BE WITH YOU
by. A. Rafianti
Serie Ketiga : SANDRA
Catatan : Cerita ini cerita fiksi, jika ada kesamaan nama dan peristiwa itu cuma kebetulan saja, dan karena ini fiksi fantasi, jadi kerajaan Fillmore Green itu tidak ada di peta hehe.
Be With You serie ketiga ini merupakan lanjutan (sekuel) dari Be With You Serie kedua walau tokoh utama ceritanya berbeda.
Untuk lebih mengenal sosok Sandra, sebelum membaca kisahnya di serie ketiga ini ada baiknya membaca serie kedua-nya terlebih dahulu. SELAMAT MEMBACA 💗💗👀😉
BAB SATU
Sandra menutup kupingnya, tapi suara dentuman musik dari kamar Philip masih
tetap terdengar. Philip adalah pemilik rumah tempat Sandra tinggal sekarang.
Sandra bersama sama temannya Ivanka dan Sassy menyewa kamar di rumah Philip.
Rumah Philip terdiri dari empat kamar, masing masing kamar dilengkapi kamar
mandi sendiri sendiri. Dua kamar terletak di lantai bawah lengkap dengan dapur,
ruang makan, ruang tivi, ruang tamu dan garasi dan dua kamar terletak di lantai
atas. Fasilitas di lantai atas hanya ruang tivi balkon, dan jemuran saja. Jadi
penghuni lantai atas kalau ingin masak harus turun ke bawah untuk masak di
dapur yang ada di lantai bawah.
Balkon di lantai atas cukup luas dan langsung menghadap ke jalan raya
karena rumah Philip terletak di sisi jalan raya yang cukup besar.
Di balkon itu diletakkan sofa yang panjang dan empuk dengan meja kaca yang
besar di depan sofa itu.
Dulu, yang tinggal di lantai atas adalah Sandra dan Bianca. Mereka berdua
sering menghabiskan waktu di balkon. Tapi lebih sering di pagi dan malam hari
karena kalau di siang hari udaranya cukup panas. Mereka berdua suka mengamati
bintang bintang yang berkelap kelip di langit Fillmore Green yang cerah.
Namun sejak Bianca menikah dengan Putra Mahkota Fillmore Green dan pindah
ke Crown Palace, kamar Bianca jadi
kosong. Sejak kosong itulah, Philip, pemilik rumah itu menempati kamar Bianca
dan tidak mau menyewakannya lagi pada siapapun.
Selama ini, selama rumah Philip dikontrakan pada orang lain, Philip tinggal
bersama seorang temannya tidak jauh dari tempat pekerjaannya. Philip bekerja
sebagai salah satu karyawan hypermarket
sebagai seorang supervisor.
Usia Philip tidak berbeda jauh dengan Sandra yaitu sekitar 28-tahunan. Ia
merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang keduanya laki laki. Ibu Philip
sudah meninggal dunia karena sakit dan mewariskan rumah miliknya di Hall of City ini pada Philip sementara
adik Philip, Joseph, mendapatkan sebuah rumah di Redwood, sebuah kota yang terletak tidak jauh dari Hall of City.
Ayah mereka yang orang Amerika kembali ke California dan tinggal di sana.
Ayah Philip mengelola sebuah bar di sana dan tidak menikah lagi. Sesekali
Philip pergi ke California mengunjungi ayahnya. Sesekali juga ia pergi ke Redwood mengunjungi adiknya.
Sejak Philip tinggal di kamar bekas Bianca tinggal, ia selalu ribut sama
Sandra. Philip sering membuat ruang tivi atau balkon berantakan dengan bekas
makanan atau snack yang sudah
dimakannya, atau bekas kaleng kaleng minuman soda kesukaannya yang ada di
sembarang tempat. Sandra sering marah marah karena hal itu. Sandra akhirnya
membereskan ruang tivi dan balkon dan mengepelnya hingga bersih dan wangi. Tapi
di kesempatan lain Philip bikin kotor lagi.
Kebiasaan Philip sangat berbeda dengan Bianca yang sama sama menyukai
kebersihan dan kerapihan seperti Sandra. Sehingga dulu, Sandra dan Bianca sama
sama saling bantu untuk menjaga tempat mereka tetap bersih dan wangi. Mereka
menyapu dan mengepel ruang tv dan balkon bila kebetulan mereka sempat. Mereka
melakukannya secara bergantian.
Kebiasaan Philip lainnya yang bikin Sandra sakit kepala adalah kesukaannya
mendengarkan musik dengan volume keras.
Sassy dan Ivanka mungkin tidak terlalu terganggu dengan musik yang diputar
Philip karena kamar mereka terletak di kamar bawah. Tapi kamar Sandra
berhadapan langsung dengan kamar Philip sehingga suara musiknya terdengar
dengan jelas.
“Philip, kecilkan! Aku mau istirahat! Aku baru pulang kerja!” Sandra
menggedor gedor pintu kamar Philip.
Philip membuka pintu dengan wajah kesal. “Kalau kau tidak betah tinggal di
sini, lebih baik kau cari tempat lain, masih banyak yang ingin menyewa kamar
dirumahku ini.”
“Aku betah, tapi bisakah kau kecilkan suara CD playermu? Aku mau tidur.”
“Tidak.”
Sandra akhirnya masuk ke kamar Philip, menarik kabel listrik dari CD Player Philip, mengangkat CD player itu dan membantingnya ke lantai.
CD Player itupun langsung terbelah
dua.
“APA YANG KAU LAKUKAN?” teriak Philip kaget.
“Mematikan musikmu. Aku tadi minta kau mengecilkan volume musikmu tapi kau
tidak mau, jadi AKU MATIKAN.”
“Kau gila, CD playerku jadi
rusak, KAU HARUS MENGGANTINYA.”
“Nanti aku ganti kalau aku sudah tidur, SEKARANG AKU MAU TIDUR DULU.’
“Keluar dari rumahku sekarang Sandra, aku tidak butuh penyewa gila seperti
dirimu.”
“Aku tidak mau,” Sandra berlari ke
kamarnya dan menguncinya.
“SANDRA!” Philip menggedor gedor pintu kamar Sandra, tapi Sandra tak
membukanya.
Sandra lalu naik ke tempat tidur dan siap siap untuk tidur.
~
Bangun tidur Sandra langsung mandi. Ia lalu mengenakan baju favoritnya
yaitu kaos, jeans, sepatu boot dan jaket parka
yang panjang.
Sandra lalu mengambil tas ranselnya yang terbuat dari bahan jeans dan
memasukkan laptop, dompet, handphone, peralatan kosmetik dan dua buah baju ke
dalam tasnya. Sandra ingin menemui ibunya di The Metropolis karena sudah lama Sandra tidak menemui ibunya. Besok
Sandra libur sehari, sehingga ia bisa menginap semalam di tempat ibunya.
Sebelum pergi, Sandra memasukkan 200 Euro ke dalam amplop, menuliskan
permintaan maaf di atas amplop itu, lalu memasukkan amplop berisi uang itu ke
bawah pintu kamar Philip. Uang itu ia berikan untuk mengganti CD Player Philip
yang sudah dirusak olehnya. Sama dengan sebagian negara negara di eropa
lainnya, mata uang di Fillmore Green adalah Euro.
Sandra lalu mengunci pintu kamarnya, turun ke lantai bawah dan mengetuk
kamar Ivanka.
Ivanka segera membuka pintu. “Ada apa?” tanya Ivanka heran melihat Sandra
yang mau pergi.
“Aku pinjam mobilmu sampai besok bisa? Nanti aku isi penuh bensinnya.”
“Besok pagi aku kerja.” Jawab Ivanka.
“Besok kau kerja naik taksi saja. Aku cuma pinjem sehari kok, besok sore
sudah kukembalikan.”
“Kenapa kau tidak nyewa mobil saja Sandra?”
“Malas ah. Aku suka mobilmu. Praktis,
nyaman.”
“Mobilku bukan jenis mobil mewah,” Ivanka tertawa. “Kau bahkan bisa kredit
mobil seperti mobilku kalau kau mau, gajimu kan lebih besar dari aku.”
“Iya, tapi separuh gajiku untuk membiayai kedua adikku kuliah.”
“Berarti dengan kata lain kau tidak bisa kredit mobil sebelum adik adikmu
selesai kuliahnya?”
“Tidak juga.” Sandra nyengir, “bisa sih kredit mobil, tapi aku kan kerja
selalu dijemput oleh mobil perusahaan. Kalau bepergian di sekitar Hall of City aku sukanya naik kendaraan
umum, jadi kalau punya mobil juga pasti jarang kugunakan. Aku menyetir mobil
untuk siatuasi tertentu saja seperti mau menemui ibuku malam malam begini.”
“Kau mau menemui ibumu?”
“Ya.
“Nginap berapa lama?”
”Cuma semalam.”
“Ya sudah kalau gitu kau pakai mobilku, besok aku kerja pakai taksi.”
“Ini untuk ongkos taksinya,” Sandra menyerahkan 50 Euro pada Ivanka.
“Tidak usah Sandra.”
“Tidak mau, kau harus menerimanya, aku sudah merepotkanmu.”
“Baiklah,” Ivanka tersenyum dan menerima uang dari Sandra. “Hati hati
menyetirnya ya.”
“Oke.”
“Aku ambilkan dulu kunci mobilnya.”
“Oke.”
Sandra menyetir mobil sambil mendengarkan musik. Ia suka jenis musik apa
saja. Tapi musik yang paling ia sukai adalah Rhythm & Blues. Salah satu penyanyi favoritnya adalah Khalid
Donnel Robinson.
Ia saat ini sedang mendengarkan lagu Young
dumb & broke dan bernyanyi nyanyi mengikuti lantunan suara Khalid.
While we’re young dumb
Young, young dumb and broke
Young dumb
Young, young dumb and broke
Young dumb
Young dumb
Young Young dumb and broke
Young dumb broke high school
kids
Yadadadadadadada
Yadadadadadada
Yadadadadadadadada
Young dumb
Sedang asik asiknya Sandra bernyanyi Casey tiba tiba meneleponnya. Casey
adalah teman Bianca di tempat kerja Bianca dulu. Tapi karena suatu kali Sandra,
Casey dan Bianca pernah makan malam bersama karena ditraktir Luke, teman Bianca
juga, Sandra jadi kenal dengan Casey.
Tadinya Sandra tidak begitu dekat dengan Casey, tapi beberapa kali Luke
mentraktir mereka lagi. Kali ini tanpa Bianca, karena sejak jadi isteri Putera
Mahkota Fillmore Green kebebasan Bianca tidak seperti dulu lagi. Dari sanalah
Sandra dan Casey jadi dekat.
“Ada apa?” tanya Sandra sambil mengecilkan volume musik di mobil yang
dikendarainya. Sandra menerima telepon menggunakan earphone.
“Aku sudah tak tahan,” keluh Casey, “aku tidak bisa tinggal lebih lama lagi
di rumah Tanteku.”
“Memang kenapa sih?”
“Setiap pulang kerja, rumah selalu berantakan. Ruang tamu kotor, ruang
makan kotor, cucian bekas makan menumpuk, di ruang makan tidak ada makanan apa
apa, aku harus mengepel seluruh ruangan di rumah dulu, mencuci piring dulu,
masak dulu, baru bisa tidur. Kau bayangkan tiap hari aku harus seperti itu, aku
capek sekali.”
“Kau kan tidak harus masak, kau bisa beli makanan jadi.”
“Tidak ah, mahal, aku harus hemat. Kupikir tanteku punya masakan apa
sehingga aku bisa ikut makan, tapi aku tak pernah disisakan apapun olehnya. Aku
jadi terpaksa masak untuk makan malamku. Aku benar benar bisa stress tinggal disini terus.”
“Dulu dulu kau tidak pernah mengeluh seperti ini Cas,”
“Itu karena anak perempuannya dan bayinya belum tinggal di rumah ini, sejak
mereka berdua tinggal di rumah ini, aku selalu tidak bisa beristirahat dengan
tenang.”
“Memang anak tantemu berapa sih?”
“Tiga orang. Satu orang, laki laki, paling tua sudah berkeluarga dan punya
rumah sendiri, yang kedua perempuan baru punya bayi, tinggal di sini sekarang,
dan yang terakhir laki laki, belum berkeluarga juga tinggal di sini. Kami di
sini sekarang jadi enam orang bersama paman, suami bibiku.”
“Yang perempuan itu, yang punya bayi, tadinya tinggal dimana? Suaminya
mana?”
“Dia tadinya tinggal di Giltown City.
Suaminya selingkuh. Mereka sekarang sedang dalam proses cerai. Sejak proses
cerai itulah ia tinggal di rumah ibunya.”
Sandra diam. Ia maklum dengan situasi yang dihadapi Casey. Casey tidak
punya pilihan selain tinggal dengan bibinya. Ibunya meninggal sejak Casey
berumur sembilan tahun. Ibunya meninggal karena sakit. Casey tidak tahu siapa
ayahnya karena ibunya tidak pernah cerita. Orangtua Casey sejak kecil adalah
orangtua tunggal. Hanya ibunya yang Casey kenal sebagai orangtuanya.
Sejak ibunya meninggal Casey lalu diurus oleh adik ibunya. Sekolah Casey
dibiayai oleh mereka. Casey tidak kuliah. Lulus sekolah senior high ia langsung bekerja di tempat jasa pengiriman paket
tempat ia dan Bianca kerja dulu. Setelah itu, Luke, temannya yang seorang
Photographer menawari Casey kerja di studio miliknya, Casey pun kerja disana
hingga sekarang.
Sejak bekerja hingga sekarang Casey belum pernah meninggalkan rumah Tantenya.
Ada keinginan bagi Casey untuk pergi tapi keinginannya itu selalu ia tahan.
Tapi sekarang ia tak tahan lagi dengan semuanya.
“Apakah Philip tidak mau menyewakan kamarnya?” suara Casey terdengar lagi.
“Aku akan sangat berbahagia kalau aku bisa menempati kamar bekas Bianca dulu.”
“Kalau kau berharap seperti itu, itu cuma mimpi. Philip tidak akan kemana
mana.”
“Tidak bisakah kau membujuknya Sandra?”
“Tidak. Tapi coba nanti aku tanya Sassy. Sassy mau menikah sebentar lagi,
aku tidak tahu kalau sudah menikah Sassy mau tetap tinggal di sana atau pindah
ke tempat suaminya.”
“Mudah mudahan Sassy pindah,” harap Casey. “Aku ingin sekali tinggal di
rumah itu bersamamu.”
“Ya, mudah mudahan. Nanti aku tanyakan pada Sassy, setelah itu aku
menghubungimu lagi, ok?”
“Oke. Terima kasih Sandra.”
“Sama-Sama Casey.”
Restoran cepat saji milik Tante Sandra di The metropolis menjual kentang goreng, ayam goreng tepung, ayam
goreng mentega, kentang tumbuk, sup jagung manis, sup makaroni, perkedel daging
dan aneka minuman soft drink serta jus buah buahan.
Restoran itu cukup laris. Hampir setiap hari restoran itu penuh dengan
orang orang yang ingin makan di sana, termasuk malam ini.
Sandra tadi memesan sup jagung manis, perkedel daging dan ayam goreng
mentega untuk menu makan malamnya.
Sekarang makanannya sudah habis dan ia menunggu ibunya selesai bekerja pada
jam sepuluh malam nanti. Sandra masih harus menunggu sejam lagi. Sambil
menunggu ia akhirnya membuka laptopnya dan melihat berbagai macam berita di
internet.
Salah satu hal yang paling ia sukai kalau membuka internet seperti ini
adalah mencari tahu tentang Princess Sabrina, puteri kecil lucu imut yang
paling ia sayangi didunia ini. Princess Sabrina adalah puteri pertama dari
Bianca dan Prince Larry.
Princess Sabrina punya instragram sendiri. Jumlah followernya melebihi follower
kakeknya King Theodore, dan ayahnya Prince Larry. Instagram milik Princess
Sabrina dikelola oleh ibunya sementara instagram milik ibunya dinonaktifkan.
Hampir semua kegiatan Princess Sabrina ditampilkan di instagram itu
termasuk saat Princess Sabrina bepergian dengan ayah dan ibunya naik pesawat
kerajaan. Foto fotonya sangat lucu dan menggemaskan. Seluruh masyarakat
Fillmore Green sangat menyayanginya, sehingga walaupun Princess Sabrina
sekarang sudah berusia tujuh bulan, hadiah untuknya masih terus mengalir ke Crown Palace seperti saat ia baru lahir
dulu. Princess Sabrina mempunyai fans yang sangat banyak.
Sandra ingin sekali menggendong dan mencium Princess Sabrina lagi. Princess
Sabrina sekarang sudah bisa telungkup. Ia tambah berat kalau digendong. Sandra
cukup sering main ke Crown Palace
untuk menengok Princess Sabrina. Dan kalau sudah main ke sana, ia betah
menggendong Princess Sabrina walaupun badannya mulai terasa berat.
“Tantemu bilang, ibu boleh pulang dan beristirahat sekarang,” Ibu Sandra
tiba tiba sudah duduk di hadapan Sandra. “Salah satu teman ibu meneleponnya dan
bilang kau datang ke sini menemui Ibu, jadi Tantemu mengijinkan ibu pulang
cepat. Ayo ke kamar ibu.”
“Kamar ibu masih di belakang restoran ini?” tanya Sandra.
“Masih.”
“Baiklah, aku bereskan laptop ini dulu. Yang menutup dan mengunci restoran
ini siapa?”
“Karyawan Tantemu yang lain.”
“Ooh.” Sandra lalu sibuk mematikan laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas
ranselnya.
“Ayo Bu, aku sudah ngantuk sekali.”
Sandra terbangun dan mendapati pesan dari ibunya di pintu kulkas kecil yang
ada di kamar ibunya. Kamar ibu Sandra terletak di belakang restoran milik tante
Sandra. Ibu Sandra tinggal di belakang restoran dengan dua teman lainnya yang
perempuan. Masing masing tinggal di kamar masing masing sehingga ada tiga kamar
disana.
Tante Sandra tinggal di rumahnya sendiri yang cukup mewah, masih di wilayah
The Metropolis. Tante Sandra menikah
dengan seorang pengusaha kaya. Sejak menikah Tante Sandra membangun usaha
sendiri yaitu membuka usaha restoran cepat saji. Ia mempunya delapan cabang
restoran cepat saji di seluruh Fillmore Green.
Restoran yang ada di The Metropolis
ia serahkan dalam pengawasan kakaknya, yaitu Ibu Sandra.
Sandra menguap dengan kepala pusing. Ia masih merasa ngantuk. Ia membaca
pesan ibunya yang menyuruhnya menghangatkan makanan di microwave untuk sarapan. Ibunya sekarang sedang pergi berbelanja ke
pasar tradisional.
Sandra mengeluh. Ia ingin sekali mengantar ibunya berbelanja. Tapi ia lupa
mengatakan hal itu pada ibunya semalam sehingga ibunya pergi tanpa membangunkan
dirinya.
Entah kenapa, tiba tiba perasaan sedih mendera hati Sandra. Sandra sedih
karena ibunya harus bekerja keras seperti itu. Semalam ibu baru tidur jam
sebelas malam dan jam enam pagi sudah harus pergi ke pasar tradisional untuk
mendapatkan ayam, daging, sayuran, dan buah segar.
Sejak bercerai dengan ayahnya, ibunya harus bekerja untuk menghidupi
dirinya dan kedua adiknya. Untung selepas senior
high Sandra mendapat pekerjaan sebagai pramugari sehingga meringankan beban
ibunya.
Ibunya tidak sanggup membiayai kuliah anak anaknya sehingga Sandra tidak
kuliah. Tapi Sandra ingin kedua adik laki lakinya kuliah sehingga kelak mereka
bisa menjadi orang yang sukses. Sandra rela menyisihkan gajinya untuk membiayai
kuliah kedua adiknya; Matthew dan Aaron.
Mereka berdua sekarang kuliah di The
Metropolis University dan berada di tahun terakhir mereka. Selama kuliah
mereka berdua tinggal di asrama kampus.
Matthew kuliah di bidang hukum, sementara Aaron mengambil jurusan manajemen
industri.
Beda umur antara Mathew dan Aaron adalah satu tahun. Matthew lebih tua satu
tahun dari Aaron sementara Sandra beda usia lima tahun dari Matthew.
Sandra akhirnya bangun dari tidurnya. Ia menghangatkan makanan yang sudah
dimasak ibunya pagi pagi untuknya di microwave lalu mengambil handuk dan
mandi. Setelah mandi Sandra sarapan lalu ia menemui ibunya yang sudah pulang
dari berbelanja dan sekarang sedang sibuk mencuci sayuran segar dan buah buahan
segar yang baru dibelinya untuk kemudian dimasukkan ke dalam kulkas besar di
dapur restoran.
“Bu, ibu mau nggak punya restoran sendiri?” tanya Sandra sambil
memperhatikan kegiatan ibunya.
“Pasti mau dong.” Jawab ibunya.
“Kalau ibu punya restoran sendiri, ibu ingin jual makanan apa?”
Ibunya tampak merenung. “Dulu waktu kecil, ibu punya tetangga yang pintar
sekali bikin cokelat. Namanya Mrs. Stanley. Mrs Stanley punya pohon cokelat
sendiri. Ketika cokelat cokelat itu sudah matang, ia mengolah cokelat itu
menjadi cokelat yang manis. Ibu saat itu diajari ia membuat cokelat. Mrs.
Stanley kemudian menitipkan cokelatnya di toko kelontong kepunyaan Mr. Dale. Cokelat
bikinannya ternyata sangat disukai anak anak di daerah dimana kami tinggal.
Sejak saat itu ibu punya keinginan punya toko cokelat sendiri.”
“Dan membuatnya sendiri?” tanya Sandra.
“Ya,” ibunya tertawa, “dan membuatnya sendiri. Tapi ibu tidak punya
keahlian apa apa dalam membuat cokelat. Ibu harus belajar lagi.”
“Jadi berarti ibu lebih suka punya toko cokelat sendiri daripada punya
restoran?”
“Ya, sepertinya begitu. Kenapa memangnya? Kau mau membelikan ibu toko
cokelat untuk ibu kelola?”
“Ya, mau sekali.” Sandra tersenyum lebar.
“Terima kasih Sayang untuk perhatianmu, semoga keinginanmu kelak bisa
terlaksana.”
“Amin.”
“Sekarang kau mau apa? Jalan jalan atau apa gitu. Ibu minta maaf tidak bisa
menemanimu karena harus bekerja.”
“Tidak apa apa Bu, aku mau ke asrama Matt dan Aaron dulu. Setelah itu aku
mau keliling The Metropolis sebentar. Nanti sebelum pulang aku mampir lagi ke
sini untuk pamit pada ibu.”
“Oke, hati hati ya. Sampaikan salam ibu untuk Matt dan Aaron.”
“Oke. Sampai nanti Bu.”
“Sampai nanti Sandra.”
“Ini apa?” Matthew memandang amplop yang disodorkan Sandra padanya dengan
bingung. Sementara Aaron yang sudah lebih dulu menerima amplop yang ternyata
berisi uang itu sedang asik menghitung uangnya.
“Ini uang.” Komentar Aaron sambil masih terus menghitung.
“Aku tahu ini uang, tapi untuk apa uang ini. Sekarang masih pertengahan
bulan. Jatah bulanan kita masih dua minggu.”
“Aku sedang ada rejeki,” Sandra tersenyum.
“Rejeki?” tanya Aaron, “wow.”
“Bosmu memberi bonus?” Matthew memandang Sandra penasaran.
“Bukan bosku, tapi dari usaha sampinganku yang lain.”
“Usaha sampingan?”
“Aku belum bica cerita banyak. Sudah terima saja uang ini, ok. Jangan
khawatir, ini uang halal, aku tidak mencurinya.”
“tapi ini banyak sekali,” komentar Matthew.
“Kau tidak mau?” tanya Aaron, “sini buatku saja.”
“Enak saja.”
Sandra tertawa. Ia bahagia bisa bertemu dengan adik adiknya seperti itu.
Harapan Sandra dari mereka cuma satu, mereka belajar dengan baik dan lulus
dengan nilai yang baik.
“Aku pergi sekarang. Aku ingin membeli beberapa keperluan untuk ibu, lalu kembali
pada ibu untuk pamit dan pulang lagi ke Hall
of City.”
“Makasih banyak Sandra untuk uangnya,” ujar Aaron.
“Tentu.” Sandra tersenyum, “kalian, harus hidup dengan benar dan lurus.
Jauhi masalah oke?”
“Okey. Salam buat ibu ya San.” Matthew bangun dari duduknya mengikuti
Sandra yang juga bangun dari duduknya.
“Akan kusampaikan.”
“Aku mencintaimu,” Matthew memeluk Sandra erat.
“Aku juga mencintai kalian.” Sandra balas memeluk Matthew. Lalu ia memeluk
Aaron dan pergi dari kamar mereka sambil melambaikan tangan.
Habis bertemu Matthew dan Aaron Sandra berbelanja di salah satu Mall
terbesar di kota The Metropolis. Ia
membeli beberapa gaun yang cantik untuk ibunya, lengkap dengan tas dan sepatu.
Ia juga membeli long coat untuk
dirinya sendiri. Sandra hobi sekali mengoleksi coat. Dimana mana di tiap kesempatan berbelanja ia selalu membeli coat yang terbuat dari berbagai macam
bahan.
Tak lupa ia juga membelikan Ivanka coat
yang modelnya sama dengan kepunyaannya tapi warnanya berbeda. Ivanka sudah
berbaik hati meminjamkan mobilnya jadi Sandra menghadiahi Ivanka coat yang cantik.
Ibunya terharu menerima pemberian dari Sandra. Ia berpesan agar Sandra
jangan terlalu menghambur hamburkan uangnya. Sandra hanya tersenyum. Sandra
bilang, ia membelikan baju untuk ibunya hanya sesekali, tidak terlalu sering.
Sandra kembali ke Hall of City
jam empat sore. Perjalanan dari The
Metropolis ke Hall of City
ditempuh kurang lebih dua jam setengah. Kalau sedang tidak macet, perjalanan
bisa ditempuh hanya selama dua jam saja.
Hall of City berada ditengah tengah kota kota besar
lainnya di Fillmore Green. Di sekeliling Hall
of City terdapat kota The Metropolis sebelah
Barat, Redwood di sebelah Timur, Giltown City di sebelah selatan dan Parklane di sebelah Utara.
~ ~
BAB DUA
Lord Egar berjalan sedikit tergesa ke ruang kerjanya. Sekretarisnya baru
memberitahunya kalau Sandra ingin bertemu dengannya, padahal ia sedang rapat
dengan para karyawannya. Entah untuk keperluan apa Sandra ingin bertemu dengannya.
Empat bulan yang lalu Lord Egar dan Sandra sudah menandatangani surat
kesepakatan bahwa Sandra akan menerima uang 10% dari tiap satu boneka Princess
Sabrina yang berhasil dijual oleh Lord Egar.
Lord Egar sudah memulai bisnis bonekanya empat bulan yang lalu. Dan selama
empat bulan itu pula – setiap bulannya – ia selalu mengirimkan uang pada
rekening Sandra dari hasil penjualan boneka Princess Sabrina.
Pada mulanya Lord Egar memproduksi boneka Princess Sabrina dalam jumlah
terbatas, seperti saran Prince Larry, sahabatnya, yang juga ayah dari Princess
Sabrina yang memberinya ijin untuk memproduksi boneka Princess Sabrina.
Lord Egar memasok boneka Princess Sabrina ke toko mainan yang besar saja di
sebagian kota besar di Fillmore Green. Tapi tanpa ia duga, sambutan masyarakat
begitu baik terhadap boneka itu sehingga ia memproduksi lebih banyak lagi. Anak
anak perempuan kecil ternyata sangat menyukainya.
Kini, boneka Princess Sabrina dengan mudah dapat ditemui di seluruh wilayah
Fillmore Green.
Memasuki ruang kerjanya, Lord Egar disambut suara tawa cekikikan yang
membahana. Lord Egar mengerutkan kening mencari asal suara tersebut, setelah
matanya beredar ia akhirnya berhasil menemukan asal suara tersebut yang
ternyata berasal dari laptop Sandra.
Sambil masih mengerutkan kening Lord Egar menghampiri Sandra dan melihat ke
arah Laptop Sandra. Dan ia langsung mundur saking terkejutnya. Saat melihat
laptop Sandra ia disambut senyum menyeringai dari hantu perempuan yang ada di
laptop tersebut.
“Demi Tuhan, itu apa Sandra?” teriaknya.
“Ini hantu,” jawab Sandra santai. “Tepatnya hantu Thailand.”
“Hantu Thailand?”
“Iya, dia bunuh diri karena pacarnya selingkuh, terus sekarang ia
menghantui pacarnya dan selingkuhannya. Ia membalas dendam terhadap mereka.”
“Itu film atau kisah nyata?”
“Film.”
“Film? Kau nonton film hantu Thailand di ruang kerjaku?”
“Ya, karena Anda lama datang menemuiku, jadi aku nonton film hantu sambil
menunggu Anda.”
“Dan kenapa hantu Thailand? Kau mengerti bahasanya?”
“Tidak, aku tidak mengerti bahasanya. Film hantu Thailand itu kebanyakan
lebih seram dari film hantu hantu lainnya.”
“Baiklah, tapi bisakah kau menontonnya pakai earphone saja dan tidak dengan suara keras begini? Aku terganggu
dengan suara cekikikannya.”
“Itu hanya efek suara Mr. Maxmillian. Masa Anda takut dengan suara begini.”
“Aku tidak takut. Siapa yang bilang aku takut. Cuma berisik. Kenapa kau
tidak pakai earphone saja?”
“Mana seru. Keseruan nonton film hantu itu suaranya yang menegangkan.”
“Apa kau benar benar perlu nonton film hantu ditempatku dan tidak ditempat
lainnya?” tanya Lord Egar kesal sambil duduk di hadapan Sandra.
“Kalau Anda sudah siap ngobrol denganku, akan kumatikan laptopku.”
“Matikan sekarang juga. Kau mau bicara apa?”
“Baiklah,” Sandra tersenyum sambil mematikan laptopnya. “Sudah mati
laptopnya.”
“Oke,” Lord Egar memperhatikan Sandra yang kini memasukkan laptopnya ke
dalam tasnya. Jarak antara Lord Egar dan Sandra cukup jauh karena mereka duduk
di antara meja yang panjang yang biasa digunakan rapat di ruang kerja Lord
Egar, “apa yang ingin kau bicarakan?”
“Aku ingin Anda menghentikan pemberian uang 10% dari tiap penjualan boneka
miniatur Princess Sabrina.”
“Menghentikan pemberian uang?” Lord Egar menatap Sandra tak percaya.
“Setahuku, tidak ada orang yang tidak suka mendapatkan uang, apalagi cuma cuma,
dan kau ingin aku berhenti memberimu uang?”
“Masalahnya, aku sudah mendapat terlalu banyak, ini cukup bagiku.”
Lalu hening. Mereka sama sama terdiam sambil bertatapan.
“Empat bulan yang lalu kau yang minta 10% dari tiap boneka Princess Sabrina
yang terjual sebagai kompensasi dari hak ciptamu karena kau yang pertama kali
menciptakan boneka Princess Sabrina ini,” akhirnya Lord Egar bicara lagi, “sekarang
kau tidak menginginkan uang 10% itu lagi?”
“Tidak.”
“Kenapa?”
“Karena aku merasa tidak berhak. Seperti aku bilang tadi, aku sudah
mendapat cukup. Aku tidak bekerja apa apa tapi aku terus mendapat uang darimu.”
“Aku minta maaf, tapi aku tidak bisa memenuhi permintaanmu.”
“Bagaimana mungkin tidak bisa? Anda tinggal menghentikan mengirim uang ke
rekening pribadiku saja, sudah selesai.”
“Tapi aku tidak bisa dan tidak mau. Suka tidak suka kau menerimanya aku
akan terus mengirimkan uang itu padamu. Bagiku, uang itu tetap hakmu.”
“Boneka Sabrina sudah terjual puluhan ribu. Uang yang masuk ke rekeningku
banyak sekali. Itu cukup bagiku untuk membiayai adik adikku kuliah.”
“Aku heran padamu, tidakkah kau punya keinginan lain? Beli rumah misalnya
atau beli mobil atau beli apalah yang ingn kau beli. Kau bisa berbuat apa saja
dengan uang itu.”
“Tidak, untuk diriku tidak, mungkin untuk keluargaku ya, tapi diriku
tidak.”
“Kalau begitu senangkan keluargamu dengan uang itu.”
“Kenapa sih Anda tidak menghentikannya saja Mr. Maxmillan. Itu benar benar
hal yang mudah untuk dilakukan.”
“Tapi aku tidak mau. Seperti dirimu, aku juga mendapat untung banyak dari
bisnis ini. Modal awalku sudah kembali. Sekarang modal yang kukeluarkan untuk
memproduksi lagi dan lagi adalah dari keuntungan yang aku peroleh. Lalu aku mendapat
untung lagi begitu seterusnya, keuntunganku berlipat ganda.”
Sandra memijit kepalanya yang tiba tiba terasa sakit. Dia tak habis pikir
kenapa Lord Egar masih ngotot memberinya uang.
“Boneka Princess Sabrina dijual di seluruh Fillmore Green?”
“Ya.”
“Dan laku?”
“Semua anak perempuan cilik dan bahkan gadis remaja di Fillmore Green ingin
memiliki boneka Princess Sabrina.”
“Permintaan untuk boneka itu masih banyak?”
“Masih, dan sekarang permintaan dari luar negeri juga ada. Aku sedang
mempersiapkan untuk mengekspornya.”
“Anda mau mengekspornya juga?” teriak Sandra tak percaya.
“Ya, dan permintaannya juga jadi beraneka macam. Yang tadinya aku
memproduksi boneka Princess Sabrina dalam pakaian bayi, sekarang ada yang minta
dalam pakaian olah raga, atau dalam mantel bulu, dan terakhir pakaian berkuda.”
“Pakaian berkuda?” tanya Sandra tak percaya.
“Ya. Pakaian berkuda. Padahal Princess Sabrina masih bayi. Mana bisa dia
berkuda walau kuda poni sekalipun.”
“Ya Tuhan.” Sandra kembali memijit kepalanya yang sakit, “aku mengucapkan
selamat pada Anda Mr. Maxmillian karena bisnis Anda di bidang boneka Princess
Sabrina ini sukses besar. Tapi aku sudah tidak mau dilibatkan dalam sukses
besar Anda. Itu semua uang Anda, modal Anda, Anda yang berhak menerimanya,
jangan berbagi lagi denganku, please?”
“Ada hal lain yang ingin kau sampaikan? Karena aku akan kembali rapat.”
“Tidak, itu saja yang ingin kusampaikan.”
“Dengan sangat menyesal aku katakan bahwa aku tidak bisa melakukan permintaanmu, maaf.”
“Tapi...”
“Sampai bertemu lagi Sandra.” Lord Egar berdiri dari duduknya dan berjalan
ke arah pintu. “Kalau mau meneruskan nonton film hantu Thailandmu silahkan, aku
tidak berada di ruangan ini lagi.”
“Mr Maxmillian, tunggu.. aku..”
“Aku kelebihan uang Sandra. Dan aku ingin berbagi uangku denganmu, itu
keputusanku. Terserah mau kau apakan uangmu, itu hakmu. Aku harap kedepannya
tidak akan ada lagi percakapan mengenai hal ini lagi.”
“Aku harap kedepannya Anda mau berpikir waras untuk menghentikan semua
pemberianmu padaku.”
Lord Egar tidak menjawab kata kata Sandra tapi pergi meninggalkan Sandra
begitu saja.
“Menurutmu aku yang aneh atau Mr. Maxmillian yang aneh?” tanya Sandra ke
arah Bianca. Sebelum pulang ke rumah kontrakannya Sandra mampir dulu ke Crown
Palace untuk menemui Bianca dan Princess Sabrina. Sayang Princess Sabrina
sekarang sedang tidur nyenyak setelah minum susu beberapa saat yang lalu.
“Menurutku kalian berdua aneh,” jawab Bianca sambil tersenyum, ‘kau aneh
tidak mau dapat uang lagi, Egar juga aneh tidak mau menghentikan pemberian uang
sesuai permintaanmu. Kalian berdua aneh.”
“Masalahnya aku merasa tidak enak saja Bianca.”
“Tapi kalau Egar tidak keberatan kenapa harus kau ributkan. Terima saja
Sandra, itu rejekimu, jangan kau tolak.”
“Yah memang sih,” gumam Sandra sambil memperhatikan Princess Sabrina yang
tidur nyenyak, “kenapa tiap aku kesini dia selalu tidur nyenyak seperti ini?
Padahal aku ingin sekali menggendongnya.”
“Kau harus datang malam kalau ingin menggendongnya. Malam hari ia segar,
siap bercanda dengan siapa saja yang ingin mengajaknya bercanda.”
“Malam hari kalau tidak sedang bekerja aku sedang beristirahat,” keluh
Sandra.
“Kau masih bekerja?” tanya Bianca.
“Masihlah, memang kenapa?”
“Dengan uang yang kau punya sekarang, tidak bekerja pun kau bisa.”
“Tidak, aku terbiasa bekerja. Aku terbiasa sibuk. Badanku nanti malah akan
terasa sakit kalau tidak melakukan sesuatu.”
Sandra lalu bangkit dari duduknya dan memperhatikan boneka Princess Sabrina
yang diproduksi Lord Egar yang ditata di lemari boneka milik Princess Sabrina.
“Boneka produksi Mr. Maxmillian bagus banget, sangat berbeda dengan
bikinanku dulu.”
“Tapi tetap kau yang pertama kali menciptakan. Dan ide itu benar benar
cemerlang. Kurasa itulah bentuk penghargaan Egar padamu. Ia menghargai idemu
yang hebat itu.”
“Dulu,” Sandra tersenyum, “waktu ingin memberi Princess Sabrina hadiah aku
bingung sekali mau memberi apa. Kupikir saat itu, Princess Sabrina pasti sudah
mendapatkan semuanya dari orang orang. Aku ingin sesuatu yang aneh, yang beda.
Jadi aku bikin boneka itu. Aku beli bahan bahannya. Aku mendesain bentuknya,
lalu aku minta seorang tukang jahit langgananku untuk menjahitnya untukku.”
“Kau memang selalu beda Sandra, idemu selalu tak disangka sangka, itulah
keistimewaanmu.”
“Mungkin.” Sandra akhirnya mengambil tasnya. “Aku pulang sekarang, mau
istirahat. Nanti sore aku terbang ke London.”
“Baiklah, terimakasih sudah mengunjungiku.”
“Sama sama. Terima kasih sudah mau menerimaku. Aku menyayangimu Bianca.”
Sandra memeluk Bianca erat.
“Aku juga menyayangimu, Sandra.”
~ ~
BAB TIGA
Matthew menguap terus terusan. Ia sedang tidur nyenyak waktu diculik Sandra
untuk ikut dengannya. Ia menolak ikut dengan Sandra tapi Sandra memaksanya.
Sandra bahkan mengambilkan jaket untuk Matthew dan memakaikan jaket itu pada
Matthew.
Matthew adalah adik Sandra yang punya rambut beda sendiri. Kalau Sandra dan
Aaron punya rambut cokelat terang, rambut Matthew pirang seperti ayah mereka.
Tinggi tubuh Matthew paling tinggi diantara mereka bertiga. Sementara badan
Matthew cukup tegap dan atletis. Matthew suka sekali olahraga berenang.
Dulu, saat Sandra berpikir ia tidak bisa membiayai Matthew kuliah, ia akan
menjadikan Matthew seorang model. Tapi ternyata Sandra mendapat pekerjaan
dengan gaji lumayan besar sehingga ia bisa membiayai kuliah Matthew dan Aaron
sekaligus.
Matthewpun tidak harus jadi model. Namun begitu, saat Matthew jalan jalan
di mall atau sekedar hang out dengan
teman temannya selalu saja ada agensi model yang menawari Matthew pekerjaan.
Tapi Matthew ingin belajar dengan serius. Ia ingin lulus kuliah dengan
nilai yang bagus, lalu bekerja di firma hukum yang bonafid dan menjadi
pengacara yang handal.
Karena hal itu pula kerja Matthew belajar melulu. Matthew hampir jarang
pergi kencan walau ia termasuk salah satu pria yang jadi idola di kampusnya.
Berbeda dengan Matthew, kerja Aaron kencan melulu. Kalau dibikin
presentase, Aaron lebih banyak kencan dari belajar, 60% kencan dan 40% belajar.
Matthew sering mengingatkan Aaron untuk tidak mengecewakan kakaknya yang sudah
menaruh harapan pada mereka berdua, tapi Aaron selalu berkelit bahwa nilainya
rata rata A semua.
Setelah berhasil menculik Matthew, Sandra akhirnya pergi ke bioskop untuk
menjemput Aaron. Aaron saat ini sedang nonton bioskop berdua pacarnya, Karen.
Sampai di bioskop Sandra menelepon Aaron terus terusan agar keluar dari
Bioskop. Aaron baru duduk di dalam kursi bioskop selama 15 menit, tapi Sandra
memaksanya untuk ikut dengannya.
“Ada apa sih?” gerutu Aaron ketika akhirnya menemui Sandra dan Matthew di
loby bioskop. “Kasihan Karen nonton sendiri. Mana film horor lagi.”
“Kenapa juga harus nonton film horor,” celutuk Sandra.
“Kan kau yang ngajarin. Dari kecil aku dan Matthew terus terusan dicekoki
film horor olehmu. Jadi sekarang udah nggak ada takutnya kalau nonton film
horor.”
“Ya, iyalah, ngapain mesti takut sih, itu semua kan trik kamera.” Ujar
Sandra.
“Sekarang kalian mau apa?” tanya Aaron lagi.
Matthew angkat bahu tanda tidak tahu. Ia masih terus terusan menguap.
“Ayo, kau ikut denganku,” Sandra menarik tangan Aaron dan Matthew
berbarengan.
“Tapi Karen...”
“Bilang padanya kau ada keperluan mendadak.”
“Haduh Sandra, tidak bisa nanti apa keperluan mendadaknya.”
“Tidak bisa. Bukan keperluaan mendadak namanya kalau nanti. Namanya juga
mendadak ya berarti seketika, tiba tiba, saat ini juga.”
“Ya, sudahlah, terserah.” Aaron akhirnya menelepon Karen yang sepertinya
langsung dibalas Karen dengan omelan. “Tuh kan Karen marah,” gerutu Aaron.
Sandra lalu menyetop taksi dan memaksa adiknya masuk ke taksi. Matthew
duduk di depan dan langsung tidur lagi. Ia tak perduli mau dibawa kemana.
Aaron duduk di belakang bersama Sandra dan langsung menelepon Karen lagi,
merayu Karen agar tidak marah.
Setelah dua puluh menit perjalanan, Sandra akhirnya meminta supir taksi
menghentikan taksinya.
Aaron celingukan melihat tempat yang mereka tuju, ternyata sebuah dealer
mobil.
“Wah keren, kau mau beli mobil Sandra?” tanyanya setelah turun dari taksi.
“Tidak, bukan aku, tapi kalian. Kau dan Matt.”
“Aku?” teriak Aaron. “Aku tak punya uang!”
“Aku apalagi!” Matthew menimpali.
“Tidak masalah, uangnya dariku. Ayo, kalian pilih mobil yang kalian suka,
aku yang bayar.”
“KAU APA?” teriak Matthew kaget. “Gajimu tidak bakalan cukup untuk kredit
mobil. Pengeluaranmu terlalu banyak Sandra.”
“Siapa bilang aku mau beli kredit. Aku mau beli cash.”
“APA?!”
Aaron tampak gembira berlari ke sana ke sini melihat lihat mobil yang ada
di dealer mobil yang mereka datangi, sementara Matthew duduk cemberut di
samping Sandra. Matthew sama sekali tidak antusias.
“Kenapa sih malah cemberut gitu? Ayo pilih mobilnya,” Sandra memperhatikan
Matthew gemas.
“Aku tidak mau. Sebelum kau cerita darimana sumber uangmu, aku tidak mau.”
“Sumber uangku dapat dipercaya, bukan uang haram, bukan berasal dari
tindakan kriminal apapun. Aku serius, aku punya bisnis lain disamping
pekerjaanku dan bisnisku ini berhasil. Tapi aku belum bisa cerita sekarang.
Suatu saat nanti aku akan cerita. Ayolah Matt, aku tak punya waktu lagi, dua
minggu kedepan aku akan sibuk sekali.”
“Baiklah, kalau kau memaksa. Tapi kenapa tidak beli satu mobil saja, aku
dan Aaron bisa menggunakannya bergantian.”
“Tidak, kalian nanti pasti punya keperluan yang berbeda beda. Ini
keinginanmu dari dulu kan Matt, punya mobil sendiri. Dulu, kau dan Aaron selalu
rebutan memakai mobil ayah, sekarang...” Sandra terdiam sejenak, “sekarang kau
dan Aaron bahkan tidak pernah pakai mobil lagi karena ayah tidak memberikan
mobilnya pada kalian.”
“Ya, baiklah.” Matthew akhirnya berjalan menghampiri Aaron, dan mulai
ngobrol dengan Aaron tentang mobil yang akan mereka pilih.
Dua jam kemudian, Sandra sudah duduk manis di depan kasir untuk melakukan
proses pembayaran. Sandra membayar dengan cara mendebit dari rekening
pribadinya. Ia menyerahkan salah satu debit
card nya pada kasir yang terus terusan tersenyum manis padanya dan pada ..
Matthew. Kasirnya perempuan dan sangat
cantik, sepertinya ia suka pada Matthew. Tapi seperti biasa, Matthew selalu
acuh jika diperhatikan perempuan. Apalagi perempuan itu suka padanya.
Aaron memilih mobil jenis sedan sementara Matthew memilih mobil jenis jeep.
Mereka bisa membawa pulang mobil mereka dalam seminggu kedepan setelah
pengurusan surat surat atau dokumen yang diperlukan beres.
“Selamat siang Casey cantik, aku membawakan masakan cina untukmu untuk
makan siang kita.” Sandra berdiri di depan Casey sambil menunjukkan tas plastik
yang berisi masakan cina yang baru dibelinya.
“Wah, asik sekali. Makasih Sandra. Kebetulan, aku sudah lapar.”
“Kau sedang sibuk?” tanya Sandra memperhatikan orang orang yang berada di
ruangan depan studio foto Luke.
“Tidak, tidak terlalu, Viola bisa menghandle
sementara kita makan.”
“Viola? Karyawan baru?”
“Ya,” Casey tersenyum, “Luke kadang perlu aku untuk merias klien yang minta
dirias sehingga aku suka ikut Luke pergi keluar. Sementara aku keluar kan harus
ada yang stand by di studio, jadi
Luke merekrut dua karyawan lagi. Satu untuk mengurusi pelanggan di ruang depan
sini. Satu lagi untuk memoto klien yang ingin difoto di sini. Luke sering
keluar, jadi kalau ada orang yang minta difoto di studio selalu harus menunggu
Luke datang. Karena hal itu pula ia merekrut fotographer lain untuk membantu
dirinya.”
“Sekarang Luke juga sedang keluar?”
”Yup.”
“Sayang sekali, padahal aku beli masakan cinanya tiga porsi.”
“Tidak apa apa, satu porsi untuk Viola saja.”
“Ya, kau benar,” Sandra tersenyum, “sebentar, aku ambilkan.” Sandra lalu
mengambil satu porsi chaw mein dan
satu porsi jiaozi dan menyerahkannya
pada Casey.
“Wow, wanginya saja sudah sedap.” Casey tertawa. Ia lalu pergi menghampiri
Viola dan memberikan makanan dari Sandra pada Viola.
“Kita makan dimana?” tanya Sandra setelah Casey kembali.
“Di halaman belakang saja, yuk. Disana ada taman yang cukup indah dan kursi
taman untuk duduk duduk. Ayo.”
“Oke,” Sandra langsung mengikuti langkah Casey.
Setelah duduk di kursi taman mereka lalu membuka bungkus makanan mereka
masing masing dan memakannya.
“Aku ke sini mau bilang kalau Sassy ternyata akan keluar dari rumah
kontrakan.” Ujar Sandra sambil mengunyah chaw
Mein. Chaw Mein adalah mie goreng
kering yang renyah yang biasa disajikan dengan daging ayam atau daging sapi.
Sandra meminta kedua daging itu dicampur jadi satu untuk kemudian dicampur
dengan mie goreng yang lezat tersebut.
“Sungguh?” teriak Casey senang. “Jadi aku bisa pindah kesana?”
“Ya.” Sandra tersenyum, “tadinya teman Sassy yang akan menempati kamar
Sassy, tapi aku memohon mohon padanya agar memberikan kamar itu padamu,
akhirnya Sassy setuju.”
“Terimakasih Sandra, kau baik sekali.”
“Sama sama.”
“Sassy pindah ke tempat tunanagannya?”
“Ya, ke apartemen tunangannya.”
“Kapan mereka menikah?”
“Tiga bulan lagi.”
“Oh.” Casey kini mengambil jiaozi dengan
menggunakan sumpit dan mencelupkannya ke dalam sausnya, lalu memasukkan
kemulutnya dan mengunyahnya dengan lahap.
Jiaozi adalah sejenis siomay yang isinya terdiri
dari daging ikan atau udang yang dimasak sampai matang lalu dibungkus oleh
adonan yang terbuat dari campuran tepung terigu, tepung kanji dan air. Untuk
sausnya, terbuat dari saus cabai yang dicampur wijen, irisan daun ketumbar,
bawang putih dan air.
“Nanti, kau bantu aku ya memindahkan barang barangku. Kita naik taksi
saja.”
“Oke, tidak masalah.”
“Kapan aku mulai bisa pindah?”
“Mungkin lusa, Sassy sedang mengepak barang barangnya sekarang.”
“Aku bahagia sekali bisa terlepas dari bibiku untuk pertama kalinya. Kau
yang terbaik Sandra. Aku menyayangimu.” Seru Casey lagi. Ia benar benar tak
sabar untuk pindah ke rumah kontrakan Sandra secepatnya.
“Aku juga menyayangimu Casey,” ujar Sandra sambil tersenyum.
Minggu pagi yang cerah ini Luke nampak mondar mandir membawakan barang
barang Casey dari kamar Casey ke mobilnya.
Casey mau pindah ke rumah kontrakan Sandra sekarang. Sebelum pindah Casey
mengecat kamar peninggalan Sassy terlebih dahulu. Tapi baru sebagian kamarnya
ia cat, Luke tiba tiba menawarkan diri untuk membantu Casey mengecat kamar.
Jadinya Luke yang menyelesaikan pengecatan kamar Casey.
Sekarang kamar Casey sudah siap dihuni dan tidak terlalu bau cat lagi. Dan
dengan alasan tidak ada kegiatan, akhirnya Luke manawarkan diri untuk
membawakan barang barang Casey dengan menggunakan mobilnya ke rumah kontrakan
Sandra Minggu pagi ini.
Tante Casey tampak tak senang Casey pindah. Ia sangat terbantu dengan
kehadiran Casey. Rumah selalu bersih dan wangi kalau ada Casey karena Casey
rajin membersihkan rumah. Sekarang, kalau Casey pergi, entah siapa yang mau
membersihkan rumahnya.
Tapi Casey tak perduli. Bukan ia tak mau mengerti kondisi Tantenya, tapi
Casey berpikir bahwa sekarang adalah saatnya dia mandiri.
Melihat Luke bolak balik seperti itu membantunya, membuat Casey jadi
terharu. Sejak awal mula kenal Luke dulu, Casey sudah menyukai Luke. Luke pria
yang ramah dan menyenangkan. Dan Casey jatuh hati padanya.
Sayang Luke tidak memiliki perasaan yang sama dengan Casey. Luke sudah
punya pacar. Nama pacarnya Molly. Ia seorang model. Luke bertemu Molly saat ia
mendapat pekerjaan bikin kalender dari perusahaan tour and travel. Dan Molly-lah yang jadi model kalender tersebut.
Molly mempromosikan perusahaan tersebut dengan berbagai gaya. Saat di pantai,
saat di gunung, saat di galeri galeri, saat makan di restoran eksklusif dan
lain sebagainya.
Setelah semua barang Casey masuk ke mobil Luke, Casey akhirnya pamit pada
Tantenya, Omnya dan anak anak mereka. Casey bilang pada Tantenya kalau Tantenya
perlu apa apa tinggal menelepon saja, lagipula tempat Casey kerja dekat dengan
rumah tantenya, bisa jalan kaki, karena dulu Luke membeli rumah tetangga Casey
untuk dijadikan studio foto. Tantenya bisa datang ke tempat kerja Casey kapan
saja kalau ia ingin.
“Tantemu wajahnya nggak enak dilihat,” ujar Luke saat ia mulai mengendarai
mobilnya. “Cemberut gitu.”
“Tante tidak setuju aku pindah.” Keluh Casey, “kalau tidak sekarang, kapan
lagi aku bisa mandiri dan terlepas dari kehidupan mereka?”
“Kau banyak membantu mereka, Casey, bukan secara keuangan, tapi tenagamu.”
“Ya, itulah alasan kenapa aku ingin keluar dari rumah itu secepatnya. Aku
capek sekali, aku hampir tak punya waktu untuk beristirahat. Berbeda kalau aku
tinggal sendiri. Mau bangun siang pun tak apa apa, tak ada yang marah marah.”
“Ya, kau benar.” Luke lalu
mengendarai mobilnya dalam diam hingga mereka sampai dirumah kontrakan Sandra.
Sandra sudah menunggu mereka di teras rumah.
“Selamat datang Casey,” serunya, “ayo aku bantu kau mengeluarkan barang
barangmu.”
“Terimakasih Sandra.” Casey tersenyum.
“Selamat datang dirumahku cantik,” Philip ikut ikutan menyambut Casey.
“Hati hati dengan buaya yang satu itu Cas,” ujar Sandra mengingatkan.
“Buaya, hah, sejak kapan aku jadi buaya,” omel Philip.
“Satu satunya orang yang perlu kau waspadai dirumah ini cuma dia.” Komentar
Sandra lagi, “yang lain aman.”
“Philip, bisakah aku tinggal di kamar bekas Bianca? Kita tukar tempat?”
harap Casey lagi. Ia pernah menanyakan hal itu pada Philip sebelumnya tapi
ditolak mentah mentah oleh Philip.
“Tidak.” Jawab Philip langsung.
Casey menyerah, ia akhirnya memasukkan barang barangnya ke dalam kamar
sambil dibantu Sandra dan Luke.
Selesai memasukkan semua barangnya, Sandra memberikan jus apel pada Luke
dan Casey. Philip tidak Sandra beri, membuat Philip kesal.
“Kenapa sih kau pilih kasih gitu,” omel Philip lagi.
“Apelnya di kulkas masih banyak. Bikin sendiri kalau mau jus.”
Philip pergi ke kulkas, mengambil apel dan menggigitnya langsung. Setelah
makan apel ia lalu minum segelas air putih.
“Sudah, aku sudah bikin jus.”
“Kapan?” tanya Sandra, “aku tidak dengar suara blender bunyi.”
“Di sini, di perutku, mereka, apel dan air putih itu tercampur dengan
sendirinya.”
“Ya Tuhan, cukup satu saja orang seperti dia, jangan banyak, aku bisa
gila,” Sandra langsung berdoa.
“Terimakasih jusnya, Sandra,” Casey tersenyum “sudah habis jusnya. Rasanya
segar sekali.”
“Sama sama Casey.”
“Terimakasih juga Luke, sudah
membantuku.” Ujar Casey pada Luke.
“Anytime.” Luke tersenyum, “ngomong
ngomong aku lapar, ada restoran yang enak disekitar sini Sandra?”
“Ada, restoran pasta. Favorit Bianca dulu. Ayo, kita kesana. Casey kau mau
ikut atau aku bungkuskan saja?”
“Dibungkus saja. Aku masih harus menata barang barangku.”
“Oke, kami makan duluan dulu disana ya, nanti untukmu aku bungkus.”
“Oke, makasih Sandra, makasih Luke.”
“Sama-sama.” Jawab Sandra.
“Aku dibungkus juga ya Sandra,” seru Philip.
“Enak saja. Bikin omelet telur saja sana!” seru Sandra sambil mengikuti
Luke ke mobil Luke.
Sepeninggal Sandra dan Luke, Casey berteriak gembira. Ia meloncat loncat senang
di atas tempat tidur.
“Baru kali ini aku lihat orang pindah segembira ini,” komentar Philip
memperhatikan Casey dari pintu kamar.
“Sejak kecil, aku baru keluar rumah sekarang. Ini moment terbesar dalam hidupku.” Ujar Casey sambil tertawa gembira.
“Untuk kesuksesan Sassy di tempat baru,” Ivanka mengangkat minumannya
diikuti oleh Sandra, Casey dan Philip.
“Untuk kesuksesan Sassy,” seru Sandra.
Mereka berlima sedang berada di sebuah restoran Jepang. Sassy yang
mentraktir mereka semua sebagai tanda perpisahan dengan mereka.
“Aku sedih meninggalkan kalian,” ujar Sassy.
“Tapi hidup harus terus berlanjut Sassy,” Ivanka tersenyum menatap Sassy.
“Kalau saja tunanganmu mau tinggal di kamarmu, kau tidak harus pergi.”
“Dia sudah punya apartemen.” Ujar Sassy lagi. “Apartemen itu kepunyaan dia,
bukan menyewa. Jadi sayang kalau tidak ditempati.”
“Kau benar,” seru Casey. “Karena kalau tidak begitu, aku tidak bisa tinggal
disana.”
Semua tertawa.
“Kalau kau kangen pada kami, sering sering main ya?” ujar Sandra sambil
mengunyah Sushi.
“Ya, tentu. Kalian juga harus datang ke pernikahanku.”
“Kami akan datang,” Ivanka tersenyum lagi, “kau jangan khawatir.”
“Terimakasih,” Sassy balas tersenyum, “ayo habiskan makanannya, apa ada
yang mau tambah?”
“Aku,” seru Philip langsung, “aku mau nambah.”
“Kau salah Sassy, harusnya kau jangan menawari. Dia pasti tambah!” tunjuk
Sandra pada Philip.
“Masalahmu denganku sebenarnya apa sih San? Yang traktir Sassy kenapa kamu
yang tidak suka?” seru Philip kesal ke arah Sandra
Sandra tertawa. Dia suka kalau berhasil membuat Philip marah.
~ ~
BAB EMPAT
Sandra merapatkan mantel kamarnya. Udara saat ini sedang dingin. Untuk
menghalau udara dingin itu pula Sandra akhirnya bikin teh hangat.
Ia sesekali menyeruput minumannya sambil memperhatikan instagram Lord Egar
di laptopnya.
Lord Egar tampil dalam berbagai gaya di foto foto yang diunggahnya di
Instagram miliknya. Ia sepertinya lebih suka mengunggah foto foto saat
berolahraga daripada kegiatan lainnya.
Ia mengunggah foto saat berkuda, baik sendiri, berdua dengan Prince Larry,
atau bertiga dengan Prince Larry dan Lord Andreas. Prince Larry dan Lord
Andreas adalah sahabat Lord Egar sejak mereka masih kecil.
Di foto lain ia berdiri di depan mobil sportnya
sambil tersenyum. Lalu sedang berada di dalam mobil sportnya berdua Prince Larry sambil melambaikan tangan.
Foto lainnya lagi saat ia olahraga ski di Swiss. Lalu ada juga saat dia
olahraga paragliding. Ia tampak
tertawa senang saat terbang di udara.
Lord Egar merupakan salah satu tokoh pria yang saat ini sangat disukai para
wanita di Fillmore Green. Banyak gadis gadis yang mengidolakan dirinya. Dulu,
ketika sahabatnya Prince Larry dan Lord Andreas belum menikah, mereka bertiga
yang menjadi idola, tapi sekarang, tinggal Lord Egar yang digandrungi para
gadis tersebut karena hanya Lord Egar diantara mereka bertiga yang belum
menikah.
Pekerjaan sehari hari Lord Egar adalah pengusaha di bidang konstruksi. Selain
bekerja sebagai seorang pengusaha, Lord Egar juga menjabat sebagai governor di district Hall of City. Tugasnya adalah memimpin
(membina, mengawasi, mengkoordinasi) penyelenggaraan pemerintah di wilayah Hall of City.
Ia berkantor di sebuah gedung pemerintah di pusat kota Hall of City. Namun begitu ia berkantor juga di perusahaannya. Jadi
ia mempunyai dua kantor sekaligus, tergantung urgensi-nya ia perlu ada dimana. Namun prioritas utamanya adalah
bekerja sebagai seorang governor.
District districk di Fillmore Green seperti Hall of City, Redwood, Giltown City, The Metropolis,
The Villages, Parklane dan yang lainnya dikepalai oleh seorang Governor yang merupakan seorang
bangsawan.
Ayah Lord Egar adalah seorang bangsawan yang pernah menjabat sebagai
Perdana Menteri Fillmore Green. Sekarang ayahnya sudah pensiun dan menikmati
hari hari tuanya di mansion mereka di Redwood.
Ayah Lord Egar hidup berdua dengan isteri keduanya karena ia sudah bercerai
dengan isteri pertamanya, yang juga merupakan ibu kandung Lord Egar.
Ayah Lord Egar hanya mempunyai satu orang anak yaitu Lord Egar, dari isteri
keduanya ia tak punya anak.
Ada satu foto di instagram itu dimana Lord Egar dan ayahnya sedang berdiri
di depan Mansion mereka di Redwood.
Mereka sama sama tersenyum ke arah kamera. Dan senyum keduanya mirip. Menurut
versi Sandra, senyum keduanya sama sama
memikat.
Entah sejak kapan, Sandra menyukai senyum Lord Egar. Tapi bukan senyum Lord
Egar saja yang Sandra sukai, tapi keseluruhan dirinya. Dan Sandra merasa yakin,
alasan utama ia terpikat pada Lord Egar adalah karena kemurahan hatinya. Bukan
karena ketampanan wajahnya, atau kekayaannya atau gelar kebangsawanannya atau
kepopulerannya, atau jabatan kenegaraannya, tapi karena kemurahan hatinya.
Hingga detik ini Sandra masih tak mengerti kenapa Lord Egar masih
mengiriminya uang padahal Sandra sudah memintanya menghentikan pengiriman uang
itu.
Walau Lord Egar ingin berbagi kesuksesannya dalam bisnis boneka Princess
Sabrina dengannya, tapi menurut Sandra hal itu tetap tidak masuk akal. Harusnya
ia menghentikan semuanya dan menikmati kesuksesannya sendiri saja tidak harus
mengajak Sandra segala, tapi ia tak mau. Seingat Sandra ia pernah bilang ia
kelebihan uang.
Kenapa uangnya tidak ia
sumbangkan pada orang lain yang membutuhkan. Gerutu Sandra dalam hati. Bukannya Sandra tak
butuh uang. Tapi Sandra merasa bahwa ia tak pantas mendapatkan uang itu lagi
darinya. Uang yang Sandra terima sudah lebih dari cukup.
Rasa antusias Sandra menyaksikan foto foto Lord Egar di instagram berakhir
ketika difoto terakhir yang Lord Egar upload
ia sedang bersama pacar terbarunya menghadiri suatu acara. Perempuan itu, siapapun itu, nampak tersenyum
ceria ke arah kamera. Dan sialnya, ia cantik sekali. Sandra langsung menutup
laptopnya dengan kesal. Ia menghabiskan teh hangatnya dulu sebelum akhirnya
naik ke tempat tidur untuk tidur.
~ ~
Lord Egar memejamkan matanya. Lama penerbangan yang harus ia tempuh dari Hall of City ke Big Metropol adalah selama dua jam. Dan ia memutuskan untuk tidur
saja di pesawat, karena begitu tiba di Big Metropol nanti ia akan sibuk sekali.
Di Big Metropoli ia diundang sebagai pembicara dalam suatu
diskusi tentang tata kota yang baik. Sebagai governor dari ibukota negara Fillmore Green, yaitu Hall of City, Lord Egar terkenal akan kepemimpinannya yang
handal.
Ia mampu menata Hall of City
menjadi kota yang ramah lingkungan. Ia banyak membangun taman taman hijau di
beberapa titik di pusat kota sehingga air hujan dapat terserap dengan baik.
Banyaknya pohon dan banyaknya bangunan di Hall
of City cukup seimbang. Sehingga Hall
of City sering dijadikan contoh oleh kota kota lainnya di Fillmore Green
untuk terus maju dan berkembang.
Lord Egar berencana tidur selama sejam saja sebelum akhirnya nanti ia makan
siang. Tadi seorang pramugari yang bernama Dawn yang menyambutnya saat ia tiba di
pesawat dan melayaninya saat ia duduk di kursi pesawat dengan memberinya caviar dan minuman champagne. Seperti biasa, jika bepergian naik pesawat terbang Lord
Egar selalu naik first class.
Sejam kemudian ketika Lord Egar membuka matanya, senyum manis Sandra yang
pertama kali ia lihat. Lord Egar sangat terkejut, ia menyangka ia sedang
bermimpi, tapi senyum Sandra tidak hilang dari pandangannya.
“Selamat Siang Tuan, saya datang ke sini ingin menanyakan apakah Anda siap
untuk memesan makan siang Anda. Karena kalau sudah siap, chef kami nanti akan datang
pada Anda menanyakan langsung apa yang ingin Anda pesan.”
“Sandra, apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau bersikap formil seperti
itu?”
“Saya ke sini menanyakan apakah Anda siap untuk...”
“Sandra, apa yang kau lakukan disini?” teriak Lord Egar tak sabar.
“Aku sedang bekerja Tuan.”
“BEKERJA?” teriak Lord Egar lagi. Ia benar benar tak percaya Sandra bekerja
sebagai pramugari. Bukan masalah jenis pekerjaannya. Tapi kenapa ia harus bekerja.
“Iya, aku sedang bekerja.”
“Kau kaya! Kau tidak harus bekerja!”
“Sst.. bisakah Anda mengecilkan suara Anda, penumpang lain jadi melihat
kearahku, mereka pasti berpikir aku benar benar kaya seperti yang Anda
katakan.”
“Kau memang kaya Sandra. Kau seorang milyuner
sekarang. Eksport boneka Princess Sabrina-ku sukses di beberapa negara Eropa
dan Amerika. Tidak bekerja pun tidak masalah buatmu. Kau dapat uang banyak
setiap bulan.”
“Tapi aku ingin bekerja. Kembali ke pertanyaanku tadi, saya ingin
menanyakan apakah Anda siap untuk memesan makan siang Anda.”
“Tidak, aku tidak siap. Dan bisakah kau berhenti bersikap formil seperti
itu padaku?”
“Tidak bisa. Aku harus sopan seperti ini pada para penumpang.”
“Tapi aku orang yang kau kenal Sandra.”
“Tapi tetap saja aku harus bersikap sopan. Baiklah, nanti temanku Dawn akan
kesini bertanya pada Anda apakah Anda siap untuk memesan makan siang Anda.”
“Kau mau kemana?”
“Bertanya pada penumpang lain tentang apakah mereka siap memesan makan
siang mereka.” Sandra tersenyum, “sampai jumpa lagi Tuan. Semoga penerbangan
Anda menyenangkan.” Sandra pun berlalu dari tempat duduk Lord Egar.
Ketika Dawn datang menghampiri Lord Egar, Lord Egar langsung bertanya
tentang Sandra padanya.
“Miss Ricardo?” Dawn mengerutkan kening. Ia tak melihat keistimewaan apapun
pada diri Sandra kecuali sikap pemberontaknya yang menyebalkan. Kalau bicara
soal cantik, ia merasa dirinya lebih cantik kemana mana dibanding Sandra. Lalu
kenapa Lord Egar Maxmillian, pria yang paling diincar gadis gadis se Fillmore
Green bertanya soal diri Sandra padanya?
“Ya, Sandra Ricardo. Apakah ada pekerja lain dengan nama yang sama?”
“Ti.. tidak. Hanya dia. Ya, benar, dia bekerja di Fillmore Airlines.”
“Sudah berapa lama?”
“Hampir sepuluh tahun.”
“Wah, sudah lama juga. Apakah dia sudah keliling dunia karena pekerjaannya
ini?”
“Sudah. Dia sudah pergi kemana mana, dia senior sekarang, jadi tugas yang
diberikan padanya berbeda dengan para junior yang masih terbang di wilayah
domestik.” Dawn mulai kesal dengan pertanyaan Lord Egar. “Anda sudah siap
memesan makan siang Anda?”
“Apakah dia sudah punya kekasih?” Lord Egar masih tertarik bertanya soal
Sandra.
Dawn mulai menggertakan gigi. “Tidak. Setahuku kalau di Fillmore Airlines tidak ada. Entah kalau
diluar perusahaan kami. Pilot pilot atau teman kerja pria yang lain takut
padanya.”
“Takut?”
“Ya, dia galak seperti singa.”
“Oke kalau begitu, aku siap memesan makan siangku.”
“Baik Mr. Maxmillian, akan aku panggilkan chefnya sekarang.”
“Ya. Terimakasih.”
Sandra baru beristirahat sebentar ketika Dawn menghampirinya dengan wajah
cemberut. “Ada pria tampan di first class
bertanya tentangmu, dia adalah..”
“Mr. Maxmillian,” lanjut Sandra, “dia temanku. Dan kau jangan bad mood gitu. Dia punya pacar. Mau
kuperlihatkan wajah pacarnya?”
Dawn tidak mengiyakan, tidak juga menolak. Sandra langsung mengambil handphonenya dan membuka instagramnya.
“Lihat, cantik kan?”
Dawn memperhatikan dengan seksama wanita yang ditunjuk Sandra. Wanita itu
sangat cantik. Dia mempunyai lesung pipit di kedua pipinya. “Yah, cukup
menarik.”
“Cukup?” teriak Sandra. “Perempuan ini sangat
menarik, bukan cukup menarik.
Jadi kuharap buang wajah tidak enakmu jauh jauh. Aku tidak ada hubungan apa apa
dengan Mr. Maxmillian.”
“Lalu kenapa dia terus terusan bertanya tentang dirimu dan pertanyaannya
cukup antusias?”
“Itu karena...” Sandra terdiam sebentar, “karena menurut dia, aku
seharusnya tidak usah bekerja.”
“Tidak usah bekerja?” Dawn heran.
“Ya, tidak usah bekerja. Usulannya aneh kan? Bagaimana aku bisa membiayai
kuliah kedua adikku kalau aku tidak bekerja?”
“Ya, sangat aneh.”
“Ngomong ngomong,” Sandra tersenyum, “aku harus kembali ke bisnis class. Siapa tahu ada yang
memerlukan bantuanku.”
“Oke.” Sahut Dawn dengan wajah sedikit ceria.
Sandra sedang berjalan ke tempat istirahatnya ketika tangannya tiba tiba
ada yang memegang. Ternyata Lord Egar.
“Apa yang Anda lakukan?” tanya Sandra kaget.
“Berapa lama kau menginap di Big
Metropol ?” tanya Lord Egar.
“Hanya semalam, untuk beristirahat saja. Besok aku kembali ke Hall of City lagi, penerbangan pagi.”
“Bagus, kalau begitu kau bisa menemaniku selama aku di Big Metropol.”
“Tidak, aku tidak bisa, aku mau beristirahat.”
“Istirahatnya nanti saja. Pokoknya nanti aku tunggu kau di bandara Big Metropol.”
“Tapi aku tidak bisa langsung pergi begitu saja, aku masih harus lapor ke
kantor dulu dan...”
“Tidak apa apa, akan kutunggu.”
Sandra terus terusan menguap. Lord Egar sedang berpidato di sebuah acara
diskusi yang dilakukan oleh governor Big
Metropol yang juga dihadiri oleh beberapa governor lainnya.
Acaranya sudah berlangsung hampir
satu jam, dan Sandra terus terusan menguap saking ngantuknya. Ia tadi harus
bangun pagi pagi sekali karena ada penerbangan ke The Villagers pagi pagi sekali. Setelah itu ia kembali ke Hall of City. Ia harus berangkat lagi di
penerbangan siang ke Big Metropol. Ia
merasa lega karena mendapat waktu istirahat semalam di Big Metropol dan ditempatkan di sebuah hotel bintang lima yang mempunyai
kerjasama dengan Fillmore Airlines.
Setelah tugasnya selesai dalam
penerbangan ke Big Metropol, ia ingin
langsung beristirahat tapi ternyata Lord Egar langsung menculiknya ke acara
diskusi tentang tata kota .
Sandra juga merasa pakaiannya
kurang formil dibanding yang lain. Ia hanya mengenakan jeans, sepatu hak tinggi
dan baju baby doll. Dia tidak punya
persiapan apapun untuk acara ini karena Lord Egar mengajaknya tiba tiba.
Sebenarnya tadi Sandra bisa
memberontak dan melarikan diri dari Lord Egar. Tapi Sandra tidak enak dengan kebaikan
Lord Egar selama ini padanya yang terus mengiriminya uang.
“Anda teman kencan Mr.
Maxmillian?” tanya seorang ibu yang usianya seusia nenek Sandra.
“Apa?” Sandra kaget.
“Anda teman kencan atau pacar Mr.
Maxmillian?” tanya wanita itu lagi. Ia duduk disamping Sandra, di kursi deretan
ketiga.
“Bukan,” Sandra berbisik, “kenapa
Anda berpendapat aku teman kencannya?”
“MataMr. Maxmillian dari tadi
terus menerus melihat ke sini. Kupikir ada apa di pojok sini, ternyata ada
dirimu,” wanita itu tertawa.
“O ya?” Sandra terkejut dengan
kata kata wanita itu, “aku tidak memperhatikan.”
“Aku jelas jelas memperhatikan,”
wanita itu masih tertawa, “untuk cowok setampan dia, aku pasti memperhatikan.”
Sandra hanya tersenyum mendengarkan
kata kata wanita itu.
“Kalau aku masih muda, aku pasti
sudah mengejar Mr. Maxmillian.” Komentar wanita itu lagi.
“Sepertinya saat ini banyak gadis
yang mengejarnya,” komentar Sandra.
“Anda cemburu?”
“Aku?” Sandra tertawa, “sudah aku
bilang, aku bukan..”
“Sst… dia memperhatikan dirimu
lagi.”
Sandra melihat apa yang dibilang
wanita yang duduk disampingnya, dan benar saja Lord Egar sedang memperhatikan
dirinya.
“Kurasa, itu karena aku terus
terusan menguap,” bisik Sandra pada wanita itu lagi. “Aku ngantuk sekali. Aku
mau ke toilet dulu, aku mau cuci muka. Permisi.”
“Ya, tentu.”
Sandra segera pergi meninggalkan
gedung pertemuan itu, ia lalu mencari toilet. Setelah membasuh mukanya dan
mencuci kedua tangannya dengan sabun dan mengeringkannya Sandra kembali ke
ruangan itu. Tapi rupanya acaranya sedang break
minum teh. Sandra langsung mencari Lord Egar. Ketika ia berhasil
menemukannya, langkahnya langsung terhenti karena banyak wanita yang berebut
minta foto dengannya.
Ya Tuhan, keluh Sandra dalam hati. Aktor bukan, penyanyi bukan, olahragawan bukan, kenapa acaranya seperti
jadi acara jumpa fans begini.
Sandra akhirnya berjalan ke arah
meja tempat makanan dan minuman disediakan. Ia lalu mengambil beberapa kue.
Perutnya terasa lapar. Sekarang jam empat sore, tadi dia makan siang jam dua
belas siang. Pantas saja perutnya bunyi minta diisi.
Sandra baru selesai memakan kue
kue renyah yang sangat lezat dan ingin mengambil air minum ketika Lord Egar
menyodorkan secangkir mochacinno
hangat padanya.
“Terimakasih,” ujar Sandra sambil
tersenyum.
“Sama sama.”
“Acara jumpa fansnya sudah
selesai?”
“Jumpa fans?”
“Iya, tadi banyak wanita yang
ingin foto dengan Anda.”
“Sandra bisakah kau memanggilkku
dengan sedikit lebih bersahabat dan tidak formil seperti ini? Kau bisa
memanggil namaku saja.”
“Baiklah.” Ujar Sandra sambil
kembali tersenyum. “Anda tahu, aku juga ingin foto dengan Anda,” Sandra masih
formai memanggil Lord Egar, “boleh?” Sandra tiba tiba mengeluarkan ponselnya
dan we-fie dengan Lord Egar. “Ayo
tersenyum.”
Tapi Lord Egar tidak tersenyum.
“Sayang sekali,” komentar Sandra,
“Anda sedang cemberut, padahal foto ini mau aku upload ke instagramku.”
“O, ya?”
“Ya. Selain hasil dari foto ini
kurang bagus, aku juga takut pacar Anda cemburu. Jadi tidak jadi deh aku upload,” Sandra tertawa.
“Pacarku atau pacarmu yang
cemburu?” tanya Lord Egar langsung.
“Aku tidak punya pacar,” gumam
Sandra sambil menyeruput mochacinno
hangatnya.
“Itu kabar yang sangat menarik.”
Gumam Lord Egar, “kenapa? Para pria takut
padamu?”
Karena aku jatuh cinta padamu, ujar Sandra dalam hati. “Tidak,
untuk apa mereka takut.”
“Ya, siapa tahu,”
“Maaf mengganggu Nona, tapi
bisakah aku berfoto dengan Mr. Maxmillian?” tanya seorang ibu yang menghampiri
Sandra dan Lord Egar dan sepertinya memaksa Sandra untuk berdiri dari duduknya.
Sandra berdiri dengan kesal.
“Resiko punya pacar terkenal
memang seperti itu Nona, Anda harus maklum dan banyak sabar,” ujar seorang pria
di samping Sandra.
“Pacar?”
“Ya, Mr. Maxmillian pacar Anda
bukan? Ia begitu perhatian pada Anda dan matanya selalu menatap Anda mesra.”
Ya Tuhan, ada apa ini, keluh Sandra dalam hati. Sudah dua orang berkomentar Lord Egar adalah
pacarku. .
“Acara apa lagi yang harus aku
hadiri setelah acara ini?” Sandra bertanya pada Lord Egar setelah ibu yang
minta foto tadi pergi.
“Bertemu dengan teman temanku di Big Metropol ini dalam suatu acara
jamuan makan malam.”
“Aku tidak membawa gaun. Aku ke
sini untuk pergi bekerja bukan untuk menghadiri acara jamuan makan malam.”
“Tidak masalah, setelah acara
diskusi ini selesai, kita masih punya waktu tiga jam untuk mencari gaun
untukmu.”
“Baiklah, terserah Anda saja.”
Sandra kembali duduk ke tempat ia tadi duduk dan memejamkan mata. “Aku mau
tidur di sini sekarang. Bangunkan aku setelah acara diskusi itu selesai.”
Acara jamuan makan malam itu
dilaksanakan di sebuah rumah seorang penguasaha yang sangat indah dan cantik.
Yang hadir dalam acara jamuan
makan malam itu selain para politisi, para bangsawan dan para pejabat adalah para selebritis.
Sandra tidak pernah hadir dalam
acara jamuan makan malam di kalangan atas seperti ini sebelumnya. Ia pernah
diundang ke Crown Palace oleh Bianca
untuk menghadiri acara jamuan makan malam di Crown Palace, tapi teman temannya saat itu adalah yang ia kenal dan
berasal dari kalangan yang sama seperti dirinya, bukan berasal dari kalangan high society seperti ini.
Berada di tengah tengah mereka
membuat Sandra merasa special. Kalau
Sandra tidak tahu Lord Egar sudah punya pacar, ia pasti akan merasa tersanjung
karena malam ini Lord Egar terus terusan memegang tangannya, dan kadang memeluk
dirinya. Gaun yang ia kenakan malam ini juga Lord Egar yang memilih. Tadi
mereka berburu gaun itu sama sama. Dan hanya dalam waktu sejam sudah mereka
dapatkan. Setelah mendapatkan gaun itu, mereka beristirahat sebentar di hotel
tempat Sandra menginap. Lord Egar membatalkan kamar hotel yang sudah dipesannya
dan dibayarnya di hotel lain dan langsung memesan kamar di hotel tempat Sandra
menginap.
“Kau harus hati hati dengannya,”
Lord Andreas, salah satu sahabat Lord Egar ternyata juga ada di sana . Ia dan isterinya
Raquel sedang ada bisnis dengan pemilik rumah. Hanya orang orang tertentu yang
Lord Egar perkenalkan pada Sandra, dan salah satunya Lord Andreas dan
isterinya.
“Memang kenapa aku harus hati hati?”
“Sudah banyak gadis yang ia bikin
patah hati.”
“Jangan dengarkan dia Sandra.”
Komentar Lord Egar.
“Tidak, aku ingin mendengarkan.
Jadi berapa gadis yang sudah dibuat patah hati olehnya?”
“Sebentar aku hitung dulu.” Lord
Andreas mulai menghitung, “Amber, Annete,
Janet, Donna, ehm.. siapa lagi ya, sebentar…”
“Tutup mulutmu Andreas!” Seru
Lord Egar kesal, ia lalu mengajak Sandra pergi dan memperkenalkan Sandra pada
yang lain.
Sekarang Sandra sedang tertawa
tawa dengan Lady Britanny, nyonya rumah di acara jamuan makan malam ini, entah
apa yang mereka perbincangkan.
Lord Egar hanya memperhatikan
Sandra dengan perasaan berdebar. Ia sangat menyukai Sandra, sejak melihat
Sandra di suatu televisi membocorkan rencana pernikahan Prince Larry dan
Bianca, sejak saat itu ia menyukainya.
Beberapa kali di beberapa
kesempatan ia pernah bertemu Sandra. Di Crown
Palace, menjelang pernikahan Prince Larry dan Bianca, di King Palace saat pertunangan Prince
Larry dan Bianca, di Green Palace saat
resepsi pernikahan Prince Larry dan Bianca, dan di Cape Field sesudah Prince Larry dan Bianca menikah, tapi selama itu
ia hanya memperhatikan dan belum mau menegur. Bianca saat itu sudah
memperkenalka Sandra padanya, tapi ia masih menjaga jarak dengan Sandra. Ia
baru berkomunikasi dengan Sandra setelah ia berminat memproduksi boneka Princess Sabrina, yang notabene hak ciptanya ada pada Sandra.
Ketika Sandra meminta padanya
untuk berhenti mengiriminya uang, Lord Egar tidak mau mengabulkan permintaan
Sandra karena ia takut hubungannya benar benar terputus dengan Sandra. Untuk
itulah kenapa ia mempertahankan perjanjian kerjasama diantara mereka agar ia
bisa terus berhubungan dengannya, walau sebatas teman.
Lord Egar jatuh cinta padanya.
Tapi tidak seperti pada gadis gadis yang lain, ia tak ingin menjadikan Sandra
sebagai kekasihnya, karena ia merasa ia tidak akan merasa kuat kalau kelak ada
masalah diantara mereka dan mereka harus
berpisah.
Kalaupun kelak ada hubungan
dengan Sandra, Lord Egar ingin Sandra menjadi isterinya, bukan kekasihnya.
“Terimakasih sudah menemaniku
malam ini, juga tadi sore,” Lord Egar tersenyum ketika mengantar Sandra ke
kamar hotel.
“Sama sama.”
“Sekarang kau benar benar bisa beristirahat.”
“Yah, dengan jam tidur selama
tujuh jam, kurasa aku akan segar lagi besok,” Sandra tertawa. “Anda besok
pulang jam berapa?”
“Mungkin sore. Tadinya mau pulang
siang, tapi Andreas mengajakku berkuda bareng di ranch mertuanya tidak jauh
dari Big Metropol. Aku sudah cukup
lama tidak bertemu dengannya, jadi ya, kupikir besok ide yang bagus untuk
bertemu dengannya.”
“Anda betul. Saat kita punya
kesempatan untuk bersama dengan sahabat kita sebaiknya kita tidak menyia
nyiakan kesempatan itu karena mungkin kita akan susah bertemu dengannya lagi
karena kesibukan masing masing.”
“Kau benar,” Lord Egar kembali
tersenyum, “selamat beristirahat Sandra, hati hati dalam penerbangan besok.”
“Terimakasih, selamat
beristirahat juga Mr. Maxmillian.” Sandra melambaikan tangan pada Lord Egar
lalu membuka pintu kamarnya.
Sandra baru mau tidur ketika
Bianca meneleponnya.
“Halo Bianca, senang mendengar
suaramu lagi,” sahut Sandra gembira.
“Raquel baru meneleponku dan
mengirimkan foto kau berdua dengan Egar. Menurut Raquel kalian mesra sekali,
apakah terjadi sesuatu yang tidak aku ketahui Sandra?”
“Tidak Bianca, kau jangan
khawatir, tidak terjadi apa apa.”
“Kau yakin? Karena selain kata
Raquel kalian mesra, kataku juga kalian mesra, aku baru melihat foto kalian
berdua, dan menurutku bajumu agak terlalu seksi.”
Sandra tertawa, “Aku hanya
menemani Mr. Maxmillian makan malam karena dia memintaku, aku bertemu dengannya
di pesawat saat aku kerja, jadi acara malam ini tidak direncanakan, serba
dadakan.”
“Oh, begitu,” ujar Bianca,
“sebenarnya sih..” Bianca terdiam sejenak.
“Sebenarnya kenapa Bianca?”
“Sebenarnya tidak masalah bagiku
kalau kalian benar benar punya hubungan khusus, hanya saja seperti gadis gadis
lain, kau harus siap patah hati, kelemahan Egar cuma satu, ia selalu tidak
pernah serius membina hubungan dengan siapapun, entah kenapa, aku hanya takut
kau kecewa.”
“Terima kasih atas perhatianmu
Bianca, tapi aku akan baik baik saja.”
“Baiklah kalau begitu, selamat
beristirahat Sandra. Mimpi indah.”
“Mimpi indah untukmu juga Bianca,
sampaikan ciumku untuk si kecil.”
“Akan kusampaikan,” Bianca
tertawa, “mencium si kecil sekarang jadi hobiku.”
BAB LIMA
Hari cukup terik ketika Sandra
kembali ke Hall of City Airport. Dari bandara Sandra naik taksi kerumahnya
seperti kebiasaannya selama ini. Padahal ongkos taksi dari bandara di Hall of
City sangat mahal. Tapi sekarang uang tidak masalah bagi Sandra. Biasanya
Sandra akan ikut mobil perusahaan. Tapi mobil itu masih setengah jam lagi
berangkat, nunggu teman Sandra yang lain yang juga mau pulang. Sandra malas
menunggu. Ia ingin cepat beristirahat, makanya ia menggunakan taksi.
Sampai dirumah, ia heran melihat
mobil Aaron ada di halaman. Garasi di rumah Philip paling tidak menampung dua
mobil, tapi karena halaman rumah cukup luas, dua mobil masih bisa masuk ke
halaman sehingga bisa menampung empat mobil sekaligus.
Dulu, waktu ada Sassy, mobil
Sassy dan Philip yang selalu ada di garasi sementara mobil Ivanka harus rela
diparkir di halaman. Tapi sejak Sassy pindah, mobil Ivanka menggantikan mobil
Sassy masuk garasi sehingga tidak ada lagi mobil yang harus diparkir di
halaman.
Tapi sekarang mobil Aaron parkir
di halaman. Sandra segera masuk ke dalam rumah. Aaron tidak meneleponnya kalau
mau datang, ia takut terjadi sesuatu. Sandra langsung mencari Aaron di lantai
bawah, tapi tak ada, iapun segera pergi ke lantai atas. Aaron ternyata sedang
asik ngobrol dengan Philip di balkon atas.
“Ada apa Aaron? Kenapa kau tidak meneleponku
kalau mau kesini?” tanya Sandra langsung.
“Tidak apa apa. Aku kebetulan
sedang ke sini mengantar temanku. Jadi aku mampir. Kata Philip kau pulang
sebentar lagi jadi aku tunggu. Aku tidak mau menelepon takut kau terburu buru.
Padahal tidak ada keperluan mendesak.”
“Kau tahu jadwal kerjaku Philip?”
tanya Sandra heran. “Dan kenapa kau dirumah siang siang begini?”
“Aku dapat shift malam. Aku tadi bertanya pada Casey tentang jadwal kerjamu.”
“Ooh,” Sandra lalu duduk di
hadapan mereka, di sebuah kursi plastik.
“Kau sudah makan Aaron?”
“Sudah tadi dengan temanku
sebelum ke sini.”
“Aku curiga dia pasti bukan temanmu
tapi pacarmu. Kau mengantar Karen ke sini kan ?”
“Tidak, bukan Karen, aku sudah
putus dengannya, dia pemarah, aku malas pacaran sama orang pemarah. Pacaran itu
kan buat
senang senang bukan buat marah marah.”
“Persis kakakmu itu Aaron. Dia
pemarah.” Celutuk Philip.
“Diamlah Philip,” seru Sandra.
“Tuh kan pemarah!”
“Kalau bukan Karen, berarti gadis
lainnya?”
Aaron tertawa, “ya seperti itu,
tapi masih dalam tahap pendekatan sih, belum jadian.”
“Bagiku tidak masalah kau pacaran
Aaron, asal nilai nilaimu tetap dijaga, tetap baik.”
“Jangan khawatir boss, nilaiku A
semua.” Kembali Aaron tertawa.
“Kau mau langsung pulang? Atau
menginap di sini semalam?”
“Kalau boleh nginep aku ingin
nginep. Besok aku kuliah sore.”
“Ya sudah, nginap saja kalau
begitu.” Putus Sandra, “aku buka kamarku dulu.”
“Mobil adikmu keren Sandra,” ujar
Philip melihat Sandra bangun dari duduknya, “dia bisa kredit mobil masa kau
tidak.”
Sandra melirik ke arah Aaron,
Aaron memberi kode pada Sandra dengan menempelkan jari telunjuknya di bibirnya.
Sandra tersenyum.
“Ya, itu kebanggaanku. Tidak apa
apa aku tidak punya mobil asal adikku punya.” Komentar Sandra. “Hey, aku punya
ide. Bagaimana kalau nanti malam kita makan malam bersama dengan menggunakan
mobil Aaron. Aku yang traktir.”
“Asik,” seru Aaron langsung.
“Makan malam dimana?” tanya
Philip “kenapa harus naik mobil segala, memang jauh, lagipula aku harus kerja.”
“Di Parklane, di restoran favorit Bianca. Restoran Seafood. Kau bolos kerja saja Philip. Ayolah sekali kali pergi bersama.
Nanti aku ajak Casey dan Ivanka juga. Ok?”
“Entahlah.” Jawab Philip, “lihat
saja nanti.”
“Aku mau menelepon Mr. Lorenzo
sekarang untuk booking tempat.”
Sandra mengeluarkan handphonenya dan
menelepon Mr. Lorenzo untuk booking tempat. Ia pernah meminta nomor telepon Mr.
Lorenzo pada Bianca.
Setelah menelepon Mr. Lorenzo ia
menelepon Casey dan Ivanka. Keduanya mau ikut. Sandra juga menelepon Luke, tapi
Luke sedang ada pekerjaan nanti malam dan menolak ajakannya.
“Aku, Aaron, Casey dan Ivanka
siap siap untuk makan malam gila gilaan nanti malam. Kau yakin tidak mau ikut?”
Philip nampak menimbang nimbang,
“baiklah, aku ikut.”
Sandra tertawa, “kau yakin?”
“Tidak terlalu sih, tapi kupikir
tidak masalah aku bersenang senang sesekali.”
~ ~
Mobil yang dikemudikan Aaron
melaju cukup kencang membelah jalanan ibukota Hall of City menuju Parklane.
Mereka pergi dari rumah jam enam. Mereka akan tiba di restoran Mr. Lorenzo jam
sembilan malam karena perjalanan ke restoran Mr. Lorenzo ditempuh kurang lebih
tiga jam perjalanan.
Philip duduk didepan menemani
Aaron. Ia benar benar bolos kerja. Ia dan Aaron menyanyikan lagu yang diputar
di mobil Aaron. Mereka nyanyi penuh percaya diri walau suara mereka sumbang. Sementara
Sandra duduk di belakang bersama Casey dan Ivanka.
“Kau baik sekali Sandra,” seru
Ivanka pada Sandra. “Pertama kau selalu memenuhi isi kulkas kita sehingga stok
makanan untuk kita masak selalu ada. Sekarang, kau mau mentraktir kami. Terima
kasih banyak.”
“Sama sama Ivanka,” Sandra
tersenyum, “kebetulan aku sedang ada rejeki.”
“Gajimu naik ya?” tanya Casey.
“Kurang lebih begitulah,” ujar
Sandra lagi.
“Aku belum pernah ke restoran Mr.
Lorenzo,” ujar Ivanka lagi. “Restoran itu sangat terkenal sekarang. Selalu
susah booking tempat disana. Temanku
pernah melakukannya dan tidak pernah berhasil. Selalu penuh dan sudah dibooking orang. Kau berhasil
melakukannya.”
“Aku bawa bawa nama Bianca.”
Sandra tertawa. “Mr. Lorenzo selalu menyiapkan satu tempat untuk Bianca kalau
kalau Bianca ingin datang ke tempatnya untuk makan di sana . Bianca yang membuat restorannya jadi
sangat terkenal seperti sekarang.”
“Pantesan,” Casey tertawa. “Kapan
kapan kalau aku ingin makan di sana
dengan teman teman kerjaku, taktikmu akan kupakai.”
“Coba saja. Pasti manjur.”
“Memang Bianca pernah makan di sana setelah menikah?”
Ivanka penasaran.
“Pernah, beberapa kali. Tapi
tempatnya jadi ramai karena banyak bodyguard
berseliweran dan petugas keamanaan kerajaan yang berjaga jaga disana.
Bagaimanapun Prince Larry akan menjadi King
di Fillmore Green menggantikan ayahnya nanti. Jadi penjagaan terhadap
dirinya dan keluarganya luar biasa ketat.”
“Iya sih,” komentar Ivanka. “Tapi
apa enaknya makan dijaga superketat begitu.”
“Bianca bilang awal mulanya juga
dia merasa kurang nyaman, tapi lama kelamaan jadi terbiasa.”
“Aku salut sama Bianca,” ujar
Casey sambil tersenyum, “walau kini ia sudah menjadi anggota keluarga kerajaan,
ia tak pernah melupakanku. Ia masih meneleponku sesekali, menanyakan kabarku,
menanyakan kabar Luke, menasehati ini itu.”
“Ya, Bianca orangnya memang
menyenangkan,” Sandra setuju.
“Bianca juga pernah meneleponku,”
Ivanka tertawa, “dia kaget Sassy pindah dari tempat kita. Terus waktu aku
bilang Sassy akan menikah, ia bilang ia ingin sekali datang, tapi lihat situasi
nanti bagaimana, karena acaranya takut bentrok dengan acara lain yang harus ia
ikuti. Dalam satu bulan ia punya jadwal kegiatan yang harus ia lakukan atau
jadwal acara yang harus ia kunjungi. Ia sibuk sekali.”
“Aku jadi kangen padanya,” Sandra
tertawa, “kapan kapan aku ingin mengusulkan padanya kita liburan sama sama dan
acara liburan kita diselipkan pada jadwal acaranya yang padat itu, hahaha.”
“Usulmu asik, coba saja.” Casey
ikut tertawa.
Restoran Mr. Lorenzo penuh
seperti biasanya. Berbeda dengan saat dulu pertama kalinya Sandra makan disana,
sekarang restoran Mr. Lorenzo sudah direnovasi jadi dua tingkat.
Jadi yang makan bukan hanya di
bawah saja, tapi bisa makan diatas sambil menikmati keindahan pemandangan laut.
Tapi menurut Sandra, masih tetap
asik makan dibawah, tepatnya di pinggir pantainya langsung, bukan didalam
restorannya karena bisa bersentuhan dengan pasir pantai secara langsung.
Sandra memilih memasak sendiri
makanan yang akan mereka makan. Para pelayan
langsung menyediakan alat alat yang mereka butuhkan, baik alat untuk membakar
ikan atau kompor untuk merebus ikan.
Sayur sayuran, bumbu dan peralatan
memasak lainnya beserta sendok, garpu, piring turut mereka sediakan. Hanya
minuman yang mereka sajikan sesuai dengan pesanan Sandra dan teman teman.
Sandra langsung mengajak Casey
dan Ivanka ke ruang pemilihan ikan yang terletak di dekat dapur restoran.
Disana banyak sekali ikan segar, udang
segar, kerang segar, kepiting segar. Mereka tinggal memilih apa yang mereka
inginkan, sebanyak yang mereka mau lalu pilihan mereka ditimbang dan
dikalkulasi berapa harga totalnya.
Setelah memilih aneka ikan dan
udang segar, mereka mulai memasak ikan ikan itu. Casey memilih membuat sup
seafood. Ia memasukkan potongan ikan tuna, udang segar dan irisan cumi kedalam
sup yang dibuatnya, dicampur dengan wortel, buncis, tomat, sawi putih dan
kentang. Bau masakan bikinan Casey harum tercium.
Sandra memilih membakar udang dan
cumi. Ivanka menyiapkan saus untuk udang dan cumi bakar mereka. Ia mencampurkan
olive oil, cuka (sedikit), garam, lada, jeruk dan kecap asin.
Sementara Aaron memilih untuk
menggoreng gurame. Guramenya sudah dibumbui oleh salah satu koki Mr. Lorenzo
sehingga Aaron tinggal menggorengnya saja.
Setelah semua masakan mereka
matang, mereka lalu makan dengan lahap. Mereka makan sambil bercerita ini itu.
Mereka tertawa tawa dengan gembira.
“Semua masakan ini lezat.” Ivanka
nampak kekenyangan. Ia tak sanggup makan apapun lagi. “Kapan kapan aku akan
datang ke sini lagi.”
“Lezat dan murah. Mr. Lorenzo
tidak menaikkan harga seafood di restorannya walau restorannya sudah terkenal,”
Casey tersenyum.
“Terima kasih Sandra untuk
traktirannya,” Philip tertawa kearah Sandra sambil menghabiskan makanan yang
tersisa.
“Sama sama,” balas Sandra. Seharusnya kalian berterima kasih dari Lord
Egar, karena uang itu darinya, lanjut Sandra dalam hati.
~ ~
Lotus Village
memiliki dua puluh kamar. Jadi baik Sandra, Ivanka, Casey maupun Philip
menempati kamar sendiri sendiri. Fasilitas di kamar mereka seperti di hotel
bintang lima ,
ada Jacuzzi segala.
BAB ENAM
Suara gemericik air terdengar
cukup jelas di telinga Sandra. Sandra memejamkan matanya menikmati suara
tersebut. Ia sekarang sedang duduk di sebuah bangku taman, tidak jauh dari
suara gemericik air yang berasal dari taman yang indah tidak jauh darinya.
Matahari juga bersinar cukup
terik menembus pohon ek yang manaungi Sandra yang sedang duduk. Sinarnya terasa
hangat di kulit.
Suara kicau burung bersahutan
menambah keeksotikan suara di sekelilingnya. Sandra selalu menyukai sound of nature, suara alam seperti yang
ada disekelilingnya. Suara gemericik air, burung berkicau dan suara desiran
angin yang terdengar sesekali adalah paduan suara yang enak untuk didengar.
Juga termasuk suara hujan, kalau hujan sedang turun.
Sandra saat ini sedang berada di Lotus Village ,
rumah peristirahatan Prince Larry dan Bianca. Sandra secara iseng mengusulkan
pada Bianca untuk memasukkan jadwal beristirahat di salah satu rumah
peristirahatannya di luar Hall of City dan mengundang teman
temannya ke sana .
Tanpa ia duga Bianca setuju, menurut Bianca ia juga perlu beristirahat dari
aktifitas yang cukup melelahkan dirinya.
Maka Bianca mengundang Sandra,
Casey dan Ivanka berlibur akhir pekan di rumah peristirahatannya di Lotus Village. Ia juga mengundang Sassy
dan Luke, tapi mereka tak bisa ikut. Sassy akan menghadiri pameran wedding Exibition bersama tunangannya,
sementara Luke harus bekerja seperti biasa.
Sandra dan teman teman pergi ke Crown Palace
dengan menggunakan mobil Ivanka, dari Crown Palace
mereka akan pergi bersama sama Bianca dan keluarganya dengan mobil yang berbeda.
Sandra, Casey dan Ivanka ditawari
untuk naik salah satu mobil mewah Prince Larry lengkap dengan supirnya, tapi
Ivanka tidak mau. Menurut Ivanka ia lebih nyaman naik mobil sendiri.
Saat menunggu Bianca dan
keluarganya packing, Philip tiba tiba
menelepon Sandra. Philip bertanya kenapa rumah sepi sekali. Sandra lalu
bercerita pada Philip bahwa ia akan menghabiskan akhir pekan di salah satu
rumah peristirahatan milik Putera Mahkota Kerajaan Fillmore Green, Philip
langsung ngotot pengen ikut. Ia memohon pada Sandra agar minta ijin pada
Bianca.
Sandra akhirnya bertanya pada
Bianca dan Bianca mengijinkan. Philip langsung packing dan pergi ke Crown Palace
dengan menggunakan taksi.
Di pintu gerbang komplek istana,
Philip tertahan cukup lama karena diperiksa secara detail, hal itu memang rutin dilakukan pada siapapun yang pertama
kali berkunjung ke komplek istana Normand, karena penjagaan keamanan di istana
komplek Normand sangat ketat.
Setelah Philip tiba di Crown Palace, Sandra lalu mengenalkan
Philip pada Bianca dan Prince Larry. Philip senang sekali akhirnya bertemu
Bianca juga. Dulu waktu Bianca menyewa rumahnya, mereka tidak pernah bertemu.
Bianca selalu mentransfer uang sewa kamarnya pada Philip.
Philip akhirnya pergi satu mobil
dengan Sandra, Ivanka dan Casey. Karena merasa kesal kenapa Philip tiba tiba
ikut, Ivanka akhirnya menyuruh Philip yang mengemudi. Philip akhirnya yang
mengemudi ke Lotus Village . Perjalanan ke Lotus Village dari Hall of City ditempuh kurang lebih empat jam perjalanan.
Sampai di Lotus Village
sudah mendekati jam makan siang. Mereka beristirahat sebentar di kamar masing
masing sebelum akhirnya makan siang bersama di teras rumah yang sangat sejuk
dan asri karena disekitar teras tumbuh beraneka macam bunga yang cantik cantik.
Kebanyakan yang tumbuh adalah bunga mawar, bunga iris, bunga lily dan beberapa
bunga tulip.
Selesai makan siang, Casey dan
Ivanka memutuskan beristirahat di kamar masing masing. Bianca langsung
menidurkan Princess Sabrina untuk tidur siang. Prince Larry sedang berada di
ruang santai, menerima telepon entah dari siapa. Philip entah dimana Sandra tak
perduli.
Mereka semua akan berkumpul lagi
di ruang santai nanti sore pada saat minum teh. Mereka akan ngobrol dan saling bertukar
cerita.
Sementara saat ini semua orang
beristirahat, Sandra memutuskan untuk duduk duduk dibangku taman seperti ini.
Mendengarkan gemericik air, kicauan suara burung dan desiran angin yang datang
menerpa.
“Kau tidak istirahat saja seperti
Casey dan Ivanka?” suara Philip tiba tiba terdengar di samping Sandra, membuat
Sandra kesal.
“Kenapa sih kau iseng
menggangguku? Tidak ada tempat lain apa di sini yang bisa kau datangi?”
“Tidak, di sini paling nyaman.”
Philip tertawa. “Terima kasih sudah mengajakku ke sini ya Sandra. Ini
pengalaman luar biasa untukku. Tidak setiap hari rakyat jelata seperti aku bisa
bergaul dengan Putera Mahkota dan keluarganya.”
“Kau harusnya mengucapkan terima
kasih pada Bianca, karena Bianca mengijinkan kau ikut.”
“Sudah, aku sudah berterima kasih
pada Bianca. Tapi aku tetap ingin berterima kasih padamu karena kalau kau tidak
membujuknya belum tentu Bianca mengijinkan.”
“Baiklah.” Ujar Sandra sambil tersenyum.
Tapi senyum Sandra hilang ketika dari kejauhan ia melihat sebuah limousine masuk melewati pintu gerbang
utama, lalu memutari taman yang luas yang ada di Lotus Village
menuju rumah utama.
Philip ikut memperhatikan mobil
itu. “Siapa yang datang?” tanyanya pada Sandra.
“Mana aku tahu, memang aku
paranormal bisa menebak siapa yang datang.”
“Maksudku, apa Bianca masih
mengundang teman lainnya selain kita?”
“Mungkin, ini kan rumah peristirahatannya, suka suka dia
dong mengundang siapa saja.”
“Kau benar. Tapi tadinya aku
sudah senang kalau hanya kita saja di sini. Maksudku aku merasa liburan kita
sangat special, sangat privacy. Aku liburan dengan orang orang
yang aku kenal yang biasa aku temui sehari hari. Jadi kalau ada orang asing
rasanya aneh.”
Sandra memperhatikan limousine yang kini berhenti di depan
rumah utama yang jaraknya tidak jauh dari tempat ia duduk. Prince Larry nampak
berada di teras rumah untuk menyambut tamunya. Tamunya ternyata seorang laki
laki dan seorang perempuan. Mereka langsung berjabat tangan dengan Prince Larry
setelah keluar dari mobil.
“Ya, Tuhan,” gumam Sandra,
“kenapa dia sih? Kenapa dia harus ada disini diakhir pekanku yang asik ini.”
“Siapa?” Philip turut
memperhatikan. “Bukankah dia governor
Hall of City? Mr. Maxmillian?”
“Ya, dia sahabat Prince Larry.”
“Dan wanita itu pacarnya?”
“Ya, iyalah, masa gurunya. Mau
belajar apa coba Mr. Maxmillian di sini.”
Philip langsung tertawa, “kau
lucu sekali Sandra, Ya Tuhan, kau lucu sekali.”
“Mereka berhasil menghancurkan
liburan akhir pekanku yang menyenangkan ini. Huh benar benar menyebalkan.”
“Menghancurkan?” Philip heran.
“Seperti kita, mereka tamu di rumah peristirahatan ini. Bianca mungkin memang
mengundang mereka, kenapa kau bilang mereka menghancurkan akhir pekanmu?”
Sandra diam, ia malas berkomentar
apa apa. Kehadiran Lord Egar dengan pacarnya membuat ia tak bersemangat lagi.
“Tu.. tunggu dulu, apa kau
menyukainya Sandra? Kau menyukai Mr. Maxmillian?”
“Semua wanita menyukai Mr.
Maxmillian, dia pria yang oke.”
“Dia kaya raya. Dia pria kaya
raya. Semua wanita suka pria kaya raya.” Komentar Philip.
“Ya, terserah kau sajalah mau
bilang apa. Aku suka padanya bukan karena dia kaya raya.”
“Tuh kan , aku benar, kau suka padanya.”
Sandra tersadar, kalau Philip
sampai buka mulut pada semua orang bisa berbahaya. Mau ditaruh dimana mukanya
kalau Lord Egar tahu ia menyukainya?
“Philip, begini, bisakah kau
tidak menceritakan tentang apa yang kau ketahui saat ini pada orang orang
lainnya?”
“Tentang bahwa kau tergila gila
pada Mr. Maxmillian? Oke, lanjut.”
“Aku tidak tergila gila. Aku
hanya… ah sudahlah, percuma ngomong denganmu. Pokoknya jangan bilang apapun
tentang hal ini pada siapapun ok?”
“Ok. Atau…?”
“Atau apa?”
“Pasti ada ancaman dibalik permintaanmu
itu Sandra. Justru aku yang bertanya atau apa?”
“Ya, kau benar, atau nanti aku
bilang pada Bianca untuk mengirimmu pulang saat ini juga ke Hall of City karena kau sudah
menggangguku, bagaimana?”
“Aku anak manis, aku tidak
mengganggumu.”
“Hah, anak manis dilihat dari
Planet Mars.”
Philip tertawa lagi.
Sandra sedang memperhatikan
Philip ketika teleponnya bunyi.
“Hallo,” sahut Sandra saat tahu
Bianca yang meneleponnya.
“Ada Egar baru datang, kau tidak
ingin bertemu dengannya?” tanya Bianca.
“Nanti saja, aku sedang menikmati
keindahan taman di sini.”
“Ya, aku melihatnya dari jendela
kamarku,” Bianca tertawa.
“Princess Sabrina sudah tidur?”
“Sudah, dia tidur dengan
pulasnya.”
“Bianca, kenapa tiba tiba Mr.
Maxmillian datang juga ke sini? Apa kau mengundangnya juga? Sebenarnya itu
hakmu tapi..”
“Tidak, aku tidak mengundangnya,
suamiku juga tidak. Hanya saja tadi Egar menelepon suamiku, bertanya apakah
malam ini ada di Crown Palace atau
tidak karena Lord Andreas mengajak ia dan suamiku bertemu. Suamiku bilang ia
sedang berada di Lotus Village
bersamaku dan kalian. Lalu Egar bertanya apa ia boleh bergabung, ya suamiku
bilang boleh.”
“Iya sih, masa bilang tidak
boleh, mereka kan
bersahabat,” komentar Sandra. “Apa Lord Andreas akan datang juga ke sini?”
“Tidak, mereka akhirnya akan
bertemu besok malam di Crown Palace .”
“Ooh.” Sandra terdiam sejenak.
“Aku akan menyapa Mr.Maxmillian nanti. Sekarang aku mau foto foto dulu. Di sini
asik sekali. Terima kasih sudah mengajakku kesini Bianca, aku mencintaimu.”
“Sama sama Sandra, aku juga
mencintaimu, sampai bertemu nanti ya.”
“Oke. Bye.”
“Bye.”
Setelah selesai ngobrol dengan
Bianca, Sandra kembali memejamkan matanya. Ia ingin menikmati suara alam yang
tadi dinikmatinya sebelum Philip mengganggunya.
“Buka matamu, ayo kita jalan
jalan dan foto foto.” Suara Philip terdengar lagi.
Sandra membuka matanya.
“Ayo, mumpung kita di sini, kita
puas puasin melihat keindahan pemandangan alam di sini. Kita foto foto
sepuasnya.” Ujar Philip lagi sambil berdiri dan mengulurkan tangannya pada
Sandra.
Sandra menerima uluran tangan
Philip sambil tersenyum, “kau benar, kapan lagi kita punya kesempatan langka
seperti ini. Ayo.”
Sandra dan Philip akhirnya jalan
jalan ke belakang halaman rumah utama. Disana ada kebun sayuran dan buah buahan
yang ditanam dalam sebuah green house
yang cukup besar. Mereka masuk ke Green
house itu karena pintunya tidak dikunci. Beberapa tukang kebun nampak
sedang sibuk menyiram tanaman. Sandra menghampiri sekumpulan pohon tomat cherri
yaitu tomat yang kecil kecil dan memetiki beberapa buah tomat yang sudah merah.
“Untuk apa kau petiki tomat itu
Sandra?” tanya Philip heran, “mau kau makan?”
“Tidak, suka aja memetiknya,
gemes gitu, lagian sudah merah juga, jadi kupetik.”
“Kalau tidak kaumakan untuk apa
dipetik Sandra, haduh, kau ini merusak tanaman orang saja.”
“Tapi sudah merah Philip.
Tomatnya sudah merah.”
“Sudah, kita ke tempat lain saja
yang tidak ada buah atau apapun untuk dipetik,” Philip menarik tangan Sandra
lagi keluar dari green house.
Tapi ketika mereka melewati
sekumplan bunga iris, Sandra kembali memetiki bunga itu.
Kali ini Philip membiarkannya. Ia
akhirnya selfie dengan latar belakang pohon beech.
Tempat berikutnya yang mereka
kunjungi adalah istal. Walau tidak sebesar di Cape Field, tapi kuda kuda di Lotus
Village ini juga lumayan bagus bagus. Sandra pernah berkunjung ke Cape Field dan latihan berkuda disana.
“Kau bisa naik kuda?” tanya
Philip.
“Lumayan walau tidak terlalu
lancar.”
“Ayo, naiklah ke salah satu kuda
itu, aku ingin melihatmu.”
“Tidak ah, aku tidak memakai
pakaian berkuda, lagipula aku takut kudanya kenapa kenapa, mana kuda mahal
lagi.”
“Ya, kau benar.” Philip setuju.
“Kalau begitu kita foto foto saja di sini bersama kuda kuda itu.”
“Oke, kalau itu aku mau.” Sandra
berteriak senang.
Jamuan minum teh diadakan tepat
pukul 4 sore. Semua tamu yang hadir di rumah peristirahatan Lotus Village
duduk santai di ruang santai.
Sofa sofa bermotif bunga yang
mewah dan elegan nampak berada di sekeliling ruang santai. Di tengah tengah
ruangan ditata meja meja kaca yang cukup besar.
Di pinggir ruangan, di dekat
pintu menuju teras, meja meja kaca lainnya disusun di sana , di atas meja kaca itu dihidangkan aneka
minuman dan makanan kecil.
Beberapa jenis minuman ada di
sana seperti ; earl grey, green tea & mint, jasmine green tea, pure peppermint, pure
chamomile, mango & orange juice,
lemon ginger, peach tea, blackcurrant tea dan susu.
Untuk makanan kecilnya ada sandwich, cheese cake, muffin, mini tart,
cheese potato puffs, roti lapis, scone hangat dan pastries (aneka roti kering).
Bianca duduk disamping suaminya, Prince
Larry terus terusan memeluk Bianca membuat siapapun yang memandangnya jadi iri.
Princess Sabrina saat ini tidak digendong ibunya atau ayahnya, ia sedang diasuh
oleh babysitternya sehingga Bianca
bisa leluasa berbincang bincang dengan teman temannya.
Di hadapan Bianca duduk Sandra dan Philip, diantara
Sandra - Philip dan Bianca – Prince Larry, duduk berhadap hadapan Casey dan
Ivanka serta Lord Egar dengan pacarnya, yang akhirnya Sandra ketahui, - setelah
tadi berkenalan tadi,- namanya Faye.
“Sassy titip salam untukmu
Bianca,” ujar Ivanka sambil tersenyum. “Ia tak bisa ikut karena harus
menghadiri acara pameran pernikahan.”
“Iya, tidak apa apa. Aku harap
aku bisa datang ke pernikahannya nanti.”
“Luke juga tak bisa ikut karena
seperti biasa, ada pekerjaan.” Kali ini Casey yang berkomentar.
“Iya, Luke juga sudah
meneleponku. Kliennya sekarang tambah banyak ya Case?”
“Lumayan banyak. Ia hampir tidak
pernah ada di studio. Selalu keluar. Ia di studio kalau harus mencetak foto
atau mengedit foto.”
“Kau betah kerja di tempatnya?”
“Ya, lumayanlah, jadwal kerjanya
tidak seketat tempat kita kerja dulu. Lagipula Luke orangnya asik banget, tidak
banyak tuntutan.” Casey tertawa.
“Syukurlah, aku senang
mendengarnya.”
“Aku pernah membaca di majalah
olahraga kalau Anda cukup handal sebagai pembalap mobil sport Yang Mulia,” kali
ini Philip yang ngobrol dengan Prince Larry. “Anda terlihat profesional.”
Prince Larry tertawa, “tapi itu
hanya sekedar hobi. Ya kadang untuk melepas kepenatan juga setelah menjalankan
banyak aktifitas.”
“Ya,” Philip mengangguk setuju, “aktifitas
olahraga seperti itu bisa memacu adrenalin kita.”
“Kau suka balapan juga Mr.
Raven?”
“Tidak, bukan balapan, hanya kadang
sesekali bersama teman teman mengendarai olahraga off-road gitu, ada arena
tertentu untuk aktifitas mobil offroad.”
“O, ya, dimana itu?”
“Di The Villages, di sana banyak
pegunungan, diantara pegunungan itu ada
beberapa lembah yang cukup sulit medannya, kami biasanya suka ke sana .”
“Wow, menarik sekali.”
“Ya, cukup menarik dan
menyenangkan.”
Sementara semua orang ngobrol,
Lord Egar terus terusan memperhatikan Sandra. Sandra terus terusan makan. Yang
Lord Egar perhatikan, kue favorit Sandra adalah cheese cake.
Alasan Lord Egar datang ke Lotus Village
adalah karena Sandra. Saat tahu dari Prince Larry bahwa Sandra ada di Lotus Village bersama Bianca dan
Princess Sabrina, Lord Egar langsung minta ijin pada sahabatnya itu untuk
bergabung dengan mereka. Ia sudah kangen pada Sandra.
Ia tadi sempat merasa cemburu
ketika melihat Sandra jalan jalan dengan teman prianya yang bernama Philip
Raven. Bianca tadi yang memperkenalkan Mr. Raven padanya.
Walau Lord Egar merasa yakin
Sandra tidak ada hubungan apa apa dengan Mr. Raven, tapi melihat mereka seperti
itu tetap saja membuatnya cemburu. Dari semua wanita yang pernah dekat dengannya,
hanya Sandra yang mampu membuatnya cemburu seperti sekarang.
Lord Egar ingin selalu berada di
dekat Sandra, melihat Sandra terus dan terus, tapi hanya sebatas itu. Ia tak pernah punya
keberanian untuk punya hubungan tertentu dengan Sandra. Karena ia takut
hubungan mereka tidak akan berhasil seperti hubungan hubungan ia sebelumnya
dengan para wanita lainnya. Kalau hubungannya dengan Sandra tidak berhasil, dia
nanti akan benar benar kehilangan Sandra dan itu adalah salah satu hal yang
paling ditakutinya.
“Darling, Bianca bertanya padamu,” Faye tiba tiba memegang tangan
Lord Egar membuat Lord Egar terkejut.
“A.. apa?” tanya Lord Egar, “kau
bertanya apa Bianca?”
Bianca tertawa, “aku tadi
bertanya dimana kau bertemu gadis cantik ini? Aku sangat menyukai senyumnya.
Kalau dia tersenyum, kedua lesung pipit di pipinya kelihatan.”
“Terimakasih,” jawab Faye
langsung.
“Kenapa kau tidak memberitahu
Bianca dimana kita bertemu.” Lord Egar berkata pada Faye.
“Dia bertanya padamu, bukan
padaku.”
“Jangan jangan kau lupa kalian
bertemu dimana,” Prince Larry tertawa. “Itu kebiasaanmu kan ?”
“Enak saja.”
“Jadi dimana kalian bertemu?”
Lord Egar berusaha mengingat
ingat. Pikirannya benar benar kosong karena hanya ada Sandra yang ada
dipikirannya.
“Tuh kan lupa.” Prince Larry tertawa lagi.
“Aku tak percaya ini, “ Faye
cemberut, “kau benar benar lupa?”
“Perlukah kita membahas ini
sekarang?” Lord Egar akhirnya berkelit. “Aku ingin blackcurrent tea.” Lord Egar akhirnya bangkit dari tempat duduknya,
“kau ingin kuambilkan apa dear?”
tanyanya pada Faye.
“Apa saja Sayang, aku akan
meminum apapun yang kau ambilkan untukku.” Jawab Faye sambil tersenyum.
Ambilkan dia racun Mr. Maxmillian, dia pasti akan meminumnya juga. Seru
Sandra dalam hati. Walau Sandra tidak memperhatikan mereka, tapi Sandra
mendengarkan percakapan mereka.
Sandra akhirnya bangkit dari
tempat duduknya dan menghampiri Lord Egar yang sedang menyeduh blackcurrent tea.
“Mau kubantu?” tanya Sandra
sambil berdiri di hadapan Lord Egar.
Lord Egar terkejut menatapnya, “tidak,
terimakasih.” Ujarnya langsung.
“Anda harus mencoba cheese cake ini, ini enak sekali.”
Sandra mengambil satu potong cheese cake dengan
tisu dan menyodorkannya ke mulut Lord Egar.
“Aku tidak ma..” Lord Egar tidak
bisa meneruskan kata katanya karena Sandra sudah memasukkan cheese cake itu kemulutnya. Lord Egar
mengunyah cheese cake yang disuapkan
Sandra padanya sambil memandang wajah Sandra. Jarak diantara wajah mereka dekat
sekali.
Ternyata matanya berwarna biru hazel. Ujar Lord Egar dalam hati.
“Dia sudah punya pacar, kenapa
juga kau nyuapin pacar orang kue,” Philip tiba tiba berdiri di samping Sandra
dan menarik tangannya, “ayo, lebih baik kau suapi aku.”
“Enak kan kuenya Mr. Maxmillian?” Sandra masih
ngotot bertanya.
“Memang penting jawabannya apa?”
Philip masih menarik tangan Sandra.
Lord Egar tidak bisa menjawab
karena masih mengunyah kue yang disuapkan Sandra padanya.
“Aku jadi ingin mencicipinya,”
Ivanka bangun dari duduknya dan mengambil piring kecil.
“Aku juga,” Casey ikut bangun dan
mengambil piring kecil seperti Ivanka.
Minggu pagi yang cerah ini, semua
orang sibuk berolahraga pagi. Sambil menunggu sarapan disiapkan mereka asik
dengan kegiatan sendiri sendiri.
Casey dan Ivanka memilih jalan
jalan melihat lihat pemandangan di sekitar rumah peristirahatan Lotus Village
karena kemarin mereka belum sempat melakukannya. Mereka jalan jalan sambil foto
foto.
Prince Larry dan Lord Egar
berkuda seperti kebiasaan mereka kalau mereka sedang berada di rumah
peristirahatan mereka.
Philip memilih berenang di kolam
renang yang cukup luas yang terletak di dekat serambi rumah.
Faye berjemur sinar matahari di
pinggir kolam renang dengan menggunakan bikini. Ia hanya berjemur dan tidak
berenang.
Sementara Sandra dan Bianca duduk
di teras rumah sambil mengasuh Princess Sabrina.
“Aku memperhatikan Sandra, matamu
tak bisa berbohong.” Ujar Bianca.
“Memperhatikan apa?” Sandra
menggendong Princess Sabrina sambil mengayun ayun tubuhnya. Walau sudah berat,
tapi Sandra selalu suka menggendong Princess Sabrina.
“Bahwa kau menyukai Egar.”
Sandra terkejut, “memang
kelihatan ya?”
“Sebenarnya tidak terlalu, tapi
karena aku peka saja jadi aku tahu.”
“Yah, begitulah. Aku tidak tahu
harus bilang apa, perasaan itu muncul begitu saja.”
“Jangan berharap terlalu banyak
padanya, Sandra.”
“Tidak, aku tidak berharap apa
apa, kau jangan khawatir. Aku bisa membatasi diri. Apalagi sekarang ada nona
cantik yang sedang berjemur sinar matahari di pinggir kolam renang itu.”
“Aku tidak melihat chemistry yang
baik antara nona cantik yang sedang berjemur itu dengan Lord Egar.”
“Masa sih, Bianca, serius?”
“Iya.” Ujar Bianca, “sepertinya,
Lord Egar berpacaran dengannya karena status saja, karena ia terbiasa bersama
wanita, ia harus punya seseorang untuk menemaninya kemana kemana. Ia seorang
pejabat. Banyak acara acara yang harus dihadirinya dan ia tak mungkin hadir
sendiri.”
“Kenapa dia tidak menikah saja
sih?” tanya Sandra heran, “hanya dia satu satunya governor yang belum menikah.”
“Itu dia permasalahannya. Ia
takut pada komitmen pernikahan.”
“Takut?” Sandra heran.
“Ya, takut. Karena itu pula
hubungannya tak pernah berhasil. Selalu putus ditengah jalan dengan berbagai
macam alasan.”
“Kau tahu kira kira apa sebabnya
Bianca?”
Bianca menggeleng, “tapi suamiku
menduga karena keluarganya broken home. Ayah ibunya bercerai ketika ia masih
kecil. Ayahnya menikah lagi tapi tidak punya anak dari isteri barunya. Egar
anak dia satu satunya.”
“Lalu ibunya?”
“Tidak ada yang tahu ibunya
dimana sekarang.”
“Tidak ada yang tahu?” Sandra
kaget, “itu tidak mungkin. Ia pasti mendapat kabar atau apa.”
“Tidak, ia tak pernah mendapat
kabar apa apa. Sejak pergi meninggalkan dirinya dan ayahnya. Ibunya tidak
pernah bertemu lagi dengannya.”
“Ya Tuhan, berarti sudah puluhan
tahun ia tak bertemu ibunya?” Sandra kaget.
“Ya.”
Sandra terdiam. Entah kenapa tiba
tiba ia merasa sangat sedih. Ia bisa merasakan penderitaan yang dirasakan Lord
Egar karena harus berpisah dengan ibunya sejak ia kecil.
“Apakah Mr. Maxmillian tidak
mencari ibunya?” tanya Sandra penasaran.
“Tidak, tidak pernah dan tidak
mau. Menurut pendapatnya seperti yang pernah ia bilang pada suamiku, ibunya
akan datang padanya kalau benar benar mencintainya. Tapi karena ia tak pernah
datang atau menemuinya jadi ia berkesimpulan bahwa ibunya tak pernah
mencintainya.”
“Itu tidak mungkin, tidak ada ibu
yang tidak mencintai anaknya.”
“Kurasa juga begitu.” Bianca
setuju.
Obrolan mereka terhenti ketika
Heidy, salah satu koki di Lotus
Village datang
menghampiri Bianca.
“Sarapan sudah siap Yang Mulia.”
Ujarnya sopan.
“Baik Heidy, terima kasih. Dan
tolong bilang pada Antonio untuk memanggil suamiku dan yang lainnya untuk sarapan.”
“Baik Yang Mulia.”
“Aku akan menelepon Casey atau
Ivanka. Mereka entah ada dimana dari tadi tidak kelihatan.” Sandra menyerahkan
Princess Sabrina pada Bianca dan langsung menelepon Ivanka setelah Princess
Sabrina berada dalam dekapan ibunya lagi.
Setelah selesai menelepon Ivanka,
Sandra lalu berjalan ke arah kolam renang untuk memanggil Philip.
Philip sudah mendengar
panggilannya tapi tetap asik berenang.
Sandra akhirnya berdiri di
pinggir kolam memperhatikan Philip berenang.
“Ayolah Philip, sudah
berenangnya. Kau masih harus mandi dan berganti baju, tidak enak kalau nanti
orang orang menunggumu.” Teriak Sandra.
“Sebentar lagi.”
Sandra baru mau berbicara lagi
ketika dilihatnya Lord Egar datang ke arah kolam renang. Ia datang sendiri dan
tidak bersama Prince Larry.
Ya Tuhan, aku ingin memeluknya, aku ingin memeluknya, Sandra
menatap Lord Egar dengan perasaan sedih. Ia masih sedih mendengar dari Bianca
bahwa ibu Lord Egar meninggalkannya saat ia kecil.
“Ada apa?” Philip tiba tiba sudah berdiri di
samping Sandra.
“Aku ingin memeluknya,” bisik
Sandra.
“Siapa? Aku?” Philip tertawa.
“Aku ingin memeluk Mr.
Maxmillian.”
“Ya, tentu saja. Terus saja
bermimpi. Sini peluk aku saja.” Philip tiba tiba memeluk Sandra.
“Philip apa yang kau lakukan?”
Sandra terkejut dengan apa yang dilakukan Philip. Lord Egar yang sedang
berjalan ke arah mereka juga nampak terkejut dengan apa yang dilakukan Philip.
“Aku cuma mewakili dirinya.
Anggap saja aku dia. Sudah, sekarang kau sudah memeluknya, jangan banyak
kemauan lagi.”
“Kau gila!” teriak Sandra kesal.
“Bajuku jadi basah.”
“Tapi tampan kan ?” Philip kembali tertawa, “ayo, kau juga
harus ganti baju.” Philip lalu menarik tangan Sandra ke dalam rumah.
~ ~
Sarapan yang dihidangkan di Lotus Village
pagi ini sangat menggugah selera. Hampir semua menu sarapan disediakan. Ada telur orak arik, omelette telur, telur rebus dan telur
mata sapi. Lalu roti panggang, roti dengan olesan mentega dan selai, pancake dengan sirup maple, croissant, baked beans
(kacang putih yang dimasak dengan saus tomat), tomat goreng, sereal dengan susu
dan sandwich. Untuk minumannya ada teh,
kopi, jus, susu cokelat panas, latte,
dan susu kedelai.
Tapi walau makanan untuk sarapan
lezat lezat, Lord Egar tidak berselera makan sama sekali. Ia hanya minum kopi
saja. Ia sedang bad mood. Melihat
Sandra dan Mr. Raven berpelukan tadi membuatnya kehilangan selera makan.
Pada mulanya ia menduga hubungan
Sandra dan Mr. Raven hanya teman biasa, tapi ternyata banyak kemesraan yang
terjadi diantara mereka yang dilihatnya. Seharusnya Lord Egar tidak terganggu
dengan hal itu dan menganggap semuanya wajar seolah olah tidak terjadi apa apa,
tapi ternyata hal itu benar benar mengganggunya. Dan ia merasa ia tak akan
sanggup lagi melihat kemesraan mereka lebih lama lagi.
“Terima kasih sudah menerima kami
berakhir pekan bersama kalian di sini,” ujar Lord Egar pada Prince Larry dan
Bianca, “tapi setelah sarapan aku dan Faye akan kembali ke Hall of City.”
“Kau pergi setelah sarapan?” Prince
Larry heran, “tidak setelah makan siang nanti bersama kita semua?”
“Tidak.”
“Baiklah, sama sama Egar, kapan
kapan aku yang main ke rumah peristirahatanmu,” Prince Larry tertawa, “hati
hati di jalan.”
“Oke.” Lord Egar tersenyum pada
sahabatnya. “Sampai bertemu di Crown Palace
nanti malam. Aku akan menelepon Andreas lagi untuk mengingatkan.”
“Ya, sampai bertemu.”
“Apa ada acara lain yang harus
kita hadiri siang ini di Hall of City Darling?”
tanya Faye pada Lord Egar. Faye memilih baked
beans yang dicampur telur orak arik dan jus mangga sebagai menu sarapannya.
“Ya, ada.”
“Apa?”
“Nanti kuberitahu di mobil.”
“Aku belum packing,” keluh Faye.
“Tidak masalah, nanti kutunggu.”
Sandra mengunyah croissantnya dengan kesal. Ia hampir tak
punya waktu ngobrol dengan Lord Egar, dan sekarang Lord Egar mau pergi? Hebat sekali. Keluhnya dalam hati.
Kalau saja tidak ada Faye
diantara mereka, Sandra pasti sudah menghampiri Lord Egar sejak ia datang
kemarin dan mereka bisa ngobrol atau jalan jalan bareng menikmati pemandangan
yang indah di sekitar rumah peristirahatan. Sayangnya ada Faye di antara
mereka, dan Sandra berusaha untuk tidak mencari masalah dengan Faye. Ia
menghormati Faye. Untuk itulah ia bersikap acuh pada Lord Egar. Sandra tak
begitu memperdulikan kehadiran Lord Egar di Lotus
Village.
Sandra rindu dengan kebersamaan
mereka seperti saat mereka di Big
Metropol beberapa waktu yang lalu.
“Setelah ini kita mau apa?” Suara
Casey memecah keheningan di antara mereka.
“Bagaimana kalau berkuda?” saran
Bianca.
“Aku tidak bisa berkuda,” keluh
Casey.
“Tidak apa apa, nanti belajar,
ada instruktur yang bisa melatih kok.”
“Baiklah.” Seru Casey gembira.
“Ivanka kau bisa berkuda?” tanya Casey pada Ivanka.
“Tidak juga.” Ivanka tertawa,
“tapi aku akan belajar.”
“Kau ikut ya Sandra?” Bianca
bertanya ke arah Sandra. Bianca maklum kenapa wajah Sandra tiba tiba jadi tidak
bersemangat seperti itu. Lord Egar pergi dari Lotus Village
lebih cepat dari yang mereka duga.
“Baiklah.” Ujar Sandra malas.
“Berkuda baik untuk kesehatan. Apalagi dibawah sinar matahari yang hangat
seperti ini.”
“Kau betul.” Bianca tertawa.
“Nanti aku akan meminta pelayanku menyiapkan baju berkuda untuk kita semua.”
“Memang banyak ya baju
berkudanya?” Casey kagum.
“Ya, untuk berjaga jaga kalau ada
tamu, baju berkuda disiapkan untuk para tamu.”
“Asiik.” Casey langsung
bersemangat.
Sandra yang baru selesai
mengenakan baju berkudanya, berlari ke arah Lord Egar ketika dilihatnya Lord
Egar baru mau naik limousinenya.
“Mr. Maxmillian, tunggu!” seru
Sandra.
Lord Egar berpaling pada Sandra
dengan heran. Ia tak jadi masuk ke mobilnya.
“Ada apa Sandra?”
“Ini untukmu,” Sandra tersenyum
sambil menyerahkan sebutir apel merah besar pada Lord Egar. “Tadi aku lihat
Anda tidak makan apa apa, hanya minum kopi saja, jadi sebutir apel ini bisa
membantumu bertahan agar tidak terlalu lapar.”
“Begitu?”
“Ya. Karena banyak kandungan
dalam sebutir apel. Diantaranya mengandung vitamin, mineral, serat dan Flavonoid.”
“Flavonoid?”
“Iya, flavonoid adalah zat yang mampu menurunkan resiko terkena kanker
paru paru hingga 50%. Menurut penelitian loh. Jadi dengan kata lain apel sangat
baik untuk kesehatan.”
Lord Egar hanya memandangi apel
ditangan Sandra tanpa mengambilnya.
“Anda tidak mau? Baiklah, akan
kuberikan pada Philip.”
“Aku mau.” Lord Egar langsung
mengambil apel dari tangan Sandra dan langsung memakannya. “Lihat, sudah
kumakan.” Ujarnya sambil mengunyah.
Sandra tersenyum, “bagus, aku
suka melihatnya. Ngomong ngomong Anda tidak mau berkuda denganku dulu?”
“Berkuda?”
“Ya. Berkuda, kita bisa melihat
lihat pemandangan indah di sekitar sini sambil berkuda bersama dan…”
“Tidak, terima kasih Sandra,
mungkin lain waktu.” Lord Egar tidak yakin mengatakan itu karena ia ingin
sekali berkuda bareng Sandra.
“Baiklah kalau begitu, hati hati
di jalan dan sampai bertemu lagi.” Sandra tiba tiba mencium pipi Lord Egar,
lalu melambaikan tangan sambil tersenyum, “jangan lupa habiskan apelnya ya.”
seru Sandra lagi sambil berlalu.
Lord Egar melihat kepergian
Sandra dengan kaget. Ia tiba tiba merasa bersalah sudah mengajak Faye datang
bersamanya. Ia ingin menjaga jarak dengan Sandra. Tapi ia malah tersiksa dengan
batasan yang ia buat. Sejak awal ia sudah bilang pada Faye bahwa hubungannya
dengan Faye tidak serius, tidak mengarah pada apapun juga. Tapi ia membutuhkan
diri Faye untuk mendampinginya kalau ia merasa perlu untuk didampingi, dan Faye
memaklumi hal itu. Bagi Faye hal itu tidak menjadi masalah karena selama
berhubungan dengan Lord Egar semua kemudahan ia dapatkan. Orang orang pun
sangat menghormati dirinya dan tidak berani bertindak macam macam pada dirinya.
“Kau gila, apa yang kau lakukan?”
Philip langsung menjejeri langkah Sandra begitu Sandra berjalan ke arah
belakang rumah, dimana istal terletak. “Kau mencium pria saat ada pacar pria
itu menunggunya di dalam mobil?”
“Aku tak perduli,” sahut Sandra.
“Aku tidak berhasil memeluknya, paling tidak aku berhasil mencium pipinya.”
Sandra tertawa senang.
Philip hanya geleng geleng kepala
mendengar komentar Sandra.
Sampai di istal, Casey dan Ivanka
sudah menunggu mereka. Prince Larry dan Bianca belum datang.
Disamping Casey dan Ivanka ada
seorang pria yang sepertinya akan mengajari mereka berkuda.
“Baik, sambil menunggu Yang Mulia
datang, ada baiknya aku memberitahu pada kalian yang baru mau belajar naik kuda
untuk memperhatikan hal hal berikut.” Ujar pria itu ketika Sandra dan Philip
sudah bergabung dengan Casey dan Ivanka, “pertama, sebelum berkuda sangat
dianjurkan untuk melakukan pemanasan agar otot tubuh kita kuat dan lentur
karena beberapa gangguan otot biasanya akan terjadi kalau kita tidak melakukan
pemanasan seperti misalnya, kram betis, kram di pangkal paha, kram di perut,
dan sakit pada bagian pinggang. Karena saat kita naik kuda, otot otot tubuh
kita otomatis bergerak terutama otot perut dan pinggang.”
“Cara pemanasannya bagaimana?”
tanya Philip.
“Umumnya sih seperti senam kecil
saja, peregangan tangan, kaki, atau bisa berlari lari kecil. Pokoknya asal
tubuh kita sudah lentur saja dan tidak kaku.”
“Baik teman teman, habis ini kita
senam bersama, aku instruktur senamnya,” ujar Philip lagi yang langsung
disoraki oleh Casey dan Ivanka yang tidak setuju Philip jadi instruktur senam
mereka.
“Hal berikutnya yang juga harus
diperhatikan adalah mengenal kuda yang akan kita tunggangi, kuda kuda di sini
adalah kuda tunggang biasa, rata rata semuanya sudah terlatih. Sebagai tanda
perkenalan sebelum kita naik kuda, kita
usap pipi atau leher kudanya. Kalau kuda itu punya nama, kita bisikkan namanya
di telinganya. Nanti, kalau kita sudah duduk di pelana kuda, kita hentakkan
kedua kaki kita pada perut kuda, kuda akan bergerak maju pada kecepatan rendah,
dan bila kita merapatkan kedua kaki pada tubuh kuda, maka kuda akan berlari
dalam kecepatan normal.” Sang instruktur
menghentikan keterangannya ketika melihat Bianca dan Prince Larry datang. “Yang
mulia Prince Larry dan isterinya sudah datang, lebih baik nanti kita semua
pemanasan dulu, nanti langkah langkah berikutnya kita terapkan sambil berkuda.”
Sandra hampir lupa rasa sedihnya
saat ia sudah bisa keliling lapangan yang luas untuk berkuda. Ivanka dan Casey
tertawa tawa di atas kuda mereka karena mereka juga sudah mulai mengetahui cara
berkuda yang baik walau masih dalam tahap dasar. Philip masih lebih unggul
dibanding Casey dan Ivanka dalam menunggang kuda. Ia tak terlalu takut
menunggang kuda seperti Casey dan Ivanka walaupun itu merupakan pengalaman naik
kuda pertamanya.
Jika Casey, Ivanka dan Philip
berkuda dalam kecepatan lambat, Bianca dan Sandra berkuda dalam kecepatan
sedang. Sementara kuda Prince Larry
melaju paling cepat di antara mereka karena hanya ia yang paling lihai berkuda
diantara mereka.
Sandra tersenyum senang mereka
bisa berkuda bersama seperti itu. Mereka, sahabat sahabatnya, sudah seperti
keluarga baginya.
Selesai berkuda, mereka
beristirahat di kamar masing masing sambil packing
karena sehabis makan siang, mereka semua akan kembali ke Hall of City.
“Terima kasih banyak sudah
mengundang kami ke sini Bianca, dan Yang Mulia Prince Larry,” ujar Casey saat
mereka menikmati dessert pada makan
siang mereka.
“Sama sama Casey,” Prince Larry
tersenyum, “terima kasih sudah meluangkan waktu untuk berakhir pekan bersama
kami.”
“Ini akan jadi kenangan
termanisku,” Ivanka tertawa. “Aku banyak sekali mengambil foto. Ketika aku mengupload foto kita bersama saat makan
malam semalam di instagramku, fotoku jadi viral. Teman temanku iri padaku,
karena kata mereka bagaimana mungkin aku bisa berakhir pekan dengan Putera
Mahkota Kerajaan Fillmore Green dan keluarga kecilnya, juga dengan Governor Hall of City yang tampan.”
Semua tertawa mendengar kata kata
Ivanka.
“Serius fotomu jadi viral?” tanya
Sandra tak percaya. “Aku belum mengupload
apapun ke instagramku.”
“Iya, banyak yang suka, banyak
komentar juga, aku bahkan belum sempat membalas komentar mereka satu satu.”
“Mudah mudahan kita nanti bisa
berakhir pekan seperti ini lagi,” ujar Bianca, “bertemu kalian saat ini sudah
mengobati rasa kangenku.”
“Aku juga merindukanmu Bianca,”
Casey tersenyum. “Sering malam malam aku duduk di balkon teras bersama Sandra
sambil memandangi bintang bintang, lalu Sandra bilang, dulu aku dan Bianca yang
sering melakukan ini, sekarang kau menggantikan dirinya. Aku jadi terharu.”
“Jangan ingatkan aku, aku jadi
kangen suasana di rumah kontrakanku dulu.” Seru Bianca.
“Rumah itu selalu terbuka untuk
Anda Yang Mulia Princess Bianca dan Yang Mulia Prince Larry. Kapanpun Yang
Mulia ingin berkunjung akan kami sambut dengan baik.” Ujar Philip ke arah
Bianca dan Prince Larry.
“Terima kasih Mr. Raven,” Prince
Larry tersenyum. “Sampai bertemu lagi di
kesempatan berikutnya ya.”
“Iya Yang Mulia, sampai bertemu
lagi.” Jawab Philip.
“Nanti habis makan siang kita
foto bersama dulu, boleh?” tanya Sandra, “kalau Ivanka upload foto saat makan malam, aku akan upload foto ke instagramku saat kita mau pulang.”
“Tentu, tidak masalah, nanti kita
foto foto di serambi rumah, di sana
view-nya bagus. Ada banyak bunga di sekelilingnya” Ujar
Bianca.
“Tentu, itu ide bagus.” Sandra
tersenyum senang.
“Kata Philip, kau menyukai Lord
Egar ya?” Casey yang duduk di samping Sandra, di bangku belakang mobil Ivanka
melirik ke arah Sandra.
Mereka kini sedang berada dalam
perjalanan pulang ke Hall of City.
Mobil Prince Larry dan Bianca ada di depan mereka, sementara di depan mobil
Bianca dan Prince Larry serta di belakang mobil Ivanka ada beberapa mobil
petugas keamanan kerajaan Fillmore Green yang mengiringi. Mobil mereka
beriringan menembus jalan raya di salah satu jalan tol di Lotus
Village yang tidak terlalu macet.
Philip mengemudikan mobil Ivanka sementara
Ivanka duduk disamping Philip sambil tertidur pulas karena katanya semalam ia
kurang tidur. Ia tak terbiasa tidur di tempat asing. Ia hanya bisa tidur
nyenyak di tempat biasa ia tidur.
Sandra menatap Philip kesal
mendengar kata kata Casey barusan, “dasar pengkhianat, aku sudah bilang tutup
mulut.”
“Sekarang ancamanmu tidak berlaku
lagi. Kita sudah pulang, jadi tak mungkin Bianca mengusirku pulang ke Hall of City dengan tuduhan mengganggu
dirimu.”
“Tidak apa apa kok Sandra, Lord
Egar tampan, aku juga menyukainya.. mak.. maksudku, ya suka biasa, siapa sih
yang tidak suka Lord Egar. Seluruh gadis di Hall
of City menyukai dirinya, bahkan mungkin di seluruh Fillmore Green.”
“Tapi cintaku bertepuk sebelah
tangan.”
“Kau ambil saja tangan Lord Egar
lalu tepukkan ke tanganmu, jadi tidak bertepuk sebelah tangan lagi,” Philip
tertawa terbahak bahak.
“Tidak lucu,” Sandra cemberut.
“Apanya yang tidak lucu, kau kan suka melakukan hal
hal yang diluar dugaan, bisa saja apa yang kusarankan barusan kau laksanakan.”
“Melakukan hal hal yang diluar
dugaan?” Casey heran. “Misalnya apa?”
“Misalnya, saat sarapan nyuapin
Lord Egar cheese cake, lalu saat Lord
Egar mau pulang ngasih dia apel merah besar dan hal lainnya adalah mencium pipi
Lord Egar. Kan itu perbuatan diluar dugaan padahal
jelas jelas ada pacarnya di sana .”
“Jadi, saat kau memilih apel
paling besar sesudah sarapan tadi itu untuk Lord Egar?” Casey menatap Sandra
tak percaya. “Kukira untuk kau bawa pulang.”
“Astaga Casey, aku masih mampu
beli apel tidak harus ngambil apel dari rumah peristirahatan Lotus Village .”
“Ya, barangkali untuk dimakan
dimobil dalam perjalanan pulang seperti sekarang.”
“Kau malah memberiku ide.
Bagaimana kalau kita jalan jalan sebentar disekitar Lotus Village
untuk membeli oleh oleh. Lagipula sekarang masih sore. Kira kira yang khas dari
Lotus Village apa ya?”
“Aku pernah browsing oleh oleh yang banyak terdapat di Lotus Village adalah buah
anggur, kiwi, plum, strawberry, blackberry dan cherry. Untuk kacang
kacangan almond, walnut, chestnut.”
“Baiklah nanti kita berburu oleh
oleh dulu sebelum pulang, aku yang traktir.” Seru Sandra antusias.
“Kau yang traktir melulu.”
Komentar Philip. “Uangmu banyak ya?”
“Iya.”
“Wow. Kalau begitu kau juga traktir
kami makan malam.” Seru Philip antusias.
“Tidak masalah, kau mau makan
dimana?”
“Asiik.. Kalau akhir pekanku
begini terus, aku bisa makmur. Makan gratis dari pagi sampai malam hahaha.”
“Ngomong ngomong Sandra, kita
tidak harus ke Crown Palace dulu kan ? Kita bisa langsung
pulang kan ?”
Casey kelihatan khawatir.
“Kan tadi kita sudah pamit Casey, kau
bagaimana sih. Ya iyalah kita langsung pulang.”
“Iya sih, tapi…”
“Baiklah, aku pamit lagi pada
Bianca, aku mau bilang mobil kita mau memisahkan diri dari iring iringan mobil
Prince Larry.”
“Mungkin Bianca tidur dimobilnya,
kau mengganggu dia saja.” Casey tidak setuju dengan usul Sandra.
“Baiklah, kalau begitu aku akan
mengirim pesan padanya.” Ujar Sandra mengeluarkan handphonenya lalu menulis pesan dan mengirimkannya
pada Bianca. Bianca ternyata langsung membalas pesan Sandra.
“Apa katanya?” Casey penasaran.
“Bianca bilang, kita boleh
memisahkan diri, dan dia berpesan agar Philip mengendarai mobilnya hati hati.”
“Balas, iya gitu.”
“Iya, ini lagi dibalas.” Sandra
mengetik pesan lagi dan mengirimkannya pada Bianca. “Sudah kukirim.” Sandra
tersenyum. “Nanti kalau ada restoran atau supermarket atau apa kalau mau
berhenti, berhenti saja Phil.”
“Oke,” jawab Philip langsung.
“What a wonderful weekend.” Casey tersenyum menatap Sandra.
“What a wonderful beautiful weekend.” Sandra balas tersenyum.
~ ~
BAB TUJUH
Senin malam ini Sandra sedang
asik mengetik sesuatu di laptopnya. Ia duduk di balkon teras seperti
kebiasaannya selama ini. Philip sedang bekerja, ia dapat shift malam. Casey dan Ivanka sedang beristirahat di kamar masing
masing. Setelah pulang kerja tadi,
mereka makan malam bersama di ruang makan di lantai bawah. Casey yang memasak
makanan untuk mereka. Casey bikin sup krim jagung dicampur sosis, lalu ia juga
bikin ayam goreng dengan taburan lada hitam. Untuk melengkapi semuanya ia juga
menyajikan irisan baquette (roti
tongkat ala Perancis).
Memasak sepulang kerja menjadi
kebiasaan Casey sejak dulu, sejak ia tinggal bersama Tantenya.
Tapi berbeda saat dulu, Casey
sekarang melakukannya dengan senang hati karena tidak ada yang memintanya
memasak. Ia dengan sukarela memasak sendiri. Ia giat memasak ini dan itu karena
seluruh bahan makanan selalu tersedia di kulkas. Casey, Ivanka dan Philip
nyaris tak pernah berbelanja karena Sandra yang selalu berbelanja keperluan
mereka. Walau pergi berbelanjanya dengan Philip atau dengan Casey atau bertiga,
tetap Sandra yang membayar.
Sandra bahkan baru memborong
apel, anggur dan buah kiwi saat mereka pulang dari Lotus Village kemarin malam.
Sandra kini sedang menyumbangkan
sebagian uangnya pada beberapa Yayasan yang ada di Fillmore Green bahkan yang
ada di dunia.
Setidaknya sudah ada limabelas Foundation yang Sandra sumbang dengan
kisaran jumlah uang yang sama yang cukup besar nilainya.
Yayasan itu antara lain; Yayasan
Anak Penderita Kanker, Yayasan Kanker Payudara, Hear the Fillmore Green Foundation, yaitu suatu Yayasan untuk orang
orang yang tidak bisa mendengar. Uang yang mereka terima dari para donator
digunakan untuk keperluan operasi atau membeli alat dengar untuk mereka yang tidak
bisa mendengar, lalu ada Yayasan untuk pusat rehabilitasi akibat drugs, lalu Fillmore Foundation for the Blind, suatu Yayasan untuk membantu
mereka yang tidak bisa melihat. Uang yang terkumpul secara berkala digunakan
untuk membiayai operasi mata jika ada pendonor mata. Yang menerima donor didata
terlebih dahulu, dan mereka harus antri.
Lalu yayasan untuk melindungi
spesies yang terancam punah di Fillmore Green beserta habitatnya, lalu Water for World Foundation, suatu
Yayasan untuk membuat sumur atau menyediakan air untuk negara negara yang
mengalami kekeringan air, lalu ada Feed
for Children Foundation, yaitu suatu Yayasan untuk anak anak kelaparan di
beberapa dunia, lalu Books for Children
of Fillmore Green, yaitu suatu yayasan yang menyumbangkan buku untuk anak
anak. Donasi yang diterima dari para donator dibelikan buku oleh yayasan
tersebut dan dibagikan gratis untuk anak anak di Fillmore Green agar mereka
suka membaca, dan masih banyak lagi.
Sebenarnya yang menyumbang ini semua Lord Egar, bukan aku, Sandra
tersenyum, aku hanya menyalurkan uangnya saja.
Sandra mendebit langsung uang
yang ia kirimkan pada rekening rekening Yayasan itu dengan melalui internet
banking. Tadinya ia ingin mengirim secara manual dengan tidak memakai nama
dirinya, tapi ia tak punya waktu untuk melakukan itu, sehingga ia pasrah saja
namanya tercantum dalam donasi yang ia berikan. Ia yakin penerima donasinya
akan merahasiakan identitasnya.
Sebelum memberikan donasi itu,
Sandra sudah investasi terlebih dahulu. Ia sudah membeli dua apartemen di The Metropolis untuk Aaron dan Matthew,
dan membeli sebuah condominium di Hall
of City untuk dirinya sendiri. Sandra membeli apartemen dan condominium itu secara dicicil. Tapi down payment yang ia keluarkan cukup
besar. Ia lalu menyewakan apartemen dan condominium
itu sehingga uang sewanya bisa ia gunakan untuk mencicil ketiga bangunan
tersebut.
Ia baru mau memberikan kunci
apartemen pada Aaron dan Matthew kalau mereka sudah bekerja nanti. Selama
mereka masih tinggal di asrama dan kuliah, Sandra belum mau memberikan mereka
apartemen mereka.
Untuk ayah dan ibunya Sandra juga
sudah menyisihkan uangnya. Walau hubungan Sandra dan ayahnya sekarang kurang
baik karena perselingkuhan ayahnya dulu, sehingga ayahnya dan ibunya bercerai,
Sandra tetap menyayanginya dan ingin memberi sesuatu untuk ayahnya nanti.
“Kau sedang apa?” Casey tiba tiba
muncul sambil membawa dua cangkir cokelat panas. Ia menyodorkan satu cangkir
pada Sandra.
“Astaga Casey, kau mengagetkan
saja.” Sandra cepat cepat menutup laptopnya. “Kau belum tidur?”
“Belum, aku belum bisa tidur.”
Casey duduk disamping Sandra sambil menyeruput coklat panasnya. “Luke menyesal
tidak ikut kita ke Lotus Village
kemaren,” Casey menoleh ke arah Sandra.
“Salah sendiri kenapa tidak mau
ikut.” Komentar Sandra.
“Dia bilang dia sudah sangat
rindu pada Bianca. Tapi ia sudah terikat janji dengan klien.”
“Seharusnya ia menangguhkan
janjinya itu.”
“Tidak bisa Sandra, photographer
professional tidak bisa seperti itu, nanti kliennya pada kabur gimana?”
“Iya sih, yah mungkin lain kali
ia bisa ikut.”
“Aku harap begitu, karena rasanya
pasti menyenangkan kalau bisa liburan bareng Luke.” Casey lalu memperhatikan
bintang bintang yang berkerlap kerlip di langit Fillmore Green yang sedang
tidak mendung.
Sandra memperhatikan Casey, ia
tiba tiba tersadar akan sesuatu, “Case, kau menyukai Luke?”
Casey tersenyum sambil mulai
menyeruput minumannya lagi. “Yeah,
sama sepertimu, cintaku bertepuk sebelah tangan. Luke sudah punya pacar.”
Sandra tertawa, “ini sungguh
sungguh tragis.”
“Ya, sangat tragis. Nasib cinta
kita buruk sekali.”
“Apa kau mau aku kenalkan pada
seseorang?”
“Siapa?” Casey heran.
“Adikku.”
“Aaron?”
“Tidak, bukan Aaron, tapi
Matthew. Kau belum bertemu dengannya. Berbeda dengan Aaron yang selalu ada
gadis disekelilingnya, Matthew sangat jarang kencan. Aku mulai khawatir tentang hal ini. Aku tidak
melarang Matthew kencan atau apa asal kencannya dia tidak mengganggu
belajarnya. Tapi ia malah belajar terus terusan.”
“Mungkin ia akan melakukannya
setelah lulus kuliah nanti sehingga tidak ada beban apapun. Setelah lulus
kuliah kan
tidak harus belajar lagi, tidak harus mengejar nilai yang bagus lagi, tinggal
mencari pekerjaan saja.”
“Mungkin,” gumam Sandra. “Umurmu 25 dan Matthew 23, kalian
cuma beda 2 tahun, tak masalah.”
“Tak masalah?” Casey tertawa,
“bagimu tak masalah Matthew kencan dengan wanita yang lebih tua dari dirinya?”
“Tidak masalah kalau wanita itu
dirimu, aku sangat menyukai dirimu Casey. Ayolah, pergilah bersenang senang,
nonton film atau apa, ok? Nanti akan aku minta Matthew menjemputmu ke sini, itu
juga kalau dia lagi tidak sibuk.”
“Baiklah,” Casey tersenyum. “Kedengarannya menarik.”
“Keren,” Sandra tertawa. “Aku
akan mengatur kencan untuk kalian berdua.”
Mereka lalu sama sama terdiam
sambil memperhatikan bintang, hal yang sering mereka lakukan belakangan ini.
Bunyi handphone Sandra yang cukup kencang tiba tiba memecah keheningan
diantara mereka.
Sandra melihat panggilan yang
masuk dari siapa, ternyata dari Whitney, ibu tirinya.
“Hallo,” ujar Sandra malas.
Segala sesuatu yang berkenaan dengan ibu tirinya selalu membuat Sandra malas.
“Ayahmu Sandra , ia
terkena serangan jantung.”
“APA?”
Sandra berlari di lorong rumah
sakit. Ayahnya ditempatkan di sebuah ruang pasien yang terdiri dari tiga pasien
dalam satu kamar. Ibu tirinya baru memberitahunya hal itu saat Sandra tadi
langsung pergi ke Leefsmall hospital,
- tempat ayahnya dirawat -dengan
menggunakan taksi.
Casey tadi ngotot mau ikut, tapi
Sandra tidak mau ditemani karena takut aktifitas kerja Casey besok jadi
terganggu.
Sandra baru mau masuk ke kamar
tempat ayahnya dirawat ketika Whitney keluar dari kamar dan menarik tangan
Sandra.
“Ayahmu sedang tidur, aku perlu
bicara dulu denganmu.” Ujar Whitney sambil mempersilahkan Sandra duduk di
sebuah kursi kayu yang panjang dengan gerakan tangannya. Sandra langsung duduk.
“Kata dokter ayahmu kemungkinan terkena
serangan jantung koroner, dokter mendiagnosis itu setelah gejala gejalanya
mengarah ke sana .
Dada ayahmu sakit, rasa nyerinya menjalar ke lengan, leher dan bahu, ia juga banyak berkeringat, kepalanya pusing,
kakinya mengalami pembengkakan.”
“Lalu? Apa yang sudah dokter
lakukan?” tanya Sandra khawatir.
“Dokter sudah memberinya obat,
dan sekarang ayahmu sudah tidur. Tadi dia merasa dadanya sangat sakit sehingga
ia sampai pingsan.”
“Ya Tuhan.”
“Tapi sekarang sudah ditangani
dengan baik.”
“Syukurlah.” Sandra bernafas
lega. “Menurutmu apa penyebab ayah jadi seperti ini?”
“Kata dokter tadi kemungkinan
karena kegemukan, ada penumpukan lemak di dinding pembuluh darah yang menuju
jantung sehingga timbul plak yang menghalangi aliran darah menuju jantung
sehingga jantung kekurangan darah yang kaya akan oksigen.”
“Apa pola makan ayah tidak
sehat?”
“Aku sudah sering memberinya
sayur dan buah, tapi ayahmu tetap saja suka makan makanan yang berkolesterol
tinggi saat bekerja.”
“Ayah masih merokok?”
“Masih, ayahmu juga tidak bisa
menghentikan kebiasaan merokoknya.”
“Menurut dokter ayah tidak harus
menjalani operasi?”
“Saat ini tidak. Penanganannya
masih dengan obat. Nanti dilihat beberapa hari kedepan apa kesehatan ayah
semakin membaik atau tidak. Kalau melalui obat obatan jantung ayah tidak terasa
sakit lagi, tidak perlu menjalani operasi.”
“Baiklah, jadi kapan aku bisa
bertemu ayah?”
“Kau bisa masuk sekarang asal
jangan mengganggu tidurnya.”
“Oke, aku masuk dulu.”
“Ya.” Ujar Whitney. “Ehm Sandra,
aku meneleponmu karena…” Whitney terdiam.
“Karena apa?”
“Karena aku tidak punya asuransi
kesehatan. Ayahmu juga tidak punya. Aku sedang tidak ada uang untuk membayar
biaya rumah sakit ini, keperluanku sedang banyak dan…”
“Tidak apa apa, nanti aku yang
urus pembayarannya.”
“Terima kasih Sandra.”
“Ya.” Sandra akhirnya berjalan ke
arah pintu kamar tempat ayahnya dirawat. “Aku masuk dulu.” Ujarnya pada
Whitney.
“Silahkan.” Whitney mengangguk.
Sandra duduk di sebuah kursi
disamping ayahnya yang sedang tertidur nyenyak. Sandra merasa sangat ngantuk.
Di taksi tadi ia tak bisa tidur padahal lamanya perjalanan dari Hall of City ke Leefsmall Hospital
tiga jam lebih. Sekarang Sandra ngantuk sekali. Sandra terus terusan menguap.
Ia akhirnya pergi ke kamar mandi untuk
cuci muka.
Ayah Sandra terbangun dari
tidurnya dan mendapati ia sudah berada di sebuah kamar yang berbeda dengan
kamar sebelumnya. Tidak jauh darinya, ia melihat Sandra sedang tidur pulas di
sebuah sofa yang empuk.
“Kau sudah bangun?” tanya Whitney
pada ayah Sandra.
“Kau meneleponnya?” tanya ayah
Sandra sambil matanya memandang ke arah Sandra. “Kenapa kau melakukan itu? Aku
tidak mau mengganggunya, aku tidak mau membebani hidupnya. Ia sudah menanggung terlalu
banyak beban. Ia yang membiayai kuliah Aaron dan Matt selama ini.”
“Tapi kita sedang tidak punya
uang saat kau tiba tiba sakit seperti ini.”
“Kita bisa pinjam uang. Kau
jangan menyusahkan Sandra seperti ini.”
“Aku minta maaf, aku terpaksa.”
“Dan kenapa tiba tiba aku ada di
kamar ini? Ini kamar kelas satu, kita tidak akan mampu membayar kamar ini. Tadi
seingatku ada dua orang pasien lain yang satu kamar denganku. ”
“Sandra yang memaksa pindah ke
sini. Ia juga yang membayar semuanya. Ia sudah deposit biaya rumah sakit untuk
seminggu ke depan. Kalau sebelum satu minggu kau bisa pulang, uang sisa depositnya
bisa diambil lagi.”
“Sandra punya uang?” ayah Sandra
heran.
“Kukira begitu. Sudahlah, kau
jangan banyak pikiran. Istirahat saja lagi. Nanti kalau kau sudah sehat dan
sudah bisa pulang ke rumah, kita bisa membicarakan ini dengan Sandra.
Bagaimanapun bantuannya malam ini sangat kita perlukan.”
“Baiklah.”
“Kau perlu sesuatu? Biar aku
ambilkan.”
“Aku hanya ingin minum air
putih.”
“Baik, akan aku ambilkan.”
Whitney langsung mengambil air putih dan menyodorkannya pada suaminya.
Sandra mengacak ngacak sarapannya
tanpa berminat memakannya. Sandra sedang tidak berselera makan. Kejadian yang
menimpa ayahnya benar benar membuatnya terkejut sehingga ia kehilangan selera
makannya. Ia khawatir ayahnya kenapa kenapa.
Tapi Sandra tak mau ia sakit
sehingga ia tetap menelan makanannya walau terpaksa. Ia tadi baru menelepon
perusahaannya dan minta ijin untuk tidak masuk kerja hari ini padahal ia ada
tugas terbang ke London .
Ia sempat diomelin karena keperluannya mendadak. Pengganti Sandra akan susah
dicari kalau mendadak begitu. Tapi akhirnya salah satu Pramugari junior yang
menggantikan tugas Sandra terbang ke London .
Sandra juga sudah menelepon Aaron
dan Matthew saat bangun tidur tadi dan meminta mereka menengok ayah mereka
kapanpun mereka sempat. Aaron tidak mau karena Aaron membenci ayah mereka dan
terus terusan marah padanya. Karena menurut Aaron, ayahnya-lah penyebab
retaknya hubungan keluarga mereka, karena ayahnya juga ibunya jadi menderita.
Matthew bersedia datang. Ia mengusahakan datang pagi pagi karena nanti siang
ada kuliah.
Sandra kini memperhatikan
pakaiannya yang belum ganti dari semalam. Ia tak membawa baju ganti karena
panik. Ia pergi begitu saja hanya membawa tas dan jaketnya setelah Whitney
meneleponnya.
Sandra berencana membeli baju
seusai sarapan dan kembali ke rumah sakit untuk menunggui ayahnya. Nanti sore
ia baru kembali ke Hall of City.
Sandra sedang memperhatikan
suasana kantin yang cukup ramai ketika matanya tertuju pada seseorang.
Sandra tak percaya dengan
penglihatannya. Dadanya tiba tiba berdebar kencang. Lord Egar ada di kantin
ini. Lord Egar sedang berjalan ke arahnya.
“Selamat pagi Sandra, kata ayahmu
kau ada di kantin sedang sarapan.” Ujar Lord Egar langsung saat sudah berada di
dekat Sandra.
Sandra bengong, dia tak tahu
harus ngomong apa. Dia bingung bagaimana Lord Egar tahu ia ada disini?
“Sepertinya kau tidak menyukai
sarapanmu.” Lord Egar memperhatikan piring Sandra yang masih tersisa
setengahnya.
“Ya. Aku sedang tidak berselera
makan.” Ujar Sandra, “bagaimana Anda tahu aku ada di sini?”
“Bianca yang meneleponku, katanya
ayahmu terkena serangan jantung.”
“Bianca? Bianca tahu?”
“Casey yang memberitahunya.
Bagaimana kalau kita sarapan di tempat lain saja dan tidak disini?”
“Tidak, aku tidak mau makan apa
apa lagi.”
“Ayolah, kita pergi sebentar
saja.”
“Aku tidak mau.”
Lord Egar memegang tangan Sandra,
“ayo.”
Sandra terpaksa bangun dari
duduknya. Ia lalu merapikan tasnya dulu. “Kita mau kemana?”
“Kita mau ke…” kata kata Lord
Egar terhenti ketika dilihatnya dua orang pria menghampiri mereka. “Siapa pria
pria itu?”
Sandra melihat ke arah yang
dimaksud Lord Egar, “Oh, mereka adik adikku.”
“Sandra, Whitney bilang kau ada
di sini.” seru Matthew pada Sandra.
“Kau sudah bertemu ayah?” tanya
Sandra.
“Ayah sedang diperiksa dokter.
Aku datang bertepatan dengan dokter datang, jadi aku ke sini dulu.”
“Kenapa kau berubah pikiran?
Kenapa kau jadi ikut?” tanya Sandra pada Aaron.
“Matt memaksaku ikut.” Aaron
menggerutu. Wajahnya tampak kesal.
“O, iya, kenalkan, ini Mr. Egar
Maxmillian.” Sandra memperkenalkan adik adiknya pada Lord Egar. “Ini Matt, dan
yang sedang cemberut itu Aaron.”
“Halo,” ujar Lord Egar ramah sambil
mengulurkan tangannya. “Aku Egar.”
“Hai, aku Matt,” Matthew menerima
uluran tangan Lord Egar.
“Aku Aaron.” Aaron menjabat
tangan Lord Egar setelah Matthew.
“Senang berkenalan dengan
kalian,” Lord Egar tersenyum, “aku dan kakak kalian baru mau sarapan, bagaimana
kalau kalian ikut sarapan dengan kami?”
Matthew melihat ke arah Sandra, “kau
tidak keberatan Sandra?” tanyanya.
“Tidak masalah,” jawab Sandra.
“Baiklah, terima kasih. Kami
ikut.”
“Kita pergi tidak lama kok, nanti
kita ke sini lagi menemui ayah kalian.”
“Tentu.” Sahut Matthew sambil
tersenyum.
Aaron terbengong bengong dengan
restoran tempat ia sarapan. Restoran yang ia kunjungi sekarang adalah salah
satu restoran paling bonafid di
Fillmore Green. Ditiap kota
besar di Fillmore Green restoran ini ada cabangnya. Harga makanan di restoran
ini sangat mahal.
Setelah tadi ia terkejut karena
Mr. Maxmillian mengajaknya naik limousine-nya,
sekarang ia terkejut karena bisa makan di restoran mahal.
Sandra sepertinya tak begitu
perduli ia makan dimana, ia sekarang sedang lahap memakan makanannya.
“Sedikit lebih baik dari
sarapanmu tadi?” Lord Egar tersenyum melihat Sandra yang makan dengan lahapnya.
Salah satu kebahagiaan Lord Egar di dunia ini adalah melihat Sandra makan
dengan lahap seperti itu.
“Ya, sedikit.” Sandra tersenyum,
Sandra tidak mungkin bilang pada Lord Egar bahwa yang membuat ia makan dengan
lahap adakah kehadiran Lord Egar itu sendiri. Diri Lord Egar yang penting,
bukan makanan atau apapun juga.
Jadi karena suasana hatinya sedang
gembira, ia bisa menikmati makanannya dengan germbira juga.
“Boleh aku tahu nomor telepon
kalian?” Lord Egar bertanya pada Matthew dan Aaron sambil mengeluarkan handphone mahalnya.
“Buat apa?” Sandra terkejut.
“Sst.. ini urusan laki-laki. Kau
makan saja dengan tenang.”
“Urusan laki laki?”
“Ya.”
“Tapi Sandra benar, buat apa?”
Aaron juga bertanya hal yang sama pada Lord Egar.
“Kau kuliah di jurusan apa?” Lord
Egar balik bertanya pada Aaron.
“Bisnis managemen.” Jawab Aaron.
“Bagus, lulus kuliah nanti kau
bisa datang ke kantorku, siapa tahu kau mau bekerja di salah satu perusahaanku.”
“Wow ini keren.” Aaaron berseru senang.
“Dan kau kuliah di jurusan apa?”
tanya Lord Egar pada Matthew.
“Hukum. Matt kuliah di fakultas
hukum.” Aaron yang menjawab.
Lord Egar terdiam sejenak. “Ehm…
aku punya banyak kenalan yang mempunyai firma hukum yang cukup besar. Kau juga
nanti lulus kuliah mungkin bisa bekerja di salah satu firma hukum temanku itu.”
“Terima kasih Mr. Maxmillian.”
Matt tersenyum senang, “tentu saja. Aku mau bekerja dengan salah satu kenalan
Anda yang mempunyai firma hukum yang cukup besar.”
“Baik kalau begitu, jadi aku
boleh tahu nomor handphone kalian?”
“Ya!”
“Tentu!”
Hampir bersamaan Matthew dan Aaron
menjawab.
Sandra memperhatikan Lord Egar
bertukar nomor telepon dengan adik adiknya dengan perasaan tak menentu. Lord
Egar sudah banyak berbuat baik pada dirinya.
Dan ia ingin membantu adik adiknya juga? Sandra tiba tiba merasa sangat
terharu. Ia tak tahu bagaimana caranya membalas semua kebaikan Lord Egar pada dirinya
dan keluarganya.
“Kau lulus berapa lama lagi
Matt?” Lord Egar meminum kopinya lagi.
“Ini tahun terakhirku.”
“Kalau aku masih dua tahun lagi,
itu juga kalau lancar,” Aaron tertawa.
“Harus lancarlah, masa enggak
sih,” komentar Sandra.
“Aku akan berusaha.” Aaron
tersenyum pada kakaknya.
Aaron terus terusan main game online lewat handphone-nya di salah satu sofa yang empuk, sementara Matthew
duduk disamping ayahnya, menasehati ayahnya agar mau berhenti merokok.
Sandra dan Lord Egar duduk di
sofa yang bersebrangan dengan sofa yang diduduki Aaron.
“Terima kasih sudah datang ke
sini menengok ayahku, aku sangat menghargainya,” ujar Sandra pada Lord Egar.
“Terima kasih juga untuk sarapannya yang lezat tadi.”
“Sama sama.” Lord Egar tersenyum,
“kau nanti kembali ke Hall of City
jam berapa?”
“Mungkin sore.”
“Baik, akan kutunggu, kita pulang
ke Hall of City sama sama.”
“Tapi, Anda tidak ada kegiatan
lain yang harus dilakukan?” Sandra kaget Lord Egar mau menunggunya dan pulang
bersamanya.
“Tidak, kau jangan khawatir. Aku
sudah mengosongkan jadwalku hari ini.”
“Sekali lagi terima kasih.”
“Iya, sama sama.”
Sementara Sandra dan Lord Egar
bercakap cakap, Whitney memperhatikan mereka dari samping tempat tidur
suaminya.
“Menurutmu, dia pacar kakakmu?”
tanya Whitney pada Matthew sambil berbisik. “Mereka mesra sekali.”
“Aku tidak tahu,” jawab Matthew
pelan, “yang jelas ia kaya raya, tadi kami naik limousine-nya lalu sarapan di restoran mahal. Aku sering melihat
dia di berita. Ia governor Hall of City.”
“Ya, aku kaget saat dia tadi
datang ke sini mencari ayahmu, kupikir ia salah orang, kupikir ia sedang akan
menjenguk temannya yang sama sama pejabat.”
“Bagaimana cara Sandra berkenalan
dengannya ya?” kini ayahnya yang bertanya pada Matthew.
“Mana aku tahu,” Matthew angkat
bahu. “Ayah, aku ada kuliah siang, aku pulang sekarang.”
“Ya, Matt, terima kasih sudah
menjenguk ayah.”
“Sama sama.” Matt tersenyum.
“Aaron, pamit pada ayah, kita pulang sekarang.”
Aaron malas malasan bangun dari
tempat duduknya. “Aku pulang.” Ujarnya pada ayahnya.
“Ya, Aaron, terima kasih sudah
menjenguk ayah.”
“Ya.” Jawab Aaron singkat, ia
lalu memakai jaketnya lalu pamit pada Sandra dan Lord Egar. Ia tidak pamit pada
Whitney. Ia lalu keluar dari kamar.
“Kabari aku kalau ada apa apa
ya,” ujar Matthew pada Whitney setelah Aaron menghilang di balil pintu.
“Tentu, hati hati Matt.”
“Ok.” Matthew memakai jaketnya
sambil menghampiri Sandra. “Sandra, aku pulang dulu, Mr. Maxmillian aku pulang
dulu. Senang bisa berkenalan dengan Anda hari ini.”
“Aku juga senang bisa berkenalan
denganmu.” Lord Egar tersenyum pada Matthew. “Kapan kapan aku meneleponmu.”
“Oke, aku tunggu telepon dari
Anda.”
“Aku akan mengantarmu ke mobil.”
Sandra bangun dari duduknya dan memegang tangan Matthew. Mereka lalu berjalan
keluar kamar beriringan.
“Pakai mobil siapa ke sini?”
tanya Sandra sambil melangkah di samping Matthew.
“Mobilku.” Jawab Matt.
“Kau kapan kapan harus
berterimakasih pada Mr. Maxmillian karena dia yang memberikan kau dan Aaron
mobil.”
Matthew menghentikan langkahnya
dan memandang Sandra kaget.
“Kenapa kau kaget begitu?” tanya
Sandra.
“Tidak semua orang dengan mudah
membelikan mobil begitu saja.”
“Kalau Mr. Maxmillian mudah.
Uangnya banyak.”
“Sandra,”
“Ya?”
“Apa kau wanita simpanannya?”
“APA?!” Sandra menjerit kaget.
“Astaga Matthew, bagaimana mungkin kau berpikiran seperti itu?”
“Maaf, kupikir…”
“Tidak Matt, aku bukan siapa
siapa dia. Aku hanya temannya. Dia sudah punya pacar. Serius.”
“Aku tidak percaya,” sahut
Matthew, “kalian mesra sekali. Dan ia terus terusan memandangmu dengan mesra. Aku
bisa melihat dia tergila gila padamu.”
“Kalau begitu penilaianmu salah.”
“Penilaianku salah? Kalian
berteman dan dia membelikan aku dan Aaron mobil begitu saja?”
“Begini, dia saat ini sedang
punya bisnis di bidang mainan anak anak. Ia memproduksi boneka Princess
Sabrina, nah hak cipta boneka itu ada padaku karena aku yang pertama kali bikin
boneka Princess Sabrina, lalu bikinanku itu aku jadikan hadiah saat kelahiran Princess
Sabrina dulu.”
“Lalu?”
“Lalu sebagai kompensasi dari hak
cipta yang aku miliki ia memberiku sejumlah uang yang cukup banyak padaku. Uang
itu yang aku gunakan untuk membeli mobil untuk kalian.”
“Wow, dia baik sekali.”
“Ya. Keuntungan yang ia dapat
dari bisnis ini sangat besar. Ia bahkan sekarang mengeksport boneka Princess Sabrina hingga ke Amerika dan Asia .”
“Wah, keren.”
“Ya.” Sandra tersenyum, “itu saja
yang ingin kusampaikan. Aku tidak ingin kau curiga padaku tentang bisnis apa
yang kulakukan sehingga aku bisa beli mobil untuk kalian. Sekarang kau sudah
tahu semuanya.”
“Oke, aku mengerti sekarang.”
“Itu bagus.”
“Sampai bertemu lagi Sandra.”
“Sampai bertemu Matt. Mengemudi
hati hati.”
“Baik.” Matthew melambaikan
tangan pada Sandra sambil tersenyum.
Sandra merasa lega ia punya
kesempatan mandi dan meminjam baju Whitney sebagai baju gantinya. Sandra tidak
jadi berbelanja baju, ia memutuskan untuk meminjam baju Whitney saja. Walau
ukuran tubuh Whitney lebih besar dari dirinya, hal itu tidak menjadi masalah
bagi Sandra.
Lord Egar mengajak Sandra makan
siang di luar rumah sakit lagi seperti saat sarapan tadi pagi. Ia kali ini
mengajak Sandra ke sebuah restoran yang mempunyai outdoor room yang asri.
Di sekeliling mereka terdapat kebun yang indah dengan aneka bunga yang berwarna
warni, mengingatkan Sandra akan taman di Lotus
Village yang juga indah.
Pergi ke Lotus Village nya kemarin lusa, makan di kebun yang indah
berdua Lord Egarnya baru sekarang, ujar hati Sandra geli. Tapi bagaimanapun,
Sandra merasa senang bisa berduaan seperti ini dengan Lord Egar.
Sandra begitu menikmati makan
siangnya. Ia memesan wagyu tenderloin
steak dengan saus mustard dan taburan
merica bubuk yang berwarna hijau, lengkap dengan salad sayur. Untuk minumannya
ia memesan hot lemon dicampur madu.
Lord Egar lebih memilih ikan
salmon dengan saus jamur truffle dan
irisan buncis dan wortel untuk makan siangnya. Ia memilih wine sebagai minumannya.
“Tadi aku sempat ngobrol dengan
Matthew, kata Matthew kau yang membiayai kuliahnya dan kuliah adiknya.’ Ujar
Lord Egar, “kau melarang mereka bekerja dan hanya fokus belajar.”
“Ya, kupikir kuliah kan tidak lama, biar
mereka fokus belajar saja. Nanti kalau sudah selesai mereka mau kerja gila
gilaan juga terserah.”
“Tapi biayanya cukup mahal kan , apalagi mereka
tinggal di asrama.”
“Aku berusaha menyisihkan uangku
untuk itu.” Sandra tersenyum menatap Lord Egar, “ya, pokoknya aku berusaha
mengaturnya untuk kami bertiga. Dan untungnya adik adikku bukan orang yang
malas, mereka memilih memasak sendiri makanan yang mereka makan, jarang membeli
makanan jadi atau makanan yang sudah matang. Mereka suka buah buahan, sayur
sayuran, telur dan susu. Menurut mereka itu menu makanan yang sehat. Agak
sering juga makan ikan dan ayam, tapi untuk daging mereka membatasi
mengkonsumsi makan daging.”
“O, ya? Kenapa?”
“Entahlah. Mereka kurang suka
saja. Tadinya Matt malah ingin jadi vegetarian,
tapi tak pernah berhasil. Kalau sudah datang ke restoran tempat ibu bekerja,
ibu akan menyuguhinya dengan burger yang enak dengan dagingnya yang gurih dan crispy bikinan ibu sendiri, dan Matt
selalu menyukai daging burger bikinan ibu.”
“Kedengarannya enak. Boleh kapan
kapan aku makan burger di restoran tempat ibumu bekerja?”
“Tentu,” Sandra tersenyum. “Kapan
kapan kita ke sana .”
“Bagaimana kalau akhir pekan
ini?”
“Akhir pekan ini?” Sandra
termenung.
“Ya.”
“A.. aku harus pergi ke suatu
tempat akhir pekan ini.”
“Ada pekerjaan?”
“Tidak juga. Aku mau mengunjungi
seseorang.”
“Seseorang?”
“Ya.”
“Siapa?”
“Dia.. bukan siapa siapa.
Bagaimana kalau akhir pekan berikutnya? Aku nanti akan menelepon ibu agar ibu
menyiapkan bahan bahan yang akan diolahnya menjadi burger yang yummy itu.”
“Tentu, tidak masalah.”
Mereka lalu makan lagi dalam
diam.
“Apakah orang itu spesial
untukmu?” tanya Lord Egar lagi.
Sandra langsung berhenti
mengunyah. Kenapa Lord Egar merasa
penasaran seperti ini? Tanya hatinya heran. “Tidak. Tidak terlalu spesial.”
“Kalau tidak spesial kau pasti
mau bercerita padaku tentang orang itu.”
Sandra menimbang nimbang apakah
ia perlu bercerita atau tidak. Tapi akhirnya ia memutuskan untuk bercerita saja
daripada dikejar pertanyaan terus. “Orang yang akan kutemui itu.. ayah Philip.”
“Ooh.”
Lalu hening lagi.
“Ayah Philip tinggal di Hall of City juga?”
“Tidak, dia tinggal di Los Angeles .”
“Los Angeles ?” teriak Lord Egar kaget. “Kau
akan pergi ke Los Angeles ?”
“Ya.”
“Berdua Philip?”
“Ya.”
Lord Egar langsung meletakkan
pisau dan garpunya dan berhenti makan. Sandra memperhatikan itu dengan perasaan
tak enak.
“Rencana ini sudah jauh jauh hari
kami rencanakan. Tiket untuk pulang pergi juga sudah dibeli. Jadi tidak mungkin
untuk dibatalkan. Aku cuma empat hari disana. Aku mengambil cuti selama dua
hari. Philip juga mengambil cuti.”
“Kalian akan meminta restu pada
ayah Philip tentang hubungan kalian?”
“Restu untuk hubungan kami?”
Sandra terkejut dengan kata kata Lord Egar. “I..ini tidak seperti yang Anda
pikirkan. Kami cuma jalan jalan.” Sandra kembali didera perasaan tak enak.
Karena uang untuk jalan jalan itu ia dapat dari pria yang ada dihadapannya
sekarang. Yang sedang menatapnya marah.
Dan kemarahan Lord Egar benar
benar mengganggu Sandra. Ia tak tahu harus melakukan apa. Sandra tidak berniat
membuatnya marah. Ia sangat sayang pada Lord Egar. Tapi bagaimanapun sayangnya
Sandra pada Lord Egar dia juga tidak bisa bertindak berlebihan karena Lord Egar
sudah punya pacar. Sandra jadi bingung.
“Makanku sudah selesai,” Sandra
meletakkan garpu dan pisaunya. Piringnya benar benar tandas, kosong tak
bersisa. Sandra lalu meminum air lemonnya sambil memperhatikan makanan Lord
Egar yang masih tersisa setengah. “Anda tidak menghabiskan makan Anda?” tanya
Sandra setelah selesai minum.
“Tidak.”
“Boleh kuhabiskan?”
Lord Egar mengernyitkan kening,
“kalau kau mau, kau bisa pesan lagi. Tiga atau lima porsi sekaligus tidak masalah.”
“Tidak, aku tidak mau pesan lagi.
Aku mau makanan Anda.”
“Serius?”
“Ya.”
“Baiklah, ini makanannya.” Lord
Egar menyingkirkan piring kosong Sandra dan meletakkan piring makanannya di
hadapan Sandra.
Sandra langsung mengiris beberapa
irisan ikan salmon itu dan menyuapkannya ke mulutnya, “wah, ini enak sekali.”
Seru Sandra. Ia memasukkan satu demi satu irisan ikan salmon itu kemulutnya. Ia
menikmati betul makanannya sampai makanannya habis.
Lord Egar jadi tersenyum
melihatnya. “Kau mau aku pesankan lagi?”
“Tidak, terima kasih, perutku
sudah full. Ngomong ngomong Mr.
Maxmillian, Anda tampan kalau sedang tersenyum seperti itu.”
Dalam perjalanan kembali ke rumah
sakit, Lord Egar lebih banyak diam di dalam mobilnya. Ia benar benar merasa
terganggu dengan perjalanan Sandra dan Philip ke Los Angeles . Ia sangat menyukai Sandra, ia
sayang padanya, ia jatuh cinta setengah mati padanya, dan ia benar benar takut
kehilangan Sandra. Ia tak bisa membiarkan orang lain – Mr. Raven atau siapapun – merebut Sandra darinya begitu saja.
Bersama dengan Sandra adalah apa
yang sangat ia idam idamkan selama ini. Dan untuk bisa bersama dengan Sandra
seharian ini, ia harus membatalkan beberapa kegiatan penting yang seharusnya ia
hadiri.
Aku harus melakukan sesuatu. Tekad Lord Egar kemudian. Aku harus memperjuangkan cintaku.
Sandra terkejut ketika kembali ke
kamar rawat inap ayahnya karena mendapati Philip sedang ngobrol akrab dengan
ayahnya.
“Sandra, hai,” Philip tersenyum
menyapanya.
“Kau datang sendiri?” tanya
Sandra.
“Ya,” Philip mengangguk, “Casey
dan Ivanka kerja. Tadinya Casey ingin ikut tapi ia sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya.”
“Tidak apa apa,” Sandra
tersenyum. “Terima kasih karena sudah datang menengok ayah.”
“Sama sama,” Philip mengatakan
itu sambil memperhatikan Lord Egar. “Mr. Maxmillian, kita bertemu lagi.”
“Ya.” Jawab Lord Egar singkat.
“Kau nanti pulang denganku ya
Sandra? Aku mengendarai mobilku ke sini.” Ujar Philip kemudian ke arah Sandra.
“Sandra pulang denganku,” Lord
Egar yang menjawab.
Philip dan Lord Egar saling
bertatapan tajam.
“Kau ingin sesuatu Philip? Biar
aku ambilkan minum untukmu,” ujar Sandra buru buru melihat situasi yang tidak enak itu.
“Tidak, aku tidak ingin minum, aku ingin bicara
denganmu, ayo.” Philip menarik tangan Sandra keluar kamar.
“Kau ini apa apain sih?” tanya
Sandra kesal.
“Kau yang apa apan. Untuk apa Mr.
Maxmillian di sini bersamamu?”
“Dia menengok ayah.”
“Dari pagi? Menengok ayahmu dari
pagi? Come on.”
“Memang kenapa?”
“Jelas jelas dia ingin
mendekatimu Sandra. Padahal kau tahu ia punya pacar.”
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Menjauh darinya.”
“Tidak bisa Philip. Aku
mencintainya.”
“Karna itulah kau harus menjauh
darinya. Kau akan terluka Sandra. Kau menaruh harapan padanya sementara dia
memperlakukanmu sebagai…”
“Sebagai apa?”
“Sebagai seseorang untuk
bersenang senang.”
“Tidak, dia tidak seperti itu.”
“Tidak? Kau tidak tahu
reputasinya selama ini? atau pura pura tidak tahu?”
Sandra diam. Ia lalu duduk di
sebuah kursi yang berada di dekatnya dan terdiam. Philip duduk disamping Sandra
sambil menghela nafas.
“Kau tahu, aku melakukan ini
karena aku perduli padamu. Aku tidak mau kau sedih, kau tidak layak
diperlakukan begini.”
“Tapi aku mencintainya Philip.”
“Kalau kau mencintainya lalu apa?
Dia tidak bisa memberikan apa yang kau inginkan atau kau harapkan. Menjadikanmu
kekasihnya misalnya.”
“Aku tidak mengharapkan itu, aku
tidak mengharapkan apa apa darinya. Aku hanya merasa bahagia jika bersamanya.”
“Sampai kapan? Kau hanya akan
menyia nyiakan hidupmu sementara waktu terus berlalu. Hidupmu lebih berharga
dari itu.”
“Kenapa kau perduli padaku
Philip? Aku baik baik saja dengan hidupku.”
“Karena aku sayang padamu.”
Sandra menatap Philip dengan
perasaan sedih, “tapi aku tidak bisa…”
“Tidak apa apa. Aku bisa
mengerti. Kita akan tetap menjadi teman baik. Menjadi tim yang hebat.” Philip
tersenyum. “Perasaan sayang tidak melulu ditujukan untuk kekasih, untuk
temanpun bisa.”
“Terima kasih.”
“Ya.”
Sandra lalu bangun dari duduknya,
“aku akan tetap pulang bersamanya.” Ujar Sandra pelan, “aku tidak
mau merusak hari ini. Hari ini sangat berkesan untukku.”
“Baiklah, terserah kau saja. Asal
ingat pesanku, jangan terlalu larut dengan hal ini. Akal sehatmu harus lebih
mendominasi dirimu daripada perasaanmu.”
“Oke.” Sandra mengangguk. “Terima
kasih atas nasehatnya.”
~ ~
BAB DELAPAN
Suasana di Hall of City Airport pagi ini cukup ramai. Orang orang berlalu
lalang kesana kemari sesuai dengan kepentingan mereka masing masing.
Di terminal penerbangan
internasional, tepatnya di kantor Fillmore
Airways, Lord Egar nampak duduk di sebuah kursi di bagian Customer Service. Di hadapannya, seorang
wanita yang bernama Estelle nampak gugup menghadapi Lord Egar, karena tidak
setiap hari most wanted bachelor in town
seperti Lord Egar ada dihadapannya seperti sekarang.
“Nomor tempat duduk 29 C di kelas
ekonomi untuk penerbangan ke Los Angeles
pada hari Sabtu lusa adalah atas nama Mrs. Camile Lee.” Ujar Estelle pada Lord
Egar.
“Baik, bisakah Anda telepon Mrs.
Lee sekarang, dan tawarkan padanya kursi di first
class, bertukar tempat denganku?”
“Bertukar tempat dengan Anda?” Estelle
terkejut. “Anda akan terbang di kelas ekonomi?”
“Kukira begitu.”
“Tapi..”
“Bisakah Anda menelepon Mrs. Lee
sekarang untuk menanyakan hal ini?” tanya Lord Egar tak sabar.
“Baiklah,” Estelle akhirnya
menelepon Mrs. Camile Lee. Terdengar teriakan tak percaya dari telepon yang
sedang digenggam Estelle saat Estelle berbicara dengan Mrs. Camile Lee.
“Bagaimana?” Lord Egar
memperhatikan Estelle yang meletakkan teleponnya lagi.
“Mrs. Lee bersedia.” Jawab
Estelle sopan. Ya iyalah, siapa juga yang
enggak. Lanjut Estelle keki dalam hati. Untuk
terbang di first Class seperti itu
aku saja harus menabung gajiku selama beberapa bulan.
“Bagus kalau begitu, boleh aku
meminta nomor telepon Mrs. Camile Lee? Sehingga nanti aku bisa bercakap cakap
dengannya sebelum keberangkatan hari Sabtu lusa.”
“Tentu Mr. Maxmillian.” Estelle
mencatat nomor Mrs. Camile Lee dalam selembar kertas dan memberikannya pada
Lord Egar.
“Terima kasih.” Ujar Lord Egar
sambil menerima kertas yang disodorkan Estelle padanya.
“Apakah Anda ingin bertualang
dengan terbang di kelas ekonomi Mr. Maxmillian?” tanya Estelle iseng. Estelle
masih kesal kenapa Mrs. Camile Lee beruntung sekali mendapatkan tempat duduk
Lord Egar di first class.
“Ya, bertualang. Tepat sekali,
aku ingin bertualang.” Lord Egar tersenyum, membuat Estelle meleleh. “Terima kasih atas bantuan Anda.” Lord Egar
berdiri dari duduknya, “aku sangat menghargainya.”
“Sama sama Mr. Maxmillian, semoga
penerbangan Anda besok lusa menyenangkan.”
“Pasti akan sangat menyenangkan.”
Ujar Lord Egar sambil berlalu dari hadapan Estelle.
Philip duduk di kursi pesawat
sesuai tiket. Nomor tempat duduknya di pinggir jendela, sementara Sandra duduk di
sampingnya, di kursi tengah.
“Kau tidak mau bertukar tempat
duduk?” tanya Philip menawarkan kursinya pada Sandra.
“Memang kenapa harus tukar tempat
duduk?” tanya Sandra.
“Ya, karena di dekat jendela,
biasanya orang orang suka duduk di pinggir jendela untuk melihat pemandangan.”
“Pemandangannya awan semua
Philip.”
“Awan juga indah.”
“Tapi aku Pramugari, ini pesawat
yang sering aku tumpangi saat aku bekerja, aku bosan melihat awan.”
“Ya, kau benar.”
“Sandra, apa yang kau lakukan
disini? Kenapa kau duduk? Mana pakaian kerjamu?” Seorang Pramugari yang baru
menolong seseorang menaruh tasnya ke bagasi atas, nampak memperhatikan Sandra.
“Tuh kan , aku juga bilang apa,” bisik Sandra pada
Philip, “temanku langsung mengenaliku walau aku pakai topi dan kacamata hitam
seperti ini.”
“Sandra, itu kau kan ?” tanya temannya
lagi.
“Iya Karen, ini aku. Aku sedang
mau liburan.”
“Wow asik sekali. Ke Los Angeles ? Liburan ke Los Angeles ?”
“Iya Karen. Ini penerbangan langsung
ke Los Angeles kan ? Bukan ke Afrika Selatan?”
“Iya. Ini penerbangan ke Los
Angeles.”
“Kalau begitu aku liburan ke Los
Angeles!”
“Wah asik sekali. Itu pacarmu?”
tanya Karen ke arah Philip.
Sandra tersenyum, “dia…”
“Permisi, aku duduk di sini, ini
tempat dudukku,” ujar seorang pria pada Karen. Pria itu memakai topi dan
kacamata hitam seperti Sandra. Karen yang asik ngobrol dengan Sandra terpaksa
memberi jalan pada pria itu.
Sandra dan Philip terkejut
melihat pria itu saat pria itu duduk disamping Sandra. “Mr. Maxmillian?” tanya
mereka berbarengan.
Lord Egar tersenyum pada mereka,
“hai, apa kabar?”
“Apa yang Anda lakukan disini?”
tanya Sandra, merasa tak percaya orang yang duduk disampingnya adalah Lord
Egar.
“Liburan, sepertimu.”
“Tapi tempat duduk Anda bukan
disini, tempat duduk Anda di depan.”
“Tidak, ini tempat dudukku.”
“Bohong, Anda tidak pernah duduk
di kelas ekonomi. Karen, bisa kau antar tuan ini ke tempat duduknya di first class?”
Karen tampak bingung.
“Cari saja tempat duduk yang
kosong di first class kalau ada. Aku
sudah bilang tempat dudukku disini.”
Sandra langsung bangkit dari
duduknya dan pergi ke depan ke first class. Sepuluh menit kemudian ia
kembali.
“Bagaimana? Penuh semua kan
tempat duduknya?” tanya Lord Egar ketika Sandra kembali.
“Tapi ini tidak mungkin.”
“Apanya yang tidak mungkin. Sudah
kau duduk saja dengan manis, pakai sabuk pengamanmu, sebentar lagi kita take off.”
Sandra tertidur dengan nyenyak.
Ia baru makan siang. Melihat Sandra tertidur pulas seperti itu, Philip pelan
pelan memeluk bahu Sandra, dan meletakkan kepala Sandra di bahunya.
Tidak lama Sandra tidur di bahu
Philip, Lord Egar memeluk bahu Sandra dan meletakkan kepala Sandra di bahunya.
“Jangan berani berani
menyentuhnya, Mr. Maxmillian,” ujar Philip kesal.
“Atau apa?” Lord Egar tak perduli
dengan ancaman Philip. Ia masih memeluk tubuh Sandra.
“Anda sengaja kan mengacaukan
liburanku?”
“Kupikir aku tidak perlu
mengatakan apapun padamu.” Lord Egar memasang headsetnya dan mulai mendengarkan musik.
Sandra terbangun dari tidurnya
dan merasa kaget berada dalam pelukan Lord Egar. Ia menggerakkan tubuhnya untuk
kembali duduk seperti semula tapi Lord Egar kembali menarik tubuhnya.
“Jangan bergerak.” Bisik Lord
Egar, “ini nyaman sekali. Memelukmu seperti ini sangat nyaman sekali.”
Sandra diam sebentar, “ehm, Anda
liburan seperti ini bukan tanpa sengaja kan?”
“Ya, aku memang mengikutimu, aku
ingin liburan bersamamu.”
“Tapi aku sedang pergi dengan
Philip. Aku sedang akan liburan dengan Philip.”
“Tidak masalah. Sekarang ini kita
liburan bertiga tidak masalah, lain kali kita liburan berdua saja.”
“Berdua?”
“Ya. Berdua. Kau mau liburan
kemana? Kita liburan ke tempat yang kau suka.”
“Faye tidak diajak?”
“Faye? Siapa Faye?”
“Ini benar benar tidak lucu.”
Sandra mendorong tubuh Lord Egar kesal dan membebaskan dirinya dari pelukannya.
Sandra lalu duduk ditempat duduknya sambil mengeluarkan handphonenya. Ia mau main game
online. Ia ketularan Aaron suka main game
online.
Philip tertawa memperhatikan
Sandra kesal begitu. “Ingat Sandra, 80% akal sehat, 20% perasaan.”
“Diamlah Philip.”
“Kuralat. 95% akal sehat,
perasaan 5% saja.”
“Aku bilang diam.”
“Atau akal sehat 100%.”
“Philip!”
Philip berdiri di pelataran
bandara internasional Los Angeles. Sandra ada disamping Philip. Mereka berdua
sedang menunggu ayah Philip yang akan menjemput mereka. Tadinya Philip bilang
pada ayahnya kalau ia dan Sandra akan naik taksi saja. Tapi ayahnya ngotot
ingin menjemput mereka.
Sama seperti Sandra, Lord Egar
pun berdiri tidak jauh dari Philip. Philip memperhatikan Lord Egar kesal. Ia
tidak mengundang Lord Egar liburan, tapi Lord Egar sepertinya ngotot ingin
mengikuti Sandra.
“Mr. Maxmillian, Anda menginap di
hotel mana?”
“Memang kenapa?” tanya Lord Egar
malas.
“Sandra akan menginap dirumahku.
Di rumah ayahku hanya ada dua kamar. Aku tidur dengan ayahku dan satu kamar
lagi untuk Sandra. Tidak ada kamar tamu, jadi maaf, aku tidak bisa mengundang
Anda kerumahku.”
“Tidak apa apa, jangan khawatir
Mr. Raven. Aku sedang menunggu ayahmu seperti kalian, aku ingin berkenalan dulu
dengannya. Kau mau memperkenalkan ayahmu padaku kan?”
“Ya, tentu.”
“Baik kalau begitu, kita tunggu
sama sama.”
Mereka menunggu selama kurang
lebih dua puluh menit ketika ayah Philip datang menghampiri mereka.
“Maaf aku terlambat, tadi
memasuki bandara agak sedikit macet.”
“Tidak apa apa dad, ngomong ngomong ini teman temanku.
Ini Miss. Sandra Ricardo dan ini Mr. Egar Maxmillian.”
“Hai, aku Gary Raven, senang berkenalan dengan kalian.
Panggil aku Gary saja.” Ayah Philip menyalami mereka satu satu. “Ayo kita ke
mobil, mobilnya kuparkir tidak jauh dari sini.”
“Tentu,” Sandra tersenyum.
“Sini nona cantik, biar kubawakan
kopermu.”
“Tidak usah Mr. Raven.”
“Tidak apa apa.” Ayah Philip
langsung membawakan koper kecil Sandra.
“Ehm Gary, apakah halaman rumah
Anda luas?” tanya Lord Egar pada ayah Philip.
“Cukup luas, memang kenapa?”
“Bisakah aku bikin tenda di
halaman rumah Anda?”
“APA?” Sandra dan Philip menjerit
berbarengan.
Philip meminum kopinya sambil
memperhatikan halaman rumah ayahnya yang cukup luas. Rumah ayah Philip terletak
di salah satu perumahan di Monterey Park, kurang lebih 35 menit dari Bandara
International Los Angeles kalau menggunakan mobil.
Ada pohon besar di depan rumah
ayahnya sehingga rumahnya jadi terasa sejuk dan asri. Sandra menghampiri Philip
sambil menenteng cangkir yang juga berisi kopi.
“Aku tak percaya salah satu orang
terkaya di Fillmore Green sedang bikin tenda di depan rumah ayahku.” Gumam
Philip.
“Ijinkan aku membantunya please?” harap Sandra pada Philip.
“Tidak.”
“Tapi aku ingin membantunya
Philip,” Sandra mulai berjalan menuruni tangga teras karena rumah ayah Philip
lebih tinggi dari halaman, ada tangga terasnya.
“Berhenti di situ Sandra Ricardo
atau aku akan mengirim kau pulang sekarang juga ke Hall of City!” Perintah Philip.
Sandra cemberut, “kau tidak punya
simpati sama sekali.”
“Tidak punya simpati?” Teriak
Philip, “siapa yang nyuruh dia mengikutimu hingga ke sini! Dia menghancurkan
liburanku. Dan itu diperparah oleh ayah yang mengijinkannya membangun tenda di
depan rumah.”
“Ayahmu mengira ia sahabatmu.
Ayahmu berpikir kalian benar benar ingin bertualang dan tidur di tenda.”
“Tidur di tenda ditengah tengah
kota begini? Yang benar saja. Untung daerah sini sepi sehingga kita tidak jadi
tontonan.”
“Ya, ternyata tinggal di daerah
sepi ada untungnya juga. Ngomong ngomong siapa pria yang datang ke arah sini?”
tanya Sandra saat melihat seorang pria sedang berjalan menghampiri mereka.
“Itu Mr. Wang Chen, tetangga ayah,
dia orang Cina tapi isterinya asli sini. Anak mereka cantik sekali, perempuan,
baru berumur 10 tahun. Mr. Chen kalau memanggilku atau teman temanku selalu
dengan sebutan young man, dia malas
menghafalkan namaku.”
“Oh,” sahut Sandra.
“Young man, apa kabar?” Mr. Wang Chen menghampiri Sandra dan Philip.
“Kabar baik Mr. Chen.” Ujar
Philip.
“Dan ini siapa?”
“Ini temanku Sandra.”
“Apa kabar young woman?”
“Kabar baik.”
“Kenapa kau tidak membantu pria
di depan sana membangun tendanya, young man, aku perhatikan dari tadi dia
tak berhasil melakukannya.”
“A.. aku baru mau berjalan ke
arah sana.” Ujar Philip berbohong.
“Bagus, kita hidup harus saling
membantu, jangan saling mengacuhkan, tidak baik itu.”
“Iya Mr. Chen.”
“Ayahmu ada? Dia belum pergi ke
barnya?”
“Ada. Ayah libur bekerja hari ini
karena aku datang. Anak buahnya yang bertanggung jawab di bar sekarang.”
“Oke, aku akan menemui ayahmu
dulu.”
“Silahkan Mr. Chen.”
“Tuh dengar apa kata Mr. Chen.
Kita hidup harus saling membantu.” Sandra terkikik geli.
“Diamlah.” Philip berjalan ke
arah Lord Egar dengan kesal.
Sandra langsung mengikuti langkah
Philip.
“Di sini kalau malam dingin loh
Mr. Maxmillian. Anda yakin mau membangun tenda di sini dan tidak tidur di hotel
saja?”
“Aku cukup sering pulang pergi ke
Los Angeles Mr. Raven. Suhu udara di sini kalau malam kisarannya sekitar 14
derajat celcius. Bandingkan dengan Hall
of City yang 9 derajat celcius. Dingin mana? Aku pernah tidur di teras
rumahku di Hall of City.”
“Wow,” seru Sandra kagum. “Hebat
sekali.”
“Iya, tapi jaketku rangkap tiga.”
Lord Egar lalu tertawa.
“Sekarang Anda membawa jaket tiga
juga?”
“Tidak, hanya dua, tapi itu tidak
masalah.”
‘Baiklah, aku akan membantu
Anda.”
“Terima kasih Sandra.”
“Sama sama Mr. Maxmillian.”
Tenda Lord Egar sudah jadi. Di
sekeliling tenda disediakan tempat duduk dari kayu oleh Ayah Philip. Tempat
duduk dari kayu itu ia ambil dari gudang. Menjelang malam, ayah Philip membuat
api unggun juga untuk Lord Egar. Ia juga membawa dua teko kopi panas dan beberapa
gelas kaleng ke halaman rumahnya.
Mereka akhirnya duduk sambil
mengelilingi api unggun sambil minum kopi dan ngobrol. Tidak lama mereka
ngobrol Mr. Wang Chen dan isterinya, Maisha Chen datang menghampiri mereka
sambil membawa dimsum isi ayam.
Ayah Philip langsung mempersilahkan suami isteri Chen bergabung dengan mereka dan memperkenalkan Philip, Sandra dan Lord Egar
pada suami isteri Chen.
Tidak lama setelah suami isteri
Chen datang, tetangga ayah Philip yang tinggal di depan rumah juga menyapa
mereka. Mereka adalah keluarga Changyi, mereka mempunyai restoran yang khusus
memasak makanan tiongkok di jalan Atlantic Boulevard. Mereka membawakan Egg roll dan tao’s chicken dari restoran mereka.
Egg roll adalah makanan yang mirip dengan spring roll, hanya pembungkusnya lebih besar dan tebal.
Pembungkusnya dibuat dari tepung terigu, isinya bisa sayuran ataupun daging.
Dan Egg roll yang dibawakan suami
isteri Changyi adalah egg roll isi sayuran. Egg roll biasanya dihidangkan dalam suatu jamuan untuk makanan
pembuka.
Sementara tao’s chicken yang dibawa
oleh suami isteri Changyi dilengkapi dengan saus asam manis yang kental.
Sandra akhirnya membantu Philip mengambil
piring dan gelas ke dalam rumah dan menyediakan lebih banyak minuman untuk tamu
mereka.
Philip mengeluarkan buah buahan
yang ada di kulkas dan menatanya di keranjang, sebelum membawanya ke depan
rumah.
“Kenapa kita jadi seperti
piknik?” Sandra tertawa sambil menjejeri langkah Philip.
“Gara gara temanmu, semua
tetangga menyangka ada pesta api unggun. Temanmu aneh. Bikin tenda di halaman
rumah orang. Kalau mau bikin tenda di gunung sana.”
“Sudah, jangan marah marah. Ambil
sisi positifnya. Kita jadi makan makanan Tionghoa gratis. Enak enak lagi.”
Sandra tertawa.
Seperti pada suami isteri Chen,
ayah Philip juga memperkenalan suami isteri Changyi pada Philip dan teman
temannya.
Mereka lalu makan, minum sambil
bercerita macam macam. Mr. Changyi lebih suka bercerita tentang bagaimana ia
bisa berada di Monterey Park.
“Aku ke sini ikut pamanku,” ujar
Mr. Changyi. “Pamanku punya usaha restoran, dan aku kerja ditempatnya. Setelah
menikah aku memutuskan membuka usaha restoran sendiri.”
“Tao’s chicken Anda enak Mrs. Changyi, apalagi sausnya, aku suka
sekali,” ujar Sandra sambil tersenyum.
“Terima kasih,” ujar Mrs.
Changyi.
“Kalau aku suka dimsum Mrs. Chen.” Komentar Lord Egar.
“Syukurlah kalian suka makanan
kami.” Mrs Chen tersenyum, “kalian ke sini untuk liburan?”
“Ya,” hampir bersamaan Sandra dan
Lord Egar menjawab.
“Aku pernah baca di internet,
penduduk di Monterey Park ini mayoritas keturunan Tionghoa, apakah itu benar?”
tanya Sandra.
“Ya, benar. Monterey Park itu
dulu merupakan pemukiman pilihan imigran Taiwan, mereka datang dari Taipei dan
bermukim di sini, sehingga tempat ini terkenal
dengan nama little Taipei.
Setelah itu imigran dari Hongkong juga berdatangan, lalu imigran dari Negara
asia lainnya, sehingga tempat ini jadi ramai. Harga rumah disini juga jadi
semakin mahal.”
“Untung aku punya rumahnya
warisan,” Mrs. Chen tertawa, “kalau tidak, aku tidak akan mampu membelinya
sekarang.”
Semua tertawa.
“Tadi aku lihat restoran Tionghoa
juga banyak terdapat di jalan yang kami lewati,” ujar Lord Egar “aku ingin
mencobanya besok.”
“Kau datang ke restoranku saja
besok,” Mr. Changyi tertawa, “akan kami terima dengan senang hati.”
“Aku akan datang,” Lord Egar mengangguk. “Terima kasih atas tawarannya.”
“Sama sama,” Mr. Changyi tertawa, “ngomong ngomong, dulu, awal mula bisnis restoran Tionghoa ini
dimulai, hanya tiga restoran saja yang terdapat di sekitar jalan Atlantic,
Garvey dan Garfield. Sekarang restorannya menjamur dimana mana dengan harga
bersaing, dan kelezatan yang bersaing juga.”
“Wow, itu keren sekali.” Komentar
Sandra.
“Young man, Anda akan tidur di tenda itu malam ini?” tanya Mr. Chen
pada Lord Egar.
“Kukira begitu,” Lord Egar
tersenyum.
“Bagaimana kalau kau tidur
dirumahku saja? Ada kamar tamu disana, kau tidur dirumahku saja.”
“Entahlah,” Lord Egar tampak
bingung.
“Tentu saja kau harus tidur di
tempat kami,” Mrs. Chen bangun dari tidurnya, “akan kubereskan dulu kamarnya.”
“Tidak usah Mrs. Chen, aku tidak
ingin merepotkan.”
“Tidak merepotkan kok, daripada
nanti kau sakit karena kedinginan.”
Philip ingin bilang pada para
tetangganya agar jangan mengkhawatirkan Mr. Maxmillian karena uangnya banyak.
Kalau nanti dia kedinginan dia pasti akan langsung pergi ke hotel bintang lima.
Tapi Philip memutuskan diam saja.
“Mrs. Chen, nanti aku bantu
menyiapkan kamarnya,” usul Sandra tiba tiba, “tapi aku ingin foto foto dulu.”
“Baiklah,” Mrs. Chen duduk lagi
disamping suaminya.
“Foto foto?” Lord Egar melirik Sandra heran.
“Ya.” Sandra tersenyum. “Di sana
ada tenda. Di samping tenda ada api unggun. Kita duduk dibangku kayu dengan
memakai baju hangat sambil minum kopi dari cangkir kaleng, dilatar belakang
kita ada pohon Ek, cocok, kita seperti sedang liburan di gunung, seperti sedang
camping.” Sandra lalu memoto orang
orang di sekitarnya.
Philip langsung tertawa melihat
ulah Sandra.
“Aku ambil syalku dulu.” Sandra
kembali ke rumah untuk mengambil syal. Ia kembali dengan memakai syal tebal di
lehernya dan mulai selfie dengan
latar belakang yang berbeda.
“Bagaimana kalau sekarang kita we-fie?” Lord Egar menghampiri Sandra
dan memeluknya. Ia lalu mengarahkan camera
handphone-nya pada dirinya dan diri Sandra lalu mengambil foto mereka.
“Kau memang ingin mencari
kesempatan.” Philip tiba tiba mendorong tubuh Lord Egar dan menarik Sandra.
“Ayo Sandra kau foto denganku saja.”
“Jangan mau Sandra, kau foto
denganku lagi.”
“Young man, jangan berkelahi,” teriak Mr. Chen.
“Kurasa mereka sedang bercanda
saja Wang.” Komentar ayah Philip sambil menyeruput kopinya.
“Tidak, kami tidak berkelahi,”
teriak Philip sambil tersenyum manis.
“Sudah kalian saja foto berdua,”
Sandra melepaskan diri dari Philip dan Lord Egar. “Aku mau membantu Mrs. Chen
menyiapkan kamar untuk young man yang
satu itu.” Tunjuk Sandra pada Lord Egar, “ayo Mrs. Chen.”
“Ayo,” Mrs Chen tersenyum sambil
memegang tangan Sandra.
Rumah keluarga Chen berada di
sebelah kiri rumah ayah Philip karena di sebelah kanan rumah ayah Philip adalah
semak semak.
Bentuk rumah bangunan keluarga
Chen tingkat dua. Keluarga Chen hanya mempunyai satu anak yang bernama Rebecca
Chen. Rebecca sekarang bersekolah di salah satu sekolah elementary school tidak
jauh dari rumah mereka.
Mrs. Chen bercerita tentang
Rebecca pada Sandra saat berjalan menuju rumahnya.
“Rebecca sudah tidur sekarang.”
Mrs. Chen tersenyum pada Sandra, “aku memang membiasakan dia agar jangan tidur
terlalu larut. Ayo, kita ke atas, kamar tamu ada di atas.”
“Baik,” Sandra mengikuti Mrs.
Chen naik ke atas tangga.
“Temanmu tampan tampan ya, mereka
berdua kelihatannya menyukaimu, kau beruntung Miss. Ricardo.”
Sandra tertawa, “Panggil aku
Sandra saja. Tidak, dugaan Anda salah. Philip sahabatku, dan Mr. Maxmillian
juga sahabatku. Khusus untuk Mr. Maxmillian, dia sudah punya pacar.”
“Tidak mungkin,” komentar Mrs.
Chen.
“Kok tidak mungkin sih?”
“Dia begitu menyukaimu. Itu
kelihatan dengan jelas. Kalau punya pacar, kenapa pacarnya tidak ikut liburan
kesini?”
“Ya mungkin ada keperluan atau
apa.” Jawab Sandra. “Wah kamarnya cukup luas.” Sandra memperhatikan keadaa
kamar.
“Ya, ini memang khusus kamar
tamu. Kamar kami ada di bawah. Kamar Rebecca juga. Orangtuaku atau orangtua
suamiku kalan berkunjung ke sini selalu tidur di kamar ini. Aku ambilkan seprai
dulu ya.”
“Baik, terima kasih.” Sandra
mengangguk. Sandra lalu berjalan ke arah jendela dan memperhatikan suasana
malam di luar jendela.
“Ini seprainya,” Mrs. Chen
kembali lagi sambil membawa seprai.
“Biar aku pasangkan,” Sandra
langsung memasang seprai ke atas tempat tidur.
“Apa kalian masih lama ngobrol di
depan api unggunnya?” Mrs. Chen memperhatikan Sandra yang sedang menumpuk
bantal.
“Entahlah, bagiku tidak masalah
tidur jam berapapun, aku terbiasa tidur larut.”
“Ooh.”
“Seharusnya Philip sering sering
menjenguk ayahnya. Kasihan ayahnya hanya sendiri di sini.”
“Philip di sana kerja,” ujar
Sandra.
“Ya, ayahnya cerita. Ia
sebenarnya sudah mengajak Philip dan adiknya tinggal bersamanya, tapi mereka
tidak mau.”
“Kenapa ayahnya tidak menikah
lagi?” tanya Sandra.
“Entahlah, mungkin dia masih
terkenang pada almarhum isterinya.”
“Tapi menurutku seharusnya ia
menikah lagi, biar ada yang menemaninya.”
“Kau benar.”
“Sudah selesai,” Sandra tersenyum
ketika baru selesai memasangkan bed cover
ke atas tempat tidur.
“Kau seharusnya menjadi isteri
Mr. Maxmillian, kau perhatian padanya, dia perhatian padamu, kalian cocok.”
“O, ya?” Sandra tertawa.
“Yah, kau tidak mungkin merapikan
kamar tempat menginap Mr. Maxmillian kalau kau tidak perduli padanya.”
“Aku cuma tidak mau merepotkan
Anda Mrs. Chen, sungguh.”
“Ya, tentu, terserah katamu. Tapi
aku melihat percikan cinta itu dimatamu.”
“Percikan cinta?” Sandra kembali
tertawa, “Anda ada ada saja.”
“Gerak gerik tubuh seseorang itu
kelihatan loh kalau sedang jatuh cinta. Itu sifatnya alami. Juga pancaran
matanya.”
“Oh, begitu?”
“Iya, begitu.”
‘Jadi, menurut Anda pancaran mata
Mr. Maxmillian padaku seperti apa?”
“Ehm.. berbinar binar. Dia sering
memandangmu, itu sudah pasti. Dia memperhatikan betul tiap kali kau tersenyum,
tertawa atau sedang berbicara, dengan kata lain dia terpesona padamu dan tidak
mau mengalihkan pandangannya pada hal lain kecuali pada dirimu. Salah satu
tanda tanda orang sedang dimabuk cinta seperti itu. Jelas itu.”
“Tapi bagaimana Anda bisa
mengambil kesimpulan seperti itu padahal kita hanya ngobrol kurang dari dua
jam.”
“Itu memang kebiasaanku. Dari
dulu aku selalu begitu, selalu memperhatikan orang orang disekitarku, mencoba
menebak nebak karakter orang itu seperti apa kalau baru bertemu dengan orang
baru. Kalau sedang berkumpul di suatu pertemuan aku lebih suka diam dan memperhatikan
orang orang daripada banyak bicara.”
“Yah, mudah mudahan kesimpulan
Anda bernar, karena pastinya aku sangat gembira kalau itu benar,” Sandra
tersenyum.
“Mudah mudahan.” Mrs. Chen
mengangguk setuju, “ayo kita kembali ke rumah Mr. Raven.”
“Ayo.” Sandra mengangguk dan
mengikuti langkah Mrs. Chen menuju pintu kamar.
Lord Egar memperhatikan Rebecca
Chen sambil tersenyum. Ia saat ini sedang berada di ruang makan keluarga Chen.
Ia dipaksa Mrs. Chen untuk sarapan, padahal Lord Egar berencana sarapan di
luar. Tapi karena menghormati tuan rumah, Lord Egar akhirnya sarapan bersama
Mrs. Chen dan puteri kecilnya. Ia dibuatkan omellet telur oleh Mrs. Chen. Mr.
Chen sudah berangkat kerja pagi pagi sekali. Ia bekerja di pabrik mobil milik
perusahaan Jepang.
“Itu apa?” tanya Lord Egar
memperhatikan beberapa pigura yang ditumpuk di hadapan Rebecca,
“Ini pigura hasil karyaku.” Jawab
Rebecca.
“O, ya? Kenapa bikinnya banyak?”
“Karena mau aku jual.”
“Dijual?”
“Iya, untuk acara bazzar di
sekolah. Hasil penjualan piguraku nanti akan disumbangkan pada temanku Belinda.
Ayahnya baru dipecat dari pekerjaannya.”
“Di sekolah Becky memang seperti
itu. Rutin sebulan sekali diadakan acara Bazzar. Semua anak diberi kebebasan
untuk berkreasi membuat apa saja. Lalu kreasi mereka dijual diacara bazzar yang
diadakan di sekolah,” Mrs. Chen menjelaskan pada Lord Egar.
“Oh, begitu.”
“Ya. Keperluan amalnya berbeda
beda tergantung teman temannya membutuhkan apa. Kalau ada yang sakit, biasanya
disumbang untuk biaya pengobatan, pokoknya berbagai macam keperluan. Dan
sekarang kebetulan ayah Belinda baru dipecat dari pekerjaannya sementara
anaknya banyak, isterinya tidak bekerja, jadi guru Becky berinisiatif bulan ini
memberikan sumbangan pada Belinda. Guru Becky mengajarkan pada anak muridnya
untuk mempunyai jiwa sosial yang tinggi pada sesama, untuk saling tolong
menolong.”
“Kalau aku membeli piguramu
sekarang, boleh Becky?”
“Tidak,” Becky menggeleng. “Anda
harus datang ke acara bazzar dan membelinya di sana.”
“Dan kapan acara bazzarnya?”
“Minggu depan.”
“Wah, minggu depan aku sudah
pulang ke negaraku,” Lord Egar tersenyum.
“Tidak apa apa,” Mrs. Chen ikut
tersenyum, “ini bukan hal yang terlalu serius.”
“Selamat pagi,” Sandra tiba tiba
masuk ke dapur keluarga Chen.
“Selamat pagi Sandra.” Ujar Mrs.
Chen. “Wah kau cantik sekali pagi ini.”
“Memang kemarin tidak?” Sandra
tertawa, “aku datang ke sini karena ayah Philip ingin Mr. Maxmillian sarapan dirumahnya.”
“Dia sudah sarapan di sini.” Ujar
Mrs. Chen, “tapi kalau mau sarapan lagi di rumah Mr. Raven silahkan.”
“Tidak, terima kasih,” Lord Egar
tertawa, “aku sudah kenyang. Terima kasih banyak Mrs. Chen atas sarapannya yang
lezat.”
“Sama sama.”
“Aku mau membereskan tendaku
sekarang.” Ujar Lord Egar, “aku masih boleh menginap di sini Mrs. Chen?”
“Tentu, tidak masalah. Kau boleh
menginap selama kau mau.”
“Terima kasih.”
“Ya. Aku sekarang mau mengantar
Becky sekolah dulu. Sampai bertemu lagi.”
“Sampai bertemu Mrs. Chen,” ujar
Sandra dan Lord Egar berbarengan.
Mrs. Chen melambaikan tangannya
pada mereka kemudian mengambil pigura pigura Rebecca, sementara Rebecca sudah
berlari lebih dulu keluar rumah.
“Aku mau kembali ke rumah Philip,
sarapanku belum selesai.” Ujar Sandra setelah Mrs. Chen pergi.
“Oke,” Lord Egar mengangguk,
“acaramu hari ini apa Sandra?” tanya Lord Egar sebelum Sandra pergi.
“Aku tak tahu, mungkin pergi ke
museum. Philip ingin pergi ke museum.”
“Pergi ke museum?”
“Ya, memang kenapa?”
“Aku sebenarnya sudah membuka
kantor cabang baru untuk memasarkan boneka Princess Sabrina di Los Angeles
sini, dan aku ingin mengajakmu ke sana. Ada banyak stok yang sudah dikirim ke
sini. Aku ingin mengambil beberapa boneka itu untuk kuberikan pada Rebecca dan
teman temannya, menurutmu mereka akan suka?”
“Tentu saja,” Sandra tertawa,
“semua gadis muda akan suka boneka Princess Sabrina. Wah Anda baik sekali
memberi boneka itu pada Rebecca dan teman temannya.”
“Ini sebagai ucapan terima kasih,
karena aku sudah diperbolehkan menginap di sini.”
“Ya, tentu.” Sahut Sandra, “aku pergi sekarang. Nanti aku lihat apa aku
bisa pergi denganmu atau tidak. Tadi ada beberapa sepupu Philip datang, mungkin
Philip akan pergi dengan mereka, entahlah, lihat nanti.”
“Oke, nanti aku menyusul.”
“Oke.” Sandra tersenyum dan
berlalu.
Lord Egar menghabiskan kopinya
dulu sebelum akhirnya pergi ke rumah ayah Philip. Ia bermaksud akan membongkar
tendanya. Ia kemarin membeli tenda itu secara dadakan. Ia pergi membelinya
beberapa saat setelah ia tiba di rumah ayah Philip. Ia langsung pergi naik taksi
untuk membeli peralatan berkemah. Tapi ternyata tenda itu sudah tidak
diperlukan lagi sehingga harus dibongkar.
Sampai di halaman rumah ayah
Philip, ada banyak anak kecil main hide & Seek di sekitar tenda. Lord Egar
jadi ragu ragu mau membongkarnya.
“Aku baru membongkar tenda ini,”
ujar Lord Egar saat melihat ayah Philip menghampirinya.
“Cucu cucuku senang bermain di
sana, kurasa, kalau Anda tidak keberatan, tidak usah dibongkar dulu untuk
sementara waktu.”
“Menurut Anda begitu?”
“Ya.”
“Ini tidak membuat rumah Anda
jadi berantakan?”
“Tidak,” ayah Philip tertawa,
“lihatlah, anak anak itu senang bermain disana.”
“Kalau mereka suka, tenda itu aku
berikan pada mereka, aku tak membutuhkannya lagi.”
“Betulkah?” tanya ayah Philip
heran, “itu tenda mahal Mr. Maxmillian.”
“Tidak apa apa. Aku tidak mungkin
juga pulang dengan membawa peralatan berkemah seperti itu.”
“Baiklah kalau begitu, terima
kasih.”
“Ya, tentu.”
“Ayo masuk ke dalam, rumahku
sedang ramai karena keponakanku dan anak anak mereka sedang berkunjung ke
sini.”
“Tidak apa apa.”
Sandra nampak tersenyum padanya
di kejauhan. Ia berdiri di teras Mr. Raven yang asri. Melihat Sandra tersenyum
padanya seperti itu membuat Lord Egar sangat bahagia. Dan tiba tiba Lord Egar
tersadar. Ia ingin melihat senyum Sandra sesering mungkin. Ia ingin mendengar
suara Sandra setiap hari. Dan, saat ini, detiki ini, di halaman rumah Mr. Raven
yang luas, Lord Egar akhirnya tahu apa yang benar benar diinginkannya.
“Hai,” Sandra tiba tiba berjalan
ke arahnya. “Aku sudah bicara dengan Philip, Philip ingin pergi denganku.”
Lord Egar diam, perasaan kecewa
tiba tiba menerpa hatinya.
“Tapiii…. Sepupu sepupu Philip
memaksa Philip pergi dengan mereka sahingga aku bisa pergi denganmu.”
“Sungguh?”
“Ya.” Sandra mengangguk, “sebentar,
aku ambil tasku dulu.”
“Tentu,” Lord Egar tersenyum
senang.
“Jam makan siang kau harus sudah
pulang Sandra!” Philip nampak menjejeri langkah Sandra ketika Sandra keluar
dari rumah sambil menenteng tas tangannya. “Kau harus makan siang bersamaku!”
“Iya, aku pulang.”
Bermimpilah bisa makan siang bersama Sandra Mr. Raven. Lord Egar
memperhatikan mereka dari kejauhan. Karena
aku tidak akan membawa Sandra pulang sampai tengah malam nanti, sampai saatnya Sandra beristirahat.
“Kita pergi naik taksi?” Sandra
tersenyum ketika tiba di hadapan Lord Egar.
“Ya, kita naik taksi ke tempat
penyewaan mobil. Aku mau menyewa mobil selama kita ada disini agar lebih mudah
kemana mana.”
“Kedengarannya menarik,” ujar
Sandra. “Ayo.”
~ ~
Lord Egar menjemput Sandra di rumah kontrakannya pada hari Selasa jam sembilan pagi. Sandra bilang padanya bahwa hari Selasa ia off, sedangkan hari Rabu ia ada tugas terbang ke Paris.
”Maaf, aku tidak bermaksud…”
Kantor pemasaran boneka Princess
Sabrina yang baru dibuka Lord Egar terletak tidak jauh dari pesisir pantai
Santa Monica.
Kantor itu merupakan kantor pusat
pemasaran untuk wilayah Amerika. Gudang penyimpanan boneka Princess Sabrina - yang
sudah dipacking dan siap dijual -
cukup besar. Paling tidak ada lima gudang penyimpanan di sana.
Ada dua puluh orang yang bekerja
di kantor Pemasaran boneka Princess Sabrina di Los Angeles. Kantor itu pula
yang nanti akan memasok boneka Princess Sabrina ke toko mainan atau mal mal
yang ada di beberapa kota besar di California.
Yang bertanggung jawab atas
beroperasinya kantor tersebut adalah Benjamin Fred. Dulu, selama proses
pendirian kantor di sana Lord Egar sering berdiskusi dengan Mr. Fred. Lord Egar
hanya beberapa kali datang ke sana. Selebihnya komunikasi dilakukan lewat
telepon atau internet.
Mr. Fred gembira bosnya datang
mengunjunginya. Ia dengan segera menyuruh anak buahnya untuk menyiapkan tiga
kardus boneka yang diminta Lord Egar yang akan Lord Egar berikan pada Rebecca
Chen dan teman temannya.
Anak buah Mr. Fred langsung menaruh
boneka boneka itu di bagasi mobil yang disewa oleh Lord Egar. Lord Egar menyewa
mobil yang dikendarainya hingga ia kembali pulang ke Hall of City hari Selasa siang.
Lord Egar lalu memperkenalkan
Sandra pada Mr. Fred dan anak buahnya yang lain. Mereka lalu ngobrol dan berdiskusi
tentang penjualan boneka Princess Sabrina yang menurut mereka penjualannya
sangat bagus. Lord Egar akhirnya mentraktir mereka semua makan siang dengan
cara delivery order.
Selesai makan siang, Sandra dan
Lord Egar akhirnya mengunjungi beberapa tempat wisata seperti Walk of Fame, Olvera Street, Robertson
Boulevard dan Sunset boulevard.
Di Walk of Fame Sandra banyak mengambil foto nama nama public pigure yang ia idolakan. Nama
nama itu diabadikan di trotoar sepanjang 15 blok di Hollywood Boulevard dan 3
blok di Vine Street. Sandra cukup
banyak memborong souvenir yang dijual
di sana. Ia membeli souvenir itu
untuk teman teman kerjanya.
Acara shopping Sandra berlanjut
ke Olvera Street. Disana Sandra mencari oleh oleh untuk
keluarganya. Ia membeli kaos dan jaket untuk Matthew, Aaron dan ayahnya serta
membeli tas etnik cantik untuk ibunya dan ibu tirinya. Ia juga membelikan
Philip dan ayahnya jaket.
Olvera Street adalah jalanan pertama di Los Angeles. Olvera Street merupakan salah satu
tempat favorit untuk berbelanja. Bangunan di sana masih dijaga keasliannya.
Dari Olvera Street, Sandra lanjut berbelanja di kawasan Robertson Boulevard. Sandra ingin
membeli oleh oleh untuk Bianca, Casey, Ivanka dan Sassy. Sandra berhasil
menemukan syal dan mantel bulu yang halus untuk mereka. Ia juga membeli syal
rajut untuk Lord Egar dan langsung memakaikan syal itu pada Lord Egar.
Lord Egar hanya menemani Sandra
berbelanja, ia tak membeli apa apa. Ia lebih sering mengambil foto Sandra saat
berjalan di trotoar di sepanjang Walk of
Fame, atau sedang sibuk menenteng tas belanjaannya di Olvera Street dan Robertson
Boulevard. Di sela sela belanja, mereka sempat makan es krim dan makan
pasta.
Menjelang senja Lord Egar
mengarahkan mobil sewaannya ke Sunset
Boulevard. Disana mereka menyaksikan keindahan matahari terbenam, hingga
akhirnya mereka makan malam di sebuah restoran eksklusif, masih di Sunset Bolevard.
Philip marah marah ketika Sandra
pulang lewat jam sepuluh malam. Ia tadi siang terus terusan menelepon Sandra
tapi Sandra bilang handphonenya tidak
aktif karena lupa menchargernya.
Walau mendapat omelan dari
Philip, Sandra tetap merasa gembira, karena bisa menghabiskan waktu dengan Lord
Egar ditempat indah dan eksotik - di salah satu kota tersibuk di dunia -
seharian. Sandra tak akan pernah melupakan kebersamaannya dengan Lord Egar hari
ini.
Setelah hari Minggu kemarin
Sandra jalan jalan seharian dengan Lord Egar, maka pada hari Senin Sandra meluangkan
waktunya untuk menemani Philip jalan jalan.
Philip pergi berdua dengan Sandra
dengan menggunakan mobil ayahnya. Sandra tidak berani mengajak Lord Egar pergi
karena Philip pasti tidak akan mengijinkan., - mengingat Lord Egar yang sudah
membawa Sandra pergi seharian kemarin-.
Namun walau Lord tidak ikut
dengannya, Sandra terus berkomunikasi dengan Lord Egar dengan saling mengirim
pesan.
Seperti rencana semula, Philip
mengajak Sandra ke beberapa museum yang ada di Los Angeles. Kegiatan jalan jalan
ke museum menurut Philip adalah salah satu kegiatan yang disenangi ibunya saat
ibunya masih hidup dulu sehingga Philip sering terkenang ibunya kalau sedang jalan
jalan ke museum seperti ini.
Setidaknya ada tiga museum yang
mereka kunjungi; Los Angeles County
Museum of art, La Brea Tar Pits Museum dan The Grammy Museum.
Los Angeles County Museum of Art adalah museum seni terbesar yang berada di
Amerika serikat bagian barat. Terdapat lebih dari 150.000 karya seni sepanjang
sejarah hingga saat ini. Karya seni yang ada disana bukan hanya dari Amerika
tapi dari beberapa negara lainnya seperti Cina, Mesir, Yunani dan negara
lainnya. Koleksi seni yang ditampilkan antara lain patung dan keramik antic
karya seniman asal Jepang, Cina dan Korea.
La Brea Tar Pits Museum adalah wisata museum yang menampilkan
tentang sejarah fauna di California. Fauna fauna tersebut dipamerkan dalam
bentuk skelator seperti serigala, macan, unta dan yang lainnya.
The Grammy Museum adalah sebuah museum interaktif dan edukasional
mengenai sejarah dan pemenang Grammy Awards. Informasi mengenai Grammy Awards
bisa didapat melalui multimedia layar sentuh, video dan booth rekaman. Terdapat juga kostum, alat musik, lirik lagu dengan
tulisan asli, piringan hitam sampai rekaman audio dan video.
Selesai mengunjungi museum mereka
makan pizza, lalu Sandra melanjutkan acara belanjanya karena kemarin ia belum
belanja untuk kepentingannya sendiri.
Saat Sandra dan Philip jalan
jalan, Lord Egar memutuskan untuk tinggal di kamar keluarga Chen tempat ia menginap.
Ia berkomunikasi dengan anak buahnya dari sana dengan melalui internet. Ia
menerima laporan dari perusahaan konstruksi tentang perkembangan perusahaan. Ia
juga menerima laporan tentang penjualan boneka Princess Sabrina dari kantor
pusat pemasarannya di Redwood. Dan ia
juga menerima laporan dari sekretaris pribadinya di kantor Governor Hall of City.
Lord Egar masih bekerjasama
dengan salah satu pabrik mainan di Fillmore Green yang terletak di Redwood
untuk memproduksi boneka Princess Sabrina. Kini kemasan boneka Princess Sabrina
bisa ditemukan dalam pakaian berkuda, memakai baju balet dan memakai baju
princess, tidak dalam kemasan pakaian bayi lagi.
Ia hanya menyewa alat produksi
saja karena seluruh bahan untuk memproduksi boneka Princess Sabrina ia yang
menyediakan.
Khusus untuk usaha boneka
Princess Sabrina ia punya kantor sendiri yang terletak tidak jauh dari pabrik
mainan yang ia sewa. Tapi bukan ia yang menjalankan secara langsung usahanya
dari sana. Ia hanya terus menerima laporan. Tentang berapa biaya yang harus ia
keluarkan untuk suatu produksi secara berkala juga tentang keuntungan yang ia
raih juga secara berkala.
Kantor utama Lord Egar adalah di
perusahaan konstruksinya. Ia juga berkantor di kantor governor Hall of City. Hanya kedua tempat itu yang sering didatangi
oleh Lord Egar.
Lord Egar mengambil boneka
Princess Sabrina sebanyak tiga kardus dari kantor pemasaran di Santa Monica.
Satu kardus isinya kurang lebih lima puluh boneka. Ia memberikan dua kardus
pada Mrs. Chen, dan mempersilahkan Mrs. Chen nanti mau memberikannya pada
siapa. Satu kardus lagi ia berencana memberikannya pada teman Rebecca yang
bernama Belinda.
Maka untuk pergi ke rumah
Belinda, ia menunggu Rebecca pulang sekolah. Rebecca senang sekali mendapat
boneka dari Lord Egar. Ia mengucapkan terimakasih. Ia loncat loncat saking
gembiranya. Ia lalu menelepon sahabat sahabatnya dan mengatakan pada sahabat
sahabatnya bahwa mereka juga akan mendapatkan boneka Princess Sabrina seperti
dirinya.
Rebecca lalu mengantar Lord Egar
ke rumah Belinda dengan menggunakan mobil sewaan Lord Egar. Mrs Chen tidak bisa
ikut karena sedang memasak.
Rumah Belinda terletak beberapa
blok dari rumah Rebecca. Seperti Rebecca, Belinda juga senang mendapat boneka
Princess Sabrina. Ia akan membagi bagikan boneka itu pada saudara saudaranya.
“Ayahmu ada Belinda? Aku ingin
bicara.” Ujar Lord Egar setelah ia menyerahkan boneka Princess Sabrina pada
Belinda. Mrs. Travis, ibu Belinda sedang membuatkan minum untuk Lord Egar.
“Ada di kamar,” ujar Belinda
sambil tersenyum, “sebentar aku panggilkan.”
“Ya, terima kasih.”
Tidak lama kemudian Mr. Travis
datang menghampiri Lord Egar. “Selamat sore, aku Alex Travis, Belinda bilang
kau mencariku?”
“Ya, Mr. Travis, aku Egar
Maxmillian, aku tamu di rumah keluarga Chen.”
“Wah, pantas ada Becky main ke
sini, apa kabar Sayang?” Mr. Travis tersenyum pada Rebecca.
“Kabar baik Mr. Travis.”
“Ini minum Anda,” Mrs. Travis
datang membawakan minum untuk Lord Egar.
“Terima kasih.” Lord Egar duduk
kembali setelah tadi berdiri untuk menyalami Alex Travis.
“Begini,” ujar Lord Egar setelah
Mr. Travis duduk dihadapannya. “Rebecca bilang, Anda sedang tidak bekerja
sekarang.”
“Ya, aku kena pemutusan hubungan
kerja. Aku kerja di perusahaan property. Perusahaan kami biasanya menerima tender
dari para klien untuk membangun suatu gedung, mal atau semacam itu, tapi akhir
akhir ini sedang tidak ada klien sehingga kami menganggur tiap harinya, tidak
banyak yang bisa kami lakukan. Bosku menekan pengeluaran dengan merumahkan
beberapa karyawannya termasuk aku.”
“Anda bekerja di bagian apa?”
“Hanya pekerja kasar biasa, aku
kerja di lapangan.”
“Ehm, kalau Anda berminat,
mungkin Anda bisa kerja ditempatku?”
“Tentu saja, aku sedang sangat
butuh pekerjaan sekarang. Anakku lima, aku dan isteriku menganggur. Kami sedang
mengalami kesulitan saat ini.”
“Ya,” Lord Egar mengangguk,
“kantorku ada di Santa Monica, kantor di sini memasarkan boneka boneka ini,”
tunjuk Lord Egar pada salah satu boneka Princess Sabrina “ke toko mainan atau
supermarket atau toko lainnya yang mau menjual boneka ini.”
“Tentu, tidak masalah tuan, pekerjaan
apapun itu tidak masalah bagiku.”
“Aku tidak tahu bagian yang cocok
untukmu di sana apa, biar Mr. Fred yang memutuskan. Ia yang bertanggung jawab
untuk kantor pemasaran di sini. Ia juga yang menentukan gajimu nanti. Aku tidak
ikut campur dalam hal ini. Tapi aku bisa pastikan bahwa gajinya disesuaikan
dengan gaji pekerja lainnya. Sesuai dengan standard di kota ini.”
“Tentu tuan, tidak masalah. Kapan
aku bisa mulai bekerja?”
“Besok juga sudah bisa kalau Anda
siap.”
“Aku siap. Aku siap sekali.
Beberapa hari ini aku terus melamar kesana kemari tapi aku belum mendapat
kesempatan dimanapun.”
“Bagus, kalau Anda siap.” Lord
Egar tersenyum. “Kalau begitu Anda bisa bekerja secepatnya.”
“Alamat kantornya dimana tuan?
Biar aku datang ke sana besok.”
“Kau ikut denganku saja ke sana
sekarang. Aku mau pamit pada Mr. Fred karena besok aku meninggalkan LA.”
“Baik, aku ganti baju sebentar.
Terima kasih banyak tuan atas bantuannya. Aku sangat menghargainya.”
“Sama sama Mr. Travis.”
Setelah Mr. Travis siap, Lord
Egar dan Mr Travis akhirnya pergi menggunakan mobil sewaan Lord Egar. Lord Egar
pulang dulu ke rumah keluarga Chen untuk mengantarkan Rebecca pulang. Ia dan
Mr. Travis lalu pergi ke Santa Monica. Disana Mr. Travis ia perkenalkan pada
Mr. Fred.
Ketika Lord Egar mau pulang, Mr.
Travis menolak untuk ikut pulang bersamanya. Ia bilang Lord Egar tak perlu
khawatir tentang dirinya karena nanti ia bisa pulang naik bis. Mr. Travis
berterima kasih sekali lagi pada Lord Egar karena sudah memberinya kesempatan.
Mr. Travis masih tinggal di kantor pemasaran itu lebih lama. Ia ingin melihat
situasi kantor dan ingin tahu jenis pekerjaan apa yang ditugaskan Mr. Fred
padanya besok.
Lord Egar akhinya pamit pada Mr.
Travis dan Mr. Fred. Ia lalu pergi ke tempat penyewaan mobil tempat ia menyewa
mobil dan mengembalikan mobil yang disewanya.
Ia lalu pulang ke rumah keluarga
Chen dengan menggunakan taksi.
Sandra berseru senang saat ayah
Philip meminta Sandra untuk memanggilkan Lord Egar makan malam dirumahnya.
Dengan penuh semangat Sandra langsung pergi ke rumah keluarga Chen.
Seharian ini ia kangen sekali
pada Lord Egar. Walau mereka berdua terus terusan berkomunikasi dengan saling
mengirim pesan, tapi tetap saja Sandra merasa kangen.
Sandra masuk ke rumah keluarga
Chen dengan melalui pintu dapur, seperti saat memanggil Lord Egar kemarin pagi
untuk sarapan, tapi ia terkejut ketika di rumah keluarga Chen sedang ada tamu.
Keluarga Chen dan tamunya sedang duduk di meja makan sambil tertawa tawa. Lord
Egar ada di antara mereka.
“Sandra, hai,” seru Mrs. Chen
saat melihat Sandra, “masuklah, ayo makan bersama kami.”
“Tidak usah, terima kasih, aku ke
sini untuk memanggil Mr. Maxmillian karena ayah Philip memintaku untuk
memanggilnya.”
“Ooh.” Sahut Mrs. Chen.
“Aku nanti datang ke sana,” ujar
Lord Egar, “o, iya perkenalkan ini Mr. Travis dan ini isterinya.”
Sandra menyalami mereka dengan
ramah, “hai, aku Sandra, senang bertemu dengan kalian.”
“Kami juga senang bertemu
denganmu,” Mrs. Travis tersenyum.
“Mr. Maxmillian baru menawarkan
pekerjaan pada Mr. Travis, jadi ia dan isterinya datang ke sini untuk
mengucapkan terima kasih.” Ujar Mr. Chen menjelaskan.
“O, ya?” senyum Sandra, “itu
bagus.”
“Anda isteri Mr. Maxmillian?”
tanya Mr. Travis tiba tiba pada Sandra.
Sandra kaget, begitupun Lord
Egar, mereka saling bertatapan tanpa tahu harus bilang apa.
“Doakan saja mereka bisa cepat
menikah,” Mrs. Chen tertawa, “mereka pasangan yang cocok bukan?”
“Tentu,” jawab suami isteri Travis
berbarengan.
Sandra merasa wajahnya panas,
“aku harus pergi sekarang.” Pamit Sandra, “Philip dan ayahnya menungguku.”
“Tentu, silahkan.” Ujar Mrs.
Travis sambil tersenyum.
Sandra segera berlalu dari dapur
keluarga Chen dan menutup pintu.
Aku, isteri Mr. Maxmillian? Ujar Sandra dalam hati, ada ada saja. Kalau benar begitu, aku bisa
dimusuhi oleh Dawn, Karen atau teman teman pramugariku yang lain yang tidak
rela pria idaman mereka jadi milikku. Belum
lagi wanita lainnya se-Hall of City atau
se-Fillmore Green mereka pasti tidak
rela pria pujaan mereka menikah dengan orang seperti aku. Keselamatanku bahkan
bisa jadi terancam. Aku bisa saja diculik oleh sebagian dari para wanita yang
patah hati itu dan aku dilenyapkan dari muka bumi ini.
Sandra termenung sambil berjalan
tanpa sadar Lord Egar sudah menjejeri langkahnya. Tangan Lord Egar meraih
tangan Sandra dan menggenggamnya.
“Aku merasa tidak enak kalau
tidak memenuhi undangan ayah Philip karena kemarin aku menolak sarapan dengannya.
Apalagi besok kita sudah pulang.” Ujar Lord Egar sambil melangkah di samping
Sandra.
“Ya, Anda betul,” ujar Sandra. “Tamu
tamu Anda bagaimana?”
“Mereka sudah pamit padaku,
sebentar lagi mereka pulang.”
“Oh.” Sandra lalu terdiam, “ehm ngomong
ngomong, Anda memberi Mr. Travis pekerjaan. Memang ia tak bekerja?”
“Tidak, ia sedang tidak bekerja.”
“Anda tahu darimana ia tak
bekerja?”
“Dari Rebecca. Puteri suami
isteri Travis teman sekolah Rebecca.”
“Oh.”
“Bagaimana acara jalan jalanmu
hari ini?”
“Cukup oke dan cukup melelahkan,”
Sandra tersenyum.
“Bisakah kalian cepat sedikit?”
Philip berdiri di depan teras sambil memandang Sandra dan Lord Egar kesal.
“Makananku sudah mau dingin. Ayah tidak memperbolehkan aku makan kalau kalian
belum datang!” Gerutunya sambil kembali ke dalam rumah.
Sandra tertawa, ia lalu menarik
tangan Lord Egar untuk segera memasuki rumah ayah Philip.
“Mr. Maxmillian, terima kasih
tendanya, cucu cucuku suka sekali dengan tenda itu. Mereka mengundi siapa
duluan yang bisa memakai tenda itu untuk mereka dirikan di depan rumah mereka.
Anda sudah memberi mereka ide.”
“Sama sama Mr. Revan. Aku senang
kalau cucu cucu Anda menyukainya.”
“Iya, mereka sangat antusias. Ayo
silahkan duduk, ayo kita makan. Tidak setiap hari aku kedatangan tamu orang
orang seperti kalian. Kalian menyenangkan,” ujar Mr. Revan pada Sandra dan Lord
Egar. “Kalian besok sudah pulang ya?”
“Iya.” Sandra mengangguk.
“Sama sama lagi pulangnya?”
“Aku tidak dapat tiket untuk jam
penerbangan Sandra dan Philip,” ujar Lord Egar sambil mengambil kentang bubuk
dan mencampurnya dengan irisan wortel, buncis dan daging cincang.
“Kok bisa begitu?”
“Aku pergi ke sini dadakan, tidak
jauh jauh hari jadi kehabisan tiket untuk pulang bareng.”
“Dan mereka tidak dadakan?” tanya
ayah Philip.
“Tidak ayah, aku dan Sandra sudah
membeli tiket lebih dulu.” Jawab Philip malas.
“Jadi jam berapa penerbanganmu
besok?”
“Siang, aku dapat tiket untuk
penerbangan siang hari sementara Sandra dan Philip pagi hari.”
“Tiket ekonomi?” tanya ayah
Philip lagi.
“First class.” Sandra dan Philip menjawab berbarengan. Mereka tidak
tahu tiket Lord Egar apa, mereka cuma menebak.
“First Class?” Ayah Philip terkejut. “Benarkah?”
Lord Egar tersenyum, “yeah, first class.”
“Pekerjaanmu pasti asik sekali di sana.”
Komentar ayah Philip.
“Ayah, ayah tahu siapa produsen
mobil Maybach Exelero di Hall of City?” tanya Philip.
“Mr. Maxmillian? Itu pekerjaannya
yang asik?”
“Bukan.”
“Lalu siapa?”
“Kan aku yang bertanya pada ayah
barusan.”
“Hah, kau ini.”
“Intinya, Mr. Maxmillian adalah
salah seorang pejabat di Hall of City.
Ia juga pengusaha sukses.” Jelas Philip. “Ya, ayah bisa perkirakan berapa
jumlah kekayaan seorang pejabat dan pengusaha sukses sekaligus.”
“Pejabat?”
“Ya, dia governor Hall of City?”
“Governor?” Ayah Philip berteriak kaget. “Aku menyediakan makan
malam kentang bubuk, irisan buncis, irisan wortel, daging cincang dan ayam
goreng untuk seorang governor Hall of
City?’
“Tidak apa apa Mr. Revan, ini
enak sekali, terima kasih.” Lord Egar tersenyum.
“Dan kau kemarin malam membiarkan
seorang governor Hall of City mau bertenda di depan rumah kita?
Kau kurang ajar sekali Philip.”
“Ayah, dia sedang bertualang
ayah. Itu memang kemauannya.”
“Tidak apa apa Mr. Raven aku
berterima kasih pada Philip karena mau direpotkan dengan kehadiranku.” Ujar
Lord Egar lagi.
“Tuh, ayah dengar kan!”
“Ya baiklah, tapi sayang sekali
kalian besok pulang, padahal kalian belum main ke barku.” Ujar ayah Philip
sambil memperhatikan Sandra, Lord Egar dan Philip makan.
“Ini masih sore, bagaimana kalau
kita pergi ke sana setelah makan?” usul Lord Egar.
“Menurutmu begitu?” ayah Philip
tertawa senang. “Kalau kalian tidak keberatan, mari kita pergi.”
“Tidak, aku tidak keberatan,”
ujar Sandra.
“Aku juga,” jawab Philip.
“Bagus, aku mau ambil kunci
mobilku dulu.”
~ ~
BAB SEMBILAN
Rasanya nyaman berada di rumah
lagi. Sandra lebih suka menghabiskan waktunya di kamar untuk beristirahat kalau
kebetulan sedang libur. Sesekali ia dan Casey makan malam di luar kalau kebetulan
Casey sedang malas masak.
Jumat malam ini Sandra tiduran di
kamarnya lagi. Kadang ia melihat film di laptopnya, kadang mendengarkan musik,
kadang membaca novel favoritnya. Kalau ia sedang ingin menonton televisi, ia
biasanya menontonnya di ruang tengah. Tapi sekarang Sandra sedang malas nonton
televisi, ia lebih suka tiduran sambil mendengarkan musik favoritnya lewat earphone.
Sudah sebulan ini Sandra tak
pernah bertemu Lord Egar lagi, tepatnya sejak mereka liburan bersama ke Los
Angeles. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing masing. Bahkan berhubungan lewat
telepon pun tidak.
Tapi entah kenapa, Sandra merasa
yakin Lord Egar memikirkan dirinya seperti ia juga memikirkan Lord Egar. Sandra
dapat merasakan kalau Lord Egar sayang padanya.
Semua perhatiannya padanya selama ini menunjukkan hal itu. Perhatiannya
tulus dan tidak dibuat buat. Ia benar benar perduli pada diri Sandra. Tapi
entah kenapa, sepertinya ada suatu penghalang dari diri Lord Egar yang membuat hubungan
mereka tidak bisa lebih dari seorang teman.
Sandra merasa yakin bahwa dugaan
Philip bahwa Lord Egar hanya ingin bersenang senang dengannya salah. Selama
bersama Lord Egar di Los Angeles kemarin, ia sangat sopan pada Sandra.
Tindakannya terjaga dan tidak berlebihan. Ia memperhatikan Sandra sekaligus
memberi batasan yang tegas.
Jadi kesimpulan Sandra saat ini
adalah Lord Egar sangat menyayanginya tapi tidak bisa membuat hubungan mereka
lebih dari sekedar teman. Pada mulanya, Sandra tak begitu perduli tentang hal
itu, tapi akhir akhir ini perasaannya mulai sering terganggu. Ia mulai
merasakan rasa sakit seperti yang Philip khawatirkan. Philip pernah bilang agar
Sandra jangan berharap banyak pada Lord Egar karena ia akan terluka. Dan luka
itu memang mulai dirasakan oleh dirinya.
Tiba tiba saja Sandra jadi marah.
Ia marah karena dirinya dan Lord Egar saling merindukan tapi mereka tidak bisa
bersama. Ia ingin membuang batasan yang dibuat Lord Egar, membuang atau
mencampakkan jauh jauh batasan itu dari diri Lord Egar agar mereka bisa bersama
seperti yang mereka inginkan. Tapi Sandra tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya.
Karena hubungan yang baik dan
harmonis butuh dua orang yang berusaha, bukan hanya satu orang. Kalau hanya
Sandra sendiri yang berusaha, ia akan merasa lelah dan pada akhirnya nanti,
akan menyerah.
Sandra akhirnya bangun dari
tidurnya. Ia ingin meminum jus buah untuk menenangkan pikirannya.
Ia turun ke bawah, membuka kulkas
dan menuang jus mangga ke dalam gelas kaca bening dan meminumnya.
Ia melirik ke arah ruang televisi
di lantai bawah. Casey nampak serius memperhatikan acara di televisi.
“Acara apa Case?” tanya Sandra
sambil menghampiri Casey.
“Oh, ini, red carpet pemutaran pertama film The Lost Village, aku sedang terpukau dengan baju baju yang
dikenakan para selebritis perempuan yang cantik dan seksi.”
“The Lost Village? Film dalam negeri atau film luar?”
“Film dalam negeri. Selain
selebritis yang datang, tamu undangannya terdiri dari beberapa pejabat Hall of City. Kayaknya tadi Lord Egar
juga datang.”
“Ya iyalah, dia kan governor di sini.” Sahut Sandra sambil
tersenyum.
“Dia datang dengan Faye.”
Oh sial, Sandra menggerutu dalam hati. “Faye pakai baju apa?”
“Rancangan Annamarie.”
“Fiuuh, dia perancang termahal di
Fillmore Green saat ini. Harga bajunya selangit. Bianca mulai sering memakai
baju rancangannya.”
Casey tertawa. “Satu baju
rancangan Annamarie yang Bianca pakai adalah satu tahun gajiku. Kalau aku nekad
beli baju rancangannya, aku bakalan tidak makan selama setahun.”
Sandra ikut tertawa mendengar
kata kata Casey. “Tapi siapa tahu suatu hari nanti kau bisa memakai baju
rancangannya Casey. Siapa tahu.”
“Hah, jangan bermimpi Sandra. Aku
harus punya suami kaya raya seperti Prince Larry dulu baru bisa pakai baju
rancangan Annamarie.”
“Siapa tahu suamimu nanti kaya raya.”
“Bagiku itu tidak penting, yang
penting dia sayang padaku dengan tulus dan aku menjadi orang paling penting dan
berharga dalam hidupnya.”
“Oh, so sweet. Ngomong ngomong ada kemajuan dengan Luke?”
“Kemajuan apa?”
“Seperti misalnya, dia putus dengan
pacarnya sehingga kau punya harapan dengannya.”
“Tidak, Luke malah sudah
memperkenalkan pacarnya pada orangtuanya. Orangtua Luke mendesak Luke untuk
segera menikah.”
“O, ya?”
“Ya.”
“Jangan bersedih, tetap semangat,
masih banyak pria lain selain Luke.”
“Kau benar.” Ujar Casey.
“Bagaimana kalau Matthew?”
“Sandra, aku kan sudah bilang aku
setuju kencan dengan Matthew, tapi dia tak pernah datang ke sini.”
“Matthew sedang sibuk ujian.
Nanti kutelepon dia agar besok main ke sini dan pergi denganmu.”
“Dia mungkin kurang menyukaiku,
teman teman wanitanya di kampus pasti jauh lebih menarik dariku.”
“Ah, itu gampang, kalau dia tak
suka padamu, ya sudah, kencannya tidak usah dilanjutkan.”
“Kau sendiri, kenapa tidak pernah
kencan?” Casey memperhatikan Sandra yang kembali meminum jus mangganya.
Sandra diam saja ditanya seperti
itu.
“Oh.. aku tahu, kau tak perlu
kemana mana karena teman kencanmu ada di rumah ini.”
“Di rumah ini?” Sandra terkejut.
“Maksudmu Philip?”
“Iya. Kalian bahkan liburan
bareng ke Los Angeles sebulan lalu.”
“Tidak Casey, kami cuma
berteman.”
“Kau pikir aku percaya.”
“Aku serius. Kami cuma berteman.”
“Ya sudah, terserah kau saja.
Kalau menurutmu begitu ya sudah. Tapi dari yang kuperhatikan Philip sangat
perhatian padamu. Sangat perduli padamu.”
“Iya sih, tapi orang yang
kucintai sebenarnya bukan dia.” Ujar Sandra pelan.
“Lalu siapa?”
“Aku belum bisa cerita sekarang,
tapi nanti pasti kuceritakan padamu.”
“Janji?”
“Ya. Aku janji.”
Casey tersenyum menatap Matthew
ketika akhirnya Matthew datang ke rumah kontrakan mereka dua hari setelah
percakapannya dengan Sandra di ruang televisi kemarin.
“Hai aku Casey Carlton,” ujar
Casey sambil tersenyum. “Carlton nama keluarga ibuku. Aku tidak tahu siapa nama
keluarga ayahku karena aku tak pernah mengenal mereka.”
“Hai, aku Matthew. Ibumu orangtua
tunggal?” tanya Matthew.
“Ya, tapi dia sudah meninggal
ketika aku berusia sembilan tahun karena sakit.”
“Aku ikut berduka.”
“Terima kasih.”
“Duduk Matt, kau mau minum apa?”
tanya Sandra pada adiknya.
Matt langsung duduk di ruang
tamu.
“Air putih saja. Terima kasih
Sandra.”
“Oke.” Sandra segera berlalu ke
arah dapur untuk mengambil air putih buat Matthew.
Casey duduk di hadapan Matthew
dan memperhatikan Matthew. Casey terpukau dengan ketampanan Matthew. “Kau
seorang model?” tanya Casey.
Matthew tertawa, “bukan, aku
mahasiswa biasa.”
“Kau harusnya jadi seorang
model.”
“Tidak, aku tidak tertarik.”
“Kau bisa menghasilkan uang dari
sana. Kenapa kau tidak memanfaatkan hal itu? Saat kau punya kesempatan untuk
melakukan itu lakukanlah, karena orang lain yang ingin melakukannya mungkin
tidak punya kesempatan yang sama denganmu.”
“Casey, apa apain ini,” Protes
Sandra. “Matt baru datang dan kau langsung mempengaruhinya untuk jadi seorang
model?”
“Karena tubuh dan wajahnya
mendukung itu Sandra.”
“Matt mau jadi pengacara, bukan
jadi model.” Protes Sandra.
“Menurutku tidak apa apa jadi
pengacara sekaligus model. Pengacara pekerjaan tetapnya dan model pekerjaan
sambilannya.”
Matt hanya tersenyum. Ia menerima
gelas yang berisi air putih yang disodorkan Sandra padanya dan langsung
meminumnya.
“Hey, aku punya ide. Salah satu
Klien Luke adalah salah satu pemilik agensi model terbesar di Hall of City, namanya Mr. Humberto, mau
kukenalkan kau padanya?”
“Casey!” Sandra berteriak kesal.
“Oke, baiklah.” Casey lalu
mengambil jaket dan mengenakannya. “Kita akan pergi kemana?” tanya Casey
kemudian pada Matthew.
“Kau yang mengetahui seluk beluk Hall of
City, aku bukan penghuni kota ini,” Matt tersenyum, “kau yang
menentukan.”
“Kalau begitu kita makan jajanan
di pinggir jalan saja. Aku lapar.”
“Kita perlu naik mobil?” tanya
Matt.
“Tidak usah, jalan kaki saja.
Tidak jauh dari sini ada food street
yang menjajakan banyak makanan yang yummy
yummy. Wilayahnya cukup ramai dan jadi tempat hangout anak muda di sini.”
“Oke, tidak masalah.” Matt
berdiri dari duduknya.
“Kami pergi dulu Sandra,” Casey
melambaikan tangannya pada Sandra.
“Selamat bersenang senang,”
Sandra tersenyum pada mereka.
Casey mengajak Matthew makan di
sebuah kedai yang menjual makanan cepat saji. Ia memesan dua porsi fishs and chips, yaitu kentang goreng
dan ikan goreng renyah lengkap dengan saus tartarnya,
ia juga memesan grilled cheese, roti
bakar dengan isi keju yang sangat banyak hingga kejunya meleleh. Ia juga
memesan satu bucket ayam goreng
renyah untuk camilan. Untuk minumannya ia memesan dua cup coke besar.
“Kau yakin bisa menghabiskan ini
semua?” tanya Matthew.
“Aku lapar,” Casey tertawa, “ayo
kita makan.”
Casey dan Matthew akhirnya makan
dengan lahap.
“Kata Sandra, kuliahmu hampir
selesai.” Ujar Casey disela sela ia makan.
“Ya, ini tahun terakhirku.”
“Sandra hebat ya bisa membiayai
kuliahmu dan Aaron, aku sangat salut padanya.”
“Ya, dan aku akan berusaha untuk
tidak mengecewakannya. Setelah lulus nanti aku akan melamar pekerjaan di firma
hukum yang oke dan bekerja dengan serius dan sungguh sungguh.”
“Itu bagus, tapi sementara
menunggu kau lulus, mungkin kau bisa mencari uang tambahan dengan menjadi
model.”
“Casey, jangan mulai lagi, kau
lihat tadi, Sandra tidak suka aku bekerja. Ia ingin aku fokus belajar.”
“Sandra jangan sampai tahu. Kau
melakukan ini diantara waktu luangmu saja. Kau negosiasi dengan Mr. Humberto
bahwa kau bisa bekerja dengannya saat waktu luangmu saja, Mr. Humberto pasti
mengerti.”
“Mr. Humberto?”
“Iya, pemilik agensi model yang
aku ceritakan tadi.”
“Tapi dia belum tentu mau
menerimaku.”
“Nanti aku bujuk dia, aku pernah
bertemu dengannya beberapa kali saat mengantar Luke pergi ke kantornya, aku
cukup kenal baik dengannya.” Casey tiba tiba mengeluarkan handphonenya.
“Kau mau apa?” tanya Matthew
heran.
“Memotomu,” Casey tersenyum. Ia
lalu mengambil foto Matthew beberapa kali. “Coba saja dulu Matt, oke, nanti aku
hubungi kau lagi kalau aku sudah berbicara dengan Mr. Humberto.”
“Oke,” jawab Matthew sambil
menggigit grilled cheesenya dan
memakannya dengan lahap.
“Luke itu siapa?” Matthew
bertanya pada Sandra dari belakang kemudi mobilnya saat ia mau pulang ke
asramanya. Matthew tidak mau menginap. Ia memutuskan untuk langsung pulang
setelah mengantar Casey pulang. Sekarang Casey sudah berada di kamarnya.
“Luke? Memang kenapa?” Sandra
balik bertanya.
“Sepanjang makan tadi, Casey
terus terusan menyebut nama Luke. Aku bisa ambil kesimpulan bahwa Luke adalah
rekan kerjanya, tapi kupikir pasti lebih dari itu.”
“Yeah, Luke adalah pria yang
disukai Casey saat ini.”
“Jadi, kau mengatur kencanku
dengan wanita yang menyukai pria lain?”
Sandra hanya tersenyum, “aku
hanya berusaha. Kupikir kalian bisa bersenang senang. Aku bahagia melihat
kalian pergi berdua seperti tadi.”
“Tapi aku tak punya kesempatan.
Kalau benar Casey menyukai pria yang bernama Luke itu, aku tak punya
kesempatan.”
“Hey, siapa tahu perasaan Casey
berubah dan ia mulai menyukaimu.”
“Casey tertarik padaku untuk
menjadikan aku sebagai model bukan tertarik karena aku seorang laki laki.”
Sandra tertawa. “Sudahlah, jangan
dianggap terlalu serius. Kalau kencan kalian tak berhasil, ya sudah.”
Matthew tersenyum, “Kau benar,
ngomong ngomong kemarin aku sempat mampir ke rumah ayah. Ayah hanya tiga hari
di rumah sakit.”
“Ya, ayah juga sudah
meneleponku.”
“Ayah berpesan padaku kalau
bertemu denganmu lagi, ucapkan terimakasih padamu karena kau tidak mau menerima
lagi uang deposit yang dikembalikan oleh rumah sakit sehingga ayah yang
menerimanya.”
“Ayah membutuhkan uang itu.”
“Ya, kau benar. Bagaimana kalau
kapan kapan kita berkunjung ke rumah ayah bersama sama, lalu berkunjung juga ke
restoran tempat ibu bekerja?”
“Tentu, nanti kulihat waktu luangku
kapan, nanti kau keberitahu.”
“Oke, aku pulang sekarang.”
“Hati hati mengemudi, Matt. Peluk
cium untuk Aaron.”
Matthew tertawa, “Aaron bukan
anak kecil lagi, dia pasti tidak mau kau memeluk dan menciumnya seperti
kebiasaanmu dulu.”
“Tetap akan kulakukan kalau aku
bertemu dengannya.” Sandra ikut tertawa.
“Sekarang masuklah, di luar dingin,”
ujar Matthew sambil menyalakan mobilnya.
“Oke, bye Matthew, aku mencintaimu.”
“Bye Sandra, aku juga mencintaimu.”
Mobil Matthew baru berlalu dari
hadapan Sandra ketika handphone
Sandra berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Sandra melihat ke handphonenya, dan langsung tersenyum
lebar, ternyata pesan dari Lord Egar.
Jadi, kapan aku bisa mencicipi burger bikinan ibumu yang enak itu?
Lord Egar menjemput Sandra di rumah kontrakannya pada hari Selasa jam sembilan pagi. Sandra bilang padanya bahwa hari Selasa ia off, sedangkan hari Rabu ia ada tugas terbang ke Paris.
Lord Egar mengendarai sendiri
mobilnya dan tidak diantar supir. Seperti saat menjenguk ayah Sandra di rumah
sakit, hari ini Lord Egar mengosongkan jadwal kegiatannya.
Berpisah dengan Sandra selama
sebulan ini membut Lord Egar tersiksa. Ia berusaha untuk menjauhkan diri dari
Sandra, tidak meneleponnya, tidak mengiriminya pesan. Ia hanya ingin tahu batas
ketahanannya sampai dimana, dan dia menyerah. Dia tahu dan semakin yakin bahwa yang
ia inginkan hanya bersama Sandra.
“Jadi ayahmu sudah bekerja lagi?”
tanya Lord Egar sambil mengemudi dengan kecepatan sedang.
“Sudah. Ayah sudah bekerja lagi,
tapi aku sudah berpesan padanya untuk mengurangi makan makanan yang
berkolesterol tinggi. Ibu tiriku sekarang sering membekali ayah sayur dan buah
untuk makan siangnya.”
“Pekerjaan ayahmu apa?”
“Supir bis. Ia bekerja di salah
satu elementary school di Leefsmall
sebagai supir bis sekolah.”
“Ooh. Ibu tirimu bekerja juga?”
“Ya, Whitney bekerja di sebuah
salon. Disana juga ia bertemu dengan ayah pertama kalinya, saat ayah sedang
potong rambut disana.”
”Maaf, aku tidak bermaksud…”
“Tidak apa apa, aku sudah
terbiasa menceritakan ini pada orang orang.” Sandra tertawa, “dulu aku marah
marah kalau menceritakan ini, sekarang tidak lagi, karena ibuku sudah bisa
menerima semuanya dan tidak bersedih lagi.”
“Itu bagus.”
“Ya. Bagaimana dengan ayah Anda?
Ayah Anda tidak bekerja lagi?” tanya Sandra. “Sejak tidak menjabat sebagai
Perdana Menteri, aku hampir tidak pernah mendengar berita tentang ayah Anda di
televisi lagi.”
“Ya, ayah sekarang benar benar
menikmati masa pensiunnya. Kadang kadang ia jadi pembicara di beberapa kampus
di Fillmore Green yang mengundangnya untuk memberi kuliah lepas di bidang
politik. Selebihnya ia lebih sering membaca buku atau berkuda atau bermain
dengan anjing anjing kesayangannya.”
“Wah menarik sekali, anjing jenis
apa?”
“Siberian Husky. Ayah punya tiga anjing Siberian Husky, dan dua anjing the
pembroke wels corgi.”
“Wow, keren.”
“Ya,” Lord Egar tersenyum,
“mereka selalu menemani hari hari ayah.”
Sandra dan Lord Egar terdiam lagi
untuk beberapa saat.
“Bagaimana kalau kapan kapan kita
bertemu ayah dan melihat anjing anjingnya?” usul Lord Egar kemudian, membuat
Sandra terkejut.
Sandra pernah berbicara tentang
hal ini dengan Bianca. Menurut Bianca, tidak banyak wanita yang pernah diajak
Lord Egar bertemu dengan ayahnya. Bianca mendapat informasi itu dari suaminya.
Dan masih menurut Bianca, bila Lord Egar sudah memperkenalkan seorang wanita
pada ayahnya itu berarti sesuatu.
“Aku senang kalau bisa bertemu
ayah Anda,” ujar Sandra sambil tersenyum, “dan anjing anjingnya.”
Lord Egar tertawa, “baiklah,
nanti aku jadwalkan kapan kita bertemu ayah.”
Sandra dan Lord Egar tiba di
restoran tempat Ibu Sandra bekerja mendekati jam makan siang.
Suasana di jalanan yang mereka
lewati tadi lumayan macet, sehingga waktu yang mereka tempuh dari Hall of City
ke The Metropolis lebih lama dari biasanya.
Sandra memperkenalkan ibunya pada
Lord Egar dengan nama gadisnya karena ibunya sekarang sudah janda.
“Ibu sudah menyiapkan tempat ini
untukmu dan temanmu, sengaja ibu tulis di meja ini ‘sudah dipesan’ karena mendekati jam makan
siang seperti ini restoran selalu penuh.”
“Terima kasih bu,”
“Iya,” Ibunya tersenym, “kau
tulis dulu di sini, kau mau pesan apa.” Ibu Sandra menyerahkan selembar kertas
menu pada Sandra.
“Mr. Maxmillian ingin makan burger
bikinan ibu seperti yang aku ceritakan di telepon, aku juga ingin burger yang
sama.” Ujar Sandra.
“Baiklah kalau begitu, dua burger
special untuk kalian berdua dengan kentang goreng yang banyak..”
“Terima kasih Miss. Martin,” ujar
Lord Egar pada ibu Sandra.
“Sama sama Mr. Maxmillian. Senang
bisa bertemu Anda hari ini.”
“Aku juga senang.” Lord Egar
tersenyum.
“Sebentar, aku tinggal dulu.”
“Baik.”
“Ibumu cantik, ia wanita yang
ramah.” Komentar Lord Egar ketika ibunya meninggalkan mereka berdua.
“Ya, tapi cantik dan ramah
ternyata tidak cukup kuat untuk membuat rumah tangganya bertahan. Aaron masih
membenci ayah sampai sekarang.”
“O, ya?”
“Ya, Aaron membenci ayah karena
sudah membuat ibu menderita.” Sandra lalu terdiam, ia ingin sekali bertanya tentang
ibu kandung Lord Egar tapi ia tak berani melakukannya.
“Anak anak memang sering jadi
korban dari orangtua yang bercerai,” ujar Lord Egar pelan.
“Ya.”
“Ibu dan ayahku bercerai ketika
aku masih kecil.”
“Aku menyesal mendengar hal itu.”
“It’s ok. Aku sudah melewati masa
masa sulit dalam hidupku.”
“Ya.”
“Kau beruntung, walau orangtuamu
sudah bercerai, kau masih bisa menemui ayah dan ibumu kapanpun kau mau.”
“Dan Anda tidak?”
“Aku tidak tahu ibuku dimana
sekarang. Sejak ia pergi meninggalkan rumah aku tak pernah mengetahui tentang
keberadaannya.”
“Anda tidak mencarinya?”
“Pernah, dulu, tapi aku tak
berhasil menemukannya sehingga aku berhenti mencarinya.”
“Kurasa ibumu baik baik saja.”
“Kuharap begitu.”
Lalu mereka terdiam sampai
akhirnya burger yang mereka tunggu tunggu datang.
“Ini benar benar enak,” Lord Egar
tersenyum setelah memakan burgernya dalam satu gigitan, “Ibumu pintar masak.”
“Ya, kebalikan dariku yang tidak
terlalu suka masak.” Sandra merasa senang melihat senyum Lord Egar lagi. Tadi
kelihatan jelas kalau ia sangat tertekan ketika membicarakan tentang ibunya.
“Ini kentang goreng kalian,” Ibu
Sandra muncul lagi sambil membawakan kentang goreng untuk Sandra dan Lord Egar.
“Burgernya enak Miss. Martin, terutama
daging burgernya, resepnya dari Anda sendiri atau resep khas restoran ini?”
“Dari aku. Aku mencoba banyak
resep sampai aku menemukan resep yang paling cocok.”
“Itu hebat.”
“Terima kasih.”
“Ibu, memang apa saja bumbu dari
daging burgernya?”
“Sandra, kau yakin kau bisa membuatnya?”
“Hey, jangan menyepelekanku.”
“Sebenarnya,” Ibu Sandra akhirnya
duduk diantara Sandra dan Lord Egar, “resepnya sederhana, sama saja dengan
membuat daging burger pada umumnya, hanya saja aku selalu memilih daging sapi
dari bagian chuck, short-loin dan brisket untuk dicampurkan agar
menghasilkan aroma daging yang enak. Chuck
itu berasal dari paha atas, bahu dan punuk sapi, short-loin berasal dari bagian belakang sapi, sementara brisket adalah potongan daging sapi dari
bagian dada.”
“Aku tidak tahu itu,” Sandra
tertawa, “kupikir semua daging sapi sama saja walau berasal dari bagian yang
berbeda dari tubuh sapi.”
“Tidak Sandra, tentu saja berbeda
beda, contoh untuk bahan membuat steak misalnya, ada sirloin yang dagingnya
agak keras, ada tenderloin yang memiliki daging yang lembut dan kandungan lemak
yang lebih rendah dari sirloin, ada T-bone yang merupakan kombinasi dari
sirloin dan tenderloin, ada rib-eye
yang berasal dari tulang iga atau tulang rusuk sapi, ada flank yang berasal dari otot perut sapi dan ada chuck, bagian daging sapi yang berasal
dari paha depan.”
“Kalau untuk steak aku hanya tahu
bagian sirloin, tenderloin dan rib eye saja.”
“Kenapa tidak kau catat
keterangan ibumu.” Usul Lord Egar.
“Nanti aku belajar pada ibu,
kalau lagi mood memasak.”
“Kalau lagi mood?” tanya Lord Egar. “Dan kapan moodnya?”
“Kapan kapan.” Sandra tertawa,
“lanjut Bu, bumbunya apa saja?”
“Bumbunya sama dengan daging
burger pada umumnya, campuran dari merica dan garam. Kalau mau bisa ditambahkan
irisan bawang bombay dan bawang putih. Cuma yang harus diperhatikan adalah saat
memanggang daging, dagingnya jangan ditekan tekan, itu akan membuat daging
burger menjadi kering, karena kadar lemak
dari daging tersebut berkurang saat ditekan tekan.”
“Ooh begitu.”
“Kukira Ibu harus bekerja lagi,
ayo kalian makan lagi.” Ibu Sandra berdiri dari duduknya.
“Ibu, aku lagi tertarik
mendengarkan resep rahasia dari Ibu.”
“Kapan kapan ibu lanjutkan Sandra,
ayo lanjutkan makanmu sebelum menjadi dingin.”
“Lord Egar bercerita tentang
ibunya?” teriak Bianca tak percaya. Sandra langsung menelepon Bianca ketika
Lord Egar sudah mengantarnya pulang dan kembali ke kantor governor Hall of City. “Kau yakin?”
“Ya yakinlah Bianca, masa aku
berbohong.”
“Tidak, maksudku bukan itu. Egar
hampir tak pernah bercerita tentang ibunya pada siapapun termasuk pada
suamiku.”
“Iya sih, tapi dia ceritanya juga
tidak banyak.”
“Tidak apa apa, yang penting ia
sudah mau bercerita. Dan kau tahu itu artinya apa?”
“Apa Bianca?”
“Egar percaya padamu. Ia mau
membuka diri, padahal sebelumnya tidak pernah seperti ini.”
“Baguslah kalau begitu, nanti
akan kupancing lagi agar ia mau bercerita tentang ibunya lebih banyak dari yang
tadi.”
“Ya itu bagus.”
“Bianca,”
“Ya?”
“Mr. Maxmillian juga mengajakku bertemu
dengan ayahnya.”
“Sandra apa yang sudah kau
lakukan padanya! Kau benar benar sesuatu.”
Sandra tertawa, “aku tidak melakukan apa apa. Baiklah, nanti aku ceritakan lagi kalau
aku sudah bertemu ayahnya.”
“Baik, kutunggu ceritamu.”
“Oke, sampai nanti Bianca.”
“Sampai nanti.”
BAB SEPULUH
Mansion keluarga Maxmillian
terletak di pinggir kota Redwood.
Bentuk bangunannya sangat antik. Mansion itu adalah peninggalan turun temurun
dari kakek buyut Lord Egar.
Ayah Lord Egar dan isteri
keduanya, Abigail, tinggal di sana dengan para pelayan, supir dan tukang kebun
mereka. Ayah Lord Egar dari isteri keduanya tidak mempunyai anak.
Sandra disambut hangat oleh
mereka. Mereka lalu berbincang bincang akrab di ruang tamu keluarga Maxmillian
yang elegan. Sandra disuguhi berbagai macam makanan kecil dan aneka minuman.
Ibu tiri Lord Egar berpesan pada
Sandra dan Lord Egar agar jangan cepat cepat pulang sehingga mereka bisa makan
siang bersama.
Sambil menunggu waktu makan siang
tiba, ayah Lord Egar mengajak Sandra untuk melihat anjing anjing peliharaannya.
Sandra menyukai beberapa binatang peliharaan seperti anjing, kucing dan
kelinci, tapi ia tak mau memelihara mereka, hanya menyukai saja.
Dulu waktu ayah dan ibunya belum
bercerai dan mereka tinggal di rumah mereka di The Metropolis, Sandra mempunyai tetangga yang mempunyai peliharaan
anjing, dan Sandra sering bermain dengan anjing anjing itu. Sayang, ketika
orangtuanya bercerai rumah itu kemudian dijual dan uang hasil penjualannya
dibagi dua antara ayah dan ibunya. Sandra, adik adiknya dan ibunya terpaksa
pindah ke rumah kontrakan yang lebih kecil sehingga Sandra tidak bisa bermain
dengan anjing anjing tetangganya lagi.
Ayah Lord Egar kemudian
memberitahu siapa siapa saja nama anjing anjingnya dan kebiasaan kebiasaan mereka.
Sandra mendengarkan dengan antusias.
Mereka juga jalan jalan di
sekitar taman belakang yang luas.
“Jadi sepanjang halaman belakang
yang berpagar tinggi dari sana itu hingga ke sini adalah kandang anjing anjing
itu?” tanya Sandra pada ayah Lord Egar, “luas sekali kandangnya Mr. Maxmillian,
padahal mereka cuma lima ekor.”
“Mereka suka sekali berlari,”
ayah Lord Egar tertawa. “Dengan dipagar tinggi seperti itu mereka tidak bisa
kabur. Ya, kandangnya dan tempat bermain mereka memang cukup luas, mereka jadi
punya cukup ruang untuk berlari dan bermain main.”
“Ya,” Sandra tersenyum,
“tetanggaku dulu juga punya anjing jenis husky
seperti ini, dia kabur terus, dia pintar melarikan diri, dia suka menggali
tanah untuk melarikan diri. Ia kabur biasanya untuk mengejar kucing atau anjing
kecil lainnya.”
“Memang benar, husky pintar memanjat pagar atau
menggali tanah di bawah pagar hingga bisa melarikan diri, makanya pagarnya
harus cukup kuat dan dalam.”
Sandra dan ayah Lord Egar terus
bercakap cakap hingga akhirnya waktu makan siang tiba.
“Kenapa kau tidak menginap saja?”
Abigail tersenyum menatap Sandra. Mereka berdua sedang berada di ruang santai setelah
selesai makan siang, sementara Lord Egar dan ayahnya sedang ngobrol di ruang
perpustakaan.
“Aku besok bekerja.” Sandra
tersenyum.
“Oh.”
“Mungkin lain kali kalau ada
kesempatan,” ujar Sandra lagi.
“Tentu. Kapanpun kau mau, kau
bisa datang ke sini kapan saja dan menginap di sini. Jangan sungkan-sungkan.”
“Terima kasih.”
“Kalian berpacaran sudah berapa lama?”
tanya Abigail.
Sandra terkejut dengan pertanyaan
Abigail, “kami tidak berpacaran, kami hanya berteman.”
“Kau pikir aku percaya,” Abigail
tertawa, “kalian mesra sekali, gerak tubuh kalian memperlihatkan bahwa kalian
saling menyayangi dan saling perduli.”
“Tapi kami tidak…” Sandra
menghentikan kata katanya, “ya, baiklah, terserah Anda mau berpendapat seperti
apa, Mrs. Maxmillian.”
Abigail kembali tertawa, “aku
harap hubungan kalian bisa lebih dari ini. Suamiku sudah tak sabar ingin
melihat Egar menikah lalu memberinya cucu yang banyak.”
Sandra hanya tersenyum karena tak tahu harus mengatakan apa.
“Aku tidak bisa memberinya
keturunan di awal awal pernikahan kami dulu karena aku punya masalah dengan
kesuburan.” Ujar Abigail lagi.
“Aku menyesal mendengar ini.”
“Ya, aku dulu sempat mengalami
depresi karena hal ini. Tapi kemudian aku mencoba menerima kenyataan yang ada
dan mulai menikmati hidup walau tidak mempunyai keturunan. Jadi tidak heran
kalau Egar kemudian menjadi satu satunya harapan ayahnya untuk memberinya banyak cucu.”
“Ya, tentu,” komentar Sandra.
“Egar mengalami trauma karena
perpisahan orangtuanya.” Ujar Abigail lagi. “Ia menderita selama bertahun tahun
karena kepergian ibunya yang meninggalkan dirinya begitu saja. Karena hal itu
pula ia sepertinya takut untuk menikah. Ia takut kalau sudah menikah nanti ia
tidak bisa membahagiakan anak anaknya seperti apa yang dialaminya, seperti apa yang terjadi pada
dirinya.” Abigal diam sejenak, “padahal aku sudah bilang padanya, tidak setiap
pernikahan akan berakhir buruk, siapa tahu pernikahan ia nanti berhasil.”
“Ya, Anda benar.”
“Setiap ada wanita yang
diperkenalkan Egar pada suamiku, suamiku selalu berharap bahwa wanita itu akan
menjadi menantunya, tapi harapannya tak pernah terjadi. Tapi mudah mudahan
sekarang, harapannya padamu akan terwujud.”
“Mrs. Maxmillian, sebenarnya kami
hanya berteman, seperti yang aku bilang tadi, jadi sebaiknya suami Anda atau
Anda sendiri jangan menaruh harapan apa apa padaku.”
“Tapi aku tetap menaruh harapan
padamu,” Abigail tersenyum menatap Sandra, “karena seperti aku bilang tadi,
kalian terlihat saling perduli. Tolong jaga Egar kami dengan baik, tolong
sayangi dia dengan tulus dan berikan kebahagiaan padanya seperti apa yang ia
cari selama ini. Ia terlalu banyak menderita.”
“Aku akan berusaha Mrs.
Maxmillian, walau sebagai teman.”
“Dari tadi teman, teman, dan
teman terus.” Abigail mendesah kesal, “ayo Sandra, dimakan lagi kuenya.”
“Terima kasih Mrs. Maxmillian,
aku sudah kenyang, dari tadi makan terus.” Sandra tersenyum. “Tapi sepertinya muffin blueberry ini enak,” Sandrapun
mengambil lagi muffin blueberry yang
ada dihadapannya. Padahal tadi Sandra sudah menghabiskan muffin blueberry cukup banyak.
Oke, aku mengerti sekarang permasalahannya dimana. Ujar Sandra
dalam hati sambil memperhatikan kantor detektif di hadapannya. Mr. Maxmillian belum mau menikah karena
trauma dengan pernikahan ibu dan ayahnya yang tidak berjalan harmonis. Dan itu
diperparah dengan kepergian ibunya yang meninggalkan dirinya begitu saja tanpa
mau menemuinya lagi hingga sekarang. Mungkin kalau ibunya mudah ditemui seperti
aku menemui ayah dan ibuku, keadaannya tidak buruk seperti ini.
Sandra akhirnya masuk ke kantor
detektif itu. Ia bertekad untuk menemukan ibu Lord Egar. Dan ide pertama yang
muncul di otaknya adalah dengan menyewa
detektif. Ia tak perduli biaya untuk
menyewa detektif itu semahal apa, yang penting ibu Lord Egar bisa ketemu.
Sandra tahu tentang kantor
detektif itu dari internet. Menurut promosi yang dilakukan oleh kantor itu,
detektif yang ada di sana adalah detektif yang paling handal di Fillmore Green.
Dan karena paling handal, Sandra
yakin sewa jasa mereka juga pasti paling
mahal.
“Ada yang bisa kubantu?” tanya
seorang pria saat Sandra celingukan
di ruang resepsionis yang sepi.
Sandra memperhatikan pria itu dan
dia terkejut. Ia seperti pernah melihat pria itu di suatu tempat.
“John?” tanyanya kurang yakin.
Dulu, waktu Bianca belum menikah dengan Prince Larry, Permaisuri menugasi John
dan timnya menjaga Bianca dari kejauhan. Dan saat itu Sandra tahu kalau Bianca
sering diawasi.
“Ya, itu aku Miss. Ricardo.” John
tersenyum.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku bekerja di sini.”
“Oh.”
“Ada yang bisa kubantu?”
“Ya tentu, aku sedang mencari
seseorang.”
“Mencari seseorang, dua orang,
atau tiga orang tidak masalah buatku. Ayo silahkan duduk manis di hadapanku
Miss. Ricardo dan kita bicara.”
Asrama tempat Matthew tinggal
merupakan salah satu asrama yang menjadi rebutan para mahasiswa The Metropolis University. Karena
fasilitas di asrama tersebut lumayan bagus sementara harga sewanya cukup murah
dibanding rumah rumah penyewaan di luar kampus.
Masing masing kamar terdiri dari
empat tempat tidur, tiga tempat tidur dan paling sedikit dua tempat tidur.
Matthew beruntung mendapatkan kamar
dengan dua tempat tidur sehingga ia bisa satu kamar dengan Aaron. Dulu, sebelum
Matthew menjadi mahasiswa di sana, ia selalu survey kira kira kamar mana yang
akan ditinggalkan oleh penghuninya yang sudah lulus, setelah mendapatkan
informasi, ia langsung membooking
kamar tersebut walau penghuninya masih beberapa bulan lagi meninggalkan kamar
tersebut, karena kalau tidak begitu, kamar tersebut akan jatuh ke mahasiswa
lain.
Kamar disana tidak pernah kosong,
selalu penuh dan selalu dicari oleh mahasiswa baru. Jadi mereka harus rajin
survey seperti yang Matthew lakukan bila ingin mendapat kamar di asrama yang
memiliki puluhan kamar tersebut.
Satu kamar berdua Aaron membuat
Matthew tenang belajar. Aaron hampir tidak pernah membawa teman temannya ke
dalam kamar, begitupun Matthew. Mereka berdua mengadakan perjanjian bahwa teman
teman mereka tidak boleh menginap di kamar mereka karena akan mengganggu
privasi salah seorang dari mereka. Kalau mereka yang menginap di rumah temannya
itu tidak masalah.
Dua hari ini Aaron sedang
menginap di rumah sahabatnya, Justin, karena sedang ada tugas membuat karya
tulis.
Sementara kuliah Matthew lima
hari kedepan juga kosong. Sementara ada dua mata kuliah yang harus Matthew
ikutan hari Rabu lusa dan hari Sabtu pagi, tapi dosen dari dua mata kuliah itu
berhalangan hadir. Alasannya yang satu sedang sakit sedang yang satunya lagi
sedang pergi keluar kota.
Jika sedang berhalangan seperti
itu biasanya kuliah berikutnya jamnya akan digabung.
Karena sedang tidak ada kegiatan,
Matthew kini merasa bosan. Semalam ia sudah mengunjungi ibunya untuk makan
malam bersama, tiga hari yang lalu ia sudah mengunjungi ayahnya, seminggu yang
lalu ia mengunjungi Sandra. Jadi ia mulai merasa jenuh.
Matthew yang sedang duduk di meja
belajarnya akhirnya membuka laci dan mengambil kartu nama Casey yang diberikan
Casey padanya saat mereka kencan seminggu yang lalu.
Di kartu nama itu, selain
terdapat nomor handphone Casey, juga
terdapat nomor telepon studio tempat Casey bekerja.
Matthew akhirnya mengambil handphonenya dan menelepon Casey.
“Hallo, selamat pagi.”
“Selamat pagi, ini dengan Casey
Carlton?”
“Ya, betul, ini dengan siapa?”
“Matthew Ricardo.”
“Matthew Ri.. o hai Matt, apa
kabar?”
“Kabar baik, bagaimana denganmu?”
“Aku sedikit flu, aku ketularan
temanku yang sedang flu.”
“Wah, kau harus menggunakan
jaket, udara cukup dingin akhir akhir ini.”
“Ya, kau benar. Matt, ada apa
meneleponku?”
“Ehm, kupikir, aku tidak
keberatan kalau kau memperkenalkan aku pada Mr. Humberto.”
“Benarkah?” teriak Casey senang.
“Aku sedang banyak waktu luang
akhir akhir ini, jadi kupikir tidak ada salahnya aku mengisi waktu luangku
dengan hal yang bermanfaat.”
“Ya, tentu saja.”
“Tapi Sandra jangan sampai tahu
ya,”
“Ok,” Casey tertawa, “rahasiamu
aman. Sebenarnya Sandra juga tidak harus keberatan selama pekerjaan yang kau
lakukan tidak mengganggu pelajaranmu.”
“Ya, kau betul.”
“Jadi kapan kau mau ke studio
tempat aku bekerja?”
“Hari ini bisa?”
“Tentu.”
“Pekerjaanmu tidak terganggu?”
“Tenang, santai saja, Luke
pengertian kok orangnya. Beberapa kali aku ijin tidak masuk kerja juga tidak
masalah buat dia.”
“Oke begitu, aku ke tempatmu
sekarang ya.”
“Oke. Kau tahu alamatnya kan?”
“Ya, kartu namamu sekarang sedang
aku pegang.”
“Oke,” Casey kembali tertawa,
“sampai bertemu Matt.”
“Sampai bertemu Casey.”
Mr. Humberto nampak memperhatikan
Matthew dengan seksama. Setelah diperkenalkan oleh Casey padanya tadi, Mr.
Humberto terus terusan memperhatikan Matthew dan tak pernah mengalihkan
tatapannya dari tubuh Matthew. Ia bahkan tadi menyuruh Matthew membuka bajunya
sehingga memperlihatkan perut Matthew yang rata dan berotot.
Casey jadi ngeri, jangan jangan
Mr. Humberto suka pada Matthew karena Mr. Humberto seorang gay. Casey jadi
merasa bersalah sudah membawa Matt ke kantor Mr. Humberto.
“Sekarang coba kau jalan dari
ujung sana sampai ujung sini.”
“Dari sana?” tunjuk Matthew ke
ujung sebelah Timur kantor Mr. Humberto yang luas.
“Ya, dari sana. Kau jalan biasa
saja, dan buka buka bajumu.”
“Sambil jalan aku harus membuka
baju?” tanya Matt kaget.
“Mr. Humberto mungkin sebaiknya…”
“Diamlah Casey, siapa tahu
Matthew cocok jadi bintang iklan minuman kesehatan atau apalah yang berhubungan
dengan stamina laki laki.”
Casey langsung memijit kepalanya
yang tiba tiba sakit. Tapi ia ikut ikutan memperhatikan Matthew seperti yang
dilakukan Mr. Humberto.
Ketika Matthew tiba di depan Mr.
Humberto lagi, Mr. Humberto langsung tersenyum lebar.
“Oke, cukup, kau bisa pakai
bajumu lagi dan tunggu sebentar di luar karena aku perlu bicara dengan nona
yang satu ini.”
“Oke,” ujar Matthew sambil
berjalan kea rah pintu.
“Wow, badannya oke sekali. Cukup
proporsional, ia bisa menjaga tubuhnya dengan baik.”
“Kata Sandra, dia suka
berolahraga.”
“Siapa Sandra?”
“Kakaknya.”
“Model juga?”
“Bukan, Sandra seorang pramugari,
tapi tubunya memang tinggi sih, kukira Sandra juga cocok jadi model.”
“Well kalau begitu, Miss.
Carlton, terimakasih sudah memperkenalkan Matthew padaku. KENAPA TIDAK DARI
DULU KAU BAWA DIA PADAKU?” suara Mr. Humberto tiba tiba meninggi.
Casey langsung menutup
telinganya, “kurasa Mr. Humberto berarti Anda menyukai Matthew?”
“Lebih dari suka. Dua minggu lagi
ada pagelaran busana di London. Produk pakaian pria, perancangnya sedang butuh
banyak model Pria. Dia selalu menghubungiku kalau perlu model sebelum
menghubungi agen model lainnya. Aku jadi prioritasnya. Dan Matthew akan ikut
dengan model modelku yang lain pergi ke
London.”
“Yang benar Mr. Humberto?” teriak
Casey tak percaya.
“Ya, itu benar.” Mr. Humberto
duduk di hadapan Casey. “Sekarang panggil lagi temanmu, kita akan membahas
kontrak kerja, tentang besarnya nilai honor dan lain lain.”
Casey segera memanggil Matthew.
Matthew lalu duduk di hadapan Mr. Humberto sementara Casey duduk di samping
Matthew.
“Tadi Casey sudah bilang bahwa
Anda bersedia menerimaku bekerja di tempat Anda.”
“Ya, itu benar.”
“Tapi aku sedang kuliah.
Prioritas utamaku kuliahku, hal ini sebagai pekerjaan lepas untukku.”
“Tidak masalah, itu bisa diatur,
nanti kita lihat pekerjaan apa saja yang bisa kau lakukan sesuai dengan jadwal
kuliahmu. Banyak model lainnya yang juga mahasiswa seperti dirimu.”
“Baiklah, terimakasih kalau
begitu.” Ujar Matthew lega.
“Sekarang, kita bicara soal
besarnya nilai honormu dan..”
“Maaf Mr. Humberto, kalau untuk
yang satu itu sebaiknya Anda bicara saja dengan Casey.”
“Miss Carlton?”
“Aku?”
Mr. Humberto dan Casey teriak
bersamaan.
“Ya. Karena Casey yang akan jadi managerku. Ia yang akan mengurusi semua
keperluanku termasuk nilai kontrak kerja dan yang lainnya.”
Casey memakan hotdognya dengan lahap. Ini hotdog kedua yang ia makan. Kalau sedang
stress Casey biasanya suka makan banyak. Perutnya terasa lapar terus.
“Sudahlah Case, jadi managerku
tidak seburuk yang kau bayangkan.”
“Pekerjaanku jadi dua Matthew.
Aku akan sangat sibuk.”
“Aku juga akan sangat sibuk. Jadi
kita sama, sejajar, punya kesibukan ganda.”
“Waktu aku menyarankan kau jadi
model, aku tidak kepikiran untuk bekerja sama denganmu.”
“Tapi aku yang ingin kerjasama
denganmu, lagipula lumayan kan kau nanti dapat uang tambahan. Uangnya bisa kau
tabung dan kau bisa membeli keperluan yang kau inginkan.”
Casey terdiam.
“Lagipula, karena aku terikat
kerja di agen Mr. Humberto jadi nanti sebenarnya Mr. Humberto yang akan
mengurusiku dengan memberiku pekerjaan ini dan itu. Kau diperlukan kalau nanti
kontrak kerjaku dengan Mr. Humberto selesai, lalu ada kontrak baru lagi. Kau
hanya mengurusiku sesekali, tentang kontrak kerja tadi.”
“Baiklah kalau begitu, tidak
masalah.” Casey tersenyum.
“Ini hebat, aku suka
mendengarnya.” Matt ikut tersenyum. “Jadi sekarang kita partner?” Matt mengulurkan tangannya.
“Baik, kita partner.” Casey menerima uluran tangan Matthew dan menjabatnya
dengan erat.
Hari ini Luke mentraktir teman
temannya yang bekerja di studio foto miliknya makan siang bersama. Mereka makan
siang di suatu restoran eksklusif.
Studio foto kepunyaan Luke
berkembang cukup pesat. Setidaknya Luke sekarang punya dua orang photographer
yang membantunya karena kliennya banyak. Satu orang Photographer Luke tugaskan
untuk bekerja di studio, seorang laki laki, namanya Craig dan satu orang lagi,
seorang perempuan, namanya Brenda, ia tugaskan diluar kantor. Brenda membantu
Luke di luar studio kalau klien sedang banyak, kalau klien sedikit, tugas Brenda
biasanya mengedit foto di studio.
Untuk yang bekerja di bidang
administrasi selain Casey dan Viola yang merupakan karyawan lama, ada karyawan
baru yang bernama Goldie. Goldie dan Viola selalu stand by di studio sementara Casey kadang pergi keluar studio jika
ada klien yang ingin dirias olehnya. Casey masih merias jika ada permintaan.
Keahlian Casey dalam merias ini Casey peroleh dari Tantenya yang merupakan
salah satu dari tata rias istana Dinasi Normand.
Selain Casey, Viola, Craig,
Brenda dan Goldie, yang juga hadir dalam acara ulang tahun Luke adalah
tunangannya, Erica.
Dulu, diawal awal Erica berpacaran
dengan Luke, Casey sering cemburu padanya. Tapi sekarang tidak lagi. Casey
sudah bisa menerima kondisi bahwa ia tak punya harapan apapun pada Luke. Ia
mulai menepis rasa sukanya pada Luke dan kalau bisa mengikisnya hingga habis.
Dan ia cukup berhasil melakukannya.
Ia tidak terlalu menyukai Luke
lagi sekarang, tidak seperti dulu.
Sedang asik asiknya makan, Viola
dan Goldie sibuk memperbincangkan beberapa orang pria yang baru datang dan
duduk tidak jauh dari tempat mereka.
“Ya Tuhan, mereka tampan tampan.”
Seru Viola. “Aku suka yang memakai sweater biru.”
“Aku suka yang pakai jaket
putih.”
“Kalau aku yang pakai kaos army.”
Brenda ikut berkomentar.
“Mereka pasti model.” Ujar Goldie
lagi.
Model? Casey langsung menghentikan makannya dan melihat ke meja
para pria yang diributkan temannya. Dan Casey tersenyum saat dilihatnya Matthew
melambaikan tangan padanya. Matthew sedang bersama teman temannya yang Casey
kenal. Ia bertemu teman teman model Matthew saat Matthew mau berangkat ke
London sebulan yang lalu.
“Ya. Mereka model.” Ujar Casey
langsung. “Yang baju biru yang kau suka Viola, namanya Matthew, yang pakai baju
putih yang Goldie suka namanya Todd dan yang pakai kaos army yang Brenda suka
namanya Keith.”
“Kau kenal?” teriak mereka tak
percaya.
“Ya.” Casey mengangguk. “Nanti
aku kenalkan mereka pada kalian, sekarang aku mau mengenalkan bos kita dulu
pada mereka, sebentar.” Casey kemudian berdiri dan menghampiri Luke.
“Luke, aku mau memperkenalkan kau
pada seseorang sebentar, bisa?”
“Siapa?” tanya Luke.
“Adik Sandra.”
“Adik Sandra?”
“Ya.”
“Oke, dimana dia?”
“Itu.” Casey menunjuk ke arah
Matthew.
Luke berdiri dari duduknya lalu
menghampiri Matthew dan teman temannya bareng Casey.
“Hai,” sapa Casey pada mereka.
“Aku ingin memperkenalkan salah satu photographer handal di Hall of
City, siapa tahu nanti kalian bekerja sama dengannya, namanya Luke
Lucas.”
“Aku pernah mendengar nama itu.”
Ujar Todd.
“Aku juga,” komentar Keith.
“Senang bertemu kalian,” Luke
menyalami mereka satu satu.
“Aku Todd.”
“Aku Keith.”
“Aku Matthew.”
“Casey tadi bilang kau adiknya
Sandra.” Ujar Luke pada Matthew.
“Ya.” Matthew mengangguk.
“Aku cukup dekat dengan kakakmu,”
Luke tersenyum “kami sering makan bareng, hobiku dan hobi Sandra sama, suka
makan.”
“Aku juga,” teriak Casey.
“Ya, dia juga.” Luke setuju.
“Kalian sedang hangout biasa atau ada pekerjaan?”
“Ada pekerjaan,” jawab Todd.
“Pembuatan video clip dari seorang penyanyi wanita terkenal di sini, tapi
pengambilan gambar baru akan dilakukan sore nanti.”
“Bagaimana kalau kalian bergabung
denganku dan teman temanku yang lain?” ujar Luke, “aku yang traktir.”
“Wow keren.” Teriak Keith.
“Bosku sedang berulang tahun,”
Casey tersenyum.
“Selamat ulang tahun Mr. Lucas.”
Seru Keith dan Todd berbarengan. Matthew diam saja.
“Terima kasih.” Ujar Luke.
“Kalian sudah pesan makanannya?” tanya Luke lagi.
“Belum.” Jawab Keith.
“Oke, kalau begitu. Aku aku minta
waiter di sini untuk menyiapkan meja
yang lebih besar untuk kita semua dan kalian boleh memesan apa saja.”
“Aaron tolong bilang Sandra aku
tak bisa datang ke tempat ibu.” Ujar Matthew di telepon.
Matthew memisahkan diri dari
teman temannya yang sedang makan saat Aaron meneleponnya.
“Aku nanti sore sampai malam ada
kerjaan, aku tidak bisa datang ke tempat ibu,” ujar Matthew lagi.
“Lalu apa yang harus aku bilang,”
keluh Aaron. “Setahu Sandra kau tidak bekerja, aku harus bilang apa dong?”
“Ya, bilang saja sedang
mengerjakan tugas dengan temanku karena sedang ada tugas.”
“Aku sudah tiga kali bilang kau
ada tugas tiap kali Sandra ingin ketemu, dia lama lama akan curiga juga,
sebaiknya kau cerita padanya Matt.”
“Aku akan cerita, tapi nanti,
tidak sekarang. Oke? Udah dulu ya aku mau melanjutkan makanku.”
“Oke.”
“Adikmu?” Casey tiba tiba sudah
duduk di hadapan Matthew.
“Astaga Casey, kau bikin kaget
saja. Iya.”
“Kenapa?”
“Sandra mengajak aku dan Aaron ke
tempat ibu nanti malam untuk makan malam bersama, tapi nanti malam aku ada
pekerjaan.”
“Apa menurutmu lebih baik aku
cerita ke Sandra bahwa kau sekarang bekerja?” tanya Casey.
“Jangan, biar aku saja. Nanti aku
akan cerita ke Sandra.”
“Oke.”
BAB SEBELAS
Lord Egar tersenyum ketika Sandra
datang ke kantornya di kantor Governor
Hall of City sambil membawakan makan
siang.
“Wah, ada apa nih, tumben.”
Komentar Lord Egar sambil mempersilahkan Sandra duduk di tempat duduk biasa ia
menerima tamu, “pasti ada sesuatu. Kau sedang ulang tahun?”
“Tidak.”
“Lalu ada apa?”
“Bagaimana kalau kita makan dulu
baru aku bercerita.”
“Oke,” Lord Egar mengambil
makanan yang sudah disiapkan Sandra untuknya, mereka lalu makan dengan lahap.
“Ini minumnya,” Sandra
menghidangkan sebotol air mineral di hadapan Lord Egar.
“Terima kasih,” ujar Lord Egar,
“kau tidak sedang bekerja?”
“Baru pulang tadi pagi. Aku ada
penerbangan malam dari Los Angeles.”
“Los Angeles,” Lord Egar tertawa,
“aku jadi ingat matahari terbenam yang indah di sana.”
“Ya.” Sandra ikut tertawa,
“sayang sekali aku tak bisa melihatnya kemarin karena harus istirahat.”
Mereka makan lagi dalam diam.
“Sudah selesai,” ujar Lord Egar
ketika makanannya habis. “Kau mau cerita apa?”
“Aku belum selesai,” Sandra
tertawa dan kembali melanjutkan makan.
Lord Egar memperhatikan Sandra
sambil tersenyum. Ia senang Sandra mengunjunginya siang ini. Ini yang pertama
Sandra datang mengunjunginya ke kantornya di kantor governor Hall of City, biasanya Sandra berkunjung ke
perusahaan konstruksinya.
“Aku juga sudah selesai,” Sandra
akhirnya membereskan mangkuk mangkuk bekas makannya, dan menyusunnya dalam tas
rotan yang ia bawa.
“Aku menunggu,” Lord Egar
tersenyum menatapnya.
“Ehm.. begini, aku ingin minta
bantuanmu untuk menyiapkan toko cokelat untuk ibuku. Maksudku kita menyiapkannya
bersama sama.”
“Menyiapkan toko cokelat untuk
ibumu?” tanya Lord Egar heran.
“Iya. Pada mulanya, aku ingin ibu
punya restoran sendiri atau tempat usaha sendiri sehingga ibu tidak usah
bekerja di restoran kepunyaan tanteku, aku sudah menyiapkan uang untuk usaha
ibu itu. Saat aku bertanya pada ibu apa yang ingin ibu jual kalau ibu punya
usaha sendiri ibu bilang ia ingin jualan cokelat karena dulu terkesan oleh
tetangganya yang punya keahlian membuat permen permen cokelat. Nah untuk itulah
aku ingin menyiapkan semua itu untuk ibu, tapi tanpa ibu tahu, aku ingin
memberi kejutan padanya.”
“Wah, menarik sekali.”
“Iya, tapi permasalahannya, aku
tidak mengerti apa apa tentang hal ini. Bagaimana bisnis ini dimulai dan lain
lainnya, aku perlu bantuan seseorang dan untuk itulah aku datang ke sini, tapi
itu juga kalau tidak mengganggu waktu kerjamu.”
“Tidak mengganggu, itu bisa
diatur, kita bisa melakukannya di waktu luang kita, waktu luangku dan waktu
luangmu, hanya saja mungkin toko cokelat ini akan siap dalam waktu yang agak
lama.”
“Tidak masalah. Kita melakukannya
dengan santai saja, sesempat kita.”
“Oke. Pertama tama kita harus
mencari lokasi yang cocok dulu untuk usaha ini. Saranku sih ya kalau bisa
ditempat keramaian, yang dekat taman hiburan, atau mall, karena ditempat
seperti itu banyak orang yang berbelanja dan kemungkinan besar akan mampir ke
toko cokelat ibumu.”
“Ya itu benar.”
“Kau akan membeli tokonya atau
menyewa?”
“Mungkin menyewa dulu. Aku ingin
lihat dalam beberapa tahun perkembangannya seperti apa. Kalau bagus tidak
menutup kemungkinan untuk membeli tokonya.”
“Oke kalau begitu, langkah
selanjutnya melengkapi toko itu dengan furniture, kursi, meja, etalase. Apakah
kau ingin para pembeli bisa hangout
di toko ibumu? Karena kalau ya, kau harus menyediakan meja dan kursi untuk
mereka.”
“Kukira untuk sementara tidak.
Aku tidak ingin ibuku merasa terlalu lelah melayani mereka, jadi ibu hanya
membuat cokelat cokelat itu dan menjualnya, jadi yang dibutuhkan etalase yang
besar untuk menaruh cokelat cokelat bikinan ibu.”
“Biar tidak terlalu lelah, ibumu
harus dibantu dua atau tiga orang karyawan. Ibumu sebaiknya fokus di dapur saja
untuk membuat cokelat, yang melayani pembeli biar orang lain saja. Mau tidak
mau ibumu harus punya minimal dua orang karyawan untuk membantunya.”
“Ya, itu juga sudah kupikirkan.”
Sandra tersenyum, “langkah selanjutnya apa?”
“Membuat dapur, melengkapi dapur
dengan semua alat yang diperlukan, membeli berbagai alat cetak untuk cokelat,
tapi khusus untuk hal ini nanti juga akan berkembang dengan sendirinya. Ibumu
nanti pasti akan berbelanja sendiri alat alat cetak itu. Ibumu tahu apa yang
diperlukan. Jadi yang dasarnya ya peralatan masak untuk di dapur itu tadi.”
“Anda benar.” Sandra kini
mengeluarkan handphonenya dan membuat
beberapa catatan di sana. “Langkah selanjutnya?”
“Mencari pasokan cokelat yang
baik.”
“Kalau untuk pasokan cokelat aku
ingin kita pergi ke petani cokelat langsung, disana harganya pasti lebih murah
dari pasar tradisional atau supermarket karena belum terkena biaya transportasi
dan distribusi.” Usul Sandra.
“Ya, aku setuju.”
Sandra tersenyum lebar, “terima
kasih Mr. Maxmillian untuk masukannya. Aku tidak sabar untuk mengerjakan ini
semua dengan Anda.”
“Sama sama Sandra, terima kasih
juga untuk makan siangnya yang lezat.”
Breakfast at Kayonna’s Kitchen at The Grey Hall Mall - The Metropolis
Sabtu pagi jam 8. KAU DAN AARON HARUS DATANG. AWAS KALAU TIDAK.
“Aaron, apa yang sudah kau
lakukan?” Teriak Matthew pada Aaron saat membaca pesan dari Sandra, “kau bilang
apa pada Sandra? Dia ingin bertemu kita di Kayonna’s. Lihat ini pesannya. Dia
pasti ingin menginterogasiku.”
“Apa sih, ribut amat?” Aaron yang
lagi tidur terpaksa membuka matanya dan melihat pesan dari Sandra di handphone Matthew dengan malas. “Aku
tidak bilang apa apa padanya.”
“Bohong.”
“Aku tidak bohong. Mungkin dia
tahu dari orang lain. Sudah sih, biarin saja Sandra tahu kau bekerja, pada
akhirnya dia juga nanti akan tahu.”
Matthew termenung. Apa Casey yang memberitahu Sandra?
“Ya sudah kalau begitu, kau harus
mengosongkan jadwalmu Sabtu pagi besok.” Ujar Matthew.
“Yang harus mengosongkan jadwal
itu kau, bukan aku, aku pengangguran.”
“Ya, kau benar.” Matthew mondar
mandir di dalam kamar, “sial, aku ada pemotretan untuk iklan di majalah Men’s Health Sabtu pagi. Aduh bisa agak
siangan tidak ya pemotretannya.” Matthew cepat cepat menelepon photographer
majalah Men’s Health dan untungnya
dia tidak keberatan Matthew datang agak siang.
“Aku hanya bisa bertemu Sandra
sebentar setelah itu aku harus kabur,” ujar Matthew.
“Berarti mau tidak mau besok kau
harus cerita,” ujar Aaron sambil menguap.
“Ya, mau tidak mau aku harus
memberitahu Sandra.”
Matthew sudah menghabiskan
beberapa iris tartine dan dua cangkir
kopi ketika akhirnya Sandra muncul juga dengan didampingi Lord Egar.
Matthew langsung mengerutkan
kening, dengan kebersamaan Sandra dan Lord Egar yang kedua kali dihadapannya,
Matthew merasa yakin bahwa diantara mereka benar benar terjalin hubungan yang istimewa.
“Hai, maaf telat. Jalanan agak
macet, padahal tadi berangkat pagi pagi sekali.” Ujar Sandra sambil tersenyum.
“Tidak apa apa,” jawab Matthew,
“silahkan duduk Sandra. Apa Kabar Mr. Maxmillian?” Matthew berdiri diikuti oleh
Aaron dan menyalami Mr. Maxmillian.
“Kabar baik, terima kasih.” Lord
Egar menjabat tangan Matthew dan kemudian tangan Aaron.
“Senang bisa bertemu anda lagi.”
Ujar Aaron sopan.
“Aku juga senang bisa bertemu
dengan kalian lagi.”
“Oke, karena kalian sudah memesan
sarapan untuk kalian, aku pesan sarapan dulu.” Ujar Sandra, “Anda mau apa Mr.
Maxmillian?”
“Kopi pahit saja, makanannya
terserah, apa saja.”
“Tartinenya enak Mr. Maxmillian.” Usul Matthew.
“Ya, tartine juga boleh.”
“Oke,” Sandra tersenyum dan
berlalu untuk memberitahu pelayan.
“Kau kelihatan masih ngantuk,”
Lord Egar tersenyum memperhatikan Aaron.
“Ya, aku tidur larut.” Ujar
Aaron.
“Aaron tidak pernah bisa tidur
dibawah jam satu malam.” Komentar Matthew. “Itu kebiasaannya sejak kecil.”
“Oh ya?”
“Ya.”
“Oke, sambil menunggu pesananku datang,
kurasa aku harus langsung memberitahu kalian sesuatu,” Sandra datang kembali
dan duduk diantara Matthew dan Lord Egar.
“Dan apakah sesuatu itu?” tanya
Matthew.
“Aku ingin bikin toko cokelat
untuk ibu.”
“Toko cokelat untuk ibu?
“Memang ibu bisa bikin cokelat?
Matthew dan Aaron bertanya
berbarengan.
“Ya. Toko cokelat untuk ibu.
Tidak, ibu tidak terlalu bisa bikin cokelat, tapi nanti bisa belajar. Ini
keinginan ibu sendiri untuk mempunyai toko cokelat.”
“Lalu?” tanya Matthew.
“Lalu aku minta bantuan kalian
untuk mewujudkan itu semua. Jangan khawatir, untuk masalah uang dan lain lain
sudah aku siapkan.” Jelas Sandra.
“Oke, tidak masalah,” jawab
Aaron.
“Apa yang bisa kubantu?” tanya
Matthew.
“Pertama-tama, tolong cari lokasi
toko yang strategis, yang dekat dengan mall atau yang dekat dengan taman
hiburan. Aku tidak suka yang berada didalam Mall, aku lebih suka letaknya
berada di pinggir jalan.”
“Oke, kukira aku sudah ada ide
dimana,” ujar Aaron.
“Ya, pokoknya nanti Aaron memberi
masukan letaknya dimana, Matthew juga, hari ini aku dan Mr. Maxmillian juga
akan berkeliling kota untuk melihat lihat lokasi yang strategis, setelah kalian
mendapatkannya laporkan padaku, nanti aku dan Mr. Maxmillian akan mendatangi
tempat yang kalian usulkan.”
“Kau akan menyewa tempat itu?”
tanya Matthew.
“Ya, aku mau menyewa kurang lebih
untuk dua tahun dulu, setelah itu kita lihat bagaimana perkembangan tokonya.”
“Wow, kau punya banyak uang ya
Sandra?” teriak Aaron kagum.
“Aku ada sedikit tabungan,”
Sandra tertawa, sementara Matthew hanya tersenyum memperhatikan Sandra.
Sandra sudah bercerita padanya
bahwa Mr. Maxmillian sudah memberikan uang yang sangat banyak padanya untuk
kompensasi hak cipta boneka Princess Sabrina.
“Kukira itu saja yang ingin
kusampaikan. Aku tidak punya waktu banyak, setelah sarapan aku dan Mr.
Maxmillian akan langsung survey lokasi.”
“Syukurlah,” Matthew tiba tiba
mendesah lega.
“Kenapa?” Sandra heran menatap
Matthew, “kau ada acara atau apa?”
“Dia ada…”
“Diamlah Aaron.”
“Dia ada apa Aaron?” Sandra
menatap Aaron.
Aaron jadi serba salah, “dia ada
kencan.” Ujar Aaron akhirnya karena tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
Matthew langsung berteriak kaget,
“aku ada apa?!”
“Sudah, tidak apa apa, itu hal
yang bagus,” Sandra tersenyun, “kau memang harus sudah mulai kencan lagi
setelah kencanmu dengan Casey kemarin tidak berhasil.”
~ ~
“Jadi Mr. Maxmillian tidak pernah menghubungimu selama sebulan ini?” tanya Casey.
Sandra dan Lord
Egar sudah mengelilingi sebagian kota The
Metropolis tapi Sandra belum juga menemukan tempat yang cocok untuk toko
cokelat ibunya.
“Kupikir yang
didekat central park tadi cukup oke,”
ujar Lord Egar.
“Tapi susah
untuk parkir kendaraan.”
“Sandra, kalau
tokonya di pinggir jalan, untuk parkir memang susah, mau tidak mau kendaraan
itu diparkir di pinggir jalan kalau ingin berbelanja ke toko ibumu. Dan itu
tidak bisa lama.”
“Tapi di Redwood ada. Tepatnya di dekat taman
bunga nasional. Disana ada berjejer toko dan cafe yang menjual aneka macam
makanan dan jajanan, tepat di pinggir jalan, tapi di sebrang jalannya ada pagar
tanaman yang terbentang luas dan mobil mobil bisa parkir di belakang pagar itu.
Parkirnya cukup luas.”
“O, ya?” tanya
Lord Egar, “kau pernah ke sana?”
“Ya, aku pernah
ke sana bersama temanku, saat itu kami makan siang di sana, dan tempatnya
selalu ramai. Walau bukan akhir pekan, taman bunga nasional Redwood selalu saja menjadi tempat
favorit untuk dikunjungi.”
“Bagaimana kalau
toko cokelat ibumu di Redwood saja di
dekat taman bunga nasional seperti yang kau ceritakan tadi?”
“Entahlah, ibu
hampir tidak pernah kemana mana. Ia jarang sekali pergi dari The Metropolis. Ibu lahir dan besar di The Metropolis.”
“Kalau begitu
ini saatnya buat ibumu bertualang. Keluar dari kota kelahirannya.”
“Iya juga sih,
tapi pasti akan susah mendapatkan tempat di Redwood
sana.”
“Kita coba dulu
saja mencarinya.”
“Baiklah kalau
begitu, aku setuju,” Sandra tersenyum.
“Kita ke Redwood sekarang?”
“Ya. Kita ke Redwood sekarang.”
Tempat penjual
jajanan, makanan, minuman atau oleh oleh di sebelah timur Taman Bunga Nasional
di Redwood yang dimaksud Sandra
ternyata dalam kondisi penuh dan tidak ada satupun yang bisa disewa.
Sandra dan Lord
Egar akhirnya mencari di sebelah Barat Taman Bunga. Berbeda dengan di sebelah
Timur yang bentuknya café dan kebanyakan bentuk bangunannya tidak bertingkat,
di sebelah Barat berjejer toko toko dengan bentuk bangunan tingkat dua atau
tingkat tiga.
Sandra beruntung
mendapatkan salah satu toko yang kosong tingkat tiga. Di depan pintu toko yang
kosong itu dicantumkan nomor telepon pemiliknya, Sandra langsung menelepon
pemiliknya.
Rumah pemilik
toko itu ternyata tidak jauh dari toko yang ia sewakan sehingga ia bisa segera
menemui Sandra dan Lord Egar dalam waktu singkat. Mereka lalu bernegosiasi
tentang harga.
Bentuk Toko itu
lumayan luas. Antara satu toko dengan toko lain halaman belakangnya disekat
sekat, kecuali halaman depan yang dibiarkan terbuka.
Sandra sudah
membayangkan bahwa halaman belakang toko tersebut bisa dibikin taman dan bisa
menjadi tempat berkumpul keluarganya untuk berkumpul.
Sandra dan Lord
Egar juga melihat lihat ke lantai atas. Di lantai dua terdiri dari ruangan yang
besar juga. Sementara di lantai tiga bisa digunakan untuk jemuran dan gudang.
Sandra bisa
menyekat nyekat ruangan besar di lantai dua untuk kamar tidur ibunya. Sandra
benar benar jatuh cinta pada tempat itu karena balkon dari tempat itu langsung
menuju ke keindahan taman bunga di depannya, sehingga aneka bunga yang berwarna
warni dapat terlihat dari sana.
Sandrapun setuju
untuk menyewa tempat itu selama dua tahun walau harga yang harus ia bayar
sangat mahal.
Menurut
pemiliknya, toko toko di wilayah tersebut selalu menjadi rebutan karena tidak
pernah sepi oleh pembeli atau customer, karena yang berlibur ke taman bunga
nasional di Redwood bukan hanya penduduk setempat tapi penduduk Fillmore Green dan
dari Mancanegara.
“Aku tak sabar
untuk merenovasi tempat ini,” teriak Sandra gembira ketika pemiliknya
memberikan kunci kepada Sandra setelah pembayaran Sandra lakukan. Sandra
mentransfer uang pembayaran sewa toko tersebut ke rekening pemiliknya lewat
internet banking.
“Ya, banyak yang
harus kita lakukan,” Lord Egar tersenyum.
“Aku akan
mengambil beberapa foto dan mengirimkannya pada Matthew dan Aaron.” Sandra lalu
mengeluarkan handphonenya dan mulai
mengambil beberapa foto.
“Aku bahkan
belum melakukan apapun!” teriak Matthew saat Sandra mengirim foto foto itu pada
Matthew dan Aaron. Matthew langsung menelepon Sandra saat mendapat kiriman foto
foto tersebut, “aku baru berencana mencarinya besok pagi.”
“Tidak usah,
besok kau dan Aaron langsung ke sini saja ya, nanti aku beritahukan alamatnya
padamu. Nanti aku juga akan menduplikat kuncinya untuk kalian agar kalian bisa
datang ke sini kapanpun kalian bisa agar toko ini bisa cepat siap. Nanti kalau
sudah siap, baru ibu dibawa kesini.”
“Oke.”
“Sampai besok
Matt.”
“Sampai besok
Sandra.”
Sandra baru
selesai bicara dengan Matthew ketika handphonenya
bunyi lagi, ternyata telepon dari John. Sandra segera berjalan ke balkon untuk
menerima telepon dari John, sementara Lord Egar masih berbincang bincang dengan
pemilik toko.
“Ya John, ada
apa?”
“Aku sedang di
Paris.” Ujar John.
“Wow, keren,
sedang apa di Paris?”
“Sedang foto
foto di menara Eiffel.”
“Wah asik
sekali.”
“Aku cuma
bercanda Miss. Ricardo, ya aku sedang bekerjalah di sini, masa sedang foto
foto.”
“Lagi foto foto
juga tidak masalah kok. Kau bisa mengirimkan foto fotomu padaku kalau kau mau.”
John tertawa,
“Anda tidak berubah Miss. Ricardo, Anda masih lucu seperti dulu.”
“Oh, tentu saja.
Tapi seingatku walau aku lucu, tapi kau
tidak mau aku ajak kencan. Dulu aku pernah mengajakmu nonton film di
bioskop dan kau menolaknya.”
“Kau mengajak
aku nonton film horor, aku tidak suka film horor.”
“Tidak suka?
Pria pemberani sepertimu tidak suka film horor?”
“Memang aku
terlihat pemberani?”
“Ya, pemberani,
tangkas, sigap, suka mematai mataiku kalau aku sedang duduk di balkon.”
“Aku dulu tidak
mematai matai Anda, aku dan timku memperhatikan Bianca dari kejauhan.”
“Bianca bahkan
sedang tidak ada di sana saat kau terus terusan mengarahkan teropongmu padaku,
memang aku tidak tahu.”
“Memang
kelihatan dari balkon?”
“Ya
kelihatanlah, balkon tinggi, kalian ada di pinggir jalan di bawah sana, ya
kelihatan.”
“Oh, begitu ya.”
“Iya.”
“Miss Ricardo,
aku tadi mau menyampaikan apa ya, kenapa kita jadi ngobrol begini.”
“Ya sudah kau
pikirkan dulu mau menyampaikan apa nanti meneleponku lagi.” Sandra tersenyum
sambil mematikan handphonenya.
“Siapa dia?”
tanya Lord Egar membuat Sandra terkejut.
“Dia?” Sandra
bingung.
“Yang
meneleponmu barusan.”
“Dia.. dia
temanku.”
“Teman pria?”
“Ya.” Sahut
Sandra. Ya Tuhan jangan sampai Mr.
Maxmillian tahu. Aku baru mau memberitahu hasil temuannya nanti kalau pekerjaan
John sudah selesai.
“Kau kelihatan
gembira ditelepon oleh teman priamu,” ujar Lord Egar lagi.
Tu..tunggu dulu, apa Mr. Maxmillian cemburu?
John tiba tiba
menelepon Sandra lagi membuat Sandra berteriak kaget. “Nanti, memberitahunya
nanti, oke.” Ujar Sandra langsung padahal John belum mengatakan apa apa.
“Tapi..”
“Sampai nanti.”
Sandra kembali memutuskan hubungan teleponnya dengan John.
“Kau tidak mau
menerima telepon dari teman priamu di hadapanku?” Lord Egar memperhatikan
Sandra yang terlihat gugup.
“Tidak penting,
itu tidak penting.” Sahut Sandra cepat, “ngomong ngomong aku lapar, sejak makan
siang tadi kita belum makan apa apa lagi. Bagaimana kalau kita nyari kudapan
atau semacam itu?”
~ ~
“Wow, ini keren
sekali. Ini luas. Lantai atas dan lantai bawah sama sama luas.” Seru Aaron
antusias.
“Ya,” Sandra
tersenyum, “ibu bisa tidur di lantai dua. Nanti akan kusekat untuk bikin kamar
ibu.”
“Pemiliknya
setuju?” tanya Matthew.
“Setuju.” Jawab
Sandra, “asal ketika pindah nanti, keadaan harus seperti semula. Sekat sekat
itu harus dicopot lagi.”
“Kenapa harus
pindah si Sandra?” Keluh Aaron, “tempat ini keren, lokasinya juga strategis,
kenapa kau tidak membeli tempat ini saja kalau kau punya uang?”
“Tidak, nanti
saja, aku lihat perkembangan dulu. Semua tergantung pada ibu, kalau ibu betah
disini, tidak menutup kemungkinan aku akan membeli tempat ini walau aku harus
mengumpulkan uang dulu.”
“Pacarmu yang
orang kaya itu bisa memberi pinjaman padamu.” Usul Matt, “kau tinggal mencicil
uangnya ke dia.”
“Mr. Maxmillian
bukan pacarku Matt. Aku pernah mengatakan ini padamu.”
“Dan aku tetap
tak percaya dengan kata katamu. Ngomong ngomong kenapa dia tidak bisa datang
hari ini?”
“Dia sedang ada
pertemuan keluarga. Kakak neneknya datang menemui dia juga saudara saudaranya
yang lain, dia hari ini sedang banyak tamu.”
“Oh.”
“Baiklah,
pertama tama apa yang harus kita lakukan?” ujar Sandra.
“Pastinya
membersihkan tempat ini, menyapu dan mengepelnya.”
“Ya itu benar
Aaron. Ayo kita ke supermarket untuk berbelanja alat alat yang kita perlukan.”
Sandra merasa
badannya segar. Ia baru selesai mandi. Ia dan adik adiknya tadi baru
membersihkan toko. Setelah makan malam di sebuah restoran Perancis, Aaron dan
Matthew pulang, sementara Sandra memutuskan untuk menginap di salah satu hotel
di sekitar toko. Untung ia mendapat kamar kosong, padahal kalau akhir pekan
begini kamar hotel selalu penuh.
Sandra
memutuskan menginap di Redwood karena
besok ia libur kerja. Lord Egar berjanji akan menemuinya di toko besok pagi
sambil memperkenalkan beberapa anak buahnya yang bekerja di perusahaan
konstruksi miliknya di Redwood.
Lord Egar akan
memerintahkan anak buahnya untuk merenovasi toko. Tadinya Sandra menolak
tawaran Lord Egar tapi Lord Egar memaksanya. Sandra juga tidak harus memikirkan
berapa biaya renovasinya karena Lord Egar yang akan menanggung semunya.
Sandra hanya
tinggal bilang tokonya maunya bentuknya seperti apa, lalu salah satu arsitek
yang bekerja di perusahaan Lord Egar akan mendesain apa yang Sandra mau lalu
renovasipun dilakukan.
Sandra benar
benar merasa tidak enak. Ia merasa bahwa meminta bantuan pada Lord Egar adalah tindakan
yang salah. Padahal bukan jenis bantuan seperti itu yang Sandra harapkan,
karena Sandra punya uang sendiri, tapi bantuan moril yang Sandra harapkan.
Sandra hanya ingin bersama sama Lord Egar sesering mungkin, jadi mempersiapkan
toko untuk ibunya adalah salah satu cara Sandra untuk sering bertemu dengannya.
Tanpa bantuan
Lord Egarpun sebenarnya Sandra bisa mempersiapkan toko itu bertiga dengan
adiknya. Tapi karena Lord Egar terlanjur tahu, jadi ya mau tidak mau Sandra
terpaksa menerima semua bantuan darinya.
Sandra sedang
memikirkan Lord Egar ketika Lord Egar meneleponnya.
“Kau sudah
tidur?” tanya Lord Egar.
“Baru mau tidur,
aku capek sekali, seharian ini membersihkan toko berdua Matt dan Aaron.”
“Kau seharusnya
tidak harus membersihkan sendiri, kau bisa menyuruh orang lain untuk
melakukannya.”
“Tidak apa apa,
ini kegiatan yang menyenangkan.” Sandra tertawa. “Bagaimana dengan Anda? Acara
pertemuan keluarganya sukses?”
“Ya, mereka
semua menginap di rumahku di Hall of City
sini malam ini.”
“Siapa saja
mereka?”
“Kakek nenekku,
ayah, Abigail, sepupu sepupuku, keponakanku.”
“Kakek nenek
dari ayah?”
“Ya.”
“Maaf, kalau
boleh aku tahu hubungan Anda dengan kakek nenek dari Ibu bagaimana?”
“Tidak terlalu
baik. Tapi sesekali mereka juga suka menengokku atau aku datang mengunjungi
mereka.”
“Apakah mereka
tahu ibumu ada dimana?”
“Tidak, mereka
tidak tahu.”
“Jadi selain
meninggalkan dirimu, ibumu juga meninggalkan orangtuanya dan saudara saudaranya?”
“Ya.”
“Ngomong ngomong
tadi Aaron beli kasur, ia nekat mau tidur di toko,” Sandra tertawa, “tapi aku
melarangnya, disana belum dipasang pemanas ruangan, Aaron bisa sakit karena
kedinginan.”
“Ya, benar, cuaca
dingin seperti ini bisa membuat Aaron sakit.
“Aku kepikiran
untuk bikin kamar untuk Aaron juga dilantai dua. Sebentar lagi Matt lulus
kuliah, setelah itu ia bekerja, ia akan keluar dari asrama, sementara Aaron
masih dua tahun lulus, selama masa itu ia bisa pulang pergi dari asrama ke toko
ibu dan menginap di sana.”
“Kau benar.
Nanti kau beritahu saja arsitekku apa yang ingin kau buat. Berapa kamar yang
ingin kau buat di lantai dua, lalu ruangan lainnya.”
“Ya, tentu.
Terima kasih atas semua bantuannya Mr. Maxmillian.”
“Sama sama
Sandra. Baiklah kalau begitu, selamat beristirahat.”
“Selamat
beristirahat juga Mr. Maxmillian. Sampai bertemu besok.”
“Ya, sampai
bertemu besok.”
Setelah ngobrol
dengan Lord Egar, Sandra lalu menelepon John.
“Hallo,” sahut
John dengan suara ngantuk.
“Kau sudah tidur
John?”
“Sudah.”
“Ya, ampun, maaf
membangunkan tidurmu.”
“Tidak apa apa.”
“Kau kemarin
ingin menyampaikan apa?”
“Sejak pergi
meninggalkan rumah, ibu Mr. Maxmillian ternyata pergi ke Paris. Untuk itulah
aku disini sekarang. Aku sedang menyelidikinya. Sebenarnya itu saja yang ingin
aku sampaikan kemarin, nanti kalau ada perkembangan berikutnya aku beritahu
lagi.”
“Oke.” Sahut
Sandra. “Terima kasih John.”
“Sama sama.”
“Wow ini hebat,” Aaron tersenyum memperhatikan
lantai bawah toko cokelat ibunya yang kini sudah disekat sekat menjadi beberapa
ruangan. Ada dapur yang luas untuk proses pembuatan cokelat, ada ruang display
yang panjang, ada banyak meja dan rak yang ditata untuk menaruh cokelat
cokelat, ada meja khusus untuk kasir.
“Bagaimana mungkin
semua bisa selesai dalam waktu sepuluh hari Sandra?” tanya Matthew.
“Anak buah Mr.
Maxmillian yang mengerjakannya.” Jawab Sandra, “mereka kerja hampir duapuluh
empat jam secara bergantian.”
“Itu luar
biasa,” komentar Matthew. “Biaya yang kau keluarkan pasti sangat banyak
menyuruh para tukang itu bekerja selama dua puluh empat jam.”
“Tidak, aku
tidak mengeluarkan biaya apapun. Mr. Maxmillian yang menanggungnya, ia malah
akan marah kalau aku membayar jasa tukang tukangnya.”
“Ya, Tuhan, kau
pasti sesuatu untuknya.” Teriak
Matthew.
Sandra tertawa,
istilah sesuatu adalah istilah yang
sering diucapkan Bianca untuknya.
“Mr. Maxmillian
pasti sangat menyayangimu.” Ujar Matthew.
“Ya, kurasa
begitu,” ujar Sandra sambil tersenyum.
“Dia bekerja
hari ini?”
“Ya, dia
bekerja, tapi hari Jumat besok ia akan menemaniku mencari alat alat dapur. Dan
kupikir, aku akan mengajak Ibu untuk berbelanja bersama. Karena mungkin ibu
tahu apa yang ia butuhkan.”
“Jadi, ibu akan
kau beritahu?” tanya Aaron.
“Ya.”
“Kapan?”
“Kurasa hari ini
saja, kau yang menjemputnya ya Matt. Sementara itu aku akan menyiapkan makan
siang untuk kita semua, Aaron, aku, Matt dan Ibu. Kita makan siang bersama di
balkon atas.”
“Okey, tidak
masalah,” ujar Matthew sambil berjalan ke arah pintu. “Bagaimana kalau ibu
sedang bekerja?”
“Culik saja,”
Sandra tertawa, ibu kan nanti tidak akan bekerja lagi di sana.”
“Baik, aku akan
menculik ibu sekarang,” Matthew ikut tertawa.
“Kau punya kamar
juga di atas Aaron.” Ujar Sandra pada Aaron setelah Matthew pergi.
“O, ya?”
“Iya. Ayo kita
lihat.”
“Asik!” Aaron
berseru gembira sambil berjalan mengikuti langkah Sandra ke lantai dua.
Ibu Sandra tak
henti hentinya menangis sambil memeluk ketiga anaknya bergantian. Ia benar
benar terharu dengan apa yang sudah dilakukan Sandra dan adik adiknya.
“Ibu tidak tahu
harus bilang apa kecuali rasa terima kasih yang sangat besar pada kalian.” Ujar
Ibu Sandra sambil menangis lagi.
“Ide ini
semuanya dari Sandra,” Aaron menjelaskan.
“Terima kasih
Sandra.”
“Sama sama Ibu,”
Sandra tersenyum, “besok kita belanja bersama membeli perlengkapan apa yang ibu
butuhkan. Ibu sudah bisa tidur di sini malam ini, karena kamar ibu sudah
dipasangi pemanas kamar.”
“O, ya?” tanya
ibunya. “Di atas ada kamar untuk Ibu?”
“Ya, juga kamar
untuk Aaron. Aaron akan lebih sering menemani ibu dibandingkan aku dan Matt,
tapi kita aku dan Matt akan sering datang ke sini juga.”
“Tentu,” ibu
Sandra tersenyum, “boleh ibu melihat kamar ibu sekarang?”
“Tentu saja. Ayo,
kita ke atas sama sama.”
Selain kamar
untuk ibunya dan kamar untuk Aaron yang difasilitasinya kamar mandi di dalam
kamar, di lantai dua juga terdapat dapur kecil lengkap dengan kitchen set-nya, ruang makan kecil,
ruang santai dan beberapa kursi di depan balkon. Balkonnya terbilang cukup
kecil sehingga hanya menampung beberapa kursi. Di sana Sandra sudah menyiapkan
makan siang untuk mereka semua.
“Pemandangannya
indah sekali,” komentar ibunya sambil memperhatikan taman bunga dihadapannya.”
“Ya. Untuk
itulah kenapa aku sangat menyukai tempat ini.” Ujar Sandra. “Ibu nanti bisa
menggantungkan beberapa tanaman hias di sini.”
“Ya, tentu,
tanaman hias di balkon ini dan di depan toko kita. Aku ingin toko cokelat kita
jadi terlihat cantik dan menarik.”
“Harus begitu,”
Sandra setuju, “sekarang kita makan dulu, nanti kita data apa apa yang akan
kita beli besok. Aku akan menginap bersama ibu di sini malam ini. Aaron juga,
Matt, kau akan menginap?” tanya Sandra pada Matthew.
“Tidak, besok
aku ada kuliah pagi.”
“Oke kalau
begitu. Ayo kita makan sekarang.”
Mereka berempat
duduk di kursi kursi yang ada di balkon dan makan siang bersama.
Sandra dan
ibunya berbelanja barang barang yang sudah mereka susun daftarnya kemarin
malam. Lord Egar mendampingi mereka berbelanja. Ia yang mendorong trolly untuk
mereka.
Tidak setiap
saat Lord Egar berbelanja seperti itu, bahkan bisa dibilang, ia hampir tak
pernah berbelanja karena semua kebutuhannya sudah disediakan oleh para pembantunya.
Baik di rumah masa kecilnya di Redwood
atau dirumahnya sendiri sekarang di Hall
of City.
Kehadiran Lord
Egar di supermarket itu juga menarik banyak perhatian terutama kaum wanita.
Sama seperti dengan Prince Larry, Lord Egar sudah seperti selebritis saking
terkenalnya di negara mereka.
Maka tidak usah
heran kalau banyak yang ingin foto dengannya atau sekedar menyalaminya.
“Pacarmu seperti
seorang selebritis, banyak orang yang ingin berfoto bersamanya, terutama para
wanita.”
“Ibu, dia bukan
pacarku,” ujar Sandra sambil memilih beberapa stoples yang lucu dan imut.
“Ya, tentu saja,
dan bumi kita bentuknya datar, bukan bulat. KAU PIKIR IBU PERCAYA?”
Sandra tertawa,
“terserah ibu mau beranggapan apa, aku capek harus menjelaskan ini, karena
semua orang berpendapat sama.”
“Dan pendapat
semua orang itu benar.”
“Ibu, dia sudah
punya pacar, namanya Faye.”
“Kalau ia sudah
punya pacar, kenapa ia disini bersamamu? Mendorong dorong trollymu? Kenapa dia
tidak bersama pacarnya?”
“Kan dia ingin
membantuku. Dia sahabat yang baik.”
“Hah, sahabat!”
“Ibu bagaimana
kalau ibu bikin cokelat cokelat kecil bentuk bulat atau pipih, lalu dimasukkan
ke stoples imut ini, lalu kita jual dengan stoplesnya, lalu kita hias
stoplesnya dengan pita, pasti cantik.”
“Ya, itu usul
bagus.”
“Baiklah aku
akan membeli stoples ini beberapa buah.” Sandra mengambil stoples stoples itu
dan memasukkannya ke keranjang belanjaan mereka.
“Sepertinya
keranjang kita sudah penuh Sandra, mungkin lain kali kita berbelanja lagi.”
Sandra
memperhatikan keranjang belanjaannya. “Ya ibu benar.”
“Sekarang ibu
mau membeli sayur, daging dan buah buahan untuk makan siang kita, ibu akan
memasakkan masakan yang lezat untuk kau dan sahabatmu yang baik hati itu.”
“Asiik,” seru
Sandra gembira, “aku juga sudah kangen dengan masakan ibu.”
~ ~
Berempat dengan
Aaron; Sandra, Lord Egar dan ibu Sandra makan siang bersama di ruang makan di
lantai dua toko ibu Sandra.
Ibu Sandra
memasakkan mereka sup cream campuran jamur dan jagung manis yang dihidangkan dengan
irisan roti, irisan daging panggang dengan saus barbekyu, salad sayur dan ayam
goreng yang dihidangkan dengan saus tomat yang dicampur dengan irisan bawang
bombay. Untuk cuci mulutnya ibu Sandra bikin pancake green tea.
“Semalam ibu
sudah bicara dengan tantemu di telepon, dan sepertinya tantemu kurang suka ibu
berhenti bekerja di restorannya,” ujar Ibu Sandra, di sela sela mereka makan.
“Tapi ibu memang
harus berhenti.” Ujar Sandra “sekarang saatnya ibu punya usaha sendiri, jadi
bos bagi diri ibu sendiri.”
“Kau benar,
terima kasih untuk semuanya Sandra.”
“Sama sama, aku
juga banyak dibantu Mr. Maxmillian.”
“Terima kasih
Mr. Maxmillian, saya sangat menghargai bantuan Anda.”
“Sama sama,
Miss. Martin, aku senang bisa membantu.”
“Kapan ibu
pindah dari kamar di restoran aunty
Donna? Biar nanti kubantu.” Ujar Aaron.
“Mungkin secepatnya.”
“Baiklah, nanti
hubungi aku saja,” ujar Aaron lagi. “Nanti biar aku membereskan kamar ibu dan
membawa barang barangnya ke sini dengan mobilku.”
“Ya, Aaron,
terima kasih,” ibu Sandra tersenyum, “ibu masih tak percaya kau dan Matthew
punya mobil. Saat kau dulu memberitahu ibu, ibu seperti sedang bermimpi.”
“Ya, mobil itu
dari…”
“Itu mobil
kredit bu,” potong Sandra cepat. Sandra tak mau ibunya banyak bertanya tentang
sumber keuangan mobil itu jika Aaron bilang mobil itu dibeli secara cash. Sandra hanya ingin bercerita pada
Matthew saja tidak pada yang lainnya.
“Mudah mudahan
pembayaran mobilnya lancar.” Ujar ibunya.
“Amin.” Sahut
Sandra dan Aaron berbarengan.
Sandra baru mau
mencicipi pancake bikinan ibunya
ketika John meneleponnya. Sandra langsung bangkit dari tempat duduk dan pergi
ke balkon. Sekarang ia menerima telepon sambil menghadap ke arah pintu, takut
kalau kalau Lord Egar mendengar percakapannya.
“Bagaimana John?”
“Sudah komplit
laporannya Miss. Ricardo. Aku sudah memegang laporan lengkapnya ditanganku.”
“Kau ada di Hall of City sekarang?”
“Ya. Aku sudah
kembali. Kau ingin kuberitahu secara singkat hasil penemuanku?”
“Tidak, mungkin
lusa aku ke kantormu, kita bicara di sana saja. Aku sedang ada keperluan
sekarang. Terima kasih untuk bantuanmu John.”
“Sama sama Miss.
Ricardo.”
“Sampai bertemu
lusa.”
“Ya, sampai
bertemu lusa.”
Sandra
tersenyum, ia merasa tak sabar untuk mengetahui keberadaan ibu Lord Egar, dan
lusa besok ia bisa menemukan jawabannya.
~ ~
BAB DUA BELAS
Casey
memperhatikan kesibukan Matthew. Sore ini Matthew sedang syuting iklan minuman
kesehatan pria.
Sejak tampil di
London dalam pagelaran busana pertamanya, Matthew selalu mendapat pekerjaan,
apakah itu pemotretan untuk model di majalah, jadi model iklan video klip, dan
sekarang model iklan. Minggu depan Matthew juga ada pekerjaan di Paris untuk
acara pagelaran busana.
Casey senang
karena sejauh ini Matthew bisa membagi waktunya dengan baik antara bekerja dan
belajar. Terkadang di beberapa kesempatan ia mendapat pekerjaan saat ada jam
kuliah, sehingga Matthew menolak pekerjaan itu dan menawarkan pada temannya
yang waktunya luang. Bagi Matthew, kuliah tetap jadi prioritasnya.
Mendampingi
Matthew dalam iklan itu adalah beberapa teman model Matthew yang sudah Casey
kenal seperti Todd dan Keith, dan masih ada tiga model lainnya.
Casey merasa
betah berada di sana, menyaksikan pria pria tampan itu berseliweran
diseklilingnya. Tadinya Casey tidak mau datang ke tempat ini tapi Matthew
memaksanya untuk ikut.
Setelah selesai
syuting untuk iklan tersebut, Matthew mengajak Casey makan disuatu restoran vegetarian. Matthew benar benar bertekad
menjadi seorang vegetarian, terutama
sejak ia jadi model. Ia juga sudah tidak minum minuman bersoda lagi dan mengurangi
minuman yang beralkohol. Yang lebih sering ia minum adalah air putih atau jus
dengan campuran madu. Matthew akan berusaha untuk tidak tergoda dengan burger
bikinan ibunya yang enak.
Matthew memesan peanut pasta salad untuk menu makan
siangnya, sementara Casey memilih egg and
mushrooms with peanut sauce untuk menu makan siangnya, dan minuman mereka
berdua adalah jus buah kiwi.
“Ada yang ingin
kusampaikan padamu,” ujar Matthew setelah makanan mereka habis.
“Apa?” tanya
Casey, “kau ingin menyampaikan apa?”
“Ehm, aku merasa
nyaman dengan pertemanan kita Casey, tapi bisakah kita lebih dari teman? Aku
menyukaimu, aku ingin kau jadi pacarku.”
Casey
terperangah mendengar kata kata Matthew. Ia merasa biasa biasa saja. Ia merasa
ia tak punya keistimewaan apa apa. Teman teman wanita Matthew di kampusnya
pasti banyak yang lebih menarik dari dirinya, tapi bagaimana mungkin Matthew
ingin ia jadi pacarnya?
“Aku tahu kau
mungkin menganggap hubungan diantara kita biasa saja,” ujar Matthew lagi, “dan
mungkin ada pria lain yang kau sukai, tapi aku ingin kau memberi kita
kesempatan dan…”
“Ya, Matthew,
aku mau jadi pacarmu.” Casey tersenyum menatap Matthew.
“Apa?”
“Aku bilang aku
bersedia jadi pacarmu.”
“Benarkah?”
“Ya, Matthew,
Ya. Mari kita beri diri kita berdua kesempatan.”
“Ya Tuhan Casey,
aku gembira sekali mendengarnya, terima kasih.”
“Tentu,” Casey
masih tersenyum menatap Matthew. Ia sudah mulai bisa melupakan Luke sekarang.
Dan ia akan belajar mencintai Matthew dengan sungguh sungguh.
~ ~
Sandra memperhatikan
Matthew di ruang tamu rumah kontrakannya dengan heran.
“Seingatku, baru
dua hari lalu kita ketemu di toko cokelat ibu untuk menghias toko cokelat ibu
dengan bunga bunga yang cantik, sekarang kau datang menemuiku lagi, kau kangen
padaku lagi Matt?” tanya Sandra sambil duduk dihadapan Matthew.
“Jangan seyakin
itu Sandra, aku ke sini tidak untuk mencarimu.”
“Tidak?”
“Tidak. Aku
kesini untuk menjemput pacarku.”
“Pacar?” Sandra
kaget. “Sebentar,” ujar Sandra. Ia lalu menunjuk kamar Philip dengan
menunjjukan jari telunjuknya ke atas, “Philip tidak mungkin jadi pacarmu
kecuali kalian gay.” Sandra lalu menunjuk kamar Ivanka, “Ivanka juga tidak
mungkin, karena Ivanka sudah punya pacar.” Sandra lalu menunjuk kamar Casey,
“CASEY SEKARANG JADI PACARMU?” Teriak Sandra kaget.
“Sss.. kecilkan
suaramu, nanti tetangga berdatangan disangka ada apa.”
“Ini tidak
mungkin.” Sandra berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah kamar Casey.
“Casey, kata
Matthew kau pacarnya, benarkah?”
“Ya.” Teriak
Casey dari dalam kamar.
“Sejak kapan?”
“Seminggu yang
lalu.”
“Seminggu yang
lalu dan kau tak bercerita padaku?”
“Kita hampir tak
pernah bertemu Sandra, kita sama sama sibuk.”
“Kau bisa
meneleponku.”
“Aku takut
mengganggumu kalau meneleponmu.”
“Casey, bisakah
kau buka dulu pintu kamarmu?”
“Tidak, aku
belum siap.”
“Kalian mau
pergi kemana?”
“Tidak tahu, aku
tidak tahu Matthew akan membawaku kemana.”
Sandra kembali
ke tempat Matthew berada. “Jadi usahaku berhasil menjodohkan kalian hah?”
Matthew tertawa,
“Ya, terima kasih padamu.”
“Aku senang
mendengarnya,” Sandra tersenyum, “kalian adalah orang orang yang aku sayangi.”
“Kami juga
menyayangimu Sandra,” Casey tiba tiba muncul dengan memakai baju yang feminin.
Padahal biasanya Casey tampil casual.
“Wah, kau cantik
sekali.” Komentar Sandra.
“Terima kasih.”
Casey tersenyum.
“Kami pergi
dulu,” Matthew bangun dari tempat duduknya. “Kami hanya akan makan malam, tapi
mungkin tidak di sekitar sini, agak jauh dari sini.”
“Oke, bersenang
senanglah.” Sandra memeluk Matthew lalu memeluk Casey. “Hati hati mengemudi
Matt.”
“Oke,” Matt
melambaikan tangannya pada Sandra sambil mengulurkan tangannya pada Casey dan
menggenggam tangan Casey erat.
~ ~
BAB TIGA BELAS
Sandra
memperhatikan rumah Lord Egar yang terletak di salah satu perumahan mewah dan eksklusif
di sebelah utara Hall of City. Sandra
belum pernah berkunjung ke rumah Lord Egar di Hall of City sebelumnya. Ini adalah kunjungan Sandra yang pertama.
Dan Sandra tidak
memberitahu Lord Egar bahwa ia akan datang. Sandra sudah mendapat kabar tentang
keberadaan ibu Lord Egar dari John satu bulan yang lalu. John juga sudah
memberikan catatan lengkap tentang hasil penemuannya padanya. Tapi Sandra
memutuskan memberitahu Lord Egar sekarang karena ia tidak mau merusak moment moment kebersamaan mereka selama
mereka menyiapkan toko cokelat untuk ibu Sandra.
Sekarang toko
cokelat ibu Sandra sudah beroperasi. Ibu Sandra sudah belajar membuat cokelat
dalam bentuk beraneka macam. Sandra menyewa seorang koki yang pintar membuat
cokelat untuk membantu ibunya. Ibunya akan belajar pelan pelan dalam membuat
cokelat pada koki tersebut. Sandra juga menyewa seorang karyawan untuk melayani
pembeli, sementara ibunya bertugas di bagian kasir.
Setelah toko
cokelat ibu Sandra beroperasi, Sandra baru fokus pada penemuan diri ibu Lord
Egar lagi.
Sandra akhirnya
melangkah masuk ke halaman rumah. Di pintu gerbang tadi security yang bertugas disana bilang bahwa Lord Egar ada
dirumahnya.
Sandra tidak
harus mengetuk pintu karena pelayan tiba tiba membukakan pintu untuknya dan
meminta Sandra menunggu di ruang tamu sementara Lord Egar akan menemuinya
sebentar lagi. Security sudah
memberitahu kedatangan Sandra pada Lord Egar melalui intercom.
Sandra menunggu
kurang lebih limabelas menit ketika Lord Egar muncul di hadapannya.
“Ada apa
Sandra?” tanya Lord Egar heran. “Tumben kau datang ke rumahku.”
“Ya.” Sandra
tersenyum, “ada yang ingin kusampaikan pada Anda.”
“Apa yang ingin
kau sampaikan?”
Sandra terdiam
sebentar, “sebelumnya aku minta maaf terlebih dahulu, aku tidak bermaksud untuk
berbuat lancang atau apa, tapi aku benar benar merasa penasaran, dan…”
“Sandra, ada
apa?”
“Ini berhubungan
dengan ibu Anda Mr. Maxmillian.”
“Ibuku?”
“Ya, aku
melakukan penyelidikan tentang keberadaannya. Aku dibantu oleh detektif. Dan
ini hasil penemuannya.” Sandra menyerahkan hasil temuan John dalam amplop
cokelat pada Lord Egar.
Lord Egar
langsung menerima amplop itu, mengeluarkan kertas kertas yang ada didalamnya
dan langsung membacanya.
“Ini tidak mungkin,”
gumamnya, “ini pasti bohong, ini tidak mungkin.”
“Tapi itu benar
Mr. Maxmillian. Aku benar benar minta maaf, tapi ibu Anda sudah meninggal dunia
setahun setelah ia meninggalkan Anda dan ayah Anda. Ia sakit keras, ia
menderita kanker payudara stadium lanjut.”
“Ini bohong, kau
mengada ada. Ibuku belum meninggal.”
“Mr. Maxmillian,
Anda harus menerima kenyataan ini. Itu alasan ibu Anda ingin bercerai dengan
ayah Anda dan meninggalkan kalian. Ia sangat mencintai Anda dan ayah Anda
sehingga tidak ingin kalian bersedih. Ayah anda tidak tahu tentang penyakitnya.
Dari rumah Anda di Redwood ia pergi
ke Paris ke rumah tantenya dan berobat di sana, tapi ia hanya bisa bertahan selama
setahun sebelum kanker itu pada akhirnya merenggut nyawanya.”
“Sandra, aku tidak
memintamu untuk.. untuk..” Lord Egar tiba tiba menangis membuat Sandra ikut
menangis juga.
“Anda masih
terlalu kecil saat itu untuk mencari tahu tentang keberadaan ibu Anda, ayah
Anda terlalu marah pada ibu Anda karena berpikiran ibu Anda meninggalkannya
karena ada pria lain dalam kehidupan ibu Anda sehingga ayah Anda tak
mencarinya. Itulah kenapa ibu Anda tak pernah datang menemui Anda karena beliau
sudah tidak ada di dunia ini sejak puluhan tahun yang lalu. Makamnya ada di The Valley, di pemakaman umum di sana.”
“Aku tetap
beranggapan ini semua bohong. Ibuku masih hidup. Ia berada di suatu tempat
entah dimana.”
“Mr. Maxmillian,
Anda harus…”
“Aku ingin
sendiri.” Mr. Maxmillian pergi meninggalkan Sandra tanpa membawa berkas berkas
yang diberikan Sandra padanya.
Sandra menyusun
berkas berkas itu, memasukkannya lagi ke dalam amplop dan meletakkannya di atas
meja.
Sandra kemudian
pergi meninggalkan rumah Lord Egar sambil menangis. Sandra mengerti kesedihan
Lord Egar, ia ingin sekali memeluknya, tapi Lord Egar tidak mempercayai
penemuannya dan menganggap itu semua bohong.
Di dalam taksi
Sandra masih menangis. Ia minta supir taksi pergi ke Redwood, ke toko cokelat ibunya.
Ibunya heran
melihat Sandra datang dalam keadaan menangis. Ia langsung memeluk Sandra.
“Jangan bertanya
apa apa Bu, aku hanya ingin menangis di pelukan Ibu.” Ujar Sandra sambil terus
menangis.
Pulang ke rumah,
mood Sandra tidak berubah. Ia terus
terusan sedih. Dirumah ia hanya berdua dengan Casey. Philip sedang bekerja,
dapat shift malam, dan Ivanka sedang
mengunjungi keluarganya di Giltown City.
Casey hanya
memberikan Sandra tisu tanpa bertanya apa apa. Sudah banyak tisu bekas airmata
Sandra bertebaran di ruang tivi di lantai atas tempat Sandra dan Casey duduk.
“Aku dulu pernah
bilang padamu bahwa aku akan bercerita tentang pria yang aku cintai padamu.”
Ujar Sandra disela sela tangisnya.
“Ya,” ujar
Casey, “kau pernah bilang begitu padaku.”
“Kurasa sekarang
saatnya aku menceritakan semuanya.”
“Tentu.”
“Casey, aku
merasa sedih sekali.” Sandra memeluk Casey erat dan menangis lagi.
Lord Egar datang
ke kantor detektif tempat John bekerja untuk meminta keterangan langsung dari
John tentang hasil penemuannya. Ia mendapatkan nama dan alamat John di amplop
cokelat yang diberikan Sandra padanya semalam.
Tapi resepsionis
disana memberitahu bahwa John baru saja keluar dari kantor, kurang lebih
sepuluh menit yang lalu.
“Coba saja Anda
kejar dia Mr. Maxmillian, dia memakai jaket cokelat dan menggunakan mobil
Volkswagen. Mobilnya biasanya diparkir di depan kantor.”
“Baik,” ujar
Lord Egar. Ia segera keluar dan ia melihat John baru masuk ke mobilnya lalu
mobil John mulai berjalan perlahan. Lord Egar langsung berlari ke mobilnya dan mulai
mengikuti mobil John.
Lord Egar merasa
heran ketika mobil yang ia ikuti mengarah ke rumah kontrakan Sandra.
John ternyata
memarkir mobilnya dipinggir jalan. Ia lalu masuk kerumah kontrakan Sandra.
Lord Egar
memarkir mobilnya agak jauh dari rumah kontrakan Sandra. Beberapa saat kemudian
ia melihat Sandra dan John sedang berbincang bincang di balkon atas.
Lord Egar ingin
menemui mereka. Tapi ia masih merasa marah pada Sandra karena apa yang sudah
dilakukan Sandra.
Sandra mencari
keberadaan ibunya tanpa sepengetahuan atau ijin darinya. Lord Egar lebih baik
tidak mengetahui apa apa. Ia lebih baik berpikir bahwa ibunya ada di suatu
tempat dan masih hidup daripada menerima kenyataan bahwa ibunya sudah meninggal
dunia.
Tidak lama
kemudian John turun lagi ke mobilnya diikuti Sandra. Mereka lalu masuk ke mobil
John dan pergi meninggalkan rumah kontrakan Sandra. Kening Lord Egar berkerut. Sandra pergi dengan John? Mereka mau kemana?
Tapi Lord Egar
memutuskan untuk tidak mengikuti mereka dan kembali ke kantornya.
~ ~
Sandra berdiri
di samping makam Lady Giselle Wesley, ibu kandung Lord Egar setelah meletakkan setangkai bunga mawar di atas makam tersebut.
Sandra sudah
terlalu banyak menangis semalam sehingga ia tak menangis lagi sekarang.
Sementara Sandra
berdiri di samping makam ibu Lord Egar,
John mengawasinya dari kejauhan. Semalam secara mendadak Sandra meneleponnya
dan minta John menemaninya ke makam ibu Lord Egar di The Valley.
“Aku tahu Anda
sangat mencintai putera Anda.” Ujar Sandra sambil memandang makam Lady Gisella
Wesley. “Kalau putera Anda mau membuka hatinya untukku dan membiarkan aku masuk
dalam kehidupannya lebih jauh dari sekarang, aku akan menjaga putera Anda
dengan baik dan tidak akan membuatnya bersedih sehingga Anda tidak perlu
khawatir padanya. Tapi ia terus membatasi dirinya, aku tidak tahu apa yang
harus kulakukan.” Sandra mendesah pelan. “Beristirahtlah dengan tenang, semoga
kedamaian selalu menyertaimu.” Sandra akhirnya meninggalkan makam Lady Gisella
dan menghampiri John.
“Sudah selesai?”
tanya John.
“Ya.” Sandra
mengangguk, “terima kasih sudah menemaniku.”
“Sama sama Miss.
Ricardo, ngomong ngomong apa aku boleh memanggilmu Sandra?”
“Boleh.”
“Kau tidak
mengajak aku kencan lagi Sandra?”
“Tidak, aku
tidak menyukaimu lagi sekarang.”
“O, ya? Sayang
sekali.”
“Ya, sayang
sekali.”
“Lalu siapa pria
beruntung yang kau sukai sekarang?”
“Putera dari Lady
Gisella Wesley.”
Untuk sejenak
John terdiam, tapi kemudian ia berseru keras, “Oh.. aku jadi mengerti sekarang.
Kupikir kau tidak mungkin menghabiskan uang banyak untuk seseorang kalau kau
tak perduli padanya.”
“Ya, tapi putera
dari Lady Gisella Wesley sedang marah padaku sekarang.”
“Mudah mudahan
marahnya cuma sebentar.”
“Mudah mudahan.”
Mereka lalu naik
ke mobil John lagi dan pergi ke Hall of
City.
John mengantar
Sandra hingga rumah kontrakannya dan tidak mau mampir karena harus melanjutkan
pekerjaannya. John kembali ke kantor, tapi langsung disambut Hannah, -resepsionis di kantornya,- dengan
panik.
“Governor Hall of
City bolak balik mencari kau ke sini John. Untung kau datang juga.”
“Siapa?
Mr.Maxmillian?”
“Ya iyalah Mr.
Maxmillian. Memang Governor Hall of City
siapa lagi kalau bukan dia!”
“Baiklah,” John
segera berjalan ke ruang tamu kantornya dan melihat Lord Egar sedang duduk
menunggunya. “Selamat siang Mr. Maxmillian, Hannah bilang, Anda mencari aku.”
“Ya, aku ingin
menanyakan sesuatu pada Anda.”
“Tentu,
silahkan, aku akan menjawab pertanyaan Anda sebisaku.” John tersenyum dan duduk
di hadapan Lord Egar.
~ ~
“Jadi Mr. Maxmillian tidak pernah menghubungimu selama sebulan ini?” tanya Casey.
Casey dan Sandra
sedang berada di ruang televisi di lantai atas. Sandra sedang memakai kutek di
kakinya sementara Casey makan kacang goreng.
“Tidak.’
“Marahnya lama
amat.”
“Ya, begitulah.”
“Kenapa bukan
kau saja yang menghubunginya Sandra?”
“Aku tak berani.
Laporan yang aku bawa padanya membuatnya sangat terpukul. Kurasa Mr. Maxmillian
belum bisa menerima kabar duka tentang kematian ibunya. Ia selalu punya harapan
untuk bertemu ibunya, itu yang membuatnya sangat terpukul. Seandainya aku tidak
mencari masalah dengan melakukan penyelidikan ini. Ia tidak akan semarah ini
padaku.”
“Tapi kupikir
apa yang sudah kau lakukan benar, Sandra. Harus ada kejelasan dari semuanya.
Dan sekarang jelas bahwa ibu Mr. Maxmillian sudah meninggal dunia. Dan yang
lebih jelas lainnya yang cukup menggembirakan adalah ibu Mr. Maxmillian sangat
mencintai puteranya, bukan tak perduli padanya seperti dugaan Mr. Maxmillian
selama ini, karena selama ini Mr. Maxmillian menduga ibunya pergi meninggalkannya
karena tak perduli padanya dan tidak mencintainya. Itu yang harus dicermati
oleh Mr. Maxmillian.”
“Bagaimana
mungkin Mr. Maxmillian mencermati hal itu Casey? Dia sedang bersedih.”
“Ya, baiklah.”
Casey masih terus mengunyah kacang. “Tapi yang tidak aku mengerti, bagaimana
mungkin orangtua atau keluarga dari Lady Gisella Wesley juga tidak tahu kalau Laldy
Gisella sudah meninggal?”
“Begini,
Tantenya Lady Gisella yang tinggal di Paris, namanya kalau tidak salah adalah Lady
Evelyn, merupakan adik dari ayah Lady Gisella. Keluarga Lady Gisella adalah
keluarga bangsawan sama dengan keluarga Maxmillian yang bangsawan. Tapi, Lady
Evelyn jatuh cinta pada salah satu pelayan pria dirumah itu yang biasa
mengurusi kuda ayah mereka. Keluarga Wesley tidak menyetujui hubungan Lady
Evelyn lalu memberi ultimatum padanya, kalau Lady Evelyn masih ngotot memilih
pelayan itu sebagai kekasihnya, ia dipersilahkan keluar dari rumah. Lady Evelyn
memilih cintanya dan pergi dari rumah, sejak saat itu keluarganya tidak pernah
perduli pada Lady Evelyn lagi. Ia berada di mana dan sedang apa, mereka tak perduli. Hal inilah
yang dimanfaatkan Lady Gisella untuk melarikan diri setelah bercerai dengan
ayah Mr. Maxmillian. Lady Gisella minta bantuan dan perlindungan pada tantenya
yang kebetulan sudah menikah dan bermukim di Paris. Lady Evelyn kemudian
menolong keponakannya dan merahasiakan keberadaan keponakannya dari keluarga
mereka.”
“Tapi menurutku
seharusnya ibu Mr. Maxmillian tidak harus melarikan diri dari keluarganya
seperti itu, siapa tahu ia bisa sembuh dan bisa berkumpul dengan orang orang
yang disayanginya lebih lama lagi.”
“Tapi menurut
Lady Evelyn keadaannya saat itu memang sudah memprihatinkan. Bertahan hidup
satu tahun termasuk hebat bagi Lady Gissela, orang lain dengan sakit yang sama
paling cuma bertahan paling lama enam bulan.”
“Lady Evelyn
masih hidup?”
“Masih, dia
hidup bahagia dengan anak cucunya, hanya saja suaminya sudah meninggal karena
sakit.”
“Jadi John
mendapat kabar tentang kematian Lady Gisella dari Lady Evelyn?”
“Ya, Lady Evelyn
dan suaminya yang dulu membawa jasad Lady Gisella kembali ke The Valley, ke tanah kelahiran Lady
Gisella. Tapi karena tidak mungkin dimakamkan di makam keluarga, Lady Gisella
akhirnya dimakamkan di pemakaman umum.”
Sedang asik
ngobrol dengan Casey, handphone
Sandra tiba tiba berbunyi, ternyata telepon dari ibunya.
“Ya bu, ada
apa?”
“Berita tentang
pacarmu ada di Channel 8 sekarang,
cepat nyalakan televisinya Sandra.”
“Ibu, aku sudah
bilang Mr. Maxmillian bukan pacarku.”
“Cepat nyalakan
televisi Sandra atau kau akan ketinggalan berita.” Ujar ibunya lagi.
“Baiklah,” Sandra akhirnya mengambil remote dan
menyalakan Channel 8. Ternyata breaking news siaran langsung.
“Bertahun tahun
tidak mengetahui keberadaan ibunya ternyata baru diketahui kalau ibunda dari
Lord Egar Maxmillian, Governor dari district Hall of City sudah meninggal
dunia. Ia meninggal karena sakit kanker payudara kurang lebih 25 tahun yang
lalu.” Ujar penyiar berita laki laki, yang kemudian dilanjutkan oleh penyiar
berita perempuan.
“Ya, dan hari
ini Lord Egar Maxmillian beserta ayahnya, mantan Perdana Menteri Fillmore Green
serta ibu tirinya, Abigail Maxmillian, mengunjungi makam ibu Lord Egar
Maxmillian; Lady Gisella Wesley di The
Green Hills Cemetery district The Valley
yang bukan merupakan pemakaman keluarga.”
“Ini cukup
menarik,” Ujar penyiar berita laki laki, “karena agak kurang umum bagi keluarga
bangsawan di Fillmore Green dimakamkan di tempat pemakaman umum biasa. Mereka
rata rata punya pemakaman keluarga sendiri.”
Kembali penyiar
perempuan yang membawakan berita.
“Lord Egar
Maxmillian tampak berdoa disamping makam ibunya sambil membawa karangan bunga.
Ia nampak enggan diwawancara, tapi salah satu wartawan kami berhasil
mewawancarainya saat ia baru datang ke pemakaman kurang lebih dua puluh menit
yang lalu. Berikut petikan wawancaranya.”
Wartawan :
“Apa reaksi Anda
tentang kabar kematian ibu Anda yang baru Anda ketahui sekarang setelah puluhan
tahun berlalu Mr. Maxmillian?”
Lord Egar :
“Terus terang,
ini berita yang sangat menyedihkan untukku. Ini sangat memukulku. Hingga detik
ini aku belum bisa menerima kenyataan ini. Tapi berbeda dengan yang lalu lalu,
sekarang, kalau aku rindu pada ibuku, aku tahu harus mencarinya kemana. Terima
kasih.”
Wartawan :
“Apakah ada niat
dari Anda untuk memindahkan makam ibu Anda ke makam keluarga?”
Lord Egar :
“Aku tidak tahu,
aku belum memikirkan hal itu sekarang.”
Para wartawan
masih mengejar Lord Egar dengan berbagai pertanyaan tapi Lord Egar tidak
memberikan jawaban apa apa lagi. Ia langsung masuk ke komplek pemakaman untuk
mendatangi makam ibunya.
“Aku ingin
memeluknya,” Sandra menangis lagi.
“Peluk aku
saja,” Philip berteriak dari dalam kamarnya. Philip baru pulang kerja dan
sedang beristirahat di kamarnya.
“Diamlah
Philip.”
Casey tertawa
mendengar usulan Philip, “kurasa usul Philip oke juga.”
“Diamlah Casey,
kau sama sekali tidak membantu.”
“Sini, peluk aku
saja,” Casey akhirnya memeluk Sandra dan membiarkan Sandra menangis lagi.
~ ~
Lord Egar masuk
kembali ke limousinenya setelah
berpamitan dengan ayahnya dan ibu tirinya. Ia akan langsung kembali ke Hall of City setelah mengunjungi makam
ibunya yang baru ia lakukan beberapa saat yang lalu, sementara ayah dan ibu
tirinya langsung pulang ke mansion mereka di Redwood.
Lord Egar memutuskan
untuk tidur selama perjalanan ke Hall of City.
Akhir akhir ini ia agak susah tidur. Tapi baru saja Lord Egar memejamkan mata
untuk tidur handphonenya bunyi.
Ternyata panggilan dari Prince Larry.
“Aku turut
berduka Egar, aku benar benar sedih sepertimu,” ujar Prince Larry langsung
ketika Lord Egar menjawab panggilannya.
“Ya, terima
kasih Larry.”
“Aku masih ingat
wajah cantik ibumu, senyumnya yang menawan, padahal waktu itu aku masih kecil.”
“Ya, ibuku
sangat cantik.”
“Kenapa baru
diketahui sekarang Egar, setelah bertahun tahun, apa kau yang menyelidikinya?”
“Bukan aku, tapi
Sandra. Sandra menyewa detektif untuk menyelidikinya.”
“Sandra?”
“Ya.”
“Bagaimana
mungkin Sandra melakukan itu? Tu.. tunggu dulu kurasa ia mencintaimu. Ia sangat
perduli padamu.”
Lord Egar diam,
dia masih kecewa dengan apa yang dilakukan Sandra padanya.
“Tolong maafkan
dia Egar,” suara Bianca tiba tiba terdengar, menggantikan suara Prince Larry,
“kadang Sandra bertindak tanpa berpikir panjang, tapi ia sangat menyayangimu.”
“Ya, aku tahu
dia menyayangiku, tapi…”
“Sekarang, kau
ambil sisi positifnya saja oke? Seperti kau bilang di televisi tadi, kalau kau
rindu pada ibumu, kau jadi tahu harus mencarinya kemana.”
“Kau benar
Bianca.”
“Aku selalu mendukungmu.
Kami selalu ada untukmu, jangan bersedih berlarut larut, kau harus kuat.”
“Masalahnya, aku
membayangkan bahwa aku punya kesempatan untuk bertemu dengan ibuku lagi, tapi
kenyataan yang kuhadapi begitu menyakitkan.”
“Aku mengerti
perasaanmu, tidak apa apa, menangislah, keluarkan semua kesedihanmu dan
amarahmu. Tapi setelah itu kau harus bangkit lagi.”
“Ya.”
“Aku belum
berkesempatan ngobrol dengan Sandra,” ujar Bianca, “bukan aku tidak mau
meneleponnya, tapi Sandra akan meneleponku jika ingin membicarakan sesuatu,
kukira sama sepertimu, Sandra juga mungkin sedang menenangkan diri sekarang,
kurasa ia sama kagetnya denganmu dengan hasil penyelidikan yang dilakukannya.”
“Mungkin. Ehm,
Bianca, apa kau mengenal John?”
“John?”
“John adalah
detektif yang disewa Sandra.”
“Oh, kurasa aku
kenal, dia dan teman temannya dulu diberi tugas oleh Permaisuri untuk
mengawasiku.”
“Apakah John dan
Sandra cukup dekat?”
“Kurasa dulu
begitu. Sandra kan orangnya aneh. Tindakannya selalu diluar dugaanku. Sandra
dulu sering memberikan John dan teman temannya pizza atau membelikan mereka
minum atau donat untuk sarapan atau masakan cina untuk makan siang saat John
dan teman temannya mengawasiku di sebrang jalan di rumah kontrakan kami dulu.”
“O, ya?”
“Ya. Dan Sandra
juga pernah mengajak John kencan. Sandra begitu menyukai John. Sayang John
menolak ajakan Sandra saat itu karena menurut John padaku,- hal ini baru
kuketahui belakangan - kalau John juga sebenarnya suka pada Sandra hanya saja
dia tidak bisa bersenang senang saat bekerja, itu yang pernah John bilang
padaku. John bilang ia harus disiplin. Huh, disiplin,
benar benar pemikiran yang aneh.”
BAB EMPAT BELAS
“Kau yakin tidak
punya kasus lain untukku Sandra?” tanya John sambil memperhatikan Sandra yang
sedang memilih menu.
Sandra mengajak
John makan siang di suatu restoran eksklusif sebagai ucapan terimakasihnya.
Sebenarnya bukan John saja yang Sandra undang untuk makan siang, tapi teman
teman John yang biasa bekerja sebagai tim John juga Sandra undang, tapi menurut
John, teman temannya sedang ada tugas sehingga tidak bisa hadir memenuhi
undangan Sandra.
“Kasus apa?”
tanya Sandra masih terus memilih menu.
“Ya, apa saja.
Mencari kucing yang hilang misalnya.”
“Aku tidak punya
peliharaan kucing.”
“Huh, ini benar
benar tidak asik.” John menggerutu.
“Apa kau
kekurangan uang sampai kau meminta minta pekerjaan padaku seperti ini?” tanya
Sandra sambil menatap John. “Uang dariku yang sangat banyak kemarin sudah
habis?”
“Tidak, belum,
aku punya uang, tenang saja, aku punya tabungan. Cuma aku senang sibuk, aku
suka bekerja, dan sekarang aku sedang tidak ada pekerjaan apa apa.”
“Teman temanmu
katamu sedang menangani kasus, bagaimana mungkin mereka bekerja dan kau tidak?”
“Kasus yang
mereka tangani sepele. Mudah. Aku tidak perlu turun tangan.” Ujar John.
“Kau tidak turun
tangan dalam kasus sepele tapi kau tidak keberatan mencari kucing yang hilang?
Bukankah itu sangat mudah?”
“Siapa bilang?
Mencari kucing itu susah loh.”
“O, ya?”
“Ya. Oh God, salah satu orang terkaya di
Fillmore Green baru masuk ke restoran ini juga. Ini tidak adil, kenapa orang
orang kaya selalu didampingi wanita yang sangat cantik.”
“Siapa?”
“Jangan menengok
Sandra, nanti dia tahu kalau kau tahu dia ada disini. Kau pura pura ngobrol
saja denganku seperti ini. Posisi dia ada dibelakangmu.”
“Aku tidak
sedang pura pura ngobrol. Aku memang sedang ngobrol denganmu.”
“Ya, kau benar.”
“Siapa dia
John?”
“Oh, sial, dia
melihat kita.”
“John, dia siapa?
Aku nengok sekarang!”
“Jangan. Ini baik
untukmu, aku bilang jangan.” John tiba tiba mengeluarkan dompetnya. “Dua ratus
euro kalau ia pasti mendatangi kita.”
“Kita mau
ngapain?” Sandra heran.
“Taruhan. Dua
ratus euro, ayo keluarkan uangmu Sandra. Menurutku Mr. Maxmillian akan datang
ke meja ini walau ia datang ke sini dengan wanita yang sangat cantik
disampingnya.”
“MR.
MAXMILLIAN?” teriak Sandra.
“Demi Tuhan,
kecilkan suaramu.”
“Mr. Maxmillian
ada disini?” Sandra berbisik.
“Ya, dan mana
uang dua ratus euromu?”
Sandra
mengeluarkan dompetnya. “Aku taruhan lima ratus euro.”
“Itu terlalu
banyak Sandra.”
“Tidak, itu
tidak banyak. Lima ratus euro dia tidak akan datang kesini. Dia terlalu marah
padaku.”
“Baiklah,” John
mengambil dompetnya lagi dan mengeluarkan tiga ratus euro lagi. “Kesinikan
tanganmu,” ujar John sambil meraih tangan Sandra.
“Kau mau apakan
tanganku?” Sandra protes.
“Menggenggamnya
dengan mesra Sayang, kau pikir apa
yang akan kau lakukan. Aku akan membuat Mr. Maxmillian cemburu.”
“Kau curang!”
“Diamlah, aku
tidak curang, aku hanya berusaha, kalau kau yakin bahwa dia tidak akan kesini,
lebih baik kau tetap dengan keyakinanmu. Dan masalah menggenggam tangan ini
masalah sepele.”
Sandra akhirnya pasrah
dan membiarkan tangannya digenggam oleh John.
“Kau baru pakai
kutek ya? Warna kuteknya cerah juga.” John memperhatikan kutek ditangan Sandra.
“Lepaskan
tanganmu dari tangannya sekarang juga.” Lord Egar tiba tiba sudah berdiri
disamping meja Sandra dan John.
John segera
melepaskan tangan Sandra sambil tersenyum, dengan gerak bibirnya ia bilang pada
Sandra, “aku bilang juga apa.” John lalu meraup seluruh uang yang ada di atas
meja.
“Oh, hai Mr.
Maxmillian, apa kabar?” John pura pura terkejut, tapi Lord Egar tak
memperdulikan sapaannya.
“Mr. Maxmillian?
Kau ada disini?” Kalau John pura pura terkejut, Sandra terkejut benaran. Ia
merasa yakin kalau Lord Egar akan mengacuhkan dirinya dan tidak akan datang ke
meja mereka. “Perkenalkan dia John, dia yang…”
“Aku tahu dia
siapa,” potong Lord Egar. “Ayo, kita pergi dari sini.” Lord Egar tiba tiba
menarik tangan Sandra.
Sandra terkejut,
ia terpaksa bangun dari duduknya, “kita akan pergi kemana?”
Lord Egar tidak
menjawab pertanyaan Sandra, ia terus menarik tangan Sandra membuat Sandra
terpaksa mengikuti langkahnya.
Sandra sempat
melihat Faye duduk di salah satu kursi tidak jauh dari kursi Sandra tadi. Faye
nampak memperhatikan mereka dengan bingung.
“Anda tidak
sopan meninggalkan Faye sendirian seperti itu Mr. Maxmillian.”
“Tidak masalah,
sebentar lagi juga pacarnya datang.”
“Pacarnya
datang? Bukankah Anda pacarnya?”
“Bukan, tidak
lagi, aku sudah putus dengannya, Faye sudah punya pacar baru sekarang.”
“Putus?” teriak
Sandra kaget, “kapan Anda putus dengannya?”
“Saat pulang
dari rumah peristirahatan Lotus Village.”
“Apa?!” teriak
Sandra. “Itu sudah lama.”
“Ya.” Ujar Lord
Egar sambil terus menarik tangan Sandra.
“Kita mau kemana
Mr. Maxmillian?”
“Ke rumah ayahku
lalu ke rumah ayahmu, lalu ke toko cokelat ibumu, kita akan minta restu pada orangtua
kita bahwa kita akan menikah.”
“Menikah? Anda
akan minta restu pada orangtua kita tanpa bertanya padaku apakah aku mau
menikah denganmu?”
“Kau tidak akan
menolak menikah dengan salah satu pria yang jadi incaran gadis gadis di
Fillmore Green, Sandra.”
“O ya? Anda
percaya diri sekali.”
“Ya Tuhan,
dimana sih?”
“Apanya yang
dimana? Kita sebenarnya mau apa sih?” Sandra memperhatikan suasana di
sekitarnya dengan bingung. Ia sekarang sedang berada di pelataran parkir.
“Mobilku, aku
lupa parkir mobilku di sebelah mana.”
~ ~
“Ayo silahkan
masuk ke kamarku,” Sandra tersenyum pada Ivanka dan Casey. “Aku sudah
menyiapkan gaun pengantin perempuan untuk kalian karena hanya kalian berdua
yang akan jadi pendamping pengantinku. Tadinya aku juga meminta Bianca untuk
jadi pendamping pengantinku, tapi Princess Sabrina hampir tidak bisa lepas dari
ibunya sehingga aku batalkan, kasihan Princess Sabrina.”
“Kau sudah
menyiapkan baju pendamping pengantin perempuan tanpa bertanya ukuran bajuku
berapa?” tanya Casey.
“Ah, Casey, aku
sudah melihat ukuran bajumu di jemuran, kau juga Ivanka, aku sudah tahu ukuran
bajumu.”
“Oke,” Ivanka
tersenyum, “bagiku tidak masalah. Kalau nanti kebesaran akan aku kecilkan.”
“Kuharap sih
pas.” Komentar Sandra. “Oke, ini untuk Casey,” Sandra menyerahkan sebuah kotak
kertas yang berisi baju, “dan ini untuk Ivanka.” Sandra menyerahkan kotak
satunya pada Ivanka, “untuk sepatu nanti kalian berdua harus belanja denganku
beli sepatu apa. Sekarang, dicoba dulu bajunya.”
Casey membuka
kotak baju yang diberikan Sandra dan langsung menjerit histeris, membuat Sandra
langsung menutup telinganya.
“Annamarie!”
Jerit Casey, “aku akan memakai baju rancangan Annamarie! Ya Tuhan aku tak
percaya ini!”
Ivanka langsung
memeluk Sandra saking senangnya, “gila, berapa uang yang kau keluarkan untuk
ini Sandra. Kau gila.” Ivanka tertawa tawa sambil mulai melepaskan baju yang
dipakainya untuk mencoba baju yang diberikan Sandra padanya.
“Jangan khawatir
soal uang, aku minta Mr. Maxmillian yang membelikan baju ini untuk kalian.”
“Kurasa, kalau
kau ingin dibelikan pulau juga ia belikan,” komentar Casey sambil berputar
putar di depan cermin di kamar Sandra setelah mengganti bajunya dengan baju
yang diberikan Sandra padanya. “Mr. Maxmillian kan tergila gila padamu.”
“Pulau.” Sandra
tertawa, “ya, itu ide bagus, nanti aku akan minta dibelikan sebuah pulau.”
“Punyaku pas,”
seru Ivanka, “punyamu Casey?”
“Pas juga.”
Casey tersenyum, “kenapa baju dari perancang mahal tidak pernah mengecewakan? Detailnya benar benar terjaga.
Jahitannya rapi, bahannya halus, tidak panas. Ini benar benar keren. Terima
kasih Sandra.”
“Sama sama
Casey.”
“Terima kasih
Sandra.” Ivanka tersenyum ke arah Sandra.
“Sama sama
Ivanka, terima kasih juga sudah mau jadi pendamping pengantinku.”
~ ~
BAB LIMA BELAS
Pernikahan
Sandra dan Lord Egar dilakukan di mansion keluarga Maxmillian di Redwood. Undangan kehormatan seperti
King Theodore dan isterinya, Prince Larry dan Isterinya, Lord Andreas dan
isterinya, Perdana Menteri, para pejabat pemerintahan dan para bangsawan
lainnya turut hadir di sana.
Semua teman
teman Sandra dari tempat Sandra bekerja termasuk bosnya ikut hadir di sana
karena Sandra mengundang semuanya.
Sandra akan
langsung berhenti bekerja setelah menikah nanti dan memilih mendampingi Lord
Egar dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang governor.
Dawn, teman
pramugari Sandra terus terusan menangis saat tahu Sandra akan menikah dengan
pria yang ia idolakan. Dawn patah hati, ia benci dengan keberuntungan Sandra.
Tapi ia tetap datang ke pernikahan Sandra. Ia tak akan melewatkan moment menakjubkan itu karena tidak
setiap hari ia bisa hadir dalam pernikahan bangsawan.
Ibu Sandra tampak
cantik dan anggun dengan gaun rancangan Annamarrie. Ayah Sandra, Matthew dan
Aaron tampak tampan dengan baju tuxedo mereka. Ibu tiri Sandra beserta
keluargany hadir juga di pernikahan Sandra.
Aaron datang
bersama teman kencannya. Sementara Matthew harus puas tidak bisa didampingi
Casey karena Casey nanti akan menjadi pendamping perempuan kakaknya. Setelah
upacara pernikahan selesai, Casey baru bisa mendampingi Matthew.
Luke datang
dengan tunangannya, Philip datang dengan teman kencannya yang merupakan teman
dari tempat ia bekerja. Ayah Philip ikut hadir di sana. Ayah Philip datang
dengan keluarga Chen. Keluarga Changyi tidak bisa hadir karena ada suatu
keperluan.
Ayah Belinda, Mr.
Alex Travis yang pernah ditolong oleh Lord Egar untuk mendapatkan pekerjaan di
Santa Monica, juga hadir disana. Ayah Belinda hadir bersama dengan Mr. Benjamin
Fred, bosnya dan beberapa orang temannya sebagai perwakilan dari kantor
pemasaran boneka Princess Sabrina di California. Isteri Mr. Travis tidak bisa
ikut karena harus mengurusi anak mereka yang sedang sekolah.
Semua karyawan
di perusahaan Lord Egar di kota kota besar di Fillmore Green juga turut di
undang dalam pernikahan tersebut, bukan hanya dari perusahaan konstruksi saja
tapi juga dari perusahaan distributor dan pemasaran boneka princess Sabrina.
Sandra tampil
dalam gaun pengantin rancangan Annamarie. Semua terpukau dengan gaun pengantin
Sandra yang cantik.
Banyak gadis
yang tiba tiba mengidolakan Sandra, sehingga follower Sandra di media sosial
bertambah drastis, tapi banyak juga yang membencinya. Sandra menjadi trendingtopic di media massa Fillmore Green.
Ada banyak gadis
yang patah hati dengan pernikahan Lord Egar, tapi banyak juga yang mendoakan
agar pernikahan Lord Egar dan Sandra bisa bertahan hingga maut memisahkan mereka.
Prince Larry dan
Lord Andreas menjadi pendamping pengantin laki laki. Dengan menikahnya Lord
Egar hari ini berarti lengkap ketiga sahabat yang menjadi idola di Fillmore
Green sudah menikah semuanya. Sehingga para gadis akan mulai mencari idola baru
yang akan mereka gandrungi. Dan saat ini yang mulai menjadi incaran para gadis
itu adalah Prince Leonard.
Prince Leonard
adalah keponakan laki laki satu satunya dari King Theodore alias adik sepupu
dari Prince Larry.
Upacara
pernikahan dilakukan dengan khidmat. Sandra didampingi ayahnya berjalan menuju
altar. Di altar itu Lord Egar menunggu kedatangan Sandra. Lord Egar tampak
tampan dengan baju tuxedo yang dikenakannya.
“Akhirnya kau
menikah juga,” Lord Andreas tertawa memperhatikan Lord Egar, “Ya Tuhan, setelah
sekian lama. Aku sudah cukup bersemangat ketika kau memperkenalkan beberapa
teman wanitamu padaku tapi tak ada yang berakhir bahagia. Apa yang sudah kau
lakukan padanya Sandra?” tanya Lord Andreas pada Sandra.
“Aku tidak
melakukan apa apa.” Sandra tersenyum.
Lord Andreas dan
isterinya. Raquel datang ke rumah Lord Egar di Hall of City atas undangan Lord Egar dan Sandra. Selain Lord
Andreas, yang juga hadir dalam undangan itu adalah Prince Larry dan Bianca.
“Kau harus tahan
dengan kecerewetanku, Sandra,” komentar Raquel, “Bianca sekarang sudah tahan.”
“Wah, kau belum
tahu Sandra saja,” Bianca tertawa, “dia lebih gila dari dirimu Raquel, percaya
padaku.”
“Tidak, aku
tidak akan bersikap gila gilaan lagi, aku akan bersikap manis sekarang.” Ujar
Sandra.
“Kau? Bersikap
manis? Kau pikir aku percaya?” seru Bianca.
“Jadi kalian
akan berbulan madu kemana?” tanya Prince Larry.
Lord Egar dan
Sandra saling bertatapan dan tersenyum, “Los Angeles.” Ujar mereka berbarengan.
~ ~
“Kau yakin bulan
madunya ke Los Angeles saja? Tidak ke tempat yang lainnya?” tanya Lord Egar
pada Sandra saat tamu tamu mereka sudah pulang.
Lord Egar masih
tak percaya Sandra sekarang berada di halaman belakang rumahnya yang luas dan
indah yang dipenuhi aneka tanaman bunga, dan menjadi nyonya rumah di sana.
Sandra yang
sedang merapikan gelas dan piring yang kotor dengan dibantu beberapa pelayan
langsung menghentikan kegiatannya.
“Ehm, sebenarnya
aku ingin ke Planet Mars, tapi Planet Mars belum dibuka untuk umum untuk berbulan
madu ke sana.” Sandra tertawa. “Aku bercanda. Ya, Los Angeles cukup. Disana
sangat menyenangkan.”
“Baiklah, kalau
begitu.”
“Mr. Maxmillian,
bisakah aku mewujudkan satu keinginan yang selama ini belum pernah berhasil aku
wujudkan?”
“Apa itu?”
“Memelukmu.”
Lord Egar
tersenyum lalu membentangkan tangannya. Sandra langsung berlari ke arah Lord
Egar dan memeluknya erat. “Philip sering menawarkan diri menggantikan dirimu
untuk kupeluk.” Ujar Sandra setelah berhasil memeluk Lord Egar.
“Berani sekali
dia.”
“Iya. Waktu di
pinggir kolam di Lotus Village, aku bilang pada Philip ingin memelukmu, tiba
tiba dia memelukku dan bilang anggap saja dirinya adalah dirimu.”
“Di lotus Village?”
“Ya. Dan saat
itu aku cemburu setengah mati pada Faye.”
Lord Egar
tertawa, “dan aku cemburu setengah mati pada Philip.”
Sandra tersenyum
sambil menatap Lord Egar, “I love you, Mr. Maxmillian.”
“I Love you more Mrs. Maxmillian.” Lord
Egar ikut tersenyum sambil mempererat pelukan mereka.
EPILOG
John baru tidur
selama sepuluh menit ketika handphone-nya
tiba tiba bunyi. Ia menatap jam di handphone-nya.
Jam dua pagi. Demi Tuhan, siapa yang
meneleponnya jam dua pagi begini?
“Hallo,” dengan
suara ngantuk John menjawab juga.
“John, kau sudah
tidur?”
“Ya, ini siapa?”
“Ini Sandra.”
“Mrs.
Maxmillian, disini jam dua pagi, kenapa Anda punya hobi meneleponku saat aku
sedang tidur? Di tempat Anda jam berapa sekarang?”
“Jam sembilan
malam, aku sedang di berada di Santa Monica. Aku sedang berbulan madu.”
“Wah, asik.
Pasti menyenangkan di sana Mrs. Maxmillian, tapi kurasa aku harus melanjutkan
tidurku.”
“Kau ingin
pekerjaan tidak?”
John langsung
duduk di tempat tidur, berharap rasa kantuknya akan hilang, tapi rasa kantuknya
tidak hilang juga, kepalanya malah sekarang terasa pusing.
“Pekerjaan apa
Mrs. Maxmillian?” Sambil tidur John bertanya.
“Begini, adikku,
Matt, berpacaran dengan temanku Casey.”
“Lalu?”
“Lalu aku ingin
suatu saat nanti Casey jadi adik iparku. Aku ingin suatu saat nanti Casey dan
Matt menikah. Ya walaupun katakanlah masih lama, mereka nanti bisa menikah.”
“Lalu?”
“Lalu saat
menikah nanti, aku ingin Casey diantar oleh ayahnya ke depan altar.”
“Itu hal yang
mudah Mrs. Maxmillian. Telepon saja ayahnya untuk mendampingi Casey menikah
nanti.”
“Tapi
permasalahannya tidak sesederhana itu John. Permasalahannya, aku tidak tahu
siapa ayah Casey, dan dimana dia.”
“Tidak tahu?”
“Tidak tahu. Dan
jangankan aku, Casey sendiri juga tidak tahu siapa ayahnya. Jadi tugasmulah
untuk mencari tahu, aku harap ayah Casey bisa ditemukan secepatnya olehmu.”
“Kalau ternyata
sudah meninggal seperti ibu kandung suami Anda bagaimana?”
“Ya tidak
masalah juga, yang penting kita tahu dia siapa dan ada dimana.”
“Baiklah, nanti
kita lanjutkan perbincangan kita, aku akan melanjutkan tidurku.”
“Oke, selamat tidur
lagi John.”
“Terima kasih
Mrs. Maxmillian, selamat berbulan madu untukmu.”
“Terima kasih. Sampai
bertemu lagi di Hall of City.”
“Sampai
bertemu.”
Next : Be with
you the series (Casey)
No comments:
Post a Comment