman yang cukup luas sehingga bisa menampung kurang
lebih sepuluh mobil sekaligus untuk parkir di sana dan menurut Bianca itu bagus
karena nanti para klien Luke tidak harus mencari parkir kemana mana karena
harga parkir di Hall of City per
jamnya mahal sekali.
Bianca berada di rumah Luke sampai sore hari. Luke mentraktirnya makan
pizza dan pizza itu dipesan secara delivery.
Mereka makan pizza sampai kenyang. Casey
yang menolong Luke mendapatkan rumah itu tidak bisa ikut datang ke rumah Luke
karena harus membantu tantenya bekerja sebagai penata rias karena memang itu
pekerjaan sampingan Casey di setiap akhir pekan.
Prince Larry yang sedang berada di sirkuit pribadinya di Redwood dan sedang balapan dengan Lord
Egar dan sahabat sahabatnya yang lain kembali mendapat pemberitahuan dari John
tentang diri Bianca yang menghabiskan waktu seharian di rumah Luke.
Prince Larry kembali marah marah pada John. Ia bilang John jangan memberitahu
dirinya informasi tentang Bianca kalau ia tak menanyakannya. John bilang ia
lupa dan meminta maaf. Tapi Prince Larry yakin John memang senang sekali
membuatnya marah.
Sirkuit yang sedang digunakan Prince Larry saat ini untuk balapan walau
milik pribadi tapi tetap dibuka untuk kepentingan masyarakat luas. Prince Larry
mengijinkan para pembalap muda di Fillmore Green untuk menggunakan sirkuitnya.
Hanya saja sirkuit itu akan ditutup jika ia sedang menggunakannya seperti
sekarang.
“Ada apa sih dari tadi marah marah melulu?” Egar memperhatikan Prince Larry
yang sedang beristirahat.
“Tidak apa apa.”
“Tidak apa apa tapi wajahmu terlihat tidak enak seperti ini?”
Prince Larry diam.
“Ayolah Larry, cerita padaku, biasanya kau cerita tentang apa saja.”
“Aku jatuh cinta pada calon isteriku,” ujar Prince Larry akhirnya.
“Calon isteri?” Prince Egar mengingat ingat siapa calon isteri yang
dimaksud Prince Larry, “apakah dia wanita yang diusulkan ibumu? Bianca?”
“Ya.”
“Wah, ini berita hebat. Lalu masalahnya dimana?”
“Tidak ada, tidak ada masalah apa apa.”
“Tidak mungkin tidak ada masalah apa apa. Kau tidak mungkin kesal seperti
ini kalau tidak ada masalah apa apa. Bianca sudah membuatmu kesal hari ini?”
Prince Larry diam lagi.
“Ya, pasti itu yang terjadi.” Tebak Lord Egar. “Tu.. tunggu dulu, kau sudah
bertemu dengannya? Kau tidak mengenalkannya padaku? Bagaimana mungkin kau tidak
mengenalkan calon isterimu padaku Larry?”
“Sudahlah Egar, jangan banyak bertanya. Semuanya belum jelas.”
“Apanya yang belum jelas?”
“Bianca belum tentu mau jadi isteriku.”
“Tidak ada yang tidak mau jadi isterimu! Itu tidak mungkin!”
“Tapi itu mungkin.”
Lalu hening, mereka sama sama terdiam.
“Kau akan patah hati kalau Bianca menolakmu.” Ujar Lord Egar lagi setelah
mereka terdiam beberapa saat.
“Ya, itu pasti.”
“Larrly,”
“Ya?”
“Perasaan kerjaanmu akhir akhir ini patah hati terus.”
Pulang dari rumah Luke Bianca langsung mandi dan beristirahat. Ia bahkan
tidak makan malam karena capek. Ia langsung ketiduran.
Jam delapan malam Bianca terbangun dan memeriksa handphonenya. Ia berharap mendapat pesan dari Prince Larry karena
akhir akhir ini Prince Larry sering meneleponnya atau mengiriminya pesan. Tapi
sejak siang tadi ia tak mengirim pesan apapun.
Bianca tiba tiba merasa perutnya lapar. Ia lalu bangun dari tidurnya dan
pergi ke dapur di lantai bawah dan memeriksa kulkas, tapi ternyata tak ada apa
apa di dalam kulkas. Bahkan susu segar cairpun sudah habis.
Bianca memang belum sempat berbelanja karena akhir akhir ini sibuk. Biasanya
Sandra, Ivanka atau Sassy berbelanja bergantian untuk memenuhi isi kulkas, tapi
sepertinya mereka berempat sedang sama sama sibuk kerja.
Bianca akhirnya kembali ke kamarnya dan mengambil dompet dan handphonenya. Tidak jauh dari rumah
kontrakannya ada restoran cepat saji. Bianca memutuskan untuk makan di sana.
Restoran cepat saji itu restoran sederhana yang ada di pinggir jalan. Di
sekitarnya masih banyak food street lainnya dengan aneka menu yang menggugak
selera. Bianca memutuskan untuk pesan pasta dan minuman lemon hangat.
Hanya disediakan beberapa kursi di sana, dan sambil menunggu pesanannya
dihidangkan, Bianca duduk di salah satu kursi itu. Bianca tiba tiba menggigil
kedinginan. Ia tadi terburu buru sehingga lupa memakai jaket. Ia hanya memakai
kaos lengan pendek dan celana jeans saja.
Prince Larry yang masih ada di Redwood mendapat panggilan lagi dari John.
Ia dan teman temannya saat itu sedang ada di suatu restoran yang eksklusif
untuk makan malam.
“Apa lagi?” tanya Prince Larry kesal menjawab panggilan John. “Kau mau
melaporkan apa? Aku tidak meneleponmu untuk menanyakan sesuatu.”
“Miss O’Brien sedang makan sendirian di suatu jalanan yang dipenuhi street food tidak jauh dari rumah
kontrakannya. Ia saat ini sedang menunggu pesanannya datang.”
“Lalu apa yang aneh?” tanya Prince Larry.
“Tidak ada, tidak ada yang aneh, siapa tahu Anda ingin tahu apa yang
dilakukan Miss. O’Brien malam ini.”
“Baiklah, aku sekarang jadi ingin tahu, apa yang ia pesan?”
“Tidak kelihatan jelas dari sini.”
“Tadi kau menanyakan apa aku ingin tahu sesuatu.”
“Nanti anak buahku akan mencari tahu apa yang ia pesan.”
“Caranya?”
“Ya makan di tempat itu juga untuk mencari tahu.”
“Baiklah, aku akan melanjutkan makanku.”
“Yang mulia.”
“Ya?”
“Miss. O’Brien sepertinya kedinginan.”
“Kedinginan?”
“Iya, dia menggigil terus dari tadi.”
“Dia tidak memakai jaket?”
“Tidak. Dia hanya memakai kaos lengan pendek.”
Bianca cukup kesal karena pesanannya cukup lama datangnya. Ia ingin pindah
makan ke tempat lain tapi rasanya tak enak. Ia akhirnya terus menunggu. Kening
Bianca berkerut heran saat melihat restoran itu tiba tiba menjadi ramai padahal
saat tadi dia datang restoran itu cukup sepi.
Ketika pesanannya akhirnya datang, Bianca langsung makan dengan lahapnya.
Ia lapar sekali. Makanannya tandas dalam waktu sebentar saja. Ia kini menikmati
minum hangatnya pelan pelan.
Sedang asik menyeruput minumannya, John tiba tiba menghampiri Bianca.
“Miss O’Brien, ini untuk Anda.” Ujar John sambil menyerahkan tas kertas
yang cukup besar.
“Ini apa?” Bianca heran.
“Buka saja Miss. Ini dari Prince Larry.”
Bianca menerima tas yang disodorkan John padanya. Lalu ia melihat tulisan
“PAKAI AKU” di depan tas kertas itu. Bianca langsung mengeluarkan isinya,
ternyata sebuah jaket bulu yang lembut.
“Terimakasih,” ujar Bianca pada John. “Aku akan memakainya.”
John mengangguk lalu melangkah pergi.
Bianca langsung menulis pesan di handphone-nya
ketika John sudah pergi. Ia mengirimkan pesan itu pada Prince Larry.
Aku sudah memakainya. Terimakasih
banyak.
Prince Larry.
Mudah mudahan ukurannya
tidak terlalu besar. Aku hanya menebak nebak berapa ukuran tubuhmu.
Bianca.
Tidak, tidak terlalu besar,
ini pas. Rasanya lembut dan hangat.
Prince Larry.
Aku senang kau menyukainya. Kau
akan melanjutkan lagi makan malammu?
Bianca
Tidak, sudah selesai. Aku
akan kembali ke rumah sebentar lagi.
Prince Larry.
Baiklah. Selamat
beristirahat. Sampai bertemu besok pagi.
Bianca.
Ya, sampai bertemu besok.
Bianca tersenyum sambil merapatkan jaket yang dikenakannya. Rasa hangat
langsung menyelubungi dirinya. Ia tak punya keraguan lagi sekarang. Ia benar
benar yakin Prince Larry sangat menyayangi dirinya seperti apa yang ia
harapkan.
Permaisuri menyambut Bianca di King Palace sambil tersenyum. Ia mempersilahkan
Bianca duduk di hadapannya di ruang santai di King Palace.
“Sebentar lagi Puteraku akan datang.” Ujar Permaisuri saat Bianca sudah
duduk di hadapannya. “Dan acara kita hari Minggu ini adalah barbequ-an di rumah peristirahatanku di The Valley.”
Bianca cukup terkejut mendengar rencana yang dikatakan Permaisuri padanya.
Pasti mengasikkan sekali bisa Barbequan bareng Prince Larry.
“Aku dapat laporan dari John bahwa kau suka makan seafood.” Ujar Permaisuri lagi.
“Ya,” ujar Bianca. “Salah satu restoran seafood favoritku ada di Parklane.”
“Ya, aku tahu,” Permaisuri
mengangguk. “Karena hal itu pula aku meminta kokiku di rumah peristirahatanku
di The Valley untuk menyiapkan banyak
ikan segar dan udang segar untuk kita bakar untuk makan siang nanti.”
“Itu pasti menyenangkan.” Ujar Bianca antusias.
“Ya, pasti menyenangkan dan aku selalu suka berada di sana karena
suasananya tenang dan nyaman, dan tidak ada pers yang bisa meliput kegiatan
kita karena jarak antara pintu gerbang dan rumah utama sangat jauh.”
“Aku tidak mendapat tugas sebagai fotographer hari ini?”
“Tidak. Kau tidak usah bertugas sebagai fotographer lagi hari ini dan
seterusnya sampai dua pekan ke depan. Tapi kamera itu tetap bisa kau bawa agar
kau bisa memoto apapun yang kau suka.”
“Baik Yang Mulia.”
“Nanti kau pergi duluan dengan puteraku ke The Valley. Kau satu mobil dengannya. Aku, suamiku, iparku dan
keluargaku yang lain akan menyusul mendekati makan siang. Kita bertemu di sana
untuk makan siang bersama. Aku akan memperkenalkan kau pada seluruh keluarga
besarku.”
“Baik Yang Mulia.”
Bianca tak percaya akhirnya bisa satu mobil dengan Prince Larry setelah
selama ini mereka pergi kemana mana dengan kendaraan yang berbeda.
Prince Larry tampak tampan dengan pakaian santainya. Bianca terbiasa
melihatnya berpakaian jas dan bukan baju casual
seperti itu.
Kau cantik pagi ini. Anting
antingmu terlihat cocok dengan sackdressmu. Prince Larry tiba tiba mengirimi Bianca pesan.
Bianca tersenyum membaca pesan itu. Ia juga tersenyum menatap Prince Larry
yang duduk disampingnya.
Kau bisa mengatakannya
secara langsung tidak melalui pesan seperti ini. Jawab Bianca.
Prince Larry.
Ini sudah jadi kebiasaan.
“Terimakasih,” Bianca menatap Prince Larry, “atas pujiannya dan atas jaket
semalam. Jaketnya bagus sekali.”
“Ya, John yang membelikannya untukku, aku minta bantuannya.”
“John?” tanya Bianca heran.
“Ya, aku sedang di Redwood saat John memberitahuku bahwa kau pergi makan
keluar tanpa jaket.”
“Aku terburu buru,” ujar Bianca sambil tertawa.
“Aku lalu meminta bantuan John untuk membeli jaket untukmu secepat
mungkin.”
“Ya, disekitar street food itu
memang banyak terdapat butik baju.”
“Aku senang kalau kau menyukainya.”
“Ya, aku sangat menyukainya.”
“Ibu masih membekalimu kamera?” tanya Prince Larry memperhatikan kamera
yang ada disamping Bianca.
“Ya, tapi hanya untuk koleksi pribadi, bukan untuk kepentingan pers
kerajaan lagi.”
“Tugasmu sudah selesai?”
“Menurut Permaisuri begitu.”
“Baguslah, aku senang mendengarnya. Aku lebih suka kau hanya mendampingiku
saja dan tidak melakukan tugas macam macam.”
Bianca tertawa, “tapi tugas itu menyenangkan, sungguh, aku jadi punya
pengalaman baru.”
“Aku senang kalau kau merasa senang.” Prince Larry menatap Bianca lagi.
Mereka bertatapan cukup lama.
“Ini,” Bianca tiba tiba menyerahkan kamera itu pada Prince Larry. “Anda
bisa memotoku hari ini. Aku bersedia menjadi objek fotomu hari ini.”
Prince Larry cukup terkejut mendengar kata kata Bianca, ia terdiam sejenak
sebelum akhirnya mengambil kamera yang disodorkan Bianca padanya.
“Wah, asik sekali. Di rumah peristirahatan ibu dan ayah di The Valley ada air terjun kecil tidak
jauh dari perkebunan apel. Aku ingin memotomu disana.”
“Aku tidak sabar untuk bisa segera sampai ke tempat itu.” Bianca tertawa
senang.
Prince Larry memperhatikan Bianca yang sedang tertawa tawa. Saat ini Bianca
sedang membakar ikan bersama Prince Leonald dan Princess Magdalena. Ibunya
sudah memperkenalkan Bianca pada seluruh keluarga besarnya yang hadir siang ini
di The Valley, tapi ibunya
memperkenalkan Bianca sebagai salah satu puteri sahabatnya bukan sebagai calon
isteri puteranya. Selain dirinya dan ibunya, hanya ayahnya dan Prince Leonald yang
tahu makna dari perkenalan yang sesungguhnya apa. Ibunya ingin mendekatkan
Bianca pelan pelan pada keluarga besarnya, agar kelak, ketika ia benar benar
sudah menikah dengan Bianca, keluarga besarnya sudah mengenal Bianca karena
pernah makan siang bersama seperti ini.
Prince Larry merasa bahagia karena Bianca mulai mempercayai dirinya. Bianca
tidak membuat batasan lagi dengan dirinya. Itu terlihat dari sikapnya yang
lebih bersahabat tidak tertutup lagi seperti sebelumnya. Bianca bahkan
menawarkan diri untuk difoto olehnya.
Setelah mereka sampai di rumah peristirahatan di The Valley tadi, ia langsung mengajak Bianca ke air terjun yang ia
sebutkan pada Bianca dan mengambil foto foto Bianca disana. Mereka jalan ke air
terjun itu. Mereka melewati jalan jalan setapak sambil berpegangan tangan.
Air terjun itu masih berada dalam wilayah rumah peristirahatan yang dipagar
tembok yang tinggi sehingga aman untuk jalan jalan ke sana. Para bodyguard Prince Larry bahkan tidak ikut
masuk ke dalam wilayah rumah peristirahatan karena pengamanan dan penjagaan
disekelilingnya ketat, dipasangi alarm tanda bahaya kalau kalau ada yang
berusaha untuk memaksa masuk ke wilayah tersebut.
John dan teman temannya juga tidak bisa ikut masuk ke dalam rumah
peristirahatan itu. Mereka tertahan di pintu gerbang sama dengan para bodyguard Prince Larry.
“Ini, coba hasil pembakaran ikanku. Bumbunya aku yang meracik sendiri,”
Bianca tiba tiba menyodorkan ikan yang sudah dibakarnya ke hadapan Prince
Larry.
Prince Larry mengambil garpu, lalu mengambil sebagian daging ikan itu
dengan garpu dan memakannya. Rasanya agak asin.
“Rasanya enak,” komentar Prince Larry.
“Sungguh?” Bianca tertawa senang.
“Ya.”
“Kau pembohong besar,” Prince Leonard duduk di samping Prince Larry, ia lalu menuang kecap ke dalam ikan yang dibawanya dari pembakaran dan mulai memakan
ikan hasil bakarannya yang bumbunya diracik oleh Bianca tadi. “Rasa ikan itu asin, tadi aku sudah mencicipinya.”
“Kalau aku bilang enak ya enak,” komentar Prince Larry.
“Benarkah rasanya asin?” tanya Bianca ke Prince Leonard.
“Ya, asin. Tapi tidak masalah, aku lapar, jadi rasa asin ini tidak masalah
buatku.” Prince Leonard makan dengan lahapnya.
“Jangan dengarkan Leo, Bianca, ikannya enak kok.” Ujar Prince Larry lagi.
“Aku tidak bisa masak,” komentar Bianca, “maafkan aku.”
‘Tidak masalah, ayo ambil ikanmu dan kita makan bareng.”
Bianca mengambil piring dan berjalan ke arah pembakaran untuk mengambil
ikan.
“Kalian yakin dia puteri sahabat Permaisuri?” Princess Magdalena bertanya
sambil berbisik ke arah Prince Larry dan Prince Leonard. Ia bangun dari
duduknya untuk menghampiri mereka.
“Memang kenapa?” Tanya Prince Leonard.
“Aku merasa dia seperti..”
“Seperti apa?” tanya Prince Larry.
“Seperti kekasihmu. Ia terlihat seperti kekasihmu.”
Prince Leonard dan Prince Larry bertatapan kaget.
“Kau terlalu banyak membaca novel romantis.” Komentar Prince Leonard cepat
pada kakaknya.
“Tidak. Ini karena feeling seorang
wanita. Apa yang kalian tutupi?” Princess Magdalena menghentikan kata katanya ketika dilihatnya Bianca menghampiri meja mereka lagi.
Bianca duduk di samping Prince Larry sambil tersenyum ke arah Princess
Magdalena yang memperhatikannya dengan seksama. “Selamat Makan,” ujar Bianca.
“Ya, selamat makan Bianca.” Jawab Princess Magdalena ramah, “Bianca, apa
menurutmu Prince Larry tampan?”
“Apa?” Bianca kaget mendapat pertanyaan itu, ia lalu memperhatikan Prince
Larry.
“Tidak usah dijawab pertanyaannya Bianca. Dia sedang iseng bertanya seperti itu.” Prince Larry
tersenyum menatap Bianca.
“Tapi aku ingin menjawabnya,” ujar Bianca. “Ya Princess Magdalena, kakak
sepupu Anda tampan sekali. Ia adalah pangeran paling tampan sedunia.”
Princess Magdalena langsung tertawa terbahak bahak mendengar jawaban
Bianca. “Aku tahu, pasti ada sesuatu,” ujarnya disela sela tawanya.
~ ~
BAB TIGA BELAS
Supermarket yang terletak di The
Corner di district Giltown City
Sabtu pagi ini cukup ramai. Bianca ada di salah satu sudut supermarket sedang
memilih apel ke dalam plastik besar. Bianca berbelanjaan di supermarket itu
dengan ibunya. Ia berbelanja sesuai dengan daftar belanjaan yang ada di
tangannya.
Pulang kerja Jumat sore kemarin Bianca langsung pergi ke Giltown City dengan naik kereta api. Ia
kangen pada keluarganya dan memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya dan
menginap semalam saja karena nanti malam ia harus kembali ke Hall of City karena besok ia harus
kembali ke King Palace untuk
menghabiskan akhir pekan ketujuh bersama Prince Larry. Bianca belum tahu apa
yang harus ia dan Prince Larry lakukan di akhir pekan ketujuh mereka hari
Minggu besok karena mereka baru akan diberitahu oleh Permaisuri saat sudah
berada di King Palace.
Setelah semua belanjaan terkumpul di troly sesuai dengan daftar belanjaan
yang dibikin ibunya, Bianca akhirnya berjalan ke arah kasir untuk membayar
semua belanjaan yang ada di trolinya. Ia lalu mengajak ibunya minum kopi dulu
di sebuah kedai kopi sebelum pulang.
“Bagaimana kalau nanti malam kita mengunjungi kakek dan nginap di sana?”
Ibu Bianca yang tak tahu Bianca berencana pulang ke Hall of City malam nanti menatap Bianca antusias.
“Tidak bisa menginap Bu. Main ke rumah kakek bolehlah, tapi tidak bisa
menginap.”
“Apa maksudmu tidak bisa menginap?” Ibunya tampak kesal. “Kau jarang
pulang, sekalinya pulang cuma sebentar, apa apaan itu?”
“Aku sedang ada acara Ibu, lain kali deh aku nginap di rumah kakek.”
“Acara ini lebih penting dari keluargamu?”
“Cukup penting.” Bianca mulai menyeruput kopinya lagi. “Bu,”
“Ya?”
“Apa pendapat Ibu kalau semisalnya, ini semisalnya loh ya Bu, Ibu jadi
besan King Theodore dan Permaisuri?”
Ibu Bianca menatap Bianca lama, “jadi besan?” tanyanya kemudian.
“Iya, jadi besan.”
“Itu berarti salah satu puteri ibu menikah dengan putera King Theodore dan
Permaisuri?”
“Iya.”
“Ehm..” Ibunya tampak merenung, “Gillian sudah menikah, Emily mau menikah
kurang lebih setengah tahun lagi. Berarti kau yang menikah dengan Prince
Lawrence?”
“Iya.”
Ibu Bianca menatap Bianca dengan tatapan aneh. “Sayang, ini semisalnya kan
ya?”
“Iya, semisalnya.”
“Kalau semisalnya tentu saja Ibu sangat senang dan bangga. Tapi saran ibu
sekarang sebaiknya kau bangun, hari sudah siang, jangan bermimpi terus,
sekarang sudah jam sepuluh pagi.”
“Tapi Ibu..”
“Habiskan kopimu Bianca, Ibu tak punya waktu lama, ibu harus masak untuk
makan siang kita. Ayo kita pulang.”
Prince Larry memacu Starhorse,
kuda kesayangannya dengan penuh semangat. Ia sedang mengelilingi lapangan yang
cukup luas di ranchnya di Cape Field. Ia senang bisa mengajak Starhorse olahraga seperti ini lagi
setelah sekian lama ia tak mengajak Starhorse
berolahraga.
Prince Larry pergi ke Cape Field
dengan ditemani Bianca. Berkuda adalah kencan yang diatur Permaisuri untuk
Prince Larry dan Bianca di akhir pekan ketujuh ini. Masih tersisa satu akhir
pekan lagi sebelum akhirnya Bianca memberi jawaban tentang keputusannya mau menikah
atau tidak dengan Prince Larry.
Berkuda di Cape Field bersama
Bianca adalah kencan yang paling Prince Larry sukai diantara kebersamaan mereka
lainnya.
Bianca tadi sudah berkuda dengannya. Bianca cukup terbiasa berkuda karena
kakeknya dulu sering mengajaknya berkuda. Mereka tadi mengelilingi lapangan
berkuda sebanyak beberapa putaran. Tapi kini Bianca sedang beristirahat,
sementara ia melanjutkan olahraga berkudanya dengan Starhorse.
Prince Larry baru menghentikan laju kudanya ketika dilihatnya Bianca
menghampirinya dengan menunggangi kuda cokelat yang juga merupakan kuda favoritnya
selain Starhorse.
Bianca tampak cantik dengan baju berkudanya. Tadi ibunya yang memberikan
baju itu lengkap dengan sepatunya pada Bianca saat mereka bertemu di King Palace. Ibunya juga masih membekali
Bianca kamera walau hasil jepretan Bianca hanya untuk koleksi pribadi.
Beberapa kali Bianca tadi memoto dirinya dan Starhorse. Bianca juga mengambil banyak foto di sekitar Cape field.
Sesekali gantian Prince Larry yang memoto Bianca dengan kuda cokelat yang
ditungganginya.
“Sudah istirahatnya?” Prince Larry tersenyum ketika kuda yang ditunggangi
Bianca mendekat padanya.
“Sudah.” Ujar Bianca, “matahari di sini hangat sekali, lebih hangat dari
tempat lainnya.”
“Tapi tidak sehangat senyummu.” Komentar Prince Larry membuat Bianca
tertawa. Bianca sekarang sudah sangat terbiasa dengan rayuan Prince Larry
seperti itu.
“Kok tertawa sih?”
“Aku ingin tertawa saja.”
“Aku serius, senyummu lebih hangat dari apapun juga di dunia ini.”
“Apapun juga?”
“Ya. Apapun juga.”
“Termasuk di gurun pasir?”
“Kalau gurun pasir panas, bukan hangat.”
“Oh, ok.”
Obrolan Prince Larry dan Bianca terhenti ketika seseorang berkuda ke arah
mereka.
“Ya Tuhan, aku tak percaya ini,” gumam Prince Larry.
“Dia siapa?” tanya Bianca ketika orang yang berkuda itu mendekat ke arah
mereka. Tapi belum sempat Prince Larry menjawab, orang itu langsung
memperkenalkan diri.
“Hai, perkenalkan, aku Egar, sahabat Larry.” Lord Egar tersenyum menatap
Bianca. “Akhirnya aku bisa bertemu denganmu Miss O’Brien.”
“Ya.” Sahut Bianca, “Senang berkenalan dengan Anda.”
“Apa yang kau lakukan disini Egar?” Prince Larry menatap Lord Egar kesal.
“Mengganggu kalian,” Lord Egar tertawa senang, “ayo Miss O’Brien, akan aku
tunjukkan tempat tempat indah di sekitar sini. Kita ajak kuda kita jalan
jalan.”
“Berkudalah di tempat lain dan jangan di sini!” teriak Prince Larry pada
Lord Egar.
“Tidak mau, aku mau di sini.” Lord Egar menjawab santai. “Ngomong ngomong
Larry, Miss O’Brien cantik sekali ya? Aku suka senyumnya.”
“Oh, diamlah Egar!”
BAB EMPAT BELAS
Akhir pekan kedelapan atau akhir pekan terakhir, Bianca ditugaskan oleh
Permaisuri untuk mempersiapkan jamuan makan malam di Crown Palace. Bianca yang harus memilih menu yang dihidangkan dari
mulai appetizer, main course sampai dessert.
Tapi Bianca di sana tidak menjadi salah satu tamu undangan, tidak juga berperan
sebagai tuan rumah. Ia hanya membantu menyiapkan semuanya dan memastikan acara
jamuan makan malam itu berakhir sukses.
Adapun tamu tamu yang diundang dalam acara jamuan makan malam itu adalah sahabat
sahabat Prince Larry yang berjumlah kurang lebih tiga puluh orang.
Prince Larry keberatan Bianca tidak menjadi bagian dari tamu tamunya. Ia
menelepon ibunya pada Jum’at malam untuk menyatakan keberatannya.
“Aku tidak akan bisa makan membayangkan Bianca tidak duduk bersamaku di
meja yang sama saat jamuan itu berlangsung. Apa maksud ibu dengan semua ini?
Kenapa Bianca tidak jadi tamuku saja Bu?”
“Larry, ibu hanya ingin Bianca latihan dulu. Kalau sudah jadi isterimu
kelak, salah satu tugasnya kan memang seperti itu, mempersiapkan acara jamuan
makan malam atau makan siang atau acara acara lainnya yang diadakan di Crown Palace. Tapi ibu juga belum bisa
menempatkan Bianca sebagai tuan rumah. Semua proses ini belum berakhir,
lagipula teman temanmu bisa syok
mengetahui hal ini. Jadi menurut ibu memang belum waktunya Bianca diperkenalkan
pada teman temanmu sebagai calon isterimu padahal belum tentu Bianca bersedia
menikah denganmu.”
“Tapi Bu..”
“Selain itu, tugas ini ibu berikan agar Bianca mengenal tempatmu saja,
siapa tahu hal itu juga bisa menjadi pertimbangan bagi dirinya. Semua orang
suka Crown Palace. Crown Palace tempat yang indah, ibu
berharap Bianca juga jatuh cinta pada tempat tinggalmu. Itulah sebabnya ia
sudah harus ada di Crown Palace sejak
hari Sabtu pagi besok. Seharian besok ia akan ada di Crown Palace.”
“Dia menginap di sini ya?”
“Tidak. Setelah acara jamuan makan selesai
ibu ingin bicara dulu dengannya di King
Palace, lalu supir ibu akan mengantarnya pulang.”
Walau pada mulanya keberatan dengan rencana ibunya, Prince Larry akhirnya
setuju juga. Bagi Prince Larry tidak ada yang lebih membahagiakan melihat
Bianca ada di kediamannya di Crown Palace.
~ ~
Crown Palace adalah sebuah bangunan besar dan megah
yang terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah bagian depan terdapat ruang tamu
yang sangat besar, dua ruang makan masing masing yang ukurannya sedang dan yang
ukurannya sangat besar. Satu buah ruangan yang biasa digunakan Prince Larry
rapat dengan para stafnya kalau ia sedang bekerja di Crown Palace, satu ruang kerja Prince Larry yang luas, satu
perpustakaan besar, satu ruang tivi, sebuah bar dan ruang santai yang cukup
luas.
Di bagian belakang ada dua dapur, yang satu ukuran dapurnya kecil dan
satunya lagi dapurnya luas.
Paling belakang gedung ada sepuluh kamar untuk para pelayan.
Disamping kiri Crown Palace
terdapat kolam renang dengan hiasan patung patung Yunani kuno, tidak jauh dari
kolam renang ada ruang untuk Prince Larry berolahraga. Hampir semua jenis alat
untuk fitness ada di sana.
Di sebelah kanan gedung Crown Palace
adalah garasi yang luas dengan mobil mobil Prince Larry berjejer rapi diparkir di
sana.
Di halaman belakang Crown Palace
ada taman yang dilengkapi gazebo,
ruang santai terdiri dari beberapa sofa dan tempat untuk barbequan. Ada satu taman
besar yang berisi bunga bunga yang cantik, lalu sebuah kebun yang cukup luas
dimana di kebun itu ditanam aneka macam sayuran yang bisa dipetik langsung dan
dimasak di dapur Crown Palace. Buah
buahan seperti strawberry, raspberry
dan blueberry juga ditanam disana,
dan bila sudah dipanen, buah buahan segar itu akan disimpan di kulkas untuk
kemudian dimasak atau disajikan dalam bentuk salad.
Di lantai atas terdapat kamar tidur, terdiri dari kurang lebih dua belas
kamar tidur. Satu kamar tidur utama untuk Prince Larry, satu kamar untuk King
Theodore dan Permaisuri kalau menginap di Crown
Palace, dan sepuluh kamar untuk tamu. Tamu yang datang ke sana bergantian,
bisa sahabat sahabat Prince Larry, bisa sepupu sepupunya atau kakek neneknya.
Selain kamar tidur, di lantai atas juga ada ruang musik. Di ruang itu
terdapat beberapa peralatan musik yang Prince Larry kuasai seperti piano dan
biola. Di ruang musik itu juga ada lemari khusus yang menampung koleksi compact disk Prince Larry. Beberapa
piringan hitam juga ada di sana lengkap dengan alat pemutarnya yang antik.
Selain itu terdapat ruang televisi, ruang santai, dan balkon yang luas yang
terletak di belakang gedung. View dari
balkon itu adalah kolam renang, taman bunga yang cantik serta kebun sayur dan
buah buahan.
“Aku seperti mengalami de ja vu,”
komentar Bianca saat Prince Larry memberikan tour singkat tentang kediamannya di Crown Palace pada Bianca.
“De ja vu?”
“Ya,” Bianca tersenyum. “Aku jadi ingat ketika Anda menjadi pemandu wisata
di museum dulu.”
Prince Larry tertawa, “Ya, kau benar, rasanya seperti baru kemarin ya?”
“Ya,” Bianca setuju, “waktu cepat sekali berlalu.”
“Aku sangat senang mengalami semua kegiatan itu bersamamu Bianca, sungguh.”
“Aku juga,” Bianca tersenyum, “ini semua merupakan pengalaman yang berharga
untukku.”
“Ya.” Prince Larry mengangguk setuju, “aku harap, apapun keputusanmu nanti
tidak mengubah pertemanan kita. Aku ingin kau tetap menjadi salah satu sahabat
terbaikku. Tapi keinginan terbesarku tentu saja kau jadi isteriku, tinggal di
tempat ini bersamaku, mendampingiku.”
Rasa haru tiba tiba mendera Bianca saat Prince Larry mengatakan itu semua.
Bianca ingin sekali memeluk Prince Larry dan bilang padanya kalau ia bersedia
tinggal di Crown Palace bersamanya,
tapi ia belum bisa mengatakan itu sekarang.
“Sekarang kita lanjut ke lantai atas,” setelah terdiam beberapa saat Prince
Larry akhirnya melanjutkan keterangannya tentang Crown Palace. “Di atas ada ruang musik, kamar tidur dan balkon yang
luas, ayo.”
Tour di Crown
Palace berakhir ketika Bianca dan Prince Larry kembali ke dapur Crown Palace. Di sana beberapa pelayan
sedang menunggu keputusan Bianca tentang makanan yang akan disajikan nanti
malam apa. Mereka siap siap untuk belanja bahan makanan yang nanti dipilih
Bianca.
Bianca akhirnya duduk di salah satu kursi dan mulai melihat lihat menu yang
ada. Ia lalu nampak mencatat beberapa menu pilihannya di sebuah kertas. Prince
Larry hanya diam memperhatikan karena ibunya melarang Prince Larry mempengaruhi
Bianca dalam memilih menu.
~ ~
Acara makan malam itu berakhir sukses seperti yang Bianca harapkan. Bianca
merasa sangat lega karenanya.
Selama proses jamuan makan malam itu berlangsung, Bianca memilih tetap
tinggal di dapur sambil terus mengecek ketersediaan makanan. Beberapa pelayan wara wiri masuk keluar dapur untuk mengambil
makanan, menyuguhkan minum atau menaruh piring dan gelas kotor yang sudah
digunakan.
Beberapa kali Prince Larry keluar masuk dapur hanya untuk ngobrol dengan
Bianca atau nonton televisi bareng. Televisi itu dipasang di salah satu dinding
dapur untuk menghibur para pelayan yang sedang bekerja di dapur. Tapi kemudian
Bianca meminta Prince Larry pergi karena
tamu tamu akan mencari dirinya.
Pernah suatu kali Lord Egar mengikuti Prince Larry ke dapur karena
penasaran kenapa Prince Larry hobi banget bolak balik ke dapur dan ia
terbelalak melihat Bianca ada disana.
“Bianca sudah pindah ke Crown Palace dan
kau tidak memberitahuku?” protesnya saat mereka sudah keluar dari dapur.
“Diamlah Egar.”
“Kenapa kau selalu menyuruhku diam tiap kali bertemu denganku?”
“Karena kau memang harus diam.”
Ketika satu per satu tamu pamit untuk pulang, Lord Egar bertahan untuk
tidak pulang. Ia ingin bertemu Bianca. Ia heran kenapa Bianca tidak jadi tuan rumah
menyambut tamu tamu yang datang dan memilih untuk bersembunyi di dapur.
Bianca akhirnya keluar dari dapur ketika tamu yang tersisa hanya Lord Egar.
Lord Egar nampak sedang duduk bersama Prince Larry di ruang tamu Crown Palace yang luas.
“Hallo,” Bianca tersenyum menyapa Lord Egar.
“Hallo juga,” Lord Egar balas tersenyum. “Senang bertemu denganmu lagi
Bianca.”
“Ya, aku juga.”
“Kenapa kau tadi tidak keluar dan bergabung dengan kami?”
“Ehm, tidak apa apa. Aku hanya ingin memastikan semua makanan cukup.”
“Ooh.. begitu.”
“Ya.” Bianca memakai jaketnya, “aku mau pergi ke King Palace dulu untuk bertemu Permaisuri. Sampai bertemu lagi.”
“Baiklah, sampai bertemu lagi.” Ujar Lord Egar.
“Aku pergi sekarang,” Bianca kini pamit ke Prince Larry.
“Kau akan langsung pergi?” Prince Larry nampak kecewa. Ia ingin ngobrol
dulu dengan Bianca.
“Permaisuri sudah mengirimkan supirnya untuk menjemputku.”
“Baiklah,” Prince Larry bangun dari duduknya dan menghampiri Bianca, “terimakasih
atas semua bantuannya malam ini, Bianca, aku sangat menghargainya.”
“Sama sama.”
Prince Larry tiba tiba ingin memeluk Bianca. Ia masih harus bertemu Bianca
seminggu lagi untuk mendengar keputusannya apa. Tapi ia merasa ia tak akan
sanggup berpisah dengan Bianca walau sedetikpun. Melihat Bianca berada di Crown Palace hari ini membuatnya sangat bahagia.
Ia ingin Bianca terus ada di Crown Palace
bersamanya.
“Mobilnya sudah datang,” ujar Bianca ketika didengarnya mobil memasuki
halaman Crown Palace. “Sampai bertemu
lagi.”
“Ya, sampai bertemu lagi. Aku antar kau ke halaman depan.” Prince Larry
menggenggam tangan Bianca dan berjalan bersama Bianca menuju pintu.
“Aku akan ikut mengantar ke halaman depan.” Lord Egar bangun dari duduknya.
“Tidak, kau disini. Kau tidak kemana mana.” Seru Prince Larry langsung.
~ ~
”Tapi aku tetap tidak setuju,”
Sampai di kamarnya Bianca tidak bisa tidur. Ia terus terusan menangis saat
melihat lihat foto hasil jepretannya dan foto hasil jepretan Prince Larry.
Prince Larry tampil dalam berbagai situasi. Saat berpidato di podium, saat
bersorak ketika tim kesayangannya berhasil mencetak gol di pertandingan bola di
Hall of Fame Stadium, saat
melambaikan tangan pada masyarakat di karnaval di Redwood, saat ngobrol dengan beberapa mahasiswa Fillmore Green di
Roma, saat tersenyum padanya dengan latar belakang air terjun di belakangnya di
The Valley, saat makan ikan bakar
bikinannya, saat tertawa bersama ayah dan ibunya di The Valley, saat menunggangi Starhorse,
saat melakukan high five dengan Lord Egar di kuda mereka masing masing
di Cape field dan masih banyak lagi.
Foto Bianca juga ada di album itu. Ia difoto saat duduk di sebuah kursi
taman di Redwood, ia difoto dengan
latar belakang bunga matahari yang sedang bermekaran di National Park of Redwood, lalu saat Bianca di pesawat kerajaan
sedang tersenyum menatap kamera, saat Bianca berada di depan air terjun di The Valley, saat makan ikan bakar dengan
lahap, saat tertawa bersama Princess Magdalena, saat membakar ikan dengan
Prince Leonord, saat menunggang kuda di Cape
Field, dan beberapa foto lainnya.
Bianca tiba tiba merasa rindu pada Prince Larry. Ia merasa tak sanggup
kalau harus menunggu seminggu lagi untuk memberikan jawabannya. Kalau perlu sebenarnya
ia ingin memberikan jawabannya malam ini juga.
Setelah lelah melihat lihat foto akhirnya Bianca tertidur dengan pulasnya.
~ ~
BAB LIMA BELAS
Bianca memperhatikan surat pengunduran dirinya sambil tersenyum. Akhirnya, aku berhenti juga bekerja di tempat
ini setelah empat tahun aku bekerja disini. Tidak ada yang berhasil membuatku berhenti kerja di sini. Tidak
Claudia, tidak ibunya, tidak juga Lily. Hanya Prince Larry yang berhasil
melakukannya.
“Kau mengundurkan diri?” Casey berteriak tak percaya memandang Bianca saat
mereka berdua makan siang. Bianca bilang
habis makan siang ia akan menyampaikan surat pengunduran dirinya pada bosnya. “Mulai
kapan?”
“Mulai besok.”
“Cepat sekali. Tidak menunggu bulan depan saja?”
“Tidak.”
“Aku akan sangat kehilanganmu.”
“Tidak Casey, kita masih bisa saling berkomunikasi, kau tidak akan
kehilangan aku.”
“Apa Luke menawarimu pekerjaan?” tanya Casey lagi.
“Luke?” Bianca heran.
“Ya, karena ia menawariku bekerja di studio fotonya dengan gaji dua kali
lipat dari sini. Ia butuh seorang customer
service.”
“Kalau begitu ambil saja Casey. Gajinya double,
wow.”
“Dia tidak menawarimu? Karena aku tidak mungkin menerima pekerjaan itu
kalau kau memerlukan pekerjaan itu.”
“Tidak, Luke tidak menawariku dan aku memang tidak akan bekerja dengannya.
Sudahlah Casey, kau saja yang bekerja dengannya, sayang loh tawaran ini kau
tolak, apalagi studio foto itu dekat dengan rumah tantemu, kau bisa jalan kaki
ke sana, tidak harus keluar ongkos untuk naik angkutan umum.”
“Ya, kau benar.” Ujar Casey sambil mengunyah kentang tumbuk yang
dipesannya. “Aku akan bikin surat pengunduran diri juga sepertimu. Apa kau akan
kembali ke Giltown City?”
“Tidak, aku tidak akan kembali ke Giltown
City. Aku akan tetap tinggal di Hall
of City.”
“Kau akan mencari pekerjaan lain di Hall
of City?”
“Tidak, aku tidak akan mencari pekerjaan lain.”
“Aku tidak mengerti.” Casey menatap Bianca heran, “kau perlu pekerjaan
untuk bisa bertahan hidup di kota mahal seperti Hall of City.”
“Ya, kau benar.” Ujar Bianca, “aku juga nanti akan sibuk lagi, kau jangan
khawatir.”
“Oke.” Casey tersenyum dan kembali melanjutkan makan.
~ ~
Aku sekarang pengangguran. Bianca menatap kalender yang ada di
hadapannya sambil tersenyum. Tapi lebih
mudah semuanya begini karena aku jadi punya banyak waktu luang.
Bianca terus terusan merasa gelisah. Sekarang masih hari Rabu. Baru tiga
hari lagi ia bisa bertemu Prince Larry padahal Bianca sudah tak sabar ingin
bertemu dengannya.
Bianca akhirnya bangun dari duduknya, mengambil tas besarnya, memasukkan
beberapa baju ke sana, memasukkan kamera mahalnya dari Permaisuri, memasukkan handphone-nya, lalu dompetnya.
Bianca ingin pergi ke rumah kakek dan neneknya di Giltown City. Ia akan menginap di sana selama dua malam sebelum
akhirnya kembali ke Hall of City pada Jum’at pagi.
Kakek tertawa senang Bianca datang menemuinya. Ia memeluk Bianca erat. Nenek
dan beberapa pelayan di mansion kakek langsung menyiapkan makan siang untuk
Bianca.
“Bagaimana kabarmu?” Kakek masih memeluk Bianca.
“Baik, Kek.”
“Lalu bagaimana kelanjutan rencana Permaisuri?” Kakek kini melepaskan
pelukannya dan menatap Bianca penasaran.
“Belum ada keputusan apa apa.”
“Belum? Ini sudah hampir tiga bulan Bianca.”
“Ya, kakek tunggu saja ya, nanti aku akan memberitahu kakek bagaimana
kelanjutannya.”
“Baiklah, kakek akan tunggu kabar darimu. Tapi sebaiknya jangan lama lama.
Jangan membiarkan hal ini berlarut larut.”
“Tidak kakek, tidak akan lama.” Bianca tersenyum, “aku janji.”
“Ini tehmu,” nenek menghampiri Bianca sambil membawa secangkir teh untuk
Bianca.
“Nenek, jangan repot repot nanti aku ambil sendiri tehnya.”
“Tidak repot kok,” nenek tersenyum.
“Senyum nenek masih cantik seperti dulu.” Komentar Bianca melihat nenek
tersenyum.
“Kau pasti ingin dibikinkan kue cokelat favoritmu lagi.” Nenek tertawa.
“Tidak, aku tidak ingin dibikinkan kue. Nek, bagaimana kalau sekarang kita
ke taman, aku ingin memoto nenek dan kakek.”
“O, ya?”
“Ya.” Bianca tertawa. “Aku ingin memoto kakek dan nenek dan semua pekerja
di sini.”
~ ~
“Lily, tebak aku sedang ada di mana?” seru Bianca di telepon. Bianca baru
beristirahat di kamarnya di Mansion kakek setelah setengah harian tadi sibuk
memoto semua orang.
“Kau ada dimana memangnya sekarang?”
“Ly, kan aku yang tadi menyuruh kau untuk menebak.”
“Aku tidak bisa main tebak tebakan sekarang Bianca. Bosku sedang
memperhatikanku, aku sedang rapat.”
“Oh, maap.”
“Tidak masalah, nanti selesai rapat aku meneleponmu lagi, ok?”
“Tidak usah, aku cuma mau memberitahu aku ada di rumah kakek di Giltown
City. Kau nanti makan malam di sini ya.”
“Bagaimana kalau kau mentraktirku makan malam diluar saja?”
“Kenapa aku harus mentraktirmu?” Protes Bianca.
“Karena sudah lama kau tidak mentraktirku.”
“Ya, sudahlah, kita ketemu di Central Park tempat kita biasa ketemu.”
“Oke, sampai nanti.”
“Jam tujuh malam ya Ly.”
“Oke.”
Selesai menelepon Lily, Bianca lalu menelepon ibunya memberitahu kalau ia
ada di rumah kakek dan nenek. Ibunya langsung
datang ke Mansion kakek untuk menemui Bianca. Dan seperti pada kakek neneknya,
Bianca juga memoto ibunya di kebun bunga nenek yang indah.
~ ~
“Temanmu tidak takut kamera itu dibawa kabur olehmu?” tanya Lily
memperhatikan Bianca yang sibuk memoto suasana di sekeliling Central Park.
Central Park adalah taman yang ada di pusat kota Giltown City. Banyak terdapat bangku taman di sana. Ada air mancur juga. Ada kebun bunga yang berwarna warni, beberapa permainan anak anak seperti ayunan, komedi putar, perosotan juga ada di sana dan kesemuanya bisa digunakan secara gratis.
Yang paling menarik dari Central Park adalah lampu tamannya yang berwarna warni. Lampu lampu itu disusun sedemikian rupa mengelilingi pohon pohon yang cukup tinggi sehingga suasana jadi terang dan indah. Orang orang nampak berlalu lalang di sekitar lampu pohon itu sambil berfoto.
Bianca tadi bilang ke Lily
kalau kamera yang ia pegang sekarang adalah kamera yang ia pinjam dari
temannya. Lily bisa kena serangan jantung kalau tahu kamera itu miliknya.
“Memang aku punya tampang pembawa kabur kamera gitu?” tanya Bianca tanpa
menghentikan aktifitasnya.
“Punya, khusus untuk kamera secantik ini, kau punya tampang pembawa kabur
kamera.”
“Tapi aku tidak akan membawa kabur kamera ini kok Ly, kau jangan khawatir.”
“Kamera yang kau pegang itu Bianca, harganya setara dengan sebuah mobil
mewah. Kakak sepupuku punya kamera jenis itu. Resolusinya mencapai 100
megapixel. Kau yakin temanmu percaya padamu sehingga mau meminjamkannya
padamu?”
“Tersenyum,” Bianca kini mengarahkan kameranya pada Lily dan mengambil foto
Lily beberapa kali. Bianca lalu duduk di samping Lily. “Daripada kau meributkan
kamera ini, sekarang kau bilang mau makan apa, katanya minta ditraktir.”
“Nanti saja, sebentar lagi, cuaca malam ini lagi cerah dan hangat. Jarang
jarang Giltown City sehangat ini.”
“Itu karena kehadiranku,” ujar Bianca langsung.
“Karena kehadiranmu?”
“Iya.. karena kata..” Bianca hampir mau bilang “Kata Prince Larry” tapi
tidak jadi, “Karena kata temanku senyumku hangat, jadi pastinya bisa
menghangatkan suasana. Jadi pastinya Central
Park di Giltown City malam ini
terasa hangat karena kehadiranku.”
“Kau minum apa tadi Bianca?” teriak Lily kesal. “Kenapa mabuknya disini?”
Bianca tertawa memperhatikan Lily yang kesal.
“Tidak heran tidak ada pria yang mau kencan denganmu, kau gila.” Komentar
Lily.
“Aku ketularan Sandra.”
“Sandra?”
“Ya, temanku di rumah kontrakanku. Dia lebih gila dari aku. Sandra bilang,
hidupnya sudah cukup sulit, jadi buat apa terlalu serius dalam menghadapi
hidup. Jadi santai saja dalam menghadapi hidup ini. Ia selalu bertindak di luar
dugaan yang kita pikir tidak akan ia lakukan. Tapi tindakannya lebih sering
membuat aku tertawa daripada membuat aku marah.”
“Menarik juga.”
“Ya. Ternyata membuat orang tertawa itu menyenangkan.”
Lily kini tersenyum menatap Bianca, “kata kata tentang tidak ada pria yang
mau kencan denganmu itu aku cabut, aku cuma bercanda.”
“Tidak apa apa. Aku tahu kau bercanda. Lagipula, siapa bilang aku sedang
tidak kencan dengan seseorang.”
“Memang sekarang kau sedang dekat dengan seorang pria?”
“Ya.”
“Siapa dia?”
“Ehm,” Bianca terdiam sambil mempermainkan kameranya, “kasih tahu ngga ya.”
“Siapa dia Bianca? Jangan membuatku penasaran. Dia teman kerjamu?”
“Bukan.”
“Tetanggamu di sekitar rumah kontrakanmu?”
“Bukan juga.”
“Lalu siapa?”
“Dia Prince Larry.”
“Prince Lawrence Albert Normand IV? Putera Mahkota kerajaan Fillmore
Green?” tanya Lily.
“Ya.”
“Menarik sekali. Jadi kau sekarang sedang dekat dengan Prince Lawrence
Albert Normand IV?”
“Iya. Kan aku tadi sudah bilang Lily.”
“Bianca,”
“Ya?”
“Kurasa kau bukan hanya ketularan Sandra, tapi kau sudah sama seperti
dirinya. Kau sama gilanya.” Lily lalu tertawa terbahak bahak. “Ya ampun kau
lucu sekali Bianca.”
“Lily, aku tidak sedang bercanda.”
Tawa Lily semakin keras. “You made my
day. Kau membuat hariku jadi ceria Bianca. Terimakasih. Ayo kita makan. Aku
mulai merasa lapar.”
~ ~
Bianca pulang ke Hall of City
pada Jumat pagi. Seperti kebiasaannya selama ini, ia selalu suka pergi pagi
pagi karena pergi pagi itu cuacanya masih cukup bersih dibandingkan pergi siang
atau sore hari yang sudah banyak tercemar polusi dari kendaraan bermotor.
Dari Stasiun kereta api ke rumah kontrakannya Bianca menggunakan kendaraan
umum berupa bis. Bila sedang santai seperti sekarang dan tidak diburu waktu
untuk pergi, Bianca biasanya menggunakan kendaraan umum untuk bepergian. Tidak seperti saat ia bekerja yang selalu
dikejar kejar waktu, ia terpaksa menggunakan taksi padahal ongkos taksi di Hall of City mahal sekali.
Tiba di lantai atas, Sandra yang sedang asik nonton tivi langsung
menghampiri Bianca dan memberikan sebuah bungkusan padanya.
“Ini paket untukmu, datangnya kemarin.” Ujar Sandra.
Bianca menerima bungkusan yang diberikan Sandra. Bungkusan itu sudah
terbuka. Didalamnya terdapat kotak terbuat dari kayu yang halus yang diukir
cantik. Ia membolak balik kotaknya. “Paket ini datang dalam keadaan bungkusnya
terbuka begini?”
“Tidak, dalam keadaan terbungkus rapi.”
“Lalu kenapa sekarang bungkusnya dalam keadaan robek sebagian?”
“Aku memakan sebagian isinya.”
“Sebagian.. “ Bianca langsung membuka kotak itu. Isinya ternyata campuran dark cokelat dan kacang ekuador dengan kacang hazelnuts di dalamnya. Cokelat jenis itu
adalah cokelat favorit nenek Bianca. Harganya sangat mahal. “sebagian isinya,”
gumam Bianca, “kau memakan sebagian isinya?!” Bianca kini menjerit histeris.
“Hey, jangan salahkan aku.” Protes Sandra, “dibungkusnya tertulis “MAKAN
AKU”, jadi aku makan.”
“I..ini maksudnya yang disuruh “MAKAN AKU”
atau MAKAN COKELAT ITU, aku, bukan kau, Sandra.”
“Mana aku tahu, aku kan hanya menuruti perintah bungkus itu, harusnya
tulisannya, BIANCA, MAKAN AKU.”
“Tapi kan paket ini jelas jelas ditujukan padaku!”
“Sudahlah, sudah terlanjur kumakan. Lagipula kan masih ada sisa
setengahnya.”
“Ya, kau benar,” walau kesal akhirnya Bianca membuka pintu kamarnya sambil
membawa cokelatnya masuk.
Bianca akhirnya menikmati cokelat itu sambil tersenyum. Ia lalu mengirim
pesan pada Prince Larry untuk mengucapkan terima kasih. Walau tak ada namanya, Bianca merasa yakin cokelat itu dari Prince Larry.
Sejak berpisah di Crown Palace malam
minggu kemarin, Prince Larry tidak pernah meneleponnya atau mengiriminya pesan
apapun. Hal itu sepertinya sengaja ia lakukan untuk memberi waktu pada Bianca
untuk berpikir.
Terima kasih cokelatnya.
Cokelatnya enak. Tulis
Bianca dalam pesannya.
Prince Larry langsung membalas pesan Bianca.
Sama sama. Aku merindukanmu, Bianca.
Sampai bertemu lagi.
Bianca.
Ya. Sampai bertemu lagi.
Bianca lalu memejamkan mata. Ia merasa ngantuk sekali. Di kereta tadi ia
sibuk memoto keadaan sekelilingnya. Ia sekarang sudah ketularan Patrick dan
Luke hobi memoto. Tapi itu bukan salahnya, Permaisuri yang membuat ia jadi
suka memoto.
~ ~
BAB ENAM BELAS
Prince Larry bolak balik di kamarnya dengan gelisah. Beberapa saat lalu ia
selesai makan malam. Dan sekarang ia tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Nonton acara favoritnya di televisi sudah, berenang sudah, bermain biola sudah,
tapi ia tetap merasa gelisah. Ia merasa tak sanggup untuk menunggu sampai besok
siang saat makan siang di King Palace
untuk mendapatkan jawaban dari Bianca. Ia harus mendapatkan jawabannya malam
ini juga.
Prince Larry akhirnya mengambil jaketnya dan memakainya. Ia menelepon John
sambil turun dari tangga.
“Ya Yang Mulia, ada yang bisa saya bantu?” John menjawab panggilannya.
“Aku perlu rute ke rumah kontrakan Miss. O’Brien.”
“Baik, akan aku beritahu Yang Mulia.”
“Terimakasih.”
“Anda mau kesini?”
“Ya, aku mau ke sana John,” ujar Prince Larry sambil mengambil salah satu
kunci mobilnya.
“Sekarang? Malam ini?”
“Iya.”
“Anda pergi ke sini dengan diantar supir Anda?”
“Tidak, aku mengendarai mobil sendiri.”
“Baiklah Yang Mulia, dari depan pintu gerbang Istana Normand Anda belok ke
kanan lalu lurus, lalu...”
“Belum John,” potong Prince Larry “nanti memberitahunya, aku bahkan belum
naik ke mobilku.”
“Baik Yang Mulia.”
Ivanka berlari ke arah pintu saat pintu rumah ada yang mengetuk. Ia tadi mematikan
kompor terlebih dahulu sebelum berlari ke arah pintu. Ia sedang memasak ketika
ada yang mengetuk pintu. “Sebentar,” teriaknya.
Ivanka terhenyak saat membuka pintu depan karena yang berada di hadapannya
adalah Putera Mahkota Kerajaan Fillmore Green.
“Siapa yang datang malam malam begini Ivanka?” Sassy keluar dari kamarnya
dan menghampiri Ivanka dan ia sama terkejutnya dengan Ivanka. Mereka terbengong
bengong menatap Prince Larry yang berdiri di hadapan mereka.
“Selamat malam, maaf mengganggu, tapi aku perlu berbicara dengan Bianca.”
“Bi.. Bianca?” tanya Ivanka gugup.
“Ya, Bianca O’Brien, dia tinggal di sini kan?”
“I.. iya di lantai atas.”
“Boleh aku ke kamarnya?”
“Te.. tentu.”
“Akan aku tunjukkan kamarnya Yang Mulia,” Sassy tersenyum, “mari.”
Prince Larry mengikuti langkah Sassy diikuti oleh Ivanka di belakangnya.
Ivanka mengikuti mereka setelah menutup pintu terlebih dulu.
Sandra yang sedang asik nonton tivi langsung menutup mulutnya melihat Sassy
datang diikuti Prince Larry. Ia terlonjak dari duduknya. Ia nyaris berteriak
saking kagetnya
Sassy menempelkan telunjuk pada bibirnya menyuruh Sandra untuk diam. Sassy
lalu berjalan ke arah kamar Bianca.
“Bianca? Kau sudah tidur?” tanya Sassy.
“Tidak, belum.”
“Ada yang mencarimu.”
“Siapa?”
“Bukalah pintunya dan lihat sendiri.”
Bianca akhirnya membuka pintu dan terkejut melihat Prince Larry berdiri di
depan pintu kamarnya.
“Yang Mulia, apa yang Anda lakukan disini?” tanya Bianca kaget.
“Aku ingin mendengar apa jawabanmu,” ujar Prince Larry langsung.
“Jawabanku?”
“Ya, jawabanmu.”
“Aku baru akan memberikan jawabanku besok Yang Mulia.”
“Aku tidak bisa menunggu besok. Aku ingin jawabannya sekarang.”
Bianca tidak tahu harus mengatakan apa. Ia kaget dengan semuanya. Ia bahkan
sedang memakai celana pendek dan kaos karena tidak menyangka Prince Larry akan
datang seperti ini ke rumah kontrakannya. Ia sedang siap siap untuk tidur bukan
untuk bertemu Putera Mahkota Kerajaan Fillmore Green.
Bianca lalu memperhatikan ketiga temannya yang menatap Bianca dengan
tatapan aneh seolah olah Bianca berasal dari Planet Neptunus.
“Apa yang kalian lakukan disini?” teriak Bianca pada teman temannya.
“Kenapa kalian tidak kembali ke kamar kalian masing masing?”
“kami juga ingin tahu jawabannya Bianca.” Ujar Sandra.
“Kau bahkan tidak tahu pertanyaannya, Sandra!”
“Tidak masalah, kami tetap ingin tahu apa jawabannya.”
“Bianca, aku menunggu.” Ujar Prince Larry lagi.
Bianca tersenyum. Sekarang atau besok sama saja. Ia sudah sangat ingin
bersama sama dengan Prince Larry lagi. Satu minggu tidak bertemu dengannya
membuat Bianca nyaris Gila. Bianca sangat merindukan dirinya.
“Jawabannya adalah,” Bianca menghela nafas sebentar, “aku bersedia menikah
denganmu Prince Lawrence Albert Normand IV.”
“APA?” teman temannya berteriak kaget.
Bianca tersenyum memperhatikan teman temannya yang sedang duduk
dihadapannya di ruang tivi di depan kamar Bianca. Prince Larry duduk disamping
Bianca sambil memeluk Bianca.
Teman temannya masih syok dengan
apa yang Bianca bilang barusan. Mereka hanya bisa menatap Bianca dan Prince
Larry tanpa tahu harus ngomong apa. Sandra yang biasa cerewet tiba tiba jadi
pendiam.
“Kalian beruntung tahu kabar tentang hal ini untuk pertama kalinya,” Bianca
masih tersenyum, “maksudku tentang hubunganku dengan Putera Mahkota Kerajaan
Fillmore Green.”
“Sayang,” ujar Prince Larry pada Bianca, “apakah kau tidak keberatan teman
temanmu memberitahu teman temannya yang lain tentang hal ini atau kau ingin ini
masih jadi rahasia sampai pihak Istana mengumumkan secara resmi pertunangan
kita?”
“Ehm, kukira tidak masalah.” Jawab Bianca.
“Teman temanku boleh memberitahu siapa saja yang ingin mereka beritahu.
Aku tidak perduli.” Bianca kemudian tertawa, “aku sedang bahagia sekali sekarang.
Aku tidak keberatan seluruh dunia tahu aku punya kekasih yang tampan dan hebat
seperti dirimu.”
Prince Larry tersenyum mendengar jawaban Bianca. Ia sama bahagianya dengan
Bianca. Ia merasa sangat lega dengan semuanya. Ia merasa penantiannya berakhir
indah. Bersama dengan Bianca adalah apa yang paling ia inginkan di dunia ini.
“Tu.. tunggu sebentar,” Sandra tiba tiba bangkit dari duduknya dan berlari
ke kamarnya.
“Apa yang kau lakukan Sandra?” teriak Bianca heran.
“Tunggu.” Sandra kembali dengan membawa handphonenya.
“Aku ingin we-fie dengan kalian.”
Sandra duduk di samping Bianca sambil mengarahkan kamera pada dirinya, Bianca
dan Prince Larry. “Ayo tersenyum.” Ujarnya sambil mengambil beberapa foto.
“Sebentar,” Sandra lalu menulis sesuatu di handphonenya setelah mengambil foto mereka. “Aku sedang bersama
Putera Mahkota Kerajaan Fillmore Green, Prince
Lawrence Albert Normand IV dengan
calon mempelainya Bianca O’Brien di rumah kontrakanku yang sederhana di Hall of City. Hashtag #PrinceLarry #BiancaObrien #SandraRicardo #SassyLee
#IvankaLaw #RoyalWeddingIsComing.” Sandra lalu berpaling ke arah Bianca. “Aku
ingin memasukkan foto kita bertiga tadi ke instagramku, boleh?”
“Ya, tentu saja, tidak masalah.” Bianca mengangguk.
“Terimakasih,” Sandra menjerit senang sambil mengirim foto yang tadi
diunggahnya. “Fotoku pasti akan jadi viral
dan dalam waktu singkat aku akan sama terkenalnya dengan Bianca.”
“Aku juga mau we-fie.” Ivanka
tiba tiba bangkit dari duduknya dan berlari ke bawah untuk mengambil handphonenya diikuti oleh Sassy.
Ivanka dan Sassy segera kembali dengan handphone
mereka dan foto foto dengan Prince Larry dan Bianca.
“Kurasa kau harus membereskan barang barangmu sekarang,” ujar Prince Larry
setelah mereka selesai berfoto. “Dalam waktu singkat pers akan berada di
sekeliling rumah ini untuk mencarimu, jadi aku harus menyelamatkanmu ke Crown Palace.”
“Tapi aku belum packing.” Keluh
Bianca.
“Kau bawa seperlunya saja Bianca, biar sisanya aku packing. Nanti aku kirim barang barangmu ke Crown Palace.” Usul Sandra.
“Begitu?”
“Ya.”
“Baiklah Sandra, terimakasih banyak, aku sangat menghargai bantuanmu.”
“Tidak masalah.”
Bianca akhirnya membereskan barang barang yang ia perlukan ke tas travellingnya. Ia hanya membawa beberapa
baju ganti, laptop, HP, dompet, charger, agendanya, perhiasannya, album fotonya
dan kamera mahalnya. Sebagian barang barangnya yang lain ia tinggalkan.
Prince Larry langsung membawakan tas Bianca. Mereka kemudian keluar dari
kamar Bianca untuk pamit pada teman teman Bianca.
“Aku sangat berterimakasih untuk semua kebaikan kalian selama ini,” ujar
Bianca sambil memeluk temannya satu satu. “Rumah ini akan menjadi salah satu
tempat favoritku,” Bianca tertawa. “Aku tak akan pernah melupakan rumah ini. Aku
akan mengundang kalian dalam jamuan makan di Crown Palace sebelum acara pernikahan nanti. Kalian dan sahabat
sahabatku yang lain akan kuundang ke sana. Kalian mau kan?”
“Tentu saja,” Ivanka menangis sambil mengatakan itu. “Aku merasa terhormat
bisa mengenalmu Bianca.”
“Jangan berlebihan Ivanka, aku masih Bianca yang dulu yang kau kenal.”
Bianca memeluk Ivanka lagi. “Kalian nanti ikut Sandra ya ke Crown Palace untuk mengantarkan barang
barangku,” ujar Bianca lagi.
“Ya, kami senang bisa datang ke sana.” Sassy mengangguk.
“Yang Mulia,” ujar Sandra ke arah Prince Larry. “Kalau pers nanti ingin
mewawancaraiku apakah boleh?”
“Tentu, tidak masalah,” jawab Prince Larry.
“Jangan ngomong yang aneh aneh ya Sandra.”
“Tidak, aku janji.” Sandra tersenyum girang.
Mobil Prince Larry baru meninggalkan rumah kontrakan Bianca selama kurang
lebih lima belas menit ketika akhirnya pers berdatangan ke rumah itu.
Sandra, Ivanka dan Sassy yang tadi mengantar Bianca dan Prince Larry ke
mobil langsung tersenyum ketika mulai diserbu wartawan. Sandra sudah sangat
siap diwawancara. Ia jadi juru bicara teman temannya. Beberapa televisi
menayangkan secara langsung wawancara yang dilakukan dengan Sandra dengan caption Breaking News.
“Ya, berita itu benar. Aku tidak mengada ngada.” Ujar Sandra menjelaskan.
“Mereka akan menikah. Kata mereka sih secepatnya. Nanti pihak istana akan
mengumumkan secara resmi kapan tepatnya tanggal pernikahan mereka.”
“Apakah Anda mengenal Miss. O’Brien dengan baik?”
“Cukup baik. Seperti kalian lihat kami tinggal bersama di rumah ini. Tapi
sekarang Bianca tentunya sudah tidak tinggal di rumah ini lagi.”
“Berapa lama Miss. O’Brien tinggal di sini?”
“Hampir empat tahun.”
“Selama ini ia bekerja?”
“Ya.”
“Bekerja dimana?”
“Di suatu perusahaan jasa pengiriman paket.”
“Sebagai apa?”
“Customer Service.”
“Apakah Prince Larry sering datang ke tempat ini?”
“Tidak.”
“Mereka biasanya kencan dimana? Karena tidak ada yang tahu kalau selama ini
Prince Larry ternyata punya kekasih dan mau menikah.”
“Aku tidak tahu mereka kencan dimana saja. Yang jelas mereka tidak pernah
kencan di rumah ini.”
“Makanan favorit Miss O’Brien apa?”
“Dia suka seafood. Dia punya
restoran seafood favorit di Parklane kepunyaan Mr. Lorenzo.”
“Apakah Miss. O’Brien dan Prince Larry suka makan di restoran tersebut?”
“Mungkin.”
Pertanyaan lainnya terus berdatangan dan Sandra menjawab semua pertanyaan
itu dengan sabar satu satu.
Prince Larry sedang mengemudi ketika Permaisuri meneleponnya.
“Istana kebanjiran telepon. Sekretarisku membangunkan aku saat aku sedang
tidur pulas karena katanya ada teman Bianca sedang diwawancara di channel 8 bicara tentang rencana
pernikahan kalian. Ada apa sebenarnya Larry?”
“Bianca bersedia menikah denganku Ibu.”
“Sungguh?”
“Iya.”
“Ya Tuhan, aku lega sekali mendengarnya. Aku sangat bahagia dengan kabar
ini. Bianca dimana sekarang?”
“Sedang bersamaku, kami sedang menuju Crown
Palace dan sebentar lagi sampai.”
“Tapi bukankah seharusnya Bianca memberikan jawabannya besok?”
“Ibu, sekarang atau besok tidak jadi masalah, yang penting ia bersedia
menikah denganku.”
“Ya, kau benar.” Gumam Permaisuri. “Apakah kau memaksanya untuk memberikan
jawabannya malam ini Larry? Itu yang terjadi?”
“Ibu, aku mencintainya, aku tidak bisa menunggu sampai besok. Aku tidak
sabar untuk mengetahui apa jawabannya.”
“Kau ini, teman Bianca jadi tahu sehingga ia mengatakannya pada pers. Ia
masih diwawancara di channel 8.”
“Aku memberinya ijin. Bianca juga tak keberatan dengan hal itu. Bagi kami
tidak masalah seluruh dunia tahu tentang hal ini.”
Permaisuri tertawa, “kurasa ibu harus mengadakan konferensi pers
secepatnya. Kau dan Bianca juga harus siap untuk diwawancara.”
“Kurasa begitu.”
“Bianca mana? Aku ingin bicara dengannya.”
“Ya Yang Mulia, ini aku.” Sahut Bianca. Bianca mendengarkan semua
pembicaran Prince Larry dan permaisuri karena di loudspeaker.
“Sayang, mulai malam ini, sama seperti Puteraku, kau panggil aku Ibu, Oke?”
Malam ini Lily berada di suatu restoran eksklusif dengan teman temannya karena
teman Lily ada yang ulang tahun dan mentraktirnya makan. Lily sedang minum champagne ketika berita tentang rencana
pernikahan Bianca dan Prince Larry ada di televisi. Televisi itu dipasang tidak
jauh dari tempat duduk Lily dan teman temannya.
Teman Bianca yang bernama Sandra yang membocorkan rencana pernikahan Bianca
dan Prince Larry. Lily langsung pingsan sesaat setelah mendengar berita itu.
Gelas kristal yang Lily pegang langsung jatuh dan pecah berantakan.
“Tidak mungkin, ini tidak mungkin!” Adora yang sedang berada di club malam
bersama teman temannya terbengong bengong mendengar berita di televisi tentang
rencana pernikahan Bianca dan Prince Larry. “Dasar pengkhianat!” gerutu Adora
lagi. “Dasar pengkhianat! Aku tidak akan memaafkanmu Bianca!”
Mrs. O’Brien mengangkat telepon dari Emily dengan kepala pusing. Ia sedang
terlelap ketika Emily meneleponnya.
“Ibu, bagaimana mungkin ibu melakukan ini padaku?”
“Melakukan apa Emily?”
“Claudia barusan meneleponku katanya Bianca mau menikah. Kenapa ibu tidak
memberitahuku? Dan kenapa Bianca harus menikah lebih dulu dariku. Ia akan
menikah secepatnya Bu.”
“Emily kau ngoceh apa sih? Apa yang kau bicarakan?” Ibunya benar benar
kaget mendengar kabar Bianca akan menikah. “Bianca tidak pernah bercerita
tentang apapun padaku apalagi tentang rencana ia akan menikah. Ibu baru bertemu
dengannya dua hari lalu di rumah kakek.”
“Ibu bohong! Bagaimana mungkin ibu tidak tahu mengenai hal ini. Ibu pasti
menyembunyikan berita besar ini. Tapi aku puteri Ibu, Ibu harusnya
memberitahuku.”
“Emily, tenangkan nafasmu, jangan menuduh Ibu yang tidak tidak seperti ini.”
“Aku mengerti ibu mungkin menyimpan rahasia ini karena pihak kerajaan yang
memintanya, karena..”
“Pihak kerajaan?” potong ibunya kaget.
“Ya, mereka pasti meminta Ibu untuk tidak membocorkan rahasia ini dulu
karena berita pernikahan Prince Larry dan Bianca memang berita besar dan..”
“Prince Larry?”
“Ibu, ibu sudah betul betul bangun belum sih, dari tadi mengulang kata
kataku terus.”
“Kalau ibu tidak salah ambil kesimpulan, Bianca akan menikah dengan Prince
Larry?”
“Iya Ibu, itu yang aku bicarakan dari tadi. Makanya aku semarah ini karena
ibu tidak memberitahuku tentang rencana pernikahan mereka.”
“Emily,”
“Ya?”
“Ibu perlu menelepon Bianca sekarang.”
“Percuma Bu, handphone Bianca
tidak aktif. Aku, Claudia, Gillian, sudah mencoba meneleponnya, tapi tidak
aktif.”
“Kalau begitu, ibu mau menelepon kakekmu dulu, nanti ibu bicara denganmu
lagi.”
“Baiklah.”
Mrs. O’Brien langsung menelepon ayahnya setelah memutuskan pembicaraan
dengan Emily.
“Aku tahu apa yang ingin kau tanyakan,” jawab kakek Bianca langsung. “Aku
juga barusan mendapat telepon dari saudara saudaramu yang lain.”
“Jadi apa berita itu benar Ayah?”
“Besok kalian datang ke sini oke? Kita sarapan sama sama dan bicara dengan tenang.”
Kakek Bianca baru selesai bicara dengan ibu Bianca dan menutup teleponnya
ketika teleponnya bunyi lagi. Ternyata Permaisuri yang meneleponnya.
“Apakah Anda sudah memberitahu Mrs. O’Brien atau puteri Anda yang lain
bahwa pernikahan Bianca dan Larry terjadi karena aku yang menjodohkan mereka?”
tanya Permaisuri langsung.
“Belum.” Jawab Kakek Bianca, “aku baru mengundang puteri puteriku besok
untuk sarapan denganku untuk membicarakan mengenai hal ini.”
“Sebaiknya nanti Anda bilang pada mereka kalau Bianca dan Larry akan
menikah karena keinginan mereka sendiri karena mereka saling jatuh cinta. Jadi
aku tidak ikut campur tentang hal ini. Aku juga sudah bilang begitu pada Larry
dan Bianca. Kami akan mengadakan konferensi pers besok jam sepuluh pagi. Aku
ingin memberitahukan pada orang orang tentang berita bahagia ini secepatnya.”
“Baik Yang Mulia.” Jawab Kakek Bianca. “Akan aku sampaikan pada puteri
puteriku dan keluarga besarku seperti apa yang Anda minta.”
“Terimakasih.”
“Sama sama Yang Mulia.” Ujar Kakek Bianca, “Yang Mulia, apakah mereka benar
benar saling jatuh cinta? Karena seingatku ketika aku bicara dengan Bianca dulu
tentang rencana pernikahan ini Bianca kurang antusias.”
“Ya, mereka saling jatuh cinta. Jadi tidak ada keterpaksaan apapun di
sini.” Permaisuri tertawa bahagia.
“Aku senang mendengarnya.” Kakek ikut tertawa bahagia.
Luke sedang tidur nyenyak ketika ada telepon masuk untuknya. Dengan masih
setengah sadar Luke menerima panggilan untuknya.
“Halo,” ujarnya malas.
“Ini dari majalah Fillmore Style.
Kami tertarik untuk membeli beberapa foto Bianca, maksud kami foto Miss.
O’Brien di situs Anda.”
“Aku tidak menjual foto foto itu,” ujar Luke sambil menguap.
“Kami akan beli foto itu berapapun harga yang Anda inginkan.”
“Berapapun?” Mata Luke langsung terbuka lebar dan ia langsung duduk di
tempat tidur.
“Ya, berapapun.”
Luke akhirnya negosiasi soal harga dengan pemilik Fillmore Style Magazine. Setidaknya ada lima foto yang mereka beli
dengan harga yang sangat mahal.
Setelah bernegosiasi dengan Filllmore
Style Magazine, handphone Luke
bunyi lagi, kali ini tawaran yang masuk dari TV A. Mereka menginginkan
tiga foto Bianca.
Seluruh foto Bianca yang ada di situs Luke akhirnya laku dibeli oleh
beberapa media massa yang ada di Fillmore
Green. Luke masih bernegosiasi dengan beberapa telepon yang masuk
berikutnya. Mereka memaksa Luke untuk menjual foto Bianca lainnya, Luke
akhirnya menjual juga stok foto Bianca yang belum ia publikasikan.
Luke tidak tahu apa yang terjadi dengan diri Bianca hingga fotonya laku
seperti itu. Sejak sore tadi Luke ketiduran, ia tidak menonton berita di
televisi. Ia mencoba menghubungi Bianca tapi handphonenya tidak aktif.
Tapi apapun yang terjadi, Luke merasa senang karena malam ini ia mendapat
uang yang sangat banyak.
Mr. Lorenzo menggigil kedinginan. Cuaca malam ini sangat dingin. Karena hal
itu pula restorannya sepi padahal biasanya tidak sesepi ini. Hanya beberapa
meja yang terisi oleh pelanggan pelanggan yang sedang makan di sana saat ini.
Mr. Lorenzo akhirnya pergi ke belakang restoran miliknya dan bilang pada
salah satu karyawannya ia ingin beristirahat. Rumah Mr. Lorenzo terpisah dari
restoran miliknya tapi ia punya kamar tersendiri di restoran itu untuk ia
beristirahat.
Baru dua puluh menit Mr. Lorenzo beristirahat, kamarnya tiba tiba diketuk
oleh karyawannya. Menurut karyawannya ada beberapa media massa ingin
mewawancarai dirinya tentang makanan apa yang biasa dipesan Miss O’Brien di
restoran miliknya.
Mr. Lorenzo akhirnya kembali ke ruang depan. Dan ia terkejut karena
restorannya sekarang tiba tiba sudah terisi penuh.
Stevan sedang terkantuk kantuk di meja kerjanya. Stevan adalah salah satu
teman Bianca yang bekerja di jasa pengiriman paket. Stevan sedang mendapat shift malam. Seharusnya ia bertugas
berdua dengan temannya, tapi temannya tiba tiba minta ijin untuk tidak masuk
kerja sehingga Stevan kerja sendirian. Untung pelanggan sedang sedikit sehingga
Stevan tidak terlalu sibuk.
Ia baru bangun dari tempat duduknya untuk bikin kopi ketika banyak wartawan
yang masuk ke tempatnya kerja dan menyerbunya dengan berbagai pertanyaan tentang
Bianca.
Stevan cukup dekat dan kenal dengan Bianca, ia akhirnya menjawab pertanyaan
yang diajukan wartawan satu satu.
John memperhatikan berita di televisi dengan serius. Sandra saat ini sedang
diwawancara di Channel 8. Ia sedang
bercerita tentang rencana pernikahan Prince Larry dan Bianca. John sudah
menduga bahwa ada sesuatu antara Prince Larry dan Miss O’Brien. Dan dugaannya
benar, mereka berdua ternyata sepasang kekasih.
Saat ini John dan teman temannya sedang menonton televisi di salah satu
restoran tidak jauh dari komplek Istana Normand.
Bianca sedang berada di Crown Palace
sekarang, sehingga pengawasan John dan teman temannya terhadap diri Bianca
hanya sampai pintu gerbang istana, karena keamanan di dalam komplek istana
cukup terjamin.
“Pertanyaan kita sekarang terjawab sudah, Miss O’Brien ternyata bukan anak
haram King Theodore,” ujar Kenny sambil tertawa.
“Sst.. hati hati kalau bicara, nanti ada orang dengar,” Fillan
mengingatkan.
“Ternyata yang kita awasi dan kita jaga selama tiga bulan terakhir ini
adalah calon isteri Putera Mahkota Fillmore Green,” Erik tersenyum, “mengingat
kencan kencan mereka, aku jadi iri, mereka romantis sekali.”
“John,” ujar Fillan pada John, “bukankah teman Bianca yang sedang
diwawancara di televisi itu pernah mengajakmu kencan? Dia mengajakmu nonton ke
Bioskop kalau tidak salah.”
“Aku tidak tertarik,” ujar John sambil meminum kopinya.
“Wah, jangan begitu John,” seru Fillan. “Dia cantik loh.”
“Kau ajak kencan saja dia kalau kau suka,” komentar John.
“Tentu saja, aku nanti akan mengajaknya kencan.”
“Menurut kalian, permaisuri akan tetap memakai jasa kita setelah Miss.
O’Brien menikah?” tanya Erik.
“Aku tidak tahu,” sahut John, “tapi menurutku tidak. Isteri Putera Mahkota
nantinya punya bodyguard sendiri dan protokoler sendiri, jadi jasa kita pasti
tidak diperlukan lagi.”
“Sayang sekali,” Kenny mengeluh, “padahal bayarannya besar sekali.”
Bianca tersenyum sambil merapatkan selimutnya. Ia saat ini baru mau
beristirahat di salah satu kamar tamu di Crown
Palace. Ia merasa bahagia karena berada di Crown Palace lagi.
Permaisuri tadi memintanya untuk cepat cepat beristirahat karena besok
Bianca akan sibuk sekali. Setelah acara
konferensi pers masih akan ada banyak acara yang harus Bianca hadiri, salah
satunya adalah jamuan makan siang yang akan diadakan di King Palace dimana seluruh anggota keluarga kerajaan akan hadir
disana dan Bianca akan diperkenalkan secara resmi pada mereka.
Setelah itu pada hari Minggunya, Permaisuri mengundang Kakek Nenek Bianca
dan seluruh keluarga O’Brien ke King
Palace. Permaisuri ingin berkenalan dengan keluarga O’Brien dan ngobrol
dengan ibu Bianca tentang rencana pernikahan putera puteri mereka. Setelah
mengenal keluarga O’Brien, baru Permaisuri akan mengundang keluarga besar
O’Sullivan ke King Palace.
Biancapun punya acara sendiri. Ia nanti akan melihat kapan jadwalnya
kosong. Ia ingin mengundang sahabat sahabatnya datang ke Crown Palace untuk diperkenalkan pada Prince Larry.
Ingat sahabat sahabatnya, Bianca akhirnya mengambil handphonenya. Ia hanya memegang Handphone-nya
tanpa mau menyalakannya. Ia belum siap diserbu berbagai pertanyaan oleh semua
orang.
Prince Larry baru akan tidur ketika Lord Egar meneleponnya.
“Selamat Larry, akhirnya beritanya keluar juga di televisi, walau belum
resmi.”
“Terima kasih Egar. Berita resminya besok.”
“Aku ikut berbahagia untukmu.”
“Ya, terima kasih.”
“Ngomong ngomong teman Bianca yang bernama Sandra lucu juga.”
“Here we go, Don Juan Hall of City beraksi lagi.”
“Aku serius Larry. Ia menjawab semua pertanyaan dengan datar dan tanpa
ekspresi tapi jawabannya membuat aku tertawa terbahak bahak. Dia lucu sekali.”
“Egar, aku mau tidur sekarang.”
“Kau punya nomor teleponnya Larry?”
“Selamat malam Egar, selamat beristirahat.”
BAB TUJUH BELAS
Konferensi Pers itu diadakan tepat jam sepuluh pagi. Sebelum mengadakan
konferensi Pers, Permaisuri menberitahukan pada para wartawan bahwa berita
mengenai rencana Pernikahan Prince Larry dan Bianca itu benar. Mereka akan
segera bertunangan dan bulan depan mereka akan menikah.
Bianca tampil cantik sekali pagi itu, ia mengenakan baju mini dress warna
kuning dengan motif bunga bunga putih dan jeans berwarna putih. Bianca juga
menggunakan sepatu hak tinggi. Tapi walau
Bianca sudah mengenakan sepatu hak tinggi ia masih terlihat pendek
berdiri di samping Prince Larry karena tubuh Prince Larry memang tinggi.
Keluarga besar kakek Bianca duduk di depan televisi untuk menyaksikan
siaran konferensi pers tersebut yang disiarkan secara langsung. Tapi yang hadir
pagi itu di mansion kakek hanya keluarga O’Brien dan keluarga McKenzie.
Keluarga Stevenson dan Keluarga Brown tidak ikut hadir.
Ibu Bianca terus terusan menangis melihat konferensi pers itu. Ia tetap
menyalahkan kakek Bianca karena tidak memberitahu apa apa padanya. Padahal
kakek juga sudah bilang pada ibu Bianca kalau ia tak tahu apa apa.
James, adik Bianca yang paling kecil terus terusan menerima telapon dari
teman teman sekolahnya. Mereka bertanya apakah mereka nanti bisa main ke Ranch Prince Larry di Cape Field untuk berkuda di sana, atau
apakah mereka boleh ke sirkuit Prince
Larry di Redwood untuk balapan karena
sebentar lagi James akan jadi adik ipar sang pangeran.
Bianca dan Prince Larry menjawab pertanyaan wartawan satu satu dengan
sabar. Ketika wartawan bertanya dimana mereka pertama kali kencan mereka
menjawab secara serempak di museum.
“Kencan di museum?” teriak Claudia heran, “apa menariknya kencan di
museum?”
“Sst, diamlah,” Emily langsung menyuruh Claudia diam.
“Tempat Favorit Anda untuk kencan dimana?” tanya Wartawan lagi. Prince
Larry dan Bianca bertatapan dan tersenyum.
“Aku suka di ranchku di Cape Field. Berkuda dengan Bianca disana
membuatku sangat bahagia.” Prince Larry kemudian tertawa. “Tadinya aku berharap
Bianca tidak bisa berkuda sehingga aku bisa mengajarinya, tapi ternyata ia
cukup lihai berkuda.”
“BIANCA PERNAH KE CAPE FIELD?” Kali ini Gilian yang berteriak.
“Sst.. diamlah.” Semua orang menyuruh Gillian diam.
“Kalau Anda Miss O’Brien, tempat kencan yang paling Anda sukai dimana?”
“Aku suka air terjun di The Valley,
disana pemandangannya sangat indah, udaranya hangat walau tidak sehangat di Cape Field. Aku bahkan pernah
berkesempatan melihat pelangi di sana. Pokoknya disana indah sekali.”
“Seingatku The Valley tempatnya
sangat tertutup dan eksklusif sekali.
The Valley adalah rumah
peristirahatan Permaisuri yang sangat disukai Permaisuri” Gumam Claudia. “Asik
banget Bianca pernah ke the Valley.”
“Kencan terjauh selama ini kemana?”
Prince Larry dan Bianca sama sama bertatapan lagi sambil tersenyum dan sama
sama menjawab kompak, “Roma. Italia.”
“I.. ibu, ibu tahu Bianca pernah ke Roma?” tanya Emily histeris, “aku
beberapa kali ingin ke sana tapi tak pernah punya kesempatan!”
“Tidak Emily, ibu tidak tahu Bianca pernah ke Roma. Ibu tidak tahu apa apa.
Jadi jangan bertanya apa apa lagi pada Ibu.”
Jamuan makan malam pada hari Kamis malam Bianca lakukan untuk mengundang
keluarganya ke Crown Palace.
Ayah, Ibu, Gillian, suami Gillian, Emily, tunangan Emily dan James hadir di
sana.
Bianca meminta maaf pada semua keluarganya karena sudah merahasiakan
hubungannya dengan Prince Larry selama ini.
Mereka lalu ngobrol dengan santai. Bianca dan Prince Larry menjawab semua
pertanyaan mereka satu satu. Termasuk rencana mereka untuk berbulan madu.
“Menurutku Fillmore Green cukup indah, jadi bulan madu mengelilingi
Fillmore Green akan sangat menyenangkan bagiku,” ujar Bianca sambil tersenyum.
“Aku akan ikut kemana Bianca ingin pergi,” Prince Larry tertawa. “Tidak
masalah dimana atau kemana kami jalan jalan asal bersama Bianca semua tempat
jadi terasa indah,” ujar Prince Larry lagi membuat semua orang tertawa.
“Aku tak menyangka kalau Anda romantis juga Yang Mulia,” komentar Gillian
sambil tersenyum, “Bianca beruntung mendapatkan Anda.”
“Tidak, aku yang beruntung mendapatkan Bianca.”
“Tuh kan aku bilang, Anda romantis.” Seru Gilian lagi.
“Apakah aku bisa balapan di sirkuit Anda di Redwood Yang Mulia?” tanya James.
“James!” ayah Bianca mengingatkan James untuk bertingkah laku sopan.
“Jangan bertanya seperti itu pada Prince Larry.”
“Masalahnya Ayah, teman temanku bertanya terus, aku harus punya jawaban.”
“Tidak masalah James, kau boleh balapan di sana kalau kau mau,” ujar Prince
Larry sambil tersenyum.
“Asiik,” seru James senang.
“Asal kau mengikuti peraturan yang ada di sana. Sirkuit di sana untuk
pembalap profesional, kalau bukan profesional biasanya akan ada pembalap
profesional yang mendampingi pembalap pemula karena takut terjadi kecelakaan
atau semacam itu. Lintasan disana cukup sulit untuk pembalap pemula. Ada
beberapa tikungan tajam yang cukup sulit.”
“Baik Yang Mulia, akan saya sampaikan pesan Anda pada teman temanku.
Sirkuitnya khusus mobil sport ya Yang
Mulia? ”
“Iya, mobil sport.”
Mereka masih terus ngobrol sampai larut. Apa saja mereka bicarakan. Ayah
Bianca akhirnya pamit untuk pulang setelah melihat James terus terusan menguap.
Ia berterima kasih atas jamuan makan malam yang sudah Bianca dan Prince Lakukan
untuk mereka.
Bianca mengantar keluarganya hingga ke mobil mereka masing masing lalu
memeluk mereka satu satu.
Kalau Kamis malam Bianca menjamu keluarganya, maka pada Jum’at malam Bianca
mengundang sahabat sahabatnya ke Crown Palace
untuk makan malam bersama.
Hampir semua yang Bianca undang hadir di sana, kecuali Adora. Mereka
membawa pasangan mereka masing masing : Lily dan teman kencannya, yang
merupakan sahabat dari kakak sepupunya, lalu Claudia dengan pacarnya, Ivanka
dengan pacarnya, Sassy dengan tunangannya,
Daniella dengan Patrick, Luke dengan teman kencannya yang seorang model
dan Nicole dengan tunangannya. Nicole yang tinggal di luar negeri bahkan
menyempatkan diri untuk datang.
Yang datang tidak bersama teman kencan mereka adalah Sandra dan Casey
karena keduanya memang sedang tidak punya pacar.
Saat bertemu Prince Larry, Daniella kelihatan gugup. Dan Bianca maklum,
bagaimanapun pernah ada kenangan di antara Daniella dan Prince Larry, apalagi
dulu, Daniella sering mengunjungi Crown
Palace.
Bianca dan sahabat sahabatnya bertukar cerita tentang apa saja. Mereka
tertawa tawa dengan gembira. Nicole yang sebentar lagi akan menikah mengundang
Bianca dan Prince Larry ke pernikahannya yang akan dilaksanakan di Roma Italia
karena Nicole sekarang tinggal di sana.
Bianca berjanji akan datang ke pernikahan Nicole. Tapi berhubung pernikahan
Bianca yang lebih dulu dilakukan jadi Nicole yang harus datang ke pernikahan
Bianca lebih dulu.
Lily bercerita bahwa ia langsung pingsan saat mendengar berita tentang
rencana pernikahan Bianca dan Prince Larry di televisi saking kagetnya. Ia juga
memecahkan gelas kristal yang mahal sehingga harus mengganti gelas kristal yang
mahal itu, semua tertawa mendengar cerita Lily.
“Aku dan Daniella sedang di Shanghai waktu Adora menelepon,” kini Patrick
yang bercerita, “aku tak percaya apa kata Adora, aku telepon Luke, tapi tak dijawab
teleponnya, aku telepon Lily tidak dijawab juga. Akhirnya aku mengetahui kabar itu
dari internet.”
“Waktu itu aku lagi tidur,” ujar Luke. “Seharian aku mengecat rumah dan..”
“Kau mengecat rumah sendiri?” tanya Bianca kaget. “Tidak menyuruh orang
lain mengecat?”
“Tidak, aku sedang berhemat.”
“Ya, tentu saja.” Komentar Bianca.
“Sungguh, aku sedang berhemat, aku ketularan dirimu Bianca, sekarang aku
memperhitungkan betul pengeluaranku.”
“Lalu?” tanya Sandra penasaran.
“Lalu apa?” Luke balik bertanya.
“Iya, tadi kau bilang kau sedang tidur karena kecapekan, lalu?”
“O, iya, tiba tiba aku dapat telepon dari Fillmore Style Magazine, mereka ingin membeli foto Bianca.”
“Sungguh?” tanya Bianca tak percaya.
“Iya, dan harganya mahal.”
“Wow,” Patrick berdecak.
“Dan aku kaya.” Luke lalu tertawa.
“Kau harus mentraktirku makan di restoran Mr. Lorenzo lagi,” ujar Sandra
kemudian.
“Tidak masalah,” jawab Luke.
“Restoran Mr. Lorenzo sekarang terkenal loh,” kata Casey. “Restorannya
selalu penuh. Mau makan disana sekarang harus ambil nomor antrian.”
“Serius?” Bianca kaget.
“Ya, berkat dirimu, semua orang jadi ingin makan di restoran favoritmu.”
“Kamarmu sekarang tidak dikontrakan lagi Bianca,” kini Ivanka yang buka
suara.
“Kenapa?” Bianca heran.
“Karena pemiliknya ingin tinggal di kamarmu.”
“Lalu harga sewanya?”
“Tetap, kami membayar harga sewa seperti kemarin. Hanya saja kamarmu
diambil alih pemiliknya.”
“Perempuan yang tinggal di sana?”
“Tidak, laki laki,” jawab Sassy, “dan dia berantem terus sama Sandra.”
“Habis orangnya nyebelin.” Celutuk Sandra.
“Hotel Ibu juga sekarang penuh terus.” Claudia tersenyum menatap Bianca.
“O ya?”
“Ya, sejak orang orang tahu ibuku adalah tantemu, kamar disana selalu laris
disewa orang, tidak pernah kosong. Satu pergi satu datang, begitu seterusnya.”
“Syukurlah, aku senang mendengarnya.” Bianca tersenyum menatap Claudia. Ia
betul betul bahagia kalau dirinya bisa mendatangkan rejeki bagi orang lain.
Seminggu kemudian, giliran Prince Larry yang mengundang sahabat sahabatnya.
Dan tidak seperti pada jamuan makan sebelumnya dimana saat itu Bianca
bersembunyi di dapur, kini Bianca mendampingi Prince Larry menemui sahabat sahabatnya.
Bianca diperkenalkan secara resmi pada mereka.
Sahabat Prince Larry yang paling dekat ada delapan orang. Dua orang
sahabatnya sejak kecil yaitu Lord Egar dan Lord Andreas, tiga orang sahabatnya
saat ia sekolah di high school, dan
tiga orang lagi saat Prince Larry kuliah.
Sementara sahabat yang diundang pada jamuan makan malam sebelumnya yang
berjumlah tiga puluh orang, selain delapan orang sahabat dekatnya tadi,
selebihnya adalah teman bisnisnya.
Kedelapan orang sahabat Prince Larry datang ke Crown Palace dengan pasangan masing masing. Mereka ramah ramah dan
menyenangkan.
Bianca menyukai mereka semua.
Lord Egar datang dengan seorang mantan puteri kecantikan yang bernama
Natasha. Bianca sangat menyukainya karena menurut Bianca Natasha cantik sekali,
tapi Prince Larry bilang Bianca jangan berharap bisa bertemu Natasha lagi di
kesempatan lain karena yang akan dibawa Lord Egar sebagai pasangannya di
kesempatan berikutnya akan berbeda, bukan Natasha lagi.
Prince Larry menyerah dengan kebiasaan Lord Egar yang selalu berganti ganti
teman kencan seperti itu.
BAB DELAPAN BELAS
Pernikahan Bianca dan Prince Larry dilakukan dengan meriah. Seluruh
masyarakat Fillmore Green menyambutnya dengan gembira.
Mereka turun ke jalan jalan untuk menari dan bernyanyi. Banyak jalanan yang
dihias dengan aneka macam bunga dan balon. Sebagian besar perusahaan meliburkan
para karyawannya agar mereka bisa ikut bergembira menyambut pernikahan yang
sudah dinanti nantikan selama ini.
Sovenir berupa kaos, tas, gantungan kunci, syal,
topi, jaket yang menampilkan foto Prince Larry dan Bianca laris diserbu
pembeli, karena souvenir souvenir itu
dalam beberapa waktu kedepan belum tentu diproduksi lagi.
Turis mancanegara banyak berdatangan ke Hall
of City untuk menyaksikan pernikahan itu. Semua hotel di Hall of City penuh diserbu turis
tersebut.
Setelah resmi menikah dalam upacara pernikahan yang sakral dan hanya dihadiri
oleh keluarga kerajaan dan undangan tertentu, Prince Larry dan Bianca melakukan
pawai keliling kota untuk menyapa masyarakat yang sangat antusias ingin
mengenal Bianca sebagai anggota keluarga kerajaan yang baru.
Bianca melambaikan tangannya sambil tersenyum pada orang orang yang
meneriakkan namanya dan mendoakan agar pernikahannya berjalan bahagia
selamanya.
Gaun pengantin yang Bianca kenakan adalah gaun rancangan salah satu designer Fillmore Green yang
terkenal. Bianca cantik sekali dalam
gaun itu.
Tiara yang dikenakan Bianca adalah hadiah perkawinan yang diberikan
Permaisuri padanya. Tiara itu merupakan tiara turun temurun dari dinasti
Normand I. Permaisuri King Edward Argien Normand I yang pertama kali memiliki
tiara tersebut. Lalu oleh Permaisuri King Edward diwariskan pada menantunya
begitu seterusnya hingga Permaisuri King Theodore yang memiliki.
Dan sekarang, oleh Permaisuri King Theodore tiara itu diberikan pada
Bianca.
Bentuk tiaranya berupa rangkaian bunga bunga kecil terbuat dari mutiara
dengan hiasan batu ruby ditengah tengahnya. Melengkapi tiara tersebut, Bianca
juga mendapatkan kalung, anting dan gelang yang juga terbuat dari mutiara dan
batu ruby. Untuk cincin kawinnya, Bianca mengenakan cincin kawin berlian 24
karat dengan hiasan berlian berlian biru muda kecil di sekelilingnya.
Selain kereta kuda yang membawa Bianca dan Prince Larry, kereta kereta
lainnya yang berisi anggota keluarga kerajaan ikut pawai keliling kota.
Selain anggota keluarga kerajaan, keluarga O’Brien juga ada di antara
kereta kereta kuda tersebut.
Ibu dan ayah Bianca terus terusan merasa terharu dengan sambutan masyarakat
yang begitu antusias terhadap pernikahan puteri mereka.
James O’Brien dengan seketika menjadi idola baru. Gadis gadis muda banyak
mengidolakan James. Follower James di instagramnya semakin bertambah dari hari
ke hari.
Dan saat pawai berlangsung, tiap kali James melambaikan tangan pada gadis
gadis muda tersebut, mereka pun langsung berteriak histeris.
Prince Larry tampak tersenyum sambil melambaikan tangan pada masyarakat
yang berkerumun di pinggir jalan. Hari itu merupakan hari terbahagia dalam
hidupnya. Ia masih tak percaya Bianca mau menikah dengannya. Ia sudah pesimis
dengan semuanya. Dan ia merasa ia akan lama jatuh cinta lagi pada seseorang
kalau Bianca pergi meninggalkannya. Ia begitu mencintai Bianca, jadi pasti akan
sulit bagi dirinya untuk melupakan Bianca kalau Bianca pergi meninggalkannya. Tapi
kekhawatirannya tidak beralasan karena
Bianca juga mencintai dirinya.
Setelah acara pawai selesai Bianca dan Prince Larry menuju Green Palace untuk menerima ucapan
selamat dari para tamu undangan yang sudah hadir.
BAB SEMBILAN BELAS
Anak pertama Bianca dan Prince Larry adalah perempuan. Bianca melahirkan
puteri pertamanya setelah dua tahun menikah dengan Prince Larry.
Bianca dan Prince Larry memberi nama puteri cantik mereka Sabrina Julianne
Alexandra. Kehadiran Princess Sabrina disambut gembira oleh seluruh masyarakat
Fillmore Green.
Hampir semua kota di Fillmore Green berubah menjadi pink karena banyak
dihiasi balon dan bunga berwarna pink.
Crown Palace pun kebanjiran hadiah dari seluruh
masyarakat yang mencintai Princess Sabrina, mulai dari boneka yang lucu, bunga,
balon, mainan, dan yang lainnya.
Permaisuri sangat bahagia dan terharu dengan kehadiran cucu pertamanya
tersebut. Ia nyaris tak mau beranjak dari sisi Princess Sabrina. Ibu Bianca juga sangat gembira dengan
kelahiran Princess Sabrina, karena sama dengan permaisuri, princess Sabrina
adalah cucu pertamanya.
Walau Gillian sudah menikah beberapa tahun, tapi Gillian belum memberinya
cucu sementara Bianca yang baru menikah dua tahun sudah memberinya cucu. Emily juga sudah menikah tapi belum memberinya cucu.
Princess Sabrina lahir di sebuah rumah sakit bersalin di Hall of City Hospital. Princess Sabrina
hanya berada di rumah sakit selama seminggu sebelum akhirnya dibawa pulang ke Crown Palace.
Sejak kehadirannya di Crown Palace,
Permaisuri dan ibu Bianca sering datang ke Crown
Palace untuk menengok cucu mereka.
Sahabat sahabat Bianca dan Prince Larry pun terus berdatangan untuk melihat
Sabrina dan memberinya hadiah yang lucu lucu.
Lord Egar menghadiahi Princess Sabrina Jaket bulu mungil berwarna pink
lengkap dengan sepatu boot mungil berwarna pink.
Prince Larry memperhatikan hadiah yang diberikan Lord Egar dengan tatapan
bingung.
“Ini kapan Sabrina bisa memakainya?” tanya Prince Larry, “Sabrina baru
berumur beberapa minggu, jaket ini untuk anak berusia tiga tahun.”
“Tidak apa-apa, nanti saja dipakainya, Sabrina akan kelihatan modis memakai
jaket bulu mahal itu.”
“O ya?”
“Ya. Dan kau tahu, sepatu bootnya
juga mahal karena ada hiasan yang terbuat dari berlian asli di depannya.”
“TAPI TETAP SAJA BELUM BISA
DIPAKAI!” teriak Prince Larry.
Prince Leonard menghadiahi Sabrina kereta dorong bayi yang lucu. Luke memberikan
selimut yang sangat lembut. Ivanka memberikan buku tentang perkembangan bayi.
Sassy memberikan hadiah teddy bear yang
besar. Daniella dan Patrick memberikan hadiah boneka kangguru dan beberapa baju
bayi yang cantik dan lucu. Lily memberikan gendongan bayi berwarna pink lengkap
dengan tas travelling bayi yang juga
berwarna pink. Claudia memberikan hadiah keranjang tidur bayi yang lucu yang
bisa ditenteng kemana mana. Casey memberikan hadiah beberapa kaos kaki rajut mungil
hasil rajutannya sendiri dan Sandra memberikan hadiah boneka yang menurut
Sandra boneka itu adalah miniatur Princess Sabrina.
“Kau membuatnya sendiri?” Bianca cukup terkejut dengan hadiah dari Sandra.
Bonekanya cantik dan memang mirip Sabrina.
“Aku hanya mendesign-nya, orang
lain yang menjahit.”
“Terimakasih Sandra, ini lucu sekali.”
“Sama sama.”
“Wah kalau pengusaha mainan tahu, dia bisa memproduksi boneka ini banyak
dan menjualnya,” komentar Prince Leonard.
Prince Leonard saat itu sedang berkunjung ke Crown Palace, ia datang beberapa jam sebelum Sandra datang.
“Menurut Anda begitu?”
“Ya. Semua anak perempuan kecil di Fillmore Green bahkan di seluruh dunia
pasti menginginkan boneka miniatur Princess Sabrina.”
“Wah, kalau begitu aku akan mempatenkan hak ciptanya. Aku yang pertama kali
bikin boneka ini, kalau nanti ada yang memproduksi akan kutuntut.”
“Kau benar, sebaiknya cepat kau patenkan.” Saran Prince Leonard.
Lord Egar memperhatikan Sandra dengan seksama. Sandra saat ini sedang duduk
di hadapannya di kantor Lord Egar di pusat kota Hall of City. Bisnis Lord Egar adalah di bidang konstruksi. Banyak
bangunan indah di kota kota besar di Fillmore Green hasil dari ciptaannya.
Ia punya banyak arsitek yang handal yang merupakan lulusan terbaik dari
universitas terkemuka di Fillmore Green.
Pegawainya ratusan, tersebar di beberapa kota besar di Fillmore Green. Ia
mempunyai banyak kantor cabang.
Tapi ketika menengok Princess Sabrina di Crown Palace sebulan yang lalu, dan mendapati boneka miniatur
Princess Sabrina di sana, Lord Egar langsung ingin memproduksi boneka minatur
Princess Sabrina dan menjualnya ke seluruh wilayah Fillmore Green.
Ia pun minta ijin pada Prince Larry tentang rencananya tersebut. Prince
Larry mengijinkan asal boneka miniatur Princess Sabrina diperuntukkan untuk
anak anak perempuan yang masih kecil, bukan anak anak remaja dan memakai baju
yang sopan. Prince Egar setuju dengan persyaratan tersebut.
Tapi kemudian Bianca bilang padanya bahwa boneka miniatur Princess Sabrina
sudah dipatenkan hak ciptanya oleh penciptanya yaitu Sandra. Untuk itulah
sekarang Lord Egar mengundang Sandra ke kantornya untuk membicarakan hal
tersebut. Lord Egar bersedia membayar Sandra sejumlah uang yang besar asal
Sandra mengijinkan ia memproduksi boneka miniatur Princess Sabrina.
“Bagaimana?” tanya Lord Egar lagi, “kau setuju dengan usulanku?”
Sandra menghela nafas pelan, “yang aku tidak mengerti, usaha Anda bahkan
bukan di bidang mainan, kenapa Anda tertarik memproduksi boneka Princess
Sabrina?”
“Ini bisnis menggiurkan. Bisnis ini pasti akan mendatangkan banyak
keuntungan. Tidak masalah aku sebelumnya tidak memproduksi boneka, toh aku bisa
bekerjasama dengan beberapa perusahaan mainan. Lagipula uang kompensasi hak
cipta yang aku tawarkan padamu sangat besar, kau bisa melakukan banyak hal
dengan uang itu. Aku akan langsung menulis ceknya sekarang kalau kau setuju.”
”Tapi aku tetap tidak setuju,”
“Tidak setuju?”
“Ya. Tidak setuju.”
“Dimana letak tidak setujunya?”
“Aku hanya mendapat uang satu kali saja dari Anda, yaitu uang kompensasi
hak cipta itu tadi, sementara Anda bisa memproduksi boneka itu berulang ulang, Anda bisa terus mendulang uang berulang ulang,
itu tidak adil.”
“Lalu, maumu apa?”
“Aku ingin mendapat uang 10% dari tiap boneka yang berhasil dijual.”
“KAU INGIN APA?” Lord Egar terkejut menatap Sandra. “Itu tidak mungkin! Ini
pemerasan!”
“Ya sudah kalau tidak mau, tidak masalah, aku pulang sekarang, aku ada
pekerjaan.”
“Tu.. tunggu dulu Miss Ricardo.”
“Sandra, namaku Sandra, aku tidak suka dipanggil Miss. Ricardo. Panggil
saja Sandra.”
“Oke, Sandra, tunggu dulu. Bisa kita negosiasi lagi? Aku tidak mungkin
memberimu 10%. Biaya produksi semuanya dariku. Belum lagi biaya promosi,
pemasaran, transportasi dan lain lain. Kau tidak mengeluarkan apa apa dan tidak
melakukan apa apa tapi dapat 10%? YANG BENAR SAJA.”
“Ya sudah kalau tidak mau, kan aku bilang tadi tidak masalah.”
“Bagaimana kalau 5%?”
“Tidak, aku tidak mau negosiasi. 10%. Mau silahkan tidak mau juga tidak apa
apa, tapi aku akan menuntut Anda kalau Anda tetap memproduksi boneka Princess
Sabrina tanpa seijinku.”
“Aku akan menghubungimu lagi.”
“Sebaiknya jangan lama lama.” Ujar Sandra sambil mengambil tasnya.
“Kenapa memangnya kalau lama?”
“Kalau lama Anda akan keduluan orang lain dalam memproduksi boneka Princess
Sabrina karena aku akan menawarkan pada perusahaan lain untuk memproduksinya.”
“KAU APA?”
“Hak ciptanya ada padaku Mr. Maximillian.” Sandra tersenyum, “selamat
siang, semoga hari Anda menyenangkan. Aku tunggu keputusan Anda dalam waktu
satu minggu saja.” Sandra lalu pergi dari hadapan Lord Egar sambil tersenyum.
“Itu pemerasan,” Prince Larry tertawa ketika Lord Egar meneleponnya dan
menceritakan hasil pertemuannya dengan Sandra, “Ya Tuhan, aku tak menyangka
Sandra sepintar itu.”
“Ya, padahal wajahnya datar, tanpa ekspresi, nggak kelihatan kalau dia
pintar berbisnis semacam itu.”
“Saranku sih ya Egar, begini,” Prince Larry menghentikan tawanya dan
menarik nafas sejenak, “kalau kau benar benar ingin memproduksi boneka ini,
produksi saja. Turuti permintaan Sandra. Beri dia 10% dari harga jual seperti
yang dia minta.”
“Dari tiap boneka?” Lord Egar berteriak putus asa, “jumlahnya ribuan
boneka.”
“Tenang, jangan panik, aku belum selesai. Begini, setelah kau memproduksi
boneka ini, kau lihat berapa biaya produksi yang kau keluarkan, lalu keuntungan
yang ingin kau peroleh. Setelah kau tetapkan satu harga, baru tambahkan 10%
yang diminta Sandra. Jadi kau tidak rugi banyak. Uang yang diminta Sandra tidak
mempengaruhi ongkos produksi dan keuntunganmu.”
“Tapi harga jualnya akan jadi semakin mahal.”
“Ya tidak apa apa mahal, orang kalau berminat pada boneka itu kalau mahal
kan tetap dibeli.”
“Menurutmu begitu?”
“Ya. Aku juga pasti akan membeli produksi pertamanya.”
“Berapapun harganya?”
“Berapapun harganya.”
“Terimakasih,” Lord Egar tertawa senang.
“Tapi untuk menghindari kerugian, sebaiknya kau memproduksinya secara
bertahap, dalam jumlah yang terbatas lebih dulu, kau lihat respon masyarakat
seperti apa, kalau bonekamu laku diserbu baru kau produksi lagi dalam jumlah
banyak.”
“Ya, kau benar, terimakasih atas saranmu.”
“Sama sama.”
Sandra baru mau tiduran di kasurnya ketika handphone-nya bunyi. Sandra melihat siapa yang menelepon, ternyata
Lord Egar.
“Hallo,”
“Hallo Sandra. Selamat sore.”
“Selamat sore Mr. Maxmillian.”
“Aku sudah mempertimbangkan permintaanmu.”
“Lalu?”
“Lalu aku setuju.”
“Sungguh?”
“Ya.”
“Terimakasih Mr. Maxmillian.”
“Sama sama.”
“Kapan aku bisa menandatangani kontrak kerjasamanya?”
“Nanti aku hubungi kau lagi, sekretarisku akan mempersiapkan kontraknya
terlebih dulu.”
“Baiklah. Aku tunggu kabar selanjutnya.”
“Oke, sampai jumpa.”
“Sampai jumpa.”
Setelah hubungan teleponnya dengan Lord Egar terputus, Sandra lalu tertawa
terbahak bahak. Ia tak menyangka Lord Egar setuju dengan usulannya.
Tadinya besok Sandra akan ke kantor Lord Egar lagi dan akan bilang padanya
kalau ia setuju dengan sejumlah uang yang ditawarkan Lord Egar padanya. Sandra
butuh uang itu untuk biaya kuliah kedua adiknya. Ia ingin kedua adik laki
lakinya sekolah setinggi mungkin hingga mendapat pekerjaan yang sangat oke
dengan gaji yang sangat oke. Tidak seperti dirinya.
Sandra adalah anak tertua dari tiga bersaudara. Ayah ibunya sudah bercerai.
Ayahnya sudah menikah lagi dan tinggal di Leefsmall,
sementara ibunya belum menikah dan kini bekerja di sebuah restoran cepat saji
kepunyaan tante Sandra yang terletak di The
Metropolis.
Sejak bercerai ayahnya tidak menafkahi anak anaknya lagi. Sandralah yang
membiayai kedua adik laki lakinya hingga keduanya kini kuliah di suatu
perguruan tinggi yang bonafid di The
Metropolis.
Sandra cuma iseng meminta 10% dari harga jual tiap boneka pada Lord Egar
kemarin. Sandra merasa yakin Lord Egar tidak akan memenuhi permintaannya karena
hanya orang gila yang akan memenuhi permintaannya. Ia bahkan tidak harus melakukan
apa apa tapi uang akan terus mengalir deras ke rekeningnya dengan sendirinya.
Sandra suka iseng kalau lagi jenuh. Kemarin ia jenuh sekali karena habis
dimarahi bosnya karena sudah menghabiskan satu botol champagne mahal selepas landing di Charles de Gaulle Airport, Paris. Saat itu teman Sandra ulang tahun
dan Sandra mengambil persediaan Champagne
di pesawat dan membukanya di kamar hotel untuk merayakan ulang tahun
temannya.
Setelah tugasnya terbang ke Paris selesai, Sandra disuruh bosnya mengganti
harga sebotol Champagne yang sudah ia
ambil. Dan gajinya akhir bulan besok terpaksa harus dipotong untuk mengganti Champagne itu. Itulah kenapa ia merasa
jenuh dan bad mood.
Tapi ternyata sekarang kabar gembira datang untuknya. Sandra berharap bahwa
kelak boneka Princess Sabrina akan laris selaris larisnya.
“Senyumnya mirip denganmu Bianca,” ujar Prince Larry sambil memperhatikan
Princess Sabrina yang sedang ngoceh. Princess Sabrina sekarang berusia tiga
bulan dan lagi senang ngoceh.
Mata Princess Sabrina yang berwarna hijau gelap menatap ayahnya. Princess
Sabrina saat ini sedang berada dalam dekapan Prince Larry di kamarnya yang
indah dan cantik. Kamar Princess Sabrina dihiasi aneka gambar binatang yang
lucu lucu sehingga terlihat ceria. Prince Larry dan Bianca duduk di sofa yang
empuk tidak jauh dari tempat tidur Princess Sabrina. Mereka sedang
memperhatikan Princess Sabrina ngoceh.
.“Tapi matanya mirip dirimu,” Bianca tertawa.
“Apa sayang?” Prince Larry mengajak Princess Sabrina ngobrol lagi, “kau mau
bilang ibumu cantik seperti dirimu?”
Bianca tertawa lagi. Ia lalu menguap dan meringkuk di pojok sofa sambil
merapatkan mantel tidurnya.
“Kalau mau tidur, tidur saja, biar Sabrina bersamaku,” Prince Larry
memperhatikan Bianca yang mulai memejamkan mata.
“Tidak, aku ingin di sini.” Gumam Bianca. Sejak lahir hingga sekarang,
Princess Sabrina punya kebiasaan bangun di malam hari dan tidur nyenyak di
siang hari sehingga Bianca mengikuti pola tidur Princess Sabrina. Prince Larry
akan menemani mereka seperti ini kalau besok pagi sedang tidak ada kegiatan
yang harus ia kerjakan.
“Sandra tadi meneleponku,” gumam Bianca masih dengan mata terpejam,
“katanya Egar setuju dengan usulannya mendapatkan uang 10% dari harga jual
boneka Sabrina.”
“Temanmu itu gila,” celutuk Prince Larry, “permintaannya tidak masuk akal.
Dia tidak kerja apa apa tidak keluar modal apapun tapi uang nanti mengalir
terus ke rekening pribadinya.”
“Sandra memang gila dari dulu. Dia susah diobati. Tapi idenya bikin boneka
Sabrina harus kita akui memang brilyan.” Ujar Bianca.
“Dia akan jadi milyuner kalau boneka Sabrina laku.”
“O, ya?” Bianca kini membuka matanya lagi, “yang benar?”
“Iya.” Ujar Prince Larry, “Egar akan memasok boneka Sabrina ke seluruh toko
mainan yang ada di Fillmore Green. Belum lagi kalau nanti permintaan dari luar
negeri juga ada. Egar juga akan mengekspor boneka Sabrina kalau ada permintaan
dari luar negeri.”
“Ya Tuhan,” seru Bianca, “Sandra beruntung sekali. Aku senang mendengarnya.
Mudah mudahan boneka Sabrina nanti laku.”
“Tentu saja,” Prince Larry tertawa, “aku yakin akan laku. Iya kan sayang?
Wajahmu nanti ada dimana mana Sayang,”
Dan sebagai jawaban atas pertanyaan ayahnya, Princess Sabrina ngoceh lagi.
“Ooh, dia lucu sekali.” Prince Larry memandang puterinya gemas, “aku
mencintaimu Sabrina Sayang,” Prince Larry lalu menatap Bianca sambil tersenyum,
“aku mencintaimu Bianca Sayang, terima kasih sudah hadir dalam kehidupanku. Aku
mencintai kalian berdua lebih dari apapun juga di dunia ini.”
“Dan aku mencintaimu.” Bianca memeluk suaminya sambil tersenyum, “aku
mencintaimu dan Sabrina lebih dari apapun juga di dunia ini.”
- SELESAI -
Next : Be With You (The Series) Serie Ketiga : SANDRA
https://hasilbola.vip/prediksi-liga-champion/baca/5008/paris-sg-vs-bayern-munich-24-agustus-2020
ReplyDeletePrediksi Bola Paris SG vs Bayern Munich 24 Agustus 2020 - yang akan di selenggarakan langsung tanpa penonton di Estadio da luz.
Dalam pertemuan kedua tim di Liga Champion kali ini. Akan di Jadwal Bola Malam Ini pertandingan ini tentunya akan sangat seru untuk di tonton pada Siaran Bola Live Streaming